Stockholm, 23 Februari 2000
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
NII DITINJAU DARI DIR
Ahmad Sudirman
XaarJet Stockholm - SWEDIA.
Tanggapan untuk mereka yang mempertanyakan NII dan DIR.
QANUN AZASY NII
Kalau kita pelajari Qanun Azasy NII, maka dapatlah disimpulkan bahwa NII
mempunyai dasar dan hukum Islam, dimana hukum yang tertinggi adalah Qur'an dan Hadits
sahih.NII bersifat republik dengan Majlis Syuro (Parlemen) sebagai lembaga
tertinggi pembuat hukum melalui pengambilan keputusan dengan suara terbanyak dan
menetapkan Qanun Azasy dan garis-garis besar haluan Negara. (Qanun Azasy NII, BAB I Pasal
1, 2, 3 , BAB II Pasal 4, 5)
Kemudian dilengkapi dengan Dewan Syuro sebagai Badan Pekerja daripada Majlis Syuro yang mempunjai tugas-kewadjiban menyelesaikan segala keputusan Majlis Syuro dan melakukan segala sesuatu sebagai wakil Majlis Syuro menghadapi Pemerintah, selainnya jang berkenaan dengan prinsip. Dimana tiap-tiap undang-undang menghendaki Persetujuan Dewan Syuro. (Qanun Azasy NII, BAB III Pasal 6, 7, 8, 9)
Kekuasaan Pemerintah Negara dipegang oleh Imam Negara Islam Indonesia menurut Qanun Azasy, sepanjang Hukum Islam. Imam dipilih oleh Majlis Syuro dengan suara paling sedikit 2/3 daripada seluruh anggauta kemudian menyatakan bai'at dihadapan Majlis Sjuro. Dalam tugasnya Imam dibantu oleh Dewan Imamah yang terdiri dari Imam dan Kepala-kepala Majlis. Dimana anggauta-anggauta Dewan diangkat dan dilberhentikan oleh Imam. juga dibantu oleh Dewan Fatwa yang terdiri dari seorang Mufti besar dan beberapa Mufti lainnya, sebanyak-banyaknja 7 orang. Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Imam dan berhak menunjukkan usul kepada Pemerintah. Angkatan dan pemberhentian anggauta-anggauta itu dilakukan oleh Imam. Dimana Imam memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Majlis Syuro dan menetapkan peraturan Pemerintah, setelah berunding dengan Dewan Imamah untuk menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya. Membentuk Badan Keuangan, Kehakiman dan pendidikan. (Qanun Azasy NII, BAB IV Pasal 10, 11, 12, 13, 14, 21, BAB VI Pasal 22, BAB VIII Pasal 24, BAB IX Pasal 25, 16 BAB XII Pasal 32)
KESIMPULAN DARI QANUN AZASY NII
Setelah sedikit menelusuri Qanun Azasy NII diatas, maka dapatlah disimpulkan bahwa
Qanun Azasy NII memiliki prinsip triaspolitika, tiga kekuasaan politik, yaitu kekuasaan
legislatif (kekuasaan membuat undang undang), kekuasaan eksekutif
(kekuasaan melaksanakan undang undang) dan kekuasaan yudikatif (kekuasaan mengadili).
Dimana kekuasaan legislatif adalah Majlis Syuro yang mempunyai kekuasaan tertinggi membuat
hukum dengan mengambil suara terbanyak dan membuat garis-garis besar haluan negara.
Kekuasaan eksekutif adalah Imam dan Dewan Imamah. Kemudian kekuasaan yudikatif adalah
Dewan Fatwa.
Jadi kalau ditinjau dari sifat dan struktur negara sebenarnya antara NII dengan RI
adalah sama, kedua-duanya bersifat negara republik, hanya dasar dan hukum negara yang
berbeda, NII mempunyai dasar dan hukum Islam dengan Qur'an dan Hadits
sahih sebagai hukum yang tertinggi, sedangkan negara RI mempunyai dasar pancasila yang
sekaligus sebagai sumber hukum tertinggi.
Kesimpulan tentang NII adalah walaupun NII menjadikan Qur'an dan Hadits sahih sebagai hukum yang tertinggi, tetapi dalam hal menetapkan dan membuat hukum masih memakai sistem demokrasi barat yaitu melalui pengambilan suara terbanyak atau mayoritas.
Jadi dalam hal menetapkan dan membuat hukum dalam Qanun Azasy NII harus diadakan
perubahan, dari cara melalui pengambilan suara terbanyak kepada cara mendasarkan pada Al
Qur'an dan Hadist. Apabila tidak dijumpai nas yang jelas,
tetapi pada suatu masa telah ada kesepakatan (ijma) mujtahidin atas hukum-hukumnya,
maka ijma mujtahidin yang dipakai. Jika tidak dijumpai nas yang jelas dan tidak dijumpai
kesepakatan (ijma) mujtahidin, maka dilakukan ijtihad untuk mencari hukum dengan
membandingkan dan meneliti ayat-ayat dan hadist-hadist yang umum serta menyesuaikan dan
mempertimbangkan dengan perkara yang sedang dibicarakan kemudian diqiaskan dengan hukum
yang sudah ada yang berdekatan dengan perkara yang sedang dibicarakan itu Apabila timbul
jalan buntu dalam pembuatan dan penetapan peraturan, hukum dan undang undang diantara para
ulil amri, maka Pimpinan Daulah Islam Rasulullah atau Khalifah di Khilafah Islam sebagai
kepala pimpinan negara (yang harus ditaati) menentukan dan mengambil keputusan untuk
menetapkan peraturan, hukum dan undang undang menurut
ijtihadnya.
Untuk meluruskannya perlu amandemen Qanun Azasy NII dalam pasal-pasal yang masih mengandung trias politika.
Sedangkan BAB I yang mengandung pasal dan ayat "NII mempunyai dasar dan hukum Islam, dimana hukum yang tertinggi adalah Qur'an dan Hadits sahih" menjadi ciri bahwa NII sebagai Negara Islam.
MAJLIS SYURO BUKAN LEMBAGA TERTINGGI PEMBUAT UNDANG UNDANG
Dalam Khilafah Islam tidak dikenal nama lembaga legislatif pembuat undang undang
dengan melalui pengambilan suara mayoritas seperti yang ada dalam sistem trias politika.
Karena dalam Khilafah Islam adalah Allah yang berdaulat. Artinya segala
sesuatu harus didasarkan kepada hukum-hukum Allah (Al Qur'an) dan Rasul-Nya (Sunnah).
Jadi, Khalifah sebagai kepala tertinggi dalam Khilafah Islam hanyalah mengangkat dan
menerapkan serta melaksanakan hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah. Bukan pembuat
hukum. Sedangkan Majlis Syuro yang merupakan Ulil Amri yang anggotanya dipilih oleh rakyat
bukan sebagai lembaga tertinggi pembuat undang undang atau hukum, seperti yang terdapat
dalam sistem trias politika, melainkan suatu badan musyawarah tempat membicarakan segala
urusan baik yang disampaikan oleh rakyat maupun yang timbul dari para anggota majlis syuro
yang nantinya dikonsultasikan dengan Khalifah.
KELUAR DARI JALAN BUNTU
Apabila urusan-urusan yang disampaikan oleh rakyat atau yang timbul dari para
anggota Majlis Syuro tidak ada nas-nya (dasar Al Qur'an dan hadist) yang kuat, maka para
mujtahid dan para akhli dalam bidang masing-masing dari anggota Majlis Syuro
melakukan ijtihad untuk mencari hukum dengan membandingkan dan meneliti ayat-ayat dan
hadist-hadist yang umum serta menyesuaikan dan mempertimbangkan dengan perkara yang sedang
dibicarakan kemudian diqiaskan dengan hukum yang sudah ada yang berdekatan dengan perkara
yang sedang dibicarakan itu.
Apabila dalam melakukan ijtihad ini timbul beberapa pendapat yang berbeda, dimana
masing-masingnya memiliki ayat-ayat dan hadist-hadist yang umum yang kuat, maka jalan
keluarnya adalah sebagaimana yang difirmankan Allah "Hai orang-orang yang
beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (An
Nisaa',4:59).
Artinya, berdasarkan surat An Nisaa',4: 59 diatas menggambarkan salah satu peranan Pimpinan Daulah Islam atau Khalifah di Khilafah Islam sebagai kepala pimpinan (yang harus ditaati) diatas ulil amri dan semua rakyat yaitu menentukan dan mengambil suatu keputusan dari beberapa pendapat yang berbeda dari para anggota Majlis Syuro untuk diputuskan berdasarkan keyakinannya dengan ditunjang oleh dasar nas yang kuat.
Jadi apabila sampai ke jalan buntu dalam mencapai keputusan, maka penyelesaiannya
bukan melalui pemungutan suara, tetapi diserahkan kepada Khalifah untuk memutuskan
pendapat mana yang akan dipakai dan ditetapkan yang nantinya akan
diterapkan di Khilafah Islam untuk ditaati oleh seluruh rakyat termasuk Khalifah dan
seluruh penguasa di Khilafah Islam.
Nah, tentu saja akan timbul suatu pemikiran dari orang-orang yang mendukung sistem trias politika, yaitu karena kedaulatan rakyat telah diganti oleh kedaulatan Allah dimana lembaga legislatif telah hilang sehingga rakyat melalui wakil-wakilnya yang duduk dilembaga tersebut tidak lagi mempunyai hak suara untuk memilih dan menetapkan suatu hukum, melainkan didasarkan kepada Al Qur'an dan Hadist dan apabila timbul perbedaan pendapat dari para anggota penyelesaiannya diserahkan kepada Khalifah, maka menjadilah Khalifah seorang diktator.
Kesimpulan dari pemikiran orang-orang pendukung trias politika tersebut adalah tidak
benar. Mengapa? Karena Khalifah bukanlah pembuat undang undang atau hukum melainkan hanya
sebagai pengangkat dan pelaksana hukum-hukum yang telah
digariskan oleh Allah (Al Qur'an) dan Rasul-nya (sunnah). Apabila perbuatan Khalifah
telah menyimpang dari apa yang telah digariskan oleh Allah (Al Qur'an) dan Rasul-nya
(sunnah), maka dengan segera harus diturunkan dari kedudukannya sebagai
Khalifah.
Nah sekarang, apa yang tercantum dalam Qanun Azasy NII dalam Bab I Negara, Hukum dan Kekuasaan. Pasal 3. Ayat 1. Kekuasaan jang tertinggi membuat hukum, dalam Negara Islam Indonesia, ialah Madjlis Sjuro (Parlemen). Ayat 2. Djika keadaan memaksa, hak Madjlis Sjuro boleh beralih kepada Imam dan Dewan Imamah. Bab II. Madjlis Sjuro. Pasal 4. Ayat 4. Keputusan Madjlis Sjuro diambil dengan suara terbanjak.
Menurut sistem Khilafah Islam adalah bertentangan, karena dalam Khilafah Islam tidak ada lembaga tertinggi pembuat undang undang atau hukum, yang ada hanyalah pelaksana hukum-hukum Allah (Al Qur'an) dan Rasul-Nya (sunnah).
AMANDEMEN QANUN AZASY NII
Karena itu menurut saya dalam Qanun azasy NII Bab I Pasal 3. Ayat 1. Kekuasaan jang tertinggi membuat hukum, dalam Negara Islam Indonesia, ialah Madjlis Sjuro (Parlemen). Bab II. Madjlis Sjuro. Pasal 4. Ayat 4. Keputusan Madjlis Sjuro diambil dengan suara terbanjak. Semuanya harus diganti dengan Majlis Syuro adalah badan musyawarah bersama, apabila ada sesuatu perkara yang tidak ada nas-nya (dasar Al Qur'an dan hadist) yang kuat, maka para mujtahid dan para akhli dalam bidang masing-masing dari anggota Majlis Syuro melakukan ijtihad untuk mencari hukum dengan membandingkan dan meneliti ayat-ayat dan hadist-hadist yang umum serta menyesuaikan dan mempertimbangkan dengan perkara yang sedang dibicarakan kemudian diqiaskan dengan hukum yang sudah ada yang berdekatan dengan perkara yang sedang dibicarakan itu. Apabila timbul perbedaan pendapat dari para anggota Majlis Syuro, maka penyelesaiannya diserahkan kepada Khalifah untuk diputuskan.
Inilah sedikit tanggapan untuk mereka yang mempertanyakan NII dan DIR.
Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad
Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*
Wassalam.
Ahmad Sudirman
http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se