Stockholm, 18 Juni 2003

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

JANGAN TERLALU OPTISMIS MENGHARAP JAKSA SWEDIA AKAN MENUNTUT TOKOH GAM DENGAN DASAR TERORISME
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

TUJUAN UTAMA YUDHOYONO CS, WIRAJUDA DAN MEGAWATI MEMINTA SWEDIA UNTUK MENUNTUT TOKOH GAM DENGAN DASAR TERORISME GUNA MEMISAHKAN TOKOH GAM DARI RAKYAT ACEH TERNYATA LEMAH BUKTI HUKUMNYA

Motif dan tujuan utama dari pihak Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono Cs, Menlu Noer Hassan Wirajuda dan Presiden Megawati mengirimkan bukti-bukti yang menyangkut kasus peledakan bom di Bursa Efek Jakarta tanggal 13 September 2000, Mall Atrium tanggal 23 September 2001, Bina Graha Cijantung Mall tanggal 1 Juli 2002, Balai Kota Medan tanggal 31 Maret 2003, dan di Jalan Belawan Deli Medan tanggal 1 April 2003 hasil penapis serbuk teroris Perpu nomor 1 & 2 tahun 2002 kumpulan Badan Intelijen Negara (BIN) kepada Menlu Swedia Anna Lindh Cs dan Menteri Kehakiman Swedia Thomas Bodstrom pada hari Selasa, 10 Juni 2003 yang lalu adalah untuk memisahkan tokoh-tokoh GAM di Swedia dengan rakyat Aceh.

Karena selama tokoh-tokoh GAM, khususnya yang ada di Swedia masih dianggap mempunyai hubungan langsung dengan rakyat Aceh, maka menurut Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono Cs, Menlu Noer Hassan Wirajuda dan Presiden Megawati persoalan Aceh tidak akan selesai.

Ada dua sasaran yang dilakukan oleh pihak Yudhoyono Cs, Wirajuda dan Megawati dalam menyelesaikan konflik Aceh ini, yaitu sasaran pertama melalui jalur dialog dan perundingan.

Dialog yang pertama kali dilaksanakan ketika Abdurrahman Wahid masih memegang jabatan Presiden, tanggal 12 Mei 2000. Dimana Noer Hassan Wirajuda duduk bersama-sama tokoh GAM disaksikan oleh pihak ketiga dari Henry Dunant Centre for Humanitarian Dialogue di Geneva untuk menandatangani nota kesefahaman (memorandum of understanding) tentang jeda kemanusiaan dengan tujuan untuk menghentikan kekerasan melalui cara pengiriman bantuan kemanusiaan kepada penduduk Aceh yang menjadi korban. Mengadakan jaminan keamanan untuk menunjang pengiriman bantuan kemanusiaan dan mengurangi kekerasan. Dan berusaha memulihkan kepercayaan diri masyarakat guna mencapai penyelesaian damai.

Dan yang paling akhir adalah perundingan Joint Council Meeting (JCM) atau Pertemuan Dewan Bersama, antara pihak Pemerintah Republik Indonesia (PRI) dengan pihak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Tokyo pada tanggal 17-18 Mei 2003 yang digagalkan oleh pihak Yudhoyono Cs, Wirajuda dan Megawati.
 
 

Sasaran yang kedua adalah sasaran militer yang dijalankan setelah perundingan Joint Council Meeting (JCM) atau Pertemuan Dewan Bersama, antara pihak Pemerintah Republik Indonesia (PRI) dengan pihak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada tanggal 17-18 Mei 2003 di Tokyo digagalkan.

Dimana sasaran militer ini dijalankan berdasarkan pertimbangan Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono Cs, Menlu Noer Hassan Wirajuda dan Presiden Megawati bahwa GAM makin kuat mendapat dukungan internasional terutama dari Negara-negara Uni Eropa, Amerika, Jepang , World Bank dan HDC, sebagaimana yang telah mereka pertunjukkan dalam perundingan Joint Council Meeting (JCM) atau Pertemuan Dewan Bersama, antara pihak Pemerintah Republik Indonesia (PRI) dengan pihak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Tokyo pada tanggal 17-18 Mei 2003 dimana pihak GAM telah dibantu dan disokong oleh tim khusus Amerika, Uni Eropa, Jepang dan World Bank dalam menghadapi tim Dutabesar S. Wiryono yang dikirim oleh Yudhoyono, Wirajuda dan Megawati.

Sasaran militer ini dijalankan setelah perundingan Joint Council Meeting (JCM) di Tokyo digagalkan. Dimana aksi militer ini dilandaskan pada dasar hukum Keputusan Presiden RI nomor 28 tahun 2003 tentang pernyataan keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dikeluarkan pada tanggal 18 Mei 2003 dan diberlakukan pada tanggal 19 Mei 2003 selama 6 bulan.

Dari sejak tanggal 19 Mei 2003 di seluruh wilayah Aceh telah menjadi daerah operasi militer dan yang berlaku hukum militer serta seluruh wilayah Aceh menjadi wilayah yang tertutup bagi Warga Negara Asing, Jurnalis dan LSM, sebagaimana yang telah diputuskan dalam Keputusan Presiden Nomor 43 tahun 2003 tentang Pengaturan Warga Negara Asing, LSM, dan Jurnalis Asing yang berlaku tanggal 16 Juni 2003.

Dengan diberlakukannya Keppres No.43 tahun 2003 ini makin tertutup wilayah Aceh dari pandangan dunia Internasional luar terhadap semua yang terjadi didalam negeri Aceh.

Dimana "Kegiatan jurnalis oleh wartawan dan koresponden asing harus mendapat persetujuan Menlu. Kegiatan jurnalistik yang dilakukan oleh wartawan asing dan koresponden untuk media asing di Provinsi NAD dapat dilakukan secara selektif setelah mendapat persetujuan Menlu atas nama Presiden selaku Penguasa Darurat Militer Pusat. Kegiatan jurnalistik yang dilakukan oleh wartawan nasional untuk media nasional di Provinsi NAD dapat dilakukan setelah mendapat izin tertulis dari Penguasa Darurat Militer Daerah. Segala risiko dan akibat yang timbul dari kegiatan jurnalistik yang dilakukan wartasan asing atau nasional menjadi tanggung jawab yang bersangkutan. Bantuan keamanan dari negara sahabat atau dunia atau LSM asing dikoordinir oleh Menko Kesra." (Keputusan Presiden Nomor 43 tahun 2003 tentang Pengaturan Warga Negara Asing, LSM, dan Jurnalis)

Memang bagi pihak Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono Cs, Menlu Noer Hassan Wirajuda, Presiden Megawati, Ketua DPR Akbar Tandjung, Ketua MPR Amien Rais, dan Ketua Komisi I DPR Ibrahim Ambong dengan adanya dasar hukum Keputusan Presiden Nomor 43 tahun 2003 ini bisa menjadi alat perisai dari kritikan dan kontrol dunia Internasional yang dianggap bisa merugikan pihak PRI.

Nah sekarang, dari dua sasaran tersebut, pihak Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono Cs, Menlu Noer Hassan Wirajuda, Presiden Megawati tidak begitu mengharapkan sekali dari sasaran diplomasi melalui dialog dan perundingan dengan pihak GAM karena memang pihak PRI selalu mendapat pukulan yang cukup parah.

Karena itu usaha untuk menembus jalur terobosan langsung ke Swedia dengan membawa bukti-bukti yang dianggap pembawa wabah terorisme yang berasal dari kasus peledakan bom di Bursa Efek Jakarta tanggal 13 September 2000, Mall Atrium tanggal 23 September 2001, Bina Graha Cijantung Mall tanggal 1 Juli 2002, Balai Kota Medan tanggal 31 Maret 2003, dan di Jalan Belawan Deli Medan tanggal 1 April 2003 hasil penapis serbuk teroris Perpu nomor 1 & 2 tahun 2002 kumpulan Badan Intelijen Negara (BIN) yang mengandung butiran-butiran terorisme yang dituduhkan kepada Teungku Hasan di Tiro dan sekaligus dituduh sebagai penanggung jawab tindakan terorisme di wilayah hukum Indonesia, tidak terlalu diharapkan sekali.

Hal ini memang disebabkan dasar-dasar bukti tersebut memang masih lemah, apalagi Undang-undang tindak pidana terorisme yang sudah disyahkan oleh Parlemen Swedia akan diberlakukan pada tanggal 1 Juli 2003. Jadi memang bukti-bukti yang diajukan pihak PRI itu tidak akan tersaring oleh Undang-undang tindak pidana terorisme Swedia, karena bukti-bukti itu dikumpulkannya terlalu cepat.

Oleh sebab itu, yang sangat difokuskan oleh pihak Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono Cs, Menlu Noer Hassan Wirajuda, dan Presiden Megawati dalam usaha penyelesaian Aceh adalah dengan aksi penyerangan militer langsung ke seluruh wilyah Aceh dengan ditunjang oleh dasar hukum Keppres No 28 tahun 2003 dan Keppres No 43 tahun 2003.

Jelas, aksi militer yang dilakukan oleh pihak Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono Cs, Menlu Noer Hassan Wirajuda, dan Presiden Megawati tidak akan sukses, bahkan sebaliknya, GAM tidak akan mungkin bisa dihancurkan dengan militer. Sebagaimana yang telah dibuat dan dilancarkan oleh diktator militer Soeharto dengan Daerah Operasi Militer-nya selama sepuluh tahun, tetapi hasilnya nol besar.

Dan tentu saja usaha "decapitation attack" ala Bush atau dalam istilah perjagalan yang dikembangkan oleh Bush disebut dengan serangan penjagalan kepala Saddam dan para pimpinan pemerintahan Irak lainnya dari kekuatan angkatan bersenjatanya yang memang telah dijiplak mentah-mentah oleh Menlu Noer Hassan Wirajuda, Menko PolkamYudhoyono, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, KASD Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu dan Presiden Megawati untuk diterapkan kepada para tokoh GAM agar terpisah dari rakyat Aceh akan mengalami kegagalan total

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se
----------

KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 43 TAHUN 2003 TENTANG PENGATURAN WARGA NEGARA ASING, LSM, DAN JURNALIS ASING.

Pasal 1

(1) Selama berlakunya keadaan darurat militer di Provinsi NAD, WNA tidak diperbolehkan melakukan kunjungan wisata dan tidak melakukan kegiatan bertentangan dengan pelaksanaan darurat militer di Provinsi NAD.
(2) Kunjungan WNA dapat dilakukan atas izin Menkeh dan HAM atas nama Presiden sebagai Penguasa Darurat Pusat.
(3) WNA yang terikat kontrak kerja serta perjanjian dengan pemerintah RI yang telah berjalan agar melaporkan keberadaannya kepada Penguasa Darurat Militer Daerah.

Pasal 2

(1) LSM asing tidak boleh melakukan kegiatan yang bertentangan dengan tujuan pelaksaan darurat militer.
2) Bantuan keamanan dari negara sahabat atau dunia atau LSM asing dikoordinir oleh Menko Kesra.
3) Kegiatan jurnalis oleh wartawan dan koresponden asing harus mendapat persetujuan Menlu.

Pasal 3

(1) Kegiatan jurnalistik yang dilakukan oleh wartawan asing dan koresponden untuk media asing di Provinsi NAD dapat dilakukan secara selektif setelah mendapat persetujuan Menlu atas nama Presiden selaku Penguasa Darurat Militer Pusat.
(2) Kegiatan jurnalistik yang dilakukan oleh wartawan nasional untuk media nasional di Provinsi NAD dapat dilakukan setelah mendapat izin tertulis dari Penguasa Darurat Militer Daerah.
(3) Segala risiko dan akibat yang timbul dari kegiatan jurnalistik yang dilakukan wartasan asing atau nasional menjadi tanggung jawab yang bersangkutan.

Pasal 4

Keppres ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Keppres ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara RI.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 Juni 2003

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SELAKU PENGUASA DARURAT MILITER PUSAT

Ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
----------