Stockholm, 20 Juli 2003

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

TIDAK BENAR ACEH BERSATU DENGAN NEGARA RI-JAWA-YOGYA SOEKARNO
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

SUATU KEBOHONGAN BAHWA ACEH ADALAH JANTUNG ANATOMI NKRI SOEKARNO

"Aceh adalah jantung dalam anatomi Negara Kesatuan Republik Indonesia. dapat dijadikan sebagai pedoman sekaligus fakta-fakta kesejarahan unifikasi Aceh dalam Indonesia:
1. Proklamasi Kemerdekaan RI diumumkan secara resmi di Aceh tanggal 21 Agustus 1945. Kabar gembira itu diterima oleh Teuku Nyak Arief dan Gubernur Sumatera Mr. Teuku Mohhammad Hasan dan mendapat sambutan rakyat di mana-mana sebagai hasil perjuangan puluhan tahun.
2. Tanggal 24 Agustus, bendera Merah Putih pertama diAceh berkibar di depan kantor Gubernur/Residen Aceh (Shu Chokan). Pengibaran bendera perdana dipimpin oleh Teuku Nyak Arief. Pengereknya Husein Naim (mantan Kepala Polisi Pertama) dan Muhammad Amin Bugeh. Dalam rangkaian tersebut tepatnya tanggal 3 September 1945, Teungku Umar Tiro dan Hasan Muhammad memimpin penaikan sang saka Merah Putih di Tiro ybs juga selaku ketua brisan pemuda Indonesia Lamlo. Pada kesempata itu, Teungku Umar Tiro selaku pewaris satu-satunya keluarga Tiro, atas nama keluarga Tiro, bersumpah setia terhadap Republik Indonesia.
3. Seruan, deklarasi dan maklumat rakyat Aceh diawali oleh empat Ulama besar (Teungku Djakfar Siddik Lamdjabat, TeungkuHadji Hasan Kruengkalee, Teungku Ahmad Hasballah Indrapuri, dan Teungku Muhamad Daud Beureueh) untuk membelah dan mempertahankan Republik Indonesia. Dalam maklumat yang dikeluarkan tanggal 15 Oktober 1945 ini disebutkan bahwa mempertahankan Republik Indonesia adalah perjuangan suci dan diyakini sebagai JIHAD FISAHBILLAH.
4. Tiga tahun setelah proklamasi, rakyat Aceh memberi sumbangan dua pesawat terbang untuk membantu tranportasi pejabat Republik Indonesia melakukan diplomasi keluar negeri sekaligus sebagai modal perjuangan yang belum selesai.
5. Tahun 1949, rakyat Aceh menyumbang kepada Angkatan Perang RI (cikal bakal TNI), mendukung aktivitas perkantoran pemerintah RI, mendukung proses pengembalian pemerintah RI dari Yogyakarta, dan membantu keperluan pemerintah pusat lainnya. Aceh juga membiayai perwakilan RI di Singapura, pendirian kedubes RI di India.
6. Maret 1949, Gubernur Militer Aceh Teungku Muhammad Daud Beureueh sebagai representasi rakyat Aceh menolak ajakan Wali Negara Sumatera Timur Tungku Mansyur, untuk mendirikan negara sendiri (Aceh Timur Merdeka) yang lepas dari RI.
7. Aceh menjadi pusat pemerintahan pasca penangkapan Soekarno-Hatta saat agresi Belanda II.
8. Ketika terjadi krisis moneter tahun 1998, rakyat Aceh yang terdiri-dari berbagai kalangan, petani, buruh, swasta, hingga PNS menyumbangkan uang, emas, dan barang-barang berharga lainnya untuk mengatasi ambruknya perekonomian Indonesia"
(Informasi PDMD-NAD, http://pdmd-nad.info/index.php?fuseaction=news.view&newsID=180720032240840&chanID=4&Lang=ID
, Jum'at, 18/07/2003 22:35:24 WIB)

Nah sekarang, terlihat dengan jelas bahwa dari pihak Bagian Informasi Penguasa Darurat Militer Daerah Nanggroe Aceh Darussalam melalui kaki tangannya yang berinisial Dor telah melambungkan suatu fakta sejarah yang penuh kebohongan dan penuh manipulasi yang menyebabkan seluruh rakyat di Nusantara dan khususnya seluruh rakyat di negeri Aceh bisa dengan mudah tertipu dan terbuai dengan isi pemalsuan dan kebohongan fakta sejarah yang ditulis oleh Bagian Bagian Informasi Penguasa Darurat Militer Daerah Nanggroe Aceh Darussalam.

Karena itu disini saya akan meluruskan fakta yang telah dimanipulasi oleh pihak Bagian Informasi Penguasa Darurat Militer Daerah Nanggroe Aceh Darussalam melalui kaki tangannya yang berinisial Dor.

Ketika pada awal bulan September 1945 Soekarno membentuk Kabinet RI yang pertama menurut UUD 1945 yang dalam pembukaannya menyatakan "...Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia...(Pembukaan UUD 1945), ternyata Soekarno mengklaim bahwa "seluruh tumpah darah Indonesia" adalah menyangkut Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. Sehingga diangkatlah 8 orang Gubernur untuk kedelapan propinsi yang diklaim Soekarno itu, salah satu Gubernur yang diangkat Soekarno itu adalah Mr. Teuku Mohammad Hassan untuk propinsi Sumatra. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.30)

Pada tanggal 27 Agustus 1945 Mr. Teuku Mohammad Hassan sampai di Medan yang ditugaskan oleh Pemerintah untuk membentuk Komite Nasional Indonesia di Wilayah Sumatra sambil memberitahukan bahwa Indonesia telah diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.70)

Ketika Mr.Teuku Mohammad Hassan sedang berada di Sumatra inilah pasukan Sekutu (Inggris - Gurkha) yang diboncengi oleh tentara Belanda dan NICA (Netherland Indies Civil Administration) dibawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly mendarat di Medan pada tanggal 9 Oktober 1945. Pada tanggal 13 Oktober 1945 terjadi pertempuran pertama antara para pemuda dan pasukan Belanda yang dikenal dengan pertempuran "Medan Area". Pada tanggal 10 Desember 1945 seluruh daerah Medan digempur pasukan Sekutu dan NICA lewat darat dan udara.

Bukan hanya di Medan, di Padang dan Bukittinggipun digempur pasukan Sekutu dan serdadu NICA. Sedangkan di Aceh Sekutu itu menggerakkan pasukan-pasukan Jepang untuk menghadapi dan menghantam pejuang-pejuang Islam Aceh, maka pecahlah pertempuran yang dikenal sebagai peristiwa Krueng Panjo/Bireuen, pada bulan November 1945. Kemudian Sekutu mengirim lagi pasukan Jepang dari Sumatra Timur menyerbu Aceh sehingga terjadi pertempuran besar di sekitar Langsa/Kuala Simpang. Pihak pejuang Islam Aceh yang langsung dipimpin oleh Residen Teuku Nyak Arif. Kemudian pasukan Jepang dapat dipukul mundur. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.70-71)

Nah, sebelum menghadapi gempuran musuh Jepang yang digerakkan oleh Sekutu itulah para tokoh Islam Aceh melakukan sumpah bersama untuk membela dan mempertahan Aceh dari serangan musuh Sekutu yang diboncengi oleh tentara Belanda dan memanfaatkan tentara Jepang yang ada di Sumatra.

Kemudian pada tanggal 25 Maret 1947 ditandatangani persetujuan Linggajati di Istana Rijswijk, sekarang Istana Merdeka, Jakarta. Dimana perjanjian Linggajati ini dari pihak RI ditandatangani oleh Sutan Sjahrir, Mr.Moh.Roem, Mr.Soesanto Tirtoprodjo, dan A.K.Gani, sedangkan dari pihak Belanda ditandatangani oleh Prof.Schermerhorn, Dr.van Mook, dan van Poll. Dimana isi perjanjian Linggajati itu, Belanda mengakui secara de pacto RI dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa, dan Madura. RI dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama RIS, yang salah satu negara bagiannya adalah RI. RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda selaku ketuanya. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.119,138)

Nah sekarang jelas, secara de pacto daerah kekuasaan RI setelah perjanjian Linggajati bukan yang diklaim oleh Soekarno dari semula yaitu Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan, melainkan hanya meliputi Sumatra, Jawa, dan Madura.

Selanjutnya, ketika RI dibawah pimpinana Soekarno Cs dipukul mundur dan makin terdesak serta terkurung oleh pasukan Van Mook, maka diajukanlah perundingan baru di kapal pengangkut pasukan Angkatan Laut Amerika USS Renville yang dilaksanakan pada tanggal 17 Januari 1948, yang sebagian isinya mengakui secara de facto kekuasaan RI hanya sekitar daerah Yogyakarta saja. Dimana perjanjian Renville ini ditandatangani oleh Perdana Mentri Mr. Amir Sjarifuddin dari Kabinet Amir Sjarifuddin, yang disaksikan oleh H.A. Salim, Dr.Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.155,163)

Nah sejak perjanjian Renville ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948, maka yang dinamakan Republik Indonesia dibawah pimpinan Soekarno secara de pacto hanyalah sekitar Yogyakarta. Dengan alasan inilah mengapa saya selalu mengatakan RI-Jawa-Yogya, karena Negara RI yang berkuasa di Jawa Tengah sekitar Yogyakarta.

Nah berdasarkan secara de jure dan facto, wilayah kekuasaan RI yang diklaim sejak semula oleh Soekarno yaitu Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan, sekarang setelah menandatangani perjanjian Renville, maka wilayah kekuasaan RI dibawah Soekarno hanyalah sekitar Yogyakarta saja.

Karena itu secara hukum dan fakta, pengklaiman negeri Aceh masuk ke wilayah kekuasaan Negara RI-Jawa-Yogya (panggilan saya) adalah tidak benar dan penuh kebohongan. Maka dari itu, saya berani mengatakan kepada pihak Bagian Informasi Penguasa Darurat Militer Daerah Nanggroe Aceh Darussalam melalui kaki tangannya yang berinisial Dor yang mengklaim bahwa "Aceh adalah jantung dalam anatomi Negara Kesatuan Republik Indonesia" adalah suatu kebohongan, kepalsuan dan penipuan kepada seluruh rakyat di Nusantara pada umumnya dan kepada seluruh rakyat Aceh pada khususnya. Maka pemalsuan sejarah yang dibuat oleh pihak Bagian Informasi Penguasa Darurat Militer Daerah Nanggroe Aceh Darussalam harus segera dicabut dan dihilangkan dari catatan sejarah Aceh yang sebenarnya.

Selanjutnya, ketika Soekarno Cs dengan RI-Jawa-Yogya-nya yang secara defacto hanya diwilayah sekitar Yogyakarta, pada tanggal 19 Desember 1948 kembali di gempur oleh pasukan Dr.Beel wakil Gubernur Hindia Belanda yang baru pengganti Van Mook yang berhasil masuk ke wilayah Yogyakarta. Dimana tentara Beel berhasil menyapu bersih Yogyakarta dan memberitahukan kepada pihak Soekarno Cs bahwa Belanda tidak lagi mengakui perjanjian Renville.

Nah dari sejak penggempuran yang dilakukan oleh Beel Negara RI-Jawa-Yogya secara de facto memang sudah tidak ada lagi, sudah jatuh ketangan Beel.

Tetapi tentu saja ketika dalam keadaan yang kritis inilah, muncul juru selamat, yaitu Negeri Aceh yang tidak termasuk kedalam wilayah kekuasaan Negara Ri-Jawa-Yogya sangat memegang peranan yang besar sekali, karena sewaktu Soekarno Cs dengan RI-Jawa-Yogya-nya digempur habis-habisan, tetapi Soekarno masih sempat mengadakan sidang kabinet darurat yang memberikan mandat kepada Menteri Kemakmuran Mr. Sjafruddin Prawiranegara yang saat itu berada di Aceh yang masih belum terjajah oleh Belanda agar membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). Apabila Mr. Sjafruddin tidak berhasil membentuk PDRI, maka mandat diberikan kepada Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis, L.N. Palar dan Dr. Sudarsono yang berada di India untuk membentuk Pemerintah Darurat Indonesia di India.

Ternyata Mr. Sjafruddin berhasil membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Aceh yang masih bebas dari tangan kekuasaan Beel. Dan Soekarno ditangkap dan ditawan di Prapat yang kemudian dipindahkan ke Bangka. Juga Mohammad Hatta ditawan di Bangka.

Karena RI melalui PDRI-nya dibawah pimpinan Mr. Sjafruddin Prawiranegara masih berdiri dan kekuasaan de jure masih ada di Aceh, ditambah protes yang dikeluarkan oleh pihak DK PBB terhadap agresi militer Belanda, maka Belanda mau menerima perintah PBB untuk menghentikan agresi militernya. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.191- 193).

Nah sekarang secara jelas dan gamblang bahwa Negara RI-Jawa-Jogya pimpinan Soekarno secara de facto sudah punah, tetapi masih berjalan pemerintahan sementara-nya, dibawah Mr. Sjafruddin yang memimpin Pemerintah Darurat Republik Indonesia pengasingan di Negeri Aceh.

Dalam Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 67 tahun 1949 tanggal 28 Januari 1949 yang salah satu isinya menyatakan bahwa perundingan-perundingan akan dilakukan dalam waktu yang secepat-cepatnya dengan dasar Persetujuan Linggajati, Persetujuan Renville, dan terutama berdasarkan pembentukan suatu Pemerintah Interim Federal paling lambat pada tanggal 15 Maret 1949; pemilihan untuk Dewan Pembuat Undang Undang Dasar Negara Indonesia Serikat selambat-lambatnya pada tanggal 1 Juli 1949.

Nah dari sejak dikeluarkan Resolusi DK PBB nomor 67 tahun 1949 tanggal 28 Januari 1949 inilah mulai berjalan diplomasi Soekarno Cs dengan Republik Indonesia Serikat (RIS). Salah satu langkahnya adalah hasil dari perundingan Roem Royen yang ditandatangani tanggal 7 Mei 1949 di Jakarta yang sebagian isinya adalah turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag, dengan maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat. Dimana Belanda menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.210).

Jadi, berdasarkan perjanjian Roem Royen yang ditandatangani tanggal 7 Mei 1949 di Jakarta dan Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 67 tahun 1949 tanggal 28 Januari 1949, maka pihak RI-Jawa-Yogya yang sementara dipimpin oleh Mr. Sjafruddin yang memimpin Pemerintah Darurat Republik Indonesia pengasingan di Negeri Aceh bisa masuk kembali ke wilayah kekuasaan RI-Jawa-Yogya menurut perjanjian Renville. Karena itu pada tanggal 6 Juli 1949 Soekarno dan Moh.Hatta kembali ke Yogyakarta. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.221).

Nah sekarang, jelaslah disini bahwa sejak perjanjian Roem Royen yang ditandatangani tanggal 7 Mei 1949, secara de jure dan de pacto Negara RI-Jawa-Yogya kembali berkuasa di daerah Yogyakarta sesuai dengan hasil perjanjian Renville. Karena itu Negeri Aceh adalah diluar wilayah kekuasaan Negara RI-Jawa-Yogya. Negeri Aceh adalah negeri yang berdiri sendiri.

Adapun disebutkan dengan sumbangan dua pesawat terbang dari pihak rakyat Negeri Aceh terhadap pihak pemerintah Negara RI-Jawa-Yogya pada tahun 1949, menyumbang kepada Angkatan Perang RI-Jawa-Yogya, mendukung aktivitas perkantoran pemerintah RI-Jawa-Yogya, mendukung proses pengembalian pemerintah RI-Jawa-Yogya dari Yogyakarta, membantu keperluan pemerintah pusat lainnya, dan juga membiayai perwakilan RI di Singapura, pendirian kedubes RI di India, itu semua tidak menjadi suatu bukti secara de jure dan de pacto bahwa negeri Aceh bersatu dengan wilayah kekuasan negara RI-Jawa-Yogya.

Selanjutnya, mengenai mengapa Teungku Muhammad Daud Beureueh menolak ajakan Dr.Teungku Mansjur, yang menjadi Wali Negara Sumatra Timur yang didirikan pada tanggal 24 Maret 1948 dengan pusatnya di Medan.

Alasan yang dikemukakan oleh Teungku Muhammad Daud Beureueh pada waktu itu adalah karena ketika Soekarno ke Aceh..."dia datang menjumpai saya menerangkan peristiwa-peristiwa dan perkembangan revolusi. Dalam pertemuan itu saya tanya Sukarno: "Untuk apa Indonesia merdeka?" Sukarno menjawab: "Untuk Islam kak". Dia memanggil kakak kepada saya. Saya tanya lagi, "betulkah ini?". Jawabnya, "betul kak". Saya tanya sekali lagi, "betulkah ini?". Dia jawab, "betul kak". Saya ulangi lagi, "betulkah ini ?". Pada waktu inilah Sukarno berikrar: "Kakak! Saya adalah seorang Islam. Sekarang kebetulan ditakdirkan Tuhan menjadi Presiden Republik Indonesia yang pertama yang baru kita proklamasikan. Sebagai seorang Islam, saya berjanji dan berikrar bahwa saya sebagai seorang presiden akan menjadikan Republik Indonesia yang merdeka sebagai negara Islam dimana hukum dan pemerintahan Islam terlaksana. Saya mohon kepada kakak, demi untuk Islam, demi untuk bangsa kita seluruhnya, marilah kita kerahkan seluruh kekuatan kita untuk mempertahankan kemerdekaan ini" (S.S. Djuangga Batubara, Teungku Tjhik Muhammad Dawud di Beureueh Mujahid Teragung di Nusantara, Gerakan Perjuangan & Pembebasan Republik Islam Federasi Sumatera Medan, cetakan pertama, 1987, hal. 76-77)

Dengan ikrar Soekarno itulah, Teungku Daud Beureueh percaya kepada Soekarno untuk ikut mempertahankan kemerdekaan RI Yogyakarta.

Tetapi, ternyata Ikrar Soekarno itu hanyalah alat penipu saja, sehingga Teungku Muhammad Dawud Beureueh di Aceh memaklumatkan Negara Islam Indonesia pada tanggal 20 September 1953, yang sebagian isinya menyatakan bahwa "Dengan Lahirnja Peroklamasi Negara Islam Indonesia di Atjeh dan daerah sekitarnja, maka lenjaplah kekuasaan Pantja Sila di Atjeh dan daerah sekitarnja, digantikan oleh pemerintah dari Negara Islam." "[030613] Soekarno memang menipu Teungku Daud Beureueh " ( http://www.dataphone.se/~ahmad/030613.htm )

Nah terakhir, bahwa sebenarnya yang ditulis dan disebarkan oleh pihak Bagian Informasi Penguasa Darurat Militer Daerah Nanggroe Aceh Darussalam melalui kaki tangannya yang berinisial Dor dalam http://pdmd-nad.info adalah merupakan suatu kebohongan dan pemalsuan sejarah Aceh yang sebenarnya.

Tentu saja bagi mereka yang ingin mendalami dan mempelajari secara lebih mendalam mengenai negeri Aceh, Negara RI-Jawa-Yogya, Republik Indonesia Serikat (RIS), Negara Islam Indonesia, dan Negara-Negara lainnya yang ada di wilayah Nusantara bisa dibaca di http://www.dataphone.se/~ahmad/opini.htm

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se
----------

From: Zul Hamdi <zul_hamdy@yahoo.se>
Delivered-To: mailing list PPDI@yahoogroups.com ,ahmad@dataphone.se
Subject: «PPDi» Propaganda RI ..... (mohon koreksi atas pemutar-balikan fakta sejarah) ?
Date: Sat, 19 Jul 2003 03:24:50 +0200 (CEST

Jum'at, 18/07/2003 22:35:24 WIB
Jantung NKRI

SUDAH TAHUKAH SAUDARAKU !!!

Aceh adalah jantung dalam anatomi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari daerah inilah Jihad perjuangan dan dukungan kemerdekaan Indonesia pertama kali muncul. Dua bulan setelah proklamasi dikumandangkan di Jakarta, tepatnya 15 Oktober 1945, rakyat Aceh satu kata satu suara seiya-sekata mendukung berdirinya Republik Indonesia dan bahkan melakukan unufikasi ke dalam tubuh negara yang baru di proklamasikan itu.

Inilah fenomena sejara dan ini pula fakta yang tak dapat dibantah. Pengingkaran terhadap fakta dan realitas ini berarti mengaburkan perjalanan sejarah rakyat Aceh dan bangsa Indonesia secara luas. Aceh dan Indonesia, walau bagaimanapun, tidak dapat dipisahkan dari jalinan yang sempurnah; keduanya merupakan kesatuan rantai yang utuh. Aceh adalah jantungnya Republik ini sehingga mustahil sebuah jantung bias dilepaskan dari struktur anatomi tubuh, sepanjang tubuh itu masih menjadi bagian dari kehidupan nyata.

Dibawa ini dapat dijadikan sebagai pedoman sekaligus fakta-fakta kesejarahan unifikasi Aceh dalam Indonesia:

1. Proklamasi Kemerdekaan RI diumumkan secara resmi di Aceh tanggal 21 Agustus 1945. Kabar gembira itu diterima oleh Teuku Nyak Arief dan Gubernur Sumatera Mr. Teuku Mohhammad Hasan dan mendapat sambutan rakyat di mana-mana sebagai hasil perjuangan puluhan tahun.

2. Tanggal 24 Agustus, bendera Merah Putih pertama diAceh berkibar di depan kantor Gubernur/Residen Aceh (Shu Chokan). Pengibaran bendera perdana dipimpin oleh Teuku Nyak Arief. Pengereknya Husein Naim (mantan Kepala Polisi Pertama) dan Muhammad Amin Bugeh. Dalam rangkaian tersebut tepatnya tanggal 3 September 1945, Teungku Umar Tiro dan Hasan Muhammad memimpin penaikan sang saka Merah Putih di Tiro ybs juga selaku ketua brisan pemuda Indonesia Lamlo. Pada kesempata itu, Teungku Umar Tiro selaku pewaris satu-satunya keluarga Tiro, atas nama keluarga Tiro, bersumpah setia terhadap Republik Indonesia.

3. Seruan, deklarasi dan maklumat rakyat Aceh diawali oleh empat Ulama besar (Teungku Djakfar Siddik Lamdjabat, TeungkuHadji Hasan Kruengkalee, Teungku Ahmad Hasballah Indrapuri, dan Teungku Muhamad Daud Beureueh) untuk membelah dan mempertahankan Republik Indonesia. Dalam maklumat yang dikeluarkan tanggal 15 Oktober 1945 ini disebutkan bahwa mempertahankan Republik Indonesia adalah perjuangan suci dan diyakini sebagai JIHAD FISAHBILLAH.

4. Tiga tahun setelah proklamasi, rakyat Aceh memberi sumbangan dua pesawat terbang untuk membantu tranportasi pejabat Republik Indonesia melakukan diplomasi keluar negeri sekaligus sebagai modal perjuangan yang belum selesai.

5. Tahun 1949, rakyat Aceh menyumbang kepada Angkatan Perang RI (cikal bakal TNI), mendukung aktivitas perkantoran pemerintah RI, mendukung proses pengembalian pemerintah RI dari Yogyakarta, dan membantu keperluan pemerintah pusat lainnya. Aceh juga membiayai perwakilan RI di Singapura, pendirian kedubes RI di India.
6. Maret 1949, Gubernur Militer Aceh Teungku Muhammad Daud Beureueh sebagai representasi rakyat Aceh menolak ajakan Wali Negara Sumatera Timur Tungku Mansyur, untuk mendirikan negara sendiri (Aceh Timur Merdeka) yang lepas dari RI.

7. Aceh menjadi pusat pemerintahan pasca penangkapan Soekarno-Hatta saat agresi Belanda II.

8. Ketika terjadi krisis moneter tahun 1998, rakyat Aceh yang terdiri-dari berbagai kalangan, petani, buruh, swasta, hingga PNS menyumbangkan uang, emas, dan barang-barang berharga lainnya untuk mengatasi ambruknya perekonomian Indonesia.

Patriotisme rakyat Aceh dalam perjuangan mempertahankan RI benar-benar heroik, penuh suka-duka dan cerita mengenai kesetiaan. Rakyat Aceh mengorbankan apapun, dan perang mempertahankan negeri itu sendiri dianggap sebagai panggilan suci dari Illahi. Ini persis sebagaimana perang yang pernah diseruhkan oleh empat Ulama besar "Teungku Haji Hasan Krueng Kalee, Teungku Muhammad Daud Beureueh, Teungku Haji Jakfar Siddiq Lamjabat,Teungku Haji Ahmad Hasballah Indrapuri" pada tanggal 15 Oktober 1945 ketika menghadapi agresi Belanda setelah selesai Jepang pergi. Seperti dialihaksarakan oleh Ali Hasjmy dari huruf jawi yang ditulis oleh keempat ulama itu, seruan mereka mengonklusikan bahwa perang mempertahankan Indonesia (NKRI) merupakan "PERANG SABIL" atau "PERANG SUCI". Lebih dari itu ia pun menjadi mata rantai dari perang-perang dan perjuangan yang dilakukan oleh INDATU bangsa Aceh sebelumnya. (Dor)

Informasi PDMD-NAD

Aceh, Indonesia
http://pdmd-nad.info
----------