Stockholm, 26 Agustus 2001

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

STRATEGI SEKULARIS MEGA DI ACEH SUDAH LAPUK
Ahmad Sudirman
XaarJet Stockholm - SWEDIA.

 

DASAR PIKIRAN SEKULARIS MEGA UNTUK PERTAHANKAN ACEH

24 hari dari sejak sekularis Mega diangkat dan disumpah untuk menjadi presiden negara sekular pancasila, 23 Juli 2001, baru kelihatan ide yang sebenarnya mengenai strategi dan kebijakan di Aceh seperti yang dipidatokannya di depan sidang DPR, 16 Agustus 2001, yaitu:

"Konteks masalah Aceh dan Irian Jaya sama sekali berbeda dengan masalah Timor Timur. Masalah ini merupakan masalah dalam negeri kita sendiri, khususnya masalah nation- and state- building. Dalam hal ini harus kita akui dengan jujur, pangkalnya adalah berbagai kebijakan di masa lampau, yang dirasa amat merugikan rakyat di daerah-daerah tersebut. Oleh karenanya adalah wajar jika kita sebagai bangsa menyampaikan permintaan maaf yang setulus-tulusnya kepada saudara-saudara kita yang telah menderita demikian lama akibat kebijakan nasional yang tidak tepat itu. Namun pernyataan maaf saja jelas tidaklah cukup. Pernyataan maaf tersebut harus diiringi dengan berbagai penataan baru yang akan menjamin pulihnya keadaan dalam waktu yang secepat-cepatnya. Demikianlah, pada saat ini kita sedang mengadakan koreksi mendasar terhadap kondisi di dua daerah tersebut, baik dengan menghormati identitas budaya serta karakteristik khas masyarakat daerah-daerah tersebut, maupun dengan memberikan wewenang lebih besar pada pemerintahan daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, dalam format otonomi khusus. Sekalipun demikian, satu hal tetap jelas. Seluruhnya itu tetap harus dalam konteks terpeliharanya integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Izinkanlah saya menggaris bawahi secara khusus urgensi terpeliharanya integritas wilayah negara ini. Keutuhan wilayah bukan saja merupakan salah satu atribut dari adanya negara, tetapi juga merupakan bagian dari suatu tatanan dunia yang lebih stabil, yang batas-batasnya tidak akan diubah-ubah lagi dengan alasan apapun juga. Dalam hubungan inilah, maka gerakan yang bertujuan memisahkan suatu wilayah negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia bukan saja akan kita tentang, tetapi juga tidak akan pernah mendapatkan dukungan dari komunitas bangsa-bangsa lainnya. Kenyataan ini perlu diperhatikan baik-baik oleh unsur pimpinan gerakan pemisahan diri, khususnya yang telah memilih jalan kekerasan bersenjata, yang telah memakan demikian banyak korban di kalangan rakyat yang tidak berdosa. Melalui forum ini saja mengajak saudara-saudara yang karena berbagai sebab telah memilih aksi kekerasan bersenjata itu, untuk kembali ke masyarakat, dan bersama-sama membangun suatu Indonesia baru yang lebih baik dari apa yang selama ini sudah kita alami. Seperti saya katakan tadi, pada saat ini, telah tersedia perangkat otonomi khusus, yang saya percaya dapat merupakan wadah yang cukup longgar untuk mewujudkan aspirasi dan kepentingan yang absah dari Saudara-saudara sekalian." (Presiden RI, Megawati Soekarnoputri, Pidato Kenegaraan Presiden RI di depan sidang DPR, 16 Agustus 2001)

SALAH SATU TUJUAN KUNJUNGAN SEKULARIS MEGA KE NEGARA-NEGARA ASEAN ADALAH UNTUK MINTA DUKUNGAN MENYUMBAT KEMELUT DI ACEH

Tentu saja untuk merealisasikan dasar pemikiran sekularis Mega diatas yang menyangkut Aceh ini, maka telah dibangun satu strategi jangka pendek.

Sebenarnya strategi atau rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus di Aceh yang akan dijalankan oleh sekularis Mega adalah tidak jauh berbeda dengan strategi yang telah dijalankan oleh sekularis Gus Dur. Dimana yang dijadikan dasar alasannya adalah "berbagai kebijakan di masa lampau, yang dirasa amat merugikan rakyat di daerah-daerah tersebut".

Salah satu langkah pertama untuk menyelesaikan kemelut di Aceh, setelah diangkat dan disumpah untuk menjadi presiden negara sekular pancasila, sekularis Mega disamping memperkenalkan diri beserta staf kabinet dan para pengikutnya kepada kepala-kepala negara negara-negara yang tergabung dalam ASEAN, juga berusaha untuk meningkatkan kerjasama dalam bidang perdagangan, serta mencoba untuk minta bantuan kepala-kepala negara ASEAN guna menyetop kegiatan-kegiatan rakyat Aceh yang tinggal di negara-negara ASEAN yang dianggap menentang rezim sekularis Mega di Jakarta. Misalnya yang sudah terpengaruh adalah "Perdana Menteri Thaksin Shinawatra yang menggaransi Thailand tidak akan mengizinkan teroris yang melawan Jakarta beroperasi dari wilayahnya" (satunet.com, Megawati temui warga RI di Bangkok, 25/8/2001).

KALAU ACEH TIDAK KAYA DENGAN MINYAK BUMI DAN GAS ALAM, REZIM MEGA DAN DPR/MPR TAK PERLU ACEH

Kalau sekularis Mega mau jujur untuk pertahankan Aceh bukan seperti yang dipidatokannya: "Keutuhan wilayah bukan saja merupakan salah satu atribut dari adanya negara, tetapi juga merupakan bagian dari suatu tatanan dunia yang lebih stabil, yang batas-batasnya tidak akan diubah-ubah lagi dengan alasan apapun juga."

Melainkan, saya yakin, bahwa kalau Aceh itu miskin dan tidak punya sumber kekayaan alam minyak bumi dan gas alam, maka sebentar saja, Aceh itu sudah dibuangnya oleh rezim diktator Soekarno, rezim diktator militer Soeharto, rezim BJ Habibie, rezim sekularis Gus Dur dan rezim sekularis Mega serta anggota-anggota DPR/MPR sekarang ini.

Tetapi, karena daerah Aceh itu kaya dengan minyak bumi dan gas alam-nya, maka sampai kapanpun, selama minyak bumi dan gas alam belum habis di Aceh, tetap saja keinginan rakyat Aceh untuk menyatakan dan menentukan nasibnya sendiri tidak akan dikabulkan oleh rezim yang berkuasa di Jakarta.

Coba saja bayangkan, tanpa sumber pendapatan dari hasil penjualan minyak bumi dan gas alam ini, maka dalam waktu beberapa tahun saja, negara sekular pancasila ini tak akan mampu membiayai pembangunan pemerintah pusat dan daerah. Mau coba mengandalkan pinjaman dari luar negeri, tidak mungkin seterusnya. Mau coba memeras melalui pajak, tidak mungkin juga, apalagi iklim untuk usaha dan bekerja di negara sekular pancasila ini tidak cukup memberikan udara segar bagi para penanam modal luar negeri.

JALAN TENGAH YANG PERLU DIAMBIL UNTUK PENYELESAIAN KEMELUT DI ACEH

Sebenarnya ide jalan tengah untuk penyelesaian Aceh ini telah saya tulis 7 bulan yang lalu, 15 Januari 2001, di http://www.dataphone.se/~ahmad/010115.htm , tetapi tentu saja saya coba membuka dan menampilkannya kembali disini. Karena saya melihat masalah intinya belum bisa dipecahkan, yaitu pihak RI berusaha menjaga keutuhan wilayah, sedangkan pihak Aceh menuntut diakuinya kedaulatan Aceh melalui referendum.

Jalan tengah yang akan ditempuh ini memang perlu pengorbanan dari kedua belah pihak. Dimana tanpa adanya saling terbuka dan saling berkorban serta saling mengalah, maka penyelesaian Aceh akan tetap berada di awang-awang. Dimana jalan tengah itu adalah:

1. Membebaskan rakyat Aceh untuk mengatur daerahnya sendiri berdasarkan konstitusi, undang-undang, hukum, aturan sesuai dengan yang diajarkan Islam selama 50 tahun.

2. Membebaskan pemerintah Aceh untuk membuka hubungan perdagangan, ekonomi, agama, kebudayaan, pendidikan setingkat konsulat dengan negara-negara lain, sedangkan hubungan pertahanan harus melalui pemerintah RI selama 50 tahun.

3. Membebaskan pemerintah Aceh untuk membangun ekonominya dengan hasil 80 % masuk ke dalam pemasukan dan pendapatan pemerintah Aceh sedangkan sisanya (20 %) masuk ke dalam pemasukan dan pendapatan pemerintah RI selama 50 tahun.

4. Membebaskan pemerintah Aceh untuk membangun pertahanan sendiri dalam angkatan Kepolisian sesuai dengan kebutuhan, sedangkan angkatan lainnya (Darat, Laut dan Udara) dibawah dan dipegang pemerintah RI. Adapun biaya untuk membangun pertahanan angkatan darat, laut dan udara di Aceh ditanggung oleh pemerintah Aceh sebanyak 80 % dan pemerintah RI sebanyak 20 % selama 50 tahun.

5. Apabila Aceh diserang oleh negara lain, maka pemerintah RI berkewajiban untuk membantunya dengan tanggungan biaya perang pemerintah Aceh sebanyak 80 % dan pemerintah RI sebanyak 20 %.

6. Membebaskan pengusaha-pengusaha RI untuk menanamkan modalnya di perusahaan-perusahaan yang ada di Aceh berdasarkan hukum-hukum dan aturan-aturan yang berlaku di Aceh.

7. Membebaskan penduduk yang bukan asli Aceh tetapi telah tinggal dan menetap lebih dari 20 tahun di Aceh untuk menjadi warga pemerintah Aceh.

8. Setelah habis masa perjanjian (50 tahun) bisa diperpanjang kembali selama 50 tahun. Setelah diperpanjang 2 kali (setelah 150 tahun) maka Aceh diberikan kebebasan penuh tanpa melalui referendum di Aceh.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se