Stockholm, 17 Februari 2004

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

SAGIR ALVA TERNYATA MIMPI PERCAYA PADA JANJI JEPANG AKAN SERAHKAN NEGERI-NEGERI BEKAS JAJAHAN BELANDA
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

JELAS SAGIR ALVA TERNYATA HANYA MIMPI PERCAYA PADA JANJI JEPANG AKAN SERAHKAN NEGERI-NEGERI BEKAS JAJAHAN BELANDA

"Saudara Ahmad, jika kita tarik sejarah kebelakang, yaitu awal masuknya Jepang ke Hindia Belanda (Indonesia), dimana pada akhir Desember 1941, pihak pemerintah Hindia Belanda mengaku kalah kepada Jepang serta menyerahkan seluruh kawasan Hindia Belanda kepada Jepang. Ini menunjukan bahwa Belanda tidak berkuasa di Hindia Belanda (Indonesia) yang mana wilayah kekuasaan Belanda di Hindia Belanda adalah meliputi Sabang-Merauke. Nah ketika masa-masa akhir pendudukan Jepang di Hindia Belanda (Indonesia), maka di bentuk BPUPKI dan selanjutnya PPKI dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, dan pada tanggal 9 Agustus 1945, Soekarno, Hatta serta Rajiman berangkat ke Saigon menjumpai Terauchi pada 12 Agustus 1945. Disini dijelaskan bahwa wilayah Indonesia meliputi seluruh Hindia Belanda, yang ini berarti bahwa peta wilayah Indonesia itu sudah tergambar yaitu meliputi Sabang-Merauke. Jadi ketika Proklamasi dibacakan pada tanggal 17 agustus 1945, maka disini tidak hanya secara de jure negara Indonesia telah wujud, tetapi juga secara de facto, karena sesuai dengan hasil pertemuan 12 Agustus 1945 itu sudah diketahui yang mana kelak wilayah Indonesia ketika dimerdekakan."
(Sagir Alva , melpone2002@yahoo.com ,Mon, 16 Feb 2004 19:58:43 -0800 (PST))

Terimakasih saudara Sagir Alva di Universitas Kebangsaan Malaysia, Selangor, malaysia.

Baiklah saudara Sagir Alva.
Begini.

Kita mulai dengan apa yang ditulis Sagir Alva: "pada tanggal 9 Agustus 1945, Soekarno, Hatta serta Rajiman berangkat ke Saigon menjumpai Terauchi pada 12 Agustus 1945. Disini dijelaskan bahwa wilayah Indonesia meliputi seluruh Hindia Belanda, yang ini berarti bahwa peta wilayah Indonesia itu sudah tergambar yaitu meliputi Sabang-Merauke. Jadi ketika Proklamasi dibacakan pada tanggal 17 agustus 1945, maka disini tidak hanya secara de jure negara Indonesia telah wujud, tetapi juga secara de facto, karena sesuai dengan hasil pertemuan 12 Agustus 1945 itu sudah diketahui yang mana kelak wilayah Indonesia ketika dimerdekakan"

Nah, kelihatan disini, bahwa fakta dan buktinya, 2 hari kemudian, pada tanggal 14 Agustus tahun 1945, Jepang menyerah kepada pasukan Sekutu dalam Perang Dunia Kedua. Dengan demikian, perang yang dimulai pada tahun 1939 dengan serangan tentara Nazi Jerman terhadap Polandia, berakhir di Jepang. Jepang dan Amerika sejak bulan Desember 1941 saling berperang dengan dahsyat. Akhirnya, perang ini berakhir setelah AS menjatuhkan bom atom ke Hiroshima dan Nagasaki yang membunuh hampir 200.000 warga Jepang.

Sekarang, saudara Sagir Alva, kelihatan itu Negeri Jepang telah hancur dan hilang kekuasaan Jepang di kawasan Pasifik, dimulai dari Filipina, Malaysia, Indonesia dan kepulauan Pasifik.

Nah, mimpi Soekarno Cs untuk mendapat hadiah kemerdekaan dari Pemerintah Jepang hilang sudah, yang ada hanya satu kenyataan yaitu setelah Soekarno memproklamasikan Negara RI pada tanggal 17 Agustus 1945 ternyata secara de-jure Negara RI Soekarno telah berdiri, tetapi secara de-facto masih berada diatas kertas saja.

Mengapa ?

Karena seperti yang telah berulang kali saya menuliskannya dimimbar ini bahwa berdasarkan pada tahapan proses hukum dan perkembangan proses perjuangan phisik dan militer sangat mempengaruhi kepada pertumbuhan dan perkembangan Negara RI yang baru diproklamasikan ini.

Juga, seperti yang telah saya tulis sebelum ini bahwa pada awal bulan September 1945 Soekarno membentuk Kabinet RI yang pertama menurut UUD 1945 yang dalam pembukaannya menyatakan "...Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia...(Pembukaan UUD 1945), ternyata Soekarno mengklaim bahwa "seluruh tumpah darah Indonesia" adalah menyangkut Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. Sehingga diangkatlah 8 orang Gubernur untuk kedelapan propinsi yang diklaim Soekarno itu, salah satu Gubernur yang diangkat Soekarno itu adalah Mr. Teuku Mohammad Hassan untuk propinsi Sumatra. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.30)

Nah saudara Sagir Alva, ternyata kelihatan bahwa yang dimaksud oleh Soekarno dengan wilayah de-facto RI ini adalah seperti apa yang telah dituliskannya dalam kertas yang telah membagi wilayah kekuasaan RI menjadi 8 Propinsi yaitu Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan.

Tetapi, saudara Sagir Alva, sebagaimana yang telah saya jelaskan sebelum ini bahwa terbukti dalam kenyataan pertumbuhan dan perkembangan Negara RI ini tidak semudah dan selancar seperti yang tertulis dalam kertas ketika dibentuk Kabinet RI pertama oleh Soekarno itu.

Karena, misalnya di Sumatra pasukan Sekutu (Inggris - Gurkha) yang diboncengi oleh tentara Belanda dan NICA (Netherland Indies Civil Administration) dibawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly mendarat di Medan pada tanggal 9 Oktober 1945. Pada tanggal 13 Oktober 1945 terjadi pertempuran pertama antara para pemuda dan pasukan Belanda yang dikenal dengan pertempuran "Medan Area". Pada tanggal 10 Desember 1945 seluruh daerah Medan digempur pasukan Sekutu dan NICA lewat darat dan udara.

Bukan hanya di Medan, di Padang dan Bukittinggipun digempur pasukan Sekutu dan serdadu NICA. Sedangkan di Aceh Sekutu itu menggerakkan pasukan-pasukan Jepang untuk menghadapi dan menghantam pejuang-pejuang Islam Aceh, maka pecahlah pertempuran yang dikenal sebagai peristiwa Krueng Panjo/Bireuen, pada bulan November 1945. Kemudian Sekutu mengirim lagi pasukan Jepang dari Sumatra Timur menyerbu Aceh sehingga terjadi pertempuran besar di sekitar Langsa/Kuala Simpang. Pihak pejuang Islam Aceh yang langsung dipimpin oleh Residen Teuku Nyak Arif. Kemudian pasukan Jepang dapat dipukul mundur. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.70-71)

Begitu juga di Jawa, seperti pertempuran di Semarang yang dimulai pada tanggal 14 Oktober 1945 selama lima hari . Perang antara pasukan Veteran Angkatan Laut jepang Kidobutai melawan TKR. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.50)
Selanjutnya pertempuran di Ambarawa yang diawali oleh mendaratnya tentara Sekutu dibawah pimpinan Brigadir Jenderal Bethel di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.68)

Juga pertempuran di Surabaya yang dimulai 2 hari setelah Brigae 49/Divisi India ke-23 tentara Sekutu (AFNEI) dibawah komando Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby mendarat untuk pertamakali di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945. . (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.57)

Karena setelah Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby dibunuh, pihak Sekutu mengeluarkan ultimatun pada tanggal 9 November 1945. Kemudian pada tanggal 10 November 1945 pecah pertempuran. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.58)

Kemudian pada tanggal 25 Maret 1947 ditandatangani persetujuan Linggajati di Istana Rijswijk, sekarang Istana Merdeka, Jakarta. Dimana perjanjian Linggajati ini dari pihak RI ditandatangani oleh Sutan Sjahrir, Mr.Moh.Roem, Mr.Soesanto Tirtoprodjo, dan A.K.Gani, sedangkan dari pihak Belanda ditandatangani oleh Prof.Schermerhorn, Dr.van Mook, dan van Poll. Dimana isi perjanjian Linggajati itu, secara de pacto RI dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa, dan Madura. RI dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama RIS, yang salah satu negara bagiannya adalah RI. RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda selaku ketuanya. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.119,138)

Nah sekarang jelas, secara de facto daerah kekuasaan RI Soekarno ini setelah perjanjian Linggajati bukan yang diklaim oleh Soekarno dari semula yaitu Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan, melainkan hanya meliputi Sumatra, Jawa, dan Madura.

Selanjutnya, ketika RI dibawah pimpinana Soekarno Cs dipukul mundur dan makin terdesak serta terkurung oleh pasukan Van Mook, maka diajukanlah perundingan baru di kapal pengangkut pasukan Angkatan Laut Amerika USS Renville yang dilaksanakan pada tanggal 17 Januari 1948, yang sebagian isi perjanjiannya menyangkut gencatan senjata disepanjang garis Van Mook dan pembentukan daerah-daerah kosong militer. Dimana secara de jure dan de facto kekuasaan RI hanya sekitar daerah Yogyakarta saja. Perjanjian Renville ini ditandatangani oleh Perdana Mentri Mr. Amir Sjarifuddin dari Kabinet Amir Sjarifuddin, yang disaksikan oleh H.A. Salim, Dr.Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.155,163)

Nah, itulah sedikit perkembangan dan pertumbuhan Negara RI Soekarno yang dari sejak tanggal 17 Agustus 1945 sampai pada tanggal 17 Januari 1948 ketika perjanjian Renville ditandatangani, ternyata kelihatan bahwa tubuh Negara RI Soekarno itu beratnya hanya seberat daerah Yogyakarta secara de facto, bukan seberat daerah yang diklaim pada awal bulan September 1945 ketika Soekarno membentuk Kabinet RI yang pertama.

Nah saudara Sagir Alva, sampai disini saya kutip lagi apa yang ditulis oleh saudara Sagir: " Disini dijelaskan bahwa wilayah Indonesia meliputi seluruh Hindia Belanda, yang ini berarti bahwa peta wilayah Indonesia itu sudah tergambar yaitu meliputi Sabang-Merauke."

Tetapi, kenyataannya, saudara Sagir Alva, ternyata tidak seperti janji "Marsekal Terauchi pada Soekarno, Mohammad Hatta, Radjiman Wediodiningrat di Saigon pada 12 Agustus 1945"

Ini adalah satu fakta dan bukti, saudara Sagir Alva, bahwa janji Marsekal Terauchi pada Soekarno, Mohammad Hatta, Radjiman Wediodiningrat di Saigon pada 12 Agustus 1945 bahwa wilayah Indonesia meliputi seluruh Hindia Belanda adalah hanya janji, tanpa kenyataan. Dan hal ini diketahui dan disadari oleh Soekarno cs.

Jadi saudara Sagir Alva, Soekarno untuk meraih dan memperoleh wilayah kekuasaan Negara RI yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 itu mau tidak mau harus melalui jalan Perundingan dan melalui angkat senjata. Dan memang itu benar. Soekarno melakukan perundingan-perundingan dan pihak TNI terus angkat senjata melawan Belanda.

Karena itu, saudara Sagir Alva, itu hanya mimpi kalau menyandarkan wilayah kekuasaan Negara RI 17 Agustus 1945 secara de-facto pada janji Marsekal Terauchi pada Soekarno, Mohammad Hatta, Radjiman Wediodiningrat di Saigon pada 12 Agustus 1945 bahwa wilayah Indonesia meliputi seluruh Hindia Belanda.

Sampai dunia kiamatpun tidak akan tercapai, tanpa usaha perundingan dan angkat senjata melawan Belanda.

Memang saudara Sagir Alva untuk merebut wilayah kekuasaan Negara itu bukan gampang, bukan hanya melakukan seperti Soekarno mencaplok Negeri Aceh hanya dengan menetapkan pada 14 Agustus 1950 dasar hukum Peraturan Pemerintah RIS Nomor 21 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah Propinsi oleh Presiden RIS Soekarno yang membagi Negara RI-Jawa-Yogya menjadi 10 daerah propinsi yaitu, 1.Jawa - Barat, 2.Jawa - Tengah, 3.Jawa - Timur, 4.Sumatera - Utara, 5.Sumatera - Tengah, 6.Sumatera - Selatan, 7.Kalimantan, 8.Sulawesi, 9.Maluku, 10.Sunda - Kecil apabila RIS telah dilebur menjadi Negara RI-Jawa-Yogya. Dan dasar hukum Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 5 tahun 1950 tentang pembentukan Propinsi Sumatera Utara, yang memasukkan wilayah daerah Aceh yang melingkungi Kabupaten-Kabupaten 1. Aceh Besar, 2. Pidie, 3. Aceh-Utara, 4. Aceh-Timur, 5. Aceh-Tengah, 6. Aceh-Barat, 7. Aceh-Selatan dan Kota Besar Kutaraja masuk kedalam lingkungan daerah otonom Propinsi Sumatera-Utara, tanpa kerelaan, persetujuan, dan keikhlasan seluruh rakyat Aceh dan pimpinan rakyat Aceh.

Jelas saudara Sagir Alva kalau mau berhasil Soekarno menguasai wilayah daerah Negara RI secara de-facto harus mau berunding dan menandatangani hasil perundingan, tanpa itu tidak mungkin berhasil, saudara Sagir Alva.

Saudara Sagir Alva, dalam melihat, membaca, memikirkan, menganalisa fakta dan bukti, dasar hukum dan sejarah mengenai pertumbuhan dan perkembangan Negara RI ini harus betul-betul secara jujur, kritis, terbuka dan mau menerima fakta dan bukti, dasar hukum dan sejarah yang ada dan benar ini.

Kemudian saudara Sagir Alva menulis lagi: "Dan mengenai maklumat ulama Se Aceh, disini saya tidak mengatakan itu sebagai dasar keluarnya intruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 yang mengankat Daud Beureueh sebagai Gubernur militer, melainkan maklumat itu hanya salah satu bukti saja bahwa Aceh masuk wilayah Indonesia, Dan karena aceh merupakan wilayah Indonesia, maka pemerintah Indonesia berhak untuk mengangkat seoarang pemimpin di salah satu wilayahnya, nah misalnya intruksi No I/MBKD/1948 tersebut yang mengangkat Daud Beureueh sebagai Gubernur militer di Aceh."

Saudara Sagir Alva, itu Maklumat Ulama Seluruh Aceh dalam mendukung Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia pada 15 Oktober 1945 di Kutaradja, yang disetujui oleh Teugku Hadji Hasan Kroeng Kale, Teungku M.Daoed Beureuh,Teungku Hadji Dja'far Sidik, Teungku Hadji Ahmad Hasballah Lamdjabat Indrapoeri, Residen Aceh T.Nja'Arif, Toeankoe Mahmud memang satu bukti rakyat Aceh mendukung Soekarno.

Tetapi tidak bisa dijadikan sebagai dasar hukum untuk dipakai penetapan Negeri Aceh masuk kedalam wilayah kekuasaan NKRI secara de-facto.

Apalagi setelah pihak Soekarno melakukan Perundingan-Perundingan diantaranya Perundingan Linggajati 25 Maret 1947, Perundingan Renville 17 Januari 1948, perundingan Roem Royen 6 Juli 1949 , Perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Ridderzaal, Den Haag, Belanda 23 Agustus 1949, RI masuk menjadi anggota Negara Bagian RIS dengan menandatangani Piagam Konstitusi RIS di Pegangsaan Timur 56, Jakarta, pada tanggal 14 Desember 1949, yang ditandatangani oleh para utusan dari 16 Negara/Daerah Bagian RIS, yaitu Mr. Susanto Tirtoprodjo (Negara Republik Indonesia menurut perjanjian Renville), Sultan Hamid II (Daerah Istimewa Kalimantan Barat), Ide Anak Agoeng Gde Agoeng (Negara Indonesia Timur), R.A.A. Tjakraningrat (Negara Madura), Mohammad Hanafiah (Daerah Banjar), Mohammad Jusuf Rasidi (Bangka), K.A. Mohammad Jusuf (Belitung), Muhran bin Haji Ali (Dayak Besar), Dr. R.V. Sudjito (Jawa Tengah), Raden Soedarmo (Negara Jawa Timur), M. Jamani (Kalimantan Tenggara), A.P. Sosronegoro (Kalimantan Timur), Mr. Djumhana Wiriatmadja (Negara Pasundan), Radja Mohammad (Riau), Abdul Malik (Negara Sumatra Selatan), dan Radja Kaliamsyah Sinaga (Negara Sumatra Timur). (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.243-244).

Saudara Sagir Alva, menyinggung "Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948".

Begini saudara Sagir, itu Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 tentang Mulai Bekerjanya Pemerintahan Militer yang keluarkan oleh Kolonel A.H. Nasution ketika di Jawa, Panglima Tentara dan Territorium Jawa, pada tanggal 22 Desember 1948 mengumumkan berdirinya pemerintahan militer untuk Jawa.

Dalam pada itu di bidang militer, dengan bermodalkan pengalaman yang diperoleh selama menghadapi agresi militer pertama dan perjuangan bersenjata sebelumnya, telah disiapkan konsep baru di bidang pertahanan. Konsepsi tersebut dituangkan dalam Pemerintah Siasat No.1 Tahun 1948 yang pokok isinya adalah:

1. Tidak melakukan pertahanan yang linier.
2. Memperlambat setiap majunya serbuan musuh dan pengungsian total, serta bumi-hangus total.
3. Membentuk kantong-kantong di tiap onderdistrik yang mempunyai kompleks di beberapa pegunungan.
4. Pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal menyusup ke belakang garis musuh (wingate) dan membentuk kantong-kantong sehingga seluruh pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang luas. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.192-193)

Nah itulah, saudara Sagir Alva yang dinamakan Pemerintah Siasat No.1 Tahun 1948, bersama isi dari Instruksi Kolonel A.H. Nasution.

Saudara Sagir Alva kelihatan disini, itu Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 tentang Mulai Bekerjanya Pemerintahan Militer yang keluarkan oleh Kolonel A.H. Nasution ketika di Jawa, Panglima Tentara dan Territorium Jawa, pada tanggal 22 Desember 1948 mengumumkan berdirinya pemerintahan militer untuk Jawa.

Jadi, Kolonel A.H. Nasution ketika di Jawa sebagai Panglima Tentara dan Territorium Jawa pada tanggal 22 Desember 1948 mengumumkan berdirinya pemerintahan militer untuk Jawa., bukan untuk di Negeri Aceh.

Mengapa ?

Karena jelas, saudara Sagir Alva, pada tanggal 22 Desember 1948 itu setelah perjanjian Renville 17 Januari 1948 ditandatangani, dimana Negara RI secara de-jure dan de-facto hanya menguasai wilayah daerah kekuasaan Yogyakarta dan daerah sekitarnya, bukan sampai ke wilayah Negeri Aceh yang jauh di Sumatera sana.

Kemudian, Panglima Tentara dan Territorium Jawa Kolonel A.H. Nasution adalah memiliki pangkat Kolonel. Kemudian kalau juga mau dipaksakan untuk dijadikan sebagai dasar hukum untuk pengangkatan Gubernur Militer Teungku Muhammad Daud Beureueh di negeri Aceh dengan pangkat Mayor Jenderal.

Jelas saudara Sagir Alva, tidak masuk akal dalam sistem kepangkatan dalam TNI, Kolonel A.H. Nasution yang mengeluarkan itu Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 tentang Mulai Bekerjanya Pemerintahan Militer mengangkat Teungku Muhammad Daud Beureueh sebagai Gubernu Militer dengan pangkat Mayor Jenderal.

Sama saja ibarat Komandan Satuan Tugas Penerangan (Dansatgaspen) PDMD Prov.NAD Kolonel Laut Ditya Soedarsono mengeluarkan Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 tentang Mulai Bekerjanya Pemerintahan Militer mengangkat Endang Suwarya menjadi Panglima Daerah Militer Iskandar Muda selaku Panguasa Darurat Militer Daerah Nanggroe Aceh Darussalam dengan pangkat Mayjen TNI.

Bagaimana saudara Sagir Alva, apakah Kolonel Laut Ditya Soedarsono mengangkat Mayjen TNI Endang Suwarya untuk menjadi Panglima Daerah Militer Iskandar Muda selaku Panguasa Darurat Militer Daerah Nanggroe Aceh Darussalam ? Menjadi tertawaan saja saudara Sagir Alva ini.

Jadi, saudara Sagir Alva dilihat dari sudut ini saja, itu Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 tentang Mulai Bekerjanya Pemerintahan Militer yang dikeluarkan oleh Panglima Tentara dan Territorium Jawa Kolonel A.H. Nasution tidak sah dan tidak berlaku, apalagi kalau dihubungkan dengan dasar hukum Perjanjian Renville 17 Januari 1948.

Selanjutnya saudara Sagir Alva menyinggung Perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Ridderzaal, Den Haag, Belanda pada tanggal 23 Agustus 1949

Nah disini sedikit saya akan jelaskan mengenai Perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB).

Ada 4 utusan yang ikut dalam KMB ini.

Pertama, utusan dari Bijeenkomst voor Federal Overleg (BFO) atau Badan Permusyawaratan Federal dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Kalimantan Barat. Dimana BFO ini anggotanya adalah 15 Negara/Daerah Bagian, yaitu Daerah Istimewa Kalimantan Barat, Negara Indonesia Timur, Negara Madura, Daerah Banjar, Daerah Bangka, Daerah Belitung, Daerah Dayak Besar, Daerah Jawa Tengah, Negara Jawa Timur, Daerah Kalimantan Tenggara, Daerah Kalimantan Timur, Negara Pasundan, Daerah Riau, Negara Sumatra Selatan, dan Negara Sumatra Timur. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.244).

Kedua, utusan dari Republik Indonesia menurut perjanjian Renville 17 Januari 1948 yang anggota juru rundingnya adalah Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof. Dr. Mr. Soepomo, Dr. J. Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo, Ir. Djuanda, Dr. Soekiman, Mr. Soeyono Hadinoto, Dr. Soemitro djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim Pringgodigdo, Kolonel T.B. Simatupang, dan Mr. Soemardi.

Ketiga, utusan dari Kerajaan Belanda yang delegasinya diketuai oleh Mr. Van Maarseveen.

Keempat, utusan dari United Nations Commission for Indonesia (UNCI) dipimpin oleh Chritchley.

Dimana dalam perundingan KMB ini yang hasilnya ditandatangani pada tanggal 2 November 1949 telah disepakati bahwa Belanda akan menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) pada akhir bulan Desember 1949. Mengenai Irian barat penyelesaiannya ditunda selama satu tahun. Pembubaran KNIL dan pemasukan bekas anggota KNIL ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS), adanya satu misi militer Belanda di Indonesia, untuk membantu melatih APRIS dan pemulangan anggota KL dan KM ke Negeri Belanda. (30 Tahun
Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.236- 237).

Kemudian realisasi dan pelaksanaan dari hasil hasil perundingan KMB ini yaitu,

Pertama, pada tanggal 14 Desember 1949 pihak RI masuk menjadi anggota Negara Bagian RIS dengan menandatangani Piagam Konstitusi RIS di Pegangsaan Timur 56, Jakarta, yang ditandatangani oleh para utusan dari 16 Negara/Daerah Bagian RIS, yaitu Mr. Susanto Tirtoprodjo (Negara Republik Indonesia menurut perjanjian Renville), Sultan Hamid II (Daerah Istimewa Kalimantan Barat), Ide Anak Agoeng Gde Agoeng (Negara Indonesia Timur), R.A.A. Tjakraningrat (Negara Madura), Mohammad Hanafiah (Daerah Banjar), Mohammad Jusuf Rasidi (Bangka), K.A. Mohammad Jusuf (Belitung), Muhran bin Haji Ali (Dayak Besar), Dr. R.V. Sudjito (Jawa Tengah), Raden Soedarmo (Negara Jawa Timur), M. Jamani (Kalimantan Tenggara), A.P. Sosronegoro (Kalimantan Timur), Mr. Djumhana Wiriatmadja (Negara Pasundan), Radja Mohammad (Riau), Abdul Malik (Negara Sumatra Selatan), dan Radja Kaliamsyah Sinaga (Negara Sumatra Timur). (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.243-244).

Kedua, pada tanggal 15-16 Desember 1949 diadakan sidang Dewan Pemilihan Presiden RIS dimana para anggota Dewan Pemilihan Presiden RIS memilih Soekarno untuk dijadikan sebagai pemimpin RIS. Pada tanggal 17 Desember 1949 Soekarno dilantik jadi Presiden RIS. Sedangkan untuk jabatan Perdana Menteri diangkat Mohammad Hatta yang dilantik pada tanggal 20 Desember 1949. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.244).

Ketiga, jabatan Presiden RI diserahkan dari Soekarno kepada Mr. Asaat sebagai Pemangku Sementara Jabatan Presiden RI.

Keempat, pada tanggal 27 Desember 1949 Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Drees, Menteri Seberang Lautnan Mr AMJA Sassen dan ketua Delegasi RIS Moh Hatta membubuhkan tandatangannya pada naskah pengakuan kedaulatan RIS oleh Belanda dalam upacara pengakuan kedaulatan RIS. Pada tanggal yang sama, di Yogyakarta dilakukan penyerahan kedaulatan RI kepada RIS. Sedangkan di Jakarta pada hari yang sama, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota AHJ Lovink dalam suatu upacara bersama-sama membubuhkan tandangannya pada naskah penyerahan kedaulatan. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal. 251)

Nah sekarang, jelaslah sudah, bahwa yang dinamakan Negara RI yang diproklamirkan oleh Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945 yang daerah kekuasaannya sekitar Yogyakarta pada tanggal 14 Desember 1949 secara resmi telah menjadi Negara bagian RIS. Dimana kedaulatan RIS inilah yang diakui oleh Belanda, bukan Negara RI. Negara RI hanya Negara bagian RIS.

Kemudian, seperti yang ditulis saudara Sagir Alva : "hak pemerintah RIS untuk mengatur negaranya, apakah ingin kembali menjadi RI atau tidak, dan disini yang terjadi adalah justru RIS melebur menjadi NKRI dan tetntunya wilayah Aceh juga masuk, karena ketika diproklamasikan 17 Agustus, wilayah RI adalah meliputi Sabang Merauke."

Nah kita gali sedikit tentang apa yang ditulis oleh saudara Sagir Alva ini, yaitu "disini yang terjadi adalah justru RIS melebur menjadi NKRI dan tetntunya wilayah Aceh juga masuk, karena ketika diproklamasikan 17 Agustus, wilayah RI adalah meliputi Sabang Merauke."

Jelaslah sudah rupanya saudara Sagir mendasarkan Negeri Aceh masuk kedalam NKRI ketika RIS dilebur, pada alasan "ketika diproklamasikan 17 Agustus, wilayah RI adalah meliputi Sabang Merauke"

Disinilah, saudara Sagir Alva mengambil alasan yang sengaja diada-adakan. Mengapa ?
Karena dalam bunyi proklamasi 17 Agustus 1945 tidak ada dituliskan kata-kata "Sabang Merauke"
yang tertulis adalah:

"Proklamasi. Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkanja. Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen '05 Atas nama bangsa Indonesia. Soekarno/Hatta.Tanda tangan Soekarno tanda tangan Hatta"

Begitu juga dilihat dalam Pembukaan UUD 1945 tidak ditemukan kata-kata "Sabang Merauke"
yang ada adalah "...Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia...(Pembukaan UUD 1945).

Nah saudara Sagir Alva, kalau saudara Sagir mengklaim bahwa "dan seluruh tumpah darah Indonesia" adalah dari Sabang sampai Merauke, maka itu tidak bisa dibenarkan. Mengapa karena bisa saja yang disebut dengan "dan seluruh tumpah darah Indonesia" adalah hanya sekitar Pulau Jawa saja, atau hanya sekitar Pulau Sumatera saja, atau hanya sekitar Pulau Kalimantan saja.

Jadi, disini bisa menimbulkan banyak penafsiran dari perkataan "dan seluruh tumpah darah Indonesia" yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.

Saudara Sagir Alva bisa menafsirkan dari Sabang sampai Merauke, sedangkan orang lain bisa menafsirkan hanya di Pulau Jawa saja, atau hanya di Yogyakarta saja.

Tetapi, walaupun timbul berbagai penafsiran, yang jelas wilayah de-facto kekuasaan Negara RI itu ketika Soekarno membentuk Kabinet RI pertama pada awal bulan September 1945 dengan menentukan 8 Propinsi yaitu Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. Sehingga diangkatlah 8 orang Gubernur untuk kedelapan propinsi yang diklaim Soekarno itu, salah satu Gubernur yang diangkat Soekarno itu adalah Mr. Teuku Mohammad Hassan untuk propinsi Sumatra. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.30). Tetapi hanya berlaku diatas kertas saja. Mengapa ?

Karena terbukti dalam proses pertumbuhan dan perkembangan Negara RI ini seperti yang telah saya uraikan diatas.

Jadi, inilah penjelasan dan keterangan untuk saudara Sagir Alva mengenai proses pertumbuhan dan perkembangan Negara RI dan Negeri Aceh dimasukkan kedalam wilayah kekuasaan NKRI pada tanggal 14 Agustus 1950 oleh Presiden RIS Soekarno satu hari sebelum RIS dilebur menjadi NKRI.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se
----------

Date: Mon, 16 Feb 2004 19:58:43 -0800 (PST)
From: sagir alva melpone2002@yahoo.com
To: ahmad@dataphone.se
Cc: melpone2002@yahoo.com

Ass.Wr.Wb.

Selamat pagi saudara Ahmad:) Bagaimana kabar anda sekarang ini? semoga anda senantiasa dilindungi oleh Allah SWT.

Saudara Ahmad, jika kita tarik sejarah kebelakang, yaitu awal masuknya Jepang ke Hindia Belanda (Indonesia), dimana pada akhir Desember 1941, pihak pemerintah Hindia Belanda mengaku kalah kepada Jepang serta menyerahkan seluruh kawasan Hindia Belanda kepada Jepang. Ini menunjukan bahwa Belanda tidak berkuasa di Hindia Belanda (Indonesia) yang mana wilayah kekuasaan Belanda di Hindia Belanda adalah meliputi Sabang-Merauke.

Nah ketika masa-masa akhir pendudukan Jepang di Hindia Belanda (Indonesia), maka di bentuk BPUPKI dan selanjutnya PPKI dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, dan pada tanggal 9 Agustus 1945, Soekarno, Hatta serta Rajiman berangkat ke Saigon menjumpai Terauchi pada 12 Agustus 1945.

Disini dijelaskan bahwa wilayah Indonesia meliputi seluruh Hindia Belanda, yang ini berarti bahwa peta wilayah Indonesia itu sudah tergambar yaitu meliputi Sabang-Merauke.

Jadi ketika Proklamasi dibacakan pada tanggal 17 agustus 1945, maka disini tidak hanya secara de jure negara Indonesia telah wujud, tetapi juga secara de facto, karena sesuai dengan hasil pertemuan 12 Agustus 1945 itu sudah diketahui yang mana kelak wilayah Indonesia ketika dimerdekakan.

Jadi jika saudara Ahmad mengatakan secara de jure saja adalah tidak tepat. Walopun selanjutnya perkembangan Indonesia dipengaruhi baik secara fisik dan militer. Semua ini tidak lepas akibat tekanan2 yang dilancar pihak Belanda yang ingin menguasi Indonesia kembali, yang akhirnya juga memaksakan Indonesia menanda tangani bebebrapa perjanjian yang menyebabkan secara de facto wilayah Indonesia berkurang, namun secara de jure tidak, karena masih adanya perlawanan yang dilakukan oleh rakyat indonesia, dan salah satunya adalah pendudukan Yogyakarta selama 6 jam oleh Soeharto cs pada 1 maret, yang telah membuka mata dunia bahwa Indonesia masih ada.

Dan mengenai maklumat ulama Se Aceh, disini saya tidak mengatakan itu sebagai dasar keluarnya intruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 yang mengankat Daud Beureueh sebagai Gubernur militer, melainkan maklumat itu hanya salah satu bukti saja bahwa Aceh masuk wilayah Indonesia, Dan karena aceh merupakan wilayah Indonesia, maka pemerintah Indonesia berhak untuk mengangkat seoarang pemimpin di salah satu wilayahnya, nah misalnya intruksi No I/MBKD/1948 tersebut yang mengangkat Daud Beureueh sebagai Gubernur militer di Aceh.

Dan memang setelah KMB maka yang ada itu RIS karena wilayah RI ada didalam RIS, dan ini yang diakui oleh Belanda, namun seperti yang saya tuliskan maka hak pemerintah RIS untuk mengatur negaranya, apakah ingin kembali menjadi RI atau tidak, dan disini yang terjadi adalah justru RIS melebur menjadi NKRI dan tetntunya wilayah Aceh juga masuk, karena ketika diproklamasikan 17 Agustus, wilayah RI adalah meliputi Sabang Merauke.

Demikianlah tanggapan yang dapat saya buat, saya mohon ma'af jika terdapat kesalahan dan menyinggung perasaan orang lain. Sekian terima kasih

Wassalam

Sagir Alva

melpone2002@yahoo.com
Universitas Kebangsaan Malaysia
Selangor, Malaysia
----------