Stockholm, 29 Januari 2004

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

SUMPAH PEMUDA 28 OKTOBER 1928 BUKAN DASAR HUKUM PEMBENTUKAN NKRI MELAINKAN MANIFESTASI POLITIK PEMUDA
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

JELAS SUMPAH PEMUDA 28 OKTOBER 1928 BUKAN DASAR HUKUM PEMBENTUKAN NKRI MELAINKAN HANYA SEBAGAI MANIFESTASI POLITIK ORGANISASI PEMUDA YANG DIPELOPORI OLEH SOEKARNO CS DENGAN PNI-NYA

"Kalau saudara Ahmad Sudirman masih mempergunakan mata dan telinga saja dari ambisinya sendiri yang merupakan angin propaganda yang dihembuskan dari "campur tangan asing", maka coba gali itu fakta, hukum dan sejarah Sumpah Pemuda yang merupakan cetusan visi Pemuda bangsa Indonesia 76 tahun yang lalu mengenai Tanah Air yang satu Tanah Air Indonesia, bangsa yang satu Bangsa Indonesia, dan satu bahasa junjungan Bahasa Indonesia, sebagai suatu bukti yang tidak terbantahkan bahwa Aceh termasuk yang ada dalam pangkuan "ibu pertiwi" Negara Kesatuan RI. Itulah jawaban saya, dan saya bersedia melakukan pertemuan darat dengan saudara untuk membicarakannya lebih lanjut, semoga ada guna dan manfaatnya setidak-tidaknya buat saya sendiri dan seluruh rakyat RI yang sepaham dan yang tetap berjiwa merah-putih selama hayat dikandung badan."
(Tato Suwarto , otra25@indosat.net.id , Wed, 28 Jan 2004 23:40:54 +0700)

Baiklah saudara Tato Suwarto.

Landasan sumpah pemuda yang diikrarkan oleh Organisasi Pemuda dalam Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928 di Jakarta adalah semangat, ide dan cita-cita para pemuda pada saat itu yaitu pembebasan tanah air dari penjajah melalui ide nasionalisme, percaya kepada diri sendiri, dan tidak mau kerjasama dengan pihak penjajah dengan rasa nasionalisme-radikal yang hebat sebagaimana dikumandangkan oleh Soekarno dan kawan-kawannya melalui Partai Nasional Indonesia-nya.

Misalnya seperti yang telah ditunjukkan oleh semangat yang berapi-api dari Soekarno, Tjipto Mangoenkusumo, Ishaq Tjokrohadisoerjo, Sartono, Budiardjo, Sunarjo, Anwar dengan berhaluan kepada nasionalisme-radikal, percaya kepada diri sendiri, dan tidak mau kerjasama dengan pihak penjajah telah meluncurkan Partai Nasional Indonesia yang didirikan di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927 yang setahun kemudian telah menjalar dan mempengaruhi Organisasi Pemuda yang dalam Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928 di Jakarta melahirkan ikrar sumpah pemuda yang isinya: 1. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. 2. Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertanah air satu, tanah air Indonesia. 3. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. (RH Saragih, J.Sirait, M.Simamora, Sejarah Nasional, Penerbit Monora Medan, Januari 1987, hal. 141-142)

Memang kalau sepintas dilihat dari isi ikrar sumpah pemuda itu, satu bangsa, satu tanah air, satu bahasa, menunjukkan satu tali pengikat yang kuat pemuda Indonesia, tetapi kalau ditelaah lebih mendalam, maka tiga faktor pengikat persatuan organisasi pemuda itu ternyata bukanlah bisa dijadikan sebagai pengikat dasar hukum dibentuknya NKRI 15 Agustus 1950, melainkan hanya sebagai manifestasi politik dari organisasi pemuda yang mempunyai ide dan semangat nasionalisme-radikal yang dipelopori oleh Soekarno, Tjipto Mangoenkusumo, Ishaq Tjokrohadisoerjo, Sartono, Budiardjo, Sunarjo, dan Anwar dengan Partai Nasional Indonesia (PNI)-nya.

Serkarang, apa itu yang menjadi landasan dasar fakta dengan bukti yang benar, ditunjang dengan dasar hukum dan berdasarkan pada sejarah sehingga terbentuk NKRI dan membesar seperti sekarang ini ?.

Nah, dibawah ini saya hanya mengumpulkan fakta, hukum dan sejarah dari saat perjanjian Renville 17 Januari 1948 sampai terbentuknya NKRI. Dimana sebagian kumpulan fakta, hukum dan sejarah yang menjadi dasar terbentuknya NKRI ini yaitu,

Pemerintah RI yang diproklamirkan Soekarno pada 17 Agustus 1945 dibawah Presiden Soekarno ketika mengadakan perjanjian Renville 17 Januari 1948 yang hasilnya ditandatangani oleh Perdana Mentri Mr. Amir Sjarifuddin dari Kabinet Amir Sjarifuddin, yang disaksikan oleh H.A. Salim, Dr.Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo pada tanggal 17 Januari 1948. Dimana sebagian isi perjanjian tersebut menyangkut gencatan senjata disepanjang garis Van Mook dan pembentukan daerah-daerah kosong militer. Sehingga terlihat secara de-jure dan de-facto kekuasaan RI hanya sekitar daerah Yogyakarta saja. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.155,163)

Diteruskan dengan perundingan antara Republik Indonesia (RI) dan Komisi Tiga Negara (KTN, bentukan Dewan Keamanan PBB yang anggotanya Belgia, Australia dan Amerika Serikat) pada tanggal 13 Januari 1948 di Kaliurang. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.152, ). Dimana isi dari perundingan Kaliurang ini dimasukkan kedalam isi perjanjian Renville.

Kemudian perundingan Roem Royen. Pihak RI diwakili oleh delegasi yang dipimpin oleh Mr. Moh. Roem sedangkan pihak Belanda diketuai oleh Dr. Van Royen. Dimana perjanjian itu ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Jakarta yang sebagian isinya adalah turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag, dengan maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat. Dimana Belanda menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.210).

Kemudian pada tanggal 23 Agustus 1949 dilaksanakan Perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Ridderzaal, Den Haag, Belanda.

Ada 4 utusan yang ikut dalam KMB ini.

Pertama, utusan dari Bijeenkomst voor Federal Overleg (BFO) atau Badan Permusyawaratan Federal dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Kalimantan Barat. Dimana BFO ini anggotanya adalah 15 Negara/Daerah Bagian, yaitu Daerah Istimewa Kalimantan Barat, Negara Indonesia Timur, Negara Madura, Daerah Banjar, Daerah Bangka, Daerah Belitung, Daerah Dayak Besar, Daerah Jawa Tengah, Negara Jawa Timur, Daerah Kalimantan Tenggara, Daerah Kalimantan Timur, Negara Pasundan, Daerah Riau, Negara Sumatra Selatan, dan Negara Sumatra Timur. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.244).

Kedua, utusan dari Republik Indonesia menurut perjanjian Renville 17 Januari 1948 yang anggota juru rundingnya adalah Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof. Dr. Mr. Soepomo, Dr. J. Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo, Ir. Djuanda, Dr. Soekiman, Mr. Soeyono Hadinoto, Dr. Soemitro Djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim Pringgodigdo, Kolonel T.B. Simatupang, dan Mr. Soemardi.

Ketiga, utusan dari Kerajaan Belanda yang delegasinya diketuai oleh Mr. Van Maarseveen.

Keempat, utusan dari United Nations Commission for Indonesia (UNCI) dipimpin oleh Chritchley.

Dimana dalam perundingan KMB ini yang hasilnya ditandatangani pada tanggal 2 November 1949 telah disepakati bahwa Belanda akan menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) pada akhir bulan Desember 1949. Mengenai Irian barat penyelesaiannya ditunda selama satu tahun. Pembubaran KNIL dan pemasukan bekas anggota KNIL ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS), adanya satu misi militer Belanda di Indonesia, untuk membantu melatih APRIS dan pemulangan anggota KL dan KM ke Negeri Belanda. (30 Tahun
Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.236- 237).

Kemudian realisasi dan pelaksanaan dari hasil hasil perundingan KMB ini yaitu,

Pertama, pada tanggal 14 Desember 1949 pihak RI masuk menjadi anggota Negara Bagian RIS dengan menandatangani Piagam Konstitusi RIS di Pegangsaan Timur 56, Jakarta, yang ditandatangani oleh para utusan dari 16 Negara/Daerah Bagian RIS, yaitu Mr. Susanto Tirtoprodjo (Negara Republik Indonesia menurut perjanjian Renville), Sultan Hamid II (Daerah Istimewa Kalimantan Barat), Ide Anak Agoeng Gde Agoeng (Negara Indonesia Timur), R.A.A. Tjakraningrat (Negara Madura), Mohammad Hanafiah (Daerah Banjar), Mohammad Jusuf Rasidi (Bangka), K.A. Mohammad Jusuf (Belitung), Muhran bin Haji Ali (Dayak Besar), Dr. R.V. Sudjito (Jawa Tengah), Raden Soedarmo (Negara Jawa Timur), M. Jamani (Kalimantan Tenggara), A.P. Sosronegoro (Kalimantan Timur), Mr. Djumhana Wiriatmadja (Negara Pasundan), Radja Mohammad (Riau), Abdul Malik (Negara Sumatra Selatan), dan Radja Kaliamsyah Sinaga (Negara Sumatra Timur). (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.243-244).

Kedua, pada tanggal 15-16 Desember 1949 diadakan sidang Dewan Pemilihan Presiden RIS dimana para anggota Dewan Pemilihan Presiden RIS memilih Soekarno untuk dijadikan sebagai pemimpin RIS. Pada tanggal 17 Desember 1949 Soekarno dilantik jadi Presiden RIS. Sedangkan untuk jabatan Perdana Menteri diangkat Mohammad Hatta yang dilantik pada tanggal 20 Desember 1949. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.244).

Ketiga, jabatan Presiden RI diserahkan dari Soekarno kepada Mr. Asaat sebagai Pemangku Sementara Jabatan Presiden RI.

Keempat, pada tanggal 27 Desember 1949 Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Drees, Menteri Seberang Lautnan Mr AMJA Sassen dan ketua Delegasi RIS Moh Hatta membubuhkan tandatangannya pada naskah pengakuan kedaulatan RIS oleh Belanda dalam upacara pengakuan kedaulatan RIS. Pada tanggal yang sama, di Yogyakarta dilakukan penyerahan kedaulatan RI kepada RIS. Sedangkan di Jakarta pada hari yang sama, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota AHJ Lovink dalam suatu upacara bersama-sama membubuhkan tandangannya pada naskah penyerahan kedaulatan. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal. 251)

Sebagian isi Piagam Penjerahan Kedaulatan.

Pasal 1

1.Keradjaan Nederland menjerahkan kedaulatan atas Indonesia jang sepenuhnja kepada Republik Indonesia Serikat dengan tidak bersjarat lagi dengan tidak dapat ditjabut, dan karena itu mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai Negara jang merdeka dan berdaulat.

2.Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan itu atas dasar ketentuan-ketentuan pada Konstitusinya; rantjangan konstitusi itu telah dipermaklumkan kepada Keradjaan Nederland.

3.Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnja pada tanggal 30 Desember 1949
(Piagam Penjerahan Kedaulatan, Amsterdam, 27 Desember 1949).

Kelima, pada tanggal 8 Maret 1950 Pemerintah RIS dengan persetujuan Parlemen (DPR) dan Senat RIS mengeluarkan Undang-Undang Darurat No 11 tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS. Dimana sampai dengan tanggal 5 April 1950, 13 Negara/Daerah bagian RIS telah bergabung kedalam Negara RI-Jawa-Yogya. Yang tinggal hanya Negara Sumatera Timur (NST) dan Negara Indonesia Timur (NIT). Tetapi dua Negara bagian inipun bergabung kedalam negara RI- Jawa-Yogya pada tanggal 19 Mei 1950 setelah dicapai kesepakatan antara RIS dan RI-Jawa-Yogya dan ditandatangani Piagam Persetujuan.

Keenam, pada tanggal 14 Agustus 1950 Parlemen dan Senat RIS mensahkan Rancangan Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986, hal. 42)

Ketujuh, pada rapat gabungan Parlemen dan Senat RIS tanggal 15 Agustus 1950 Presiden RIS Soekarno membacakan piagam terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada hari itu juga setelah RIS dilebur, Soekarno kembali ke Yogya untuk menerima kembali jabatan Presiden RI dari Pemangku Sementara Jabatan Presiden RI Mr. Asaat. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986, hal. 43).

Nah sekarang, terbaca dari isi perjanjian KMB yang menyatakan bahwa Belanda akan menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS), bukan kepada pihak Republik Indonesia (RI) pada akhir bulan Desember 1949. Kemudian bagaimana tergambar Soekarno Cs melebur RIS menjadi NKRI atau kalau saya katakan disini adalah penjelmaan dari Negara RI-Jawa-Yogya (menurut perjanjian Renville 17 Januari 1948) yang telah menelan 15 Negara/Daerah bagian RIS, sehingga tubuh Negara RI-Jawa-Yogya menjadi Gemuk apalagi setelah mencaplok negeri dan daerah-daerah lainnya, seperti Negeri Aceh dan Negeri Papua.

Nah itulah saudara Tato Suwarto kalau saudara mau mengerti, memikirkan, memahami dan mendalami bahwa yang menjadi dasar fakta dengan bukti yang benar, dasar hukum yang jelas dan perjalanan sejarah yang nyata terbentuknya NKRI, bukan Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 yang dikumandangkan atas inisiatif Soekarno, Tjipto Mangoenkusumo, Ishaq Tjokrohadisoerjo, Sartono, Budiardjo, Sunarjo, dan Anwar dengan Partai Nasional Indonesia (PNI)-nya dengan dasar ide nasionalisme-radikal-nya.

Selanjutnya, saya tidak menuduh saudara Tato Suwarto menulis kata RI-Jawa-Yogya. Mengapa? Karena kata RI-Jawa-Yogya adalah istilah kata yang dipakai oleh saya untuk mengatakan Negara RI atau NKRI. Dengan alasan bahwa menurut hasil perjanjian Renville 17 Januari 1948 yang hasilnya ditandatangani oleh Perdana Mentri Mr. Amir Sjarifuddin dari Kabinet Amir Sjarifuddin, yang disaksikan oleh H.A. Salim, Dr.Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo pada tanggal 17 Januari 1948. Dimana sebagian isi perjanjian tersebut menyangkut gencatan senjata disepanjang garis Van Mook dan pembentukan daerah-daerah kosong militer. Sehingga terlihat secara de-jure dan de-facto kekuasaan RI hanya sekitar daerah Yogyakarta saja.

Jadi berdasarkan dasar hukum Perjanjian Renville 17 Januari 1948 inilah saya menuliskan bahwa memang benar negara RI yang diproklamirkan Soekarno pada 17 Agustus 1945 adalah sebenarnya secara de-jure dan de-facto hanya merupakan Negara RI-Jawa-Yogya yang menguasai daerah kekuasaan sekitar Yogyakarta saja.

Nah sekarang, kalau saudara Tato Suwarto menulis "Ahmad Sudirman menuduh itu hanyalah didasarkan kepada jalan pikiran dan ambisinya sendiri mimpi membentuk Negara Swedia-Aceh-Stockholm dibawah campur tangan asing".

Jelas jawabannya sudah saya jawab, tetapi mengenai "mimpi membentuk Negara Swedia-Aceh-Stockholm dibawah campur tangan asing" yang dituduhkan oleh saudara Tato Suwarto saya masih perlu mendapatkan jawaban dari saudara Tato yang berlandaskan pada dasar fakta, hukum dan sejarahnya.

Karena jelas kalau saya mengatakan Negara RI-Jawa-Yogya memang ada dasar fakta, hukum dan sejarahnya, tetapi kalau saudara Tato mengatakan "Negara Swedia-Aceh-Stockholm dibawah campur tangan asing" mana itu fakta, hukum dan sejarahnya?.

Kalau yang saudara Tato Suwarto maksud adalah "the State of Acheh, in exile Stockholm" dibawah pimpinan Teungku Hasan Muhammad di Tiro, memang karena secara de-jure Negara Aceh sudah dideklarkan pada 4 Desember 1976 oleh Teungku Hasan Muhammad di Tiro di Aceh yang secara de-facto daerah kekuasaan negara Aceh ini masih dikuasai oleh Tentara negara Aceh (TNA).

Dan memang secara hukum dan fakta, pihak Pemerintah NKRI dari sejak Presiden Abdurrahman Wahid sampai Presiden megawati telah mengakui ada dan sahnya keberadaan wakil-wakil dari Pemerintahan Negara Aceh yang sekarang berada di pengasingan di Stockholm, Swedia. Terbukti pihak Pemerintah Abdurrahman Wahid dan Pemerintah Megawati sekarang ini dengan mengirimkan wakil-wakil khususnya untuk duduk bersama-sama di meja perundingan baik di Genewa ataupun di Tokyo Jepang. Itu menandakan bahwa Negara Aceh memang telah diakui oleh Pemerintah Abdurrahman Wahid dan Pemerintah Megawati sekarang ini.

Selanjutnya, masalah rakyat Aceh yang sadar untuk menentukan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan Pemerintah NKRI tidak ada hubungannya dengan "rekayasa pemisahan rakyat Aceh sebagai suatu coba-coba atau semacam exercise bagi ambisi saudara Ahmad Sudirman belaka".

Mengapa?

Karena memang secara fakta, hukum dan sejarah bahwa Soekarno telah mencaplok Negeri Aceh pada tanggal 14 Agustus dengan menetapkan dasar hukum Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah Propinsi oleh Presiden RIS Soekarno yang membagi Negara RI-Jawa-Yogya menjadi 10 daerah propinsi yaitu, 1.Jawa - Barat, 2.Jawa - Tengah, 3.Jawa - Timur, 4.Sumatera - Utara, 5.Sumatera - Tengah, 6.Sumatera - Selatan, 7.Kalimantan, 8.Sulawesi, 9.Maluku, 10.Sunda - Kecil apabila RIS telah dilebur menjadi Negara RI-Jawa-Yogya, tanpa meminta kerelaan kepada seluruh rakyat Aceh dan para pimpinan rakyat Aceh.

Jadi jelas, keinginan rakyat Aceh yang menuntut penentuan nasib sendiri bebas merdeka dari pengaruh kekuasaan Pemerintah NKRI ini akar masalahnya adalah karena memang benar Soekarno Cs mencaplok Negeri Aceh satu hari sebelum RIS dilebur menjadi NKRI oleh Soekarno sebagai Presiden RIS.

Kemudian masalah dasar paham kebangsaan yang menjadi dasar NKRI seperti yang ditertulis dalam Pembukaan UD 1945, "maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia".

Itu semua memang hak rakyat NKRI, terserah dasar apa yang akan dipakai sebagai landasan NKRI.
Tetapi, yang menjadi permasalahan disini adalah masalah pencaplokan Negeri Aceh oleh Soekarno dan dimasukkan kedalam wilayah kekuasaan NKRI yang sepihak, ilegal dan bertentangan dengan apa yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan"

Seterusnya soal otonomi, itu masalah otonomi rakyat Aceh telah mengetahuinya sejak Soekarno mensahkan Undang Undang Nomor 24 Tahun 1956 Tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara, yang sebagian isinya menyatakan:

"Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a.bahwa berkenaan dengan hasrat Pemerintah dalam usahanya meninjau kembali pembentukan-pembentukan daerah-daerah otonom Propinsi sesuai dengan keinginan dan kehendak rakyat di daerahnya masing-masing, memandang perlu membentuk daerah Aceh sebagai daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah-tangganya sendiri lepas dari lingkungan daerah otonom Propinsi Sumatera Utara; b.bahwa berhubung dengan pertimbangan ad a di atas serta untuk melancarkan jalannya pemerintahan daerah otonom Propinsi Sumatera Utara yang terbentuk dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 5 tahun 1950 (sejak telah diubah dengan Undang-undang Darurat No. 16 tahun 1955, Lembaran-Negara tahun 1955 No. 52) perlu ditinjau kembali dan diganti dengan undang-undang dimaksud di bawah ini." (Undang Undang Nomor 24 Tahun 1956 Tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara).

Jadi mengenai otonomi ini, saudara Tato Suwarto, rakyat Aceh ini sudah muntah mendengarnya, karena sejak 48 tahun itu yang namanya otonomi telah dikumandangkan dan disahkan oleh Soekarno melalui UU No. 24 tahun 1956 Tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara.

Karena itu, bagi rakyat Aceh bukan masalah otonomi, apakah itu otonomi khusus, otonomi istimewa atau otonomi apa lagi namanya, melainkan bagi rakyat Aceh adalah menuntut penentuan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan NKRI yang telah menduduki Negeri Aceh dari sejak Soekarno membentuk NKRI, yang mana pendudukan NKRI terhadap Negeri Aceh sangat bertentangan sekali dengan apa yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan".

Selanjutnya, soal "mereformasi penyelenggaraan NKRI" seperti yang ditulis saudara Tato Suwarto, itu terserah kepada seluruh rakyat NKRI dan para Pimpinannya, karena masalah "mereformasi penyelenggaraan NKRI" itu tidak ada hubungannya dengan tuntutan rakyat Aceh untuk menentukan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan Pemerintah NKRI yang telah menduduki Negeri Aceh.

Nah terakhir, atas dasar fakta, hukum dan sejarah manakah yang membenarkan dan bisa diterima secara fakta dengan bukti yang benar yang ditunjang dengan dasar hukum yang jelas serta adanya sejarah yang mendasarinya serta ditunjang dengan keikhlasan dan kerelaan seluruh rakyat Aceh dan pimpinan rakyat Aceh, Soekarno memasukkan Negeri Aceh kedalam NKRI?.

Silahkan saudara Tato Suwarto mengungkapkan dan menjawab pertanyaan saya ini kehadapan rakyat Aceh khususnya dan kehadapan rakyat NKRI umumnya.

Saya menunggu jawaban saudara Tato Suwarto.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se
----------

Date: Wed, 28 Jan 2004 23:40:54 +0700
From: Tato Suwarto <otra25@indosat.net.id>
Subject: AMBISI AHMAD SUDIRMAN DUDUKI ACEH
To: padhang-mbulan@yahoogroups.com, PPDI@yahoogroups.com, oposisi-list@yahoogroups.com, mimbarbebas@egroups.com, politikmahasiswa@yahoogroups.com, kammi-malang@yahoogroups.com, fundamentalis@eGroups.com, Lantak@yahoogroups.com, kuasa_rakyatmiskin@yahoogroups.com, ahmad@dataphone.se
Cc: Ditya Soedarsono <dityaaceh_2003@yahoo.com>, karim@bukopin.co.id, tang_ce@yahoo.com, melpone2002@yahoo.com, teuku_mirza2000@yahoo.com, awakaway@telkom.net
 

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

AMBISI AHMAD SUDIRMAN DUDUKI ACEH

Baiklah saudara Ahmad Sudirman.

Yang menulis Negeri Aceh merupakan serambi Mekah Negara RI-Jawa-Yogya itu siapa ? Bukankah tambahan kata "siluman" itu adalah reka-rekaan dari saudara Ahmad Sudirman sendiri ? Saya sebut sebagai kata siluman karena saya tidak pernah menulisnya.

Jadi jelaslah siapa menuduh siapa, karena yang jelas justru saudara Ahmad Sudirman yang menuduh tanpa dasar fakta yang benar dan sangat menyesatkan. Buat apa saudara Ahmad Sudirman memutar balik fakta menuduh saya menulis kata RI-Jawa-Yogya yang tidak pernah saya lakukan? Mengapa?

Karena saudara Ahmad Sudirman menuduh itu hanyalah didasarkan kepada jalan pikiran dan ambisinya sendiri mimpi membentuk Negara Swedia-Aceh-Stockholm dibawah campur tangan asing, dengan dalih membebaskan rakyat Aceh dari apa yang dikatakannya diduduki Negara RI-Jawa-Yogya sebagai propaganda yang tidak benar dan sangat menyesatkan. Kalau saudara Ahmad Sudirman keberatan atas penyebutan Negara Swedia-Aceh-Stockholm karena tidak ada, makanya untuk adilnya jangan sebut Negara RI-Jawa-Yogya, karena yang ini juga tidak ada.

Dalam konteks ini izinkan saya mengemukakan pendapat pribadi tentang visi / wawasan kebangsaan kita (maaf kata "kita" tidak termasuk saudara Ahmad Sudirman jika saudara bukan warga negara Indonesia), yang didasari oleh paham kebangsaan dapat kita temukan dalam Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928) dan Proklamasi serta Undang-Undang dasar 1945, Mukadimmah dan Batang Tubuh.

Sumpah Pemuda yang merupakan cetusan visi Pemuda bangsa Indonesia 76 tahun yang lalu mengenai Tanah Air yang satu Tanah Air Indonesia, bangsa yang satu Bangsa Indonesia, dan satu bahasa junjungan Bahasa Indonesia.

Visi mengenai kemerdekaan, seperti yang terungkapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, agar berkehidupan kebangsaan yang bebas, bebas dari penjajahan asing, tetapi juga bebas dari lapar, kemiskinan dan rasa takut, dan bebas dalam mengemukakan pendapat dalam konteks Negara Kesatuan RI.

Tetapi apa yang terjadi dan yang diiklannya saudara Ahmad Sudirman?

Adalah keliru untuk memperlakukan permasalahan negara kesatuan versus rekayasa pemisahan rakyat Aceh sebagai suatu coba-coba atau semacam exercise bagi ambisi saudara Ahmad Sudirman belaka. Pilihan akan negara kesatuan merupakan pilihan politik secara sadar oleh seluruh bangsa dan telah dipertahankan dalam perjuangan yang penuh pengorbanan, jiwa dan raga.

Dengan demikian, ambisi saudara Ahmad Sudirman bagi rakyat Aceh bukanlah opsi yang tersedia, namun merupakan opsi lain yang tidak pernah ada dalam kamus perjuangan dan perjalanan sejarah bangsa.

Negara Kesatuan RI didasarkan pada paham kebangsaan (bukan paham lain, seperti paham agama ataupun paham ideologi lain), dan paham kebangsaan ini didasarkan pada paham kerakyatan yang berintikan kedaulatan rakyat, kesejahteraan rakyat dan kemajemukan dari rakyat (pluralisme), yang menjadi landasan bagi otonomi.

Otonomi yang demikian langsung berkaitan dengan paham kebangsaan kita, dan merupakan hak asasi masyarakat dan daerah-daerah dalam Negara Kesatuan RI berdasarkan kemajemukan rakyat bangsa termasuk hak atas pembagian yang wajar dari pengolahan hasil daerah, dan yang lebih fundamental lagi adalah suatu hak atas pembangunan / pengembangan daerah sesuai dengan potensi kekayaan alam dan manusia sesuai aspirasi, budaya dan sejarah masyarakat di daerah,
dan hak atas penyelenggaraan pemerintahan didaerahnya namun tetap dalam kerangkan Negara Kesatuan RI.

Jadi, keliru jika otonomi adalah pemberian / pembagian dari pusat. Kekeliruan ini timbul karena penyelenggaraan kesatuan selama ini dilakukan secara top-down dengan konsentrasi kekuasan pada pusat dan pada birokrasi di pusat.

Sementara Negara Kesatuan RI sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 seharusnya diselenggarakan secara bottom-up berdasarkan otonomi daerah. Maka yang perlu direformasi bukanlah negara kesatuannya, melainkan penyelenggaraannya supaya secara bottom-up, maka disinilah sebaiknya iklan saudara Ahmad Sudirman ditempatkan, yaitu memperjuangkan hak-hak dan kepentingan rakyat Aceh sejalan dengan daerah-daerah lain untuk mencapai cita-cita nasional dalam rangka Negara Kesatuan RI. Mumpung Pemilu sudah dekat bagaimana kalau saudara Ahmad Sudirman memperjuangkan agar putra daerah Aceh menjadi Presiden RI atau lebih banyak yang dapat menduduki jabatan-jabatan dalam lembaga tinggi dan lembaga tertinggi negara ?

Dengan demikian, kalau saudara Ahmad Sudirman masih mempergunakan mata dan telinga saja dari ambisinya sendiri yang merupakan angin propaganda yang dihembuskan dari "campur tangan asing", maka coba gali itu fakta, hukum dan sejarah Sumpah Pemuda yang merupakan cetusan visi Pemuda bangsa Indonesia 76 tahun yang lalu mengenai Tanah Air yang satu Tanah Air Indonesia, bangsa yang satu Bangsa Indonesia, dan satu bahasa junjungan Bahasa Indonesia, sebagai suatu bukti yang tidak terbantahkan bahwa Aceh termasuk yang ada dalam pangkuan "ibu pertiwi" Negara Kesatuan RI.

Itulah jawaban saya, dan saya bersedia melakukan pertemuan darat dengan saudara untuk membicarakannya lebih lanjut, semoga ada guna dan manfaatnya setidak-tidaknya buat saya sendiri dan seluruh rakyat RI yang sepaham dan yang tetap berjiwa merah-putih selama hayat dikandung badan.

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin.

Wassalam,

Tato Suwarto
otra25@indosat.net.id
----------