Stockholm, 22 Februari 2004

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

HIDAJAT SJARIF MIMPI MENGINGINKAN ADANYA NIAT & KEINGINAN BAIK PIHAK NKRI UNTUK PERDAMAIAN DI ACEH
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

JELAS HIDAJAT SJARIF MIMPI MENGINGINKAN ADANYA NIAT & KEINGINAN BAIK PIHAK NKRI UNTUK PERDAMAIAN DI ACEH

"Untuk ini GAM harus mencari jakan dan mengambil langkah untuk ber-negosiasi dengan pemerintah Indonesia, menyetop dan menghentikan jalan kekerasan untuk mendapatkan konsesi politik dan menghentikan pemberontakan bersenjata sebagai cara untuk mencapai politikcal objective, men-decomissionkan persenjataan den merubah diri menjadi suatu political force untuk ber-contest didalam political contest untuk mencapai tujuan politic dengan jalan damai (non violence). Dari pihak NKRI juga harus mau untuk "Flexible". Pemerintah Indonesia harus menunjukan dan men-demonstrasikan pada rakyat Aceh hususnya dan pada dunia international pada umumnya, bahwa pemerintah Indonesia sangat peduli pada "kesejahteraan"rakyat Aceh.Penunjukan "Goodwill" ini bisa dimulai dengan suatu :"Comprehensive Apology". Pemerintah Indonesia atas nama seluruh rakyat Indonesia dengan terbuka meminta maaf kepada rakyat Aceh atas segala kesalahan yang terjadi hususnya yang dilakukan oleh Rezim "Junta Militer ORBA" dengan DOM nya."(Hidajat Sjarif, siliwangi27@hotmail.com , Sun, 22 Feb 2004 03:57:15 +0000)

Terimakasih saudara Hidajat Sjarif di Edmonton, Alberta, Canada.

Baiklah.

Sebagaimana yang telah dijelaskan dan diterangkan dalam mimbar menyangkut Negeri Aceh dan referendum ini yang menjadi dasar utama dan alasan mengapa timbulnya gejolak rakyat Aceh dan pimpinan rakyat Aceh sejak 20 September 1953 adalah akibat dari kebijaksanaan politik, pertahanan, keamanan, agresi pihak Soekarno dari Negara RI yang menjadi Negara Bagian Republik Indonesia Serikat (RIS) dalam bentuk menguasaan, pengambilan, penelanan, pencaplokan, pendudukan dan penjajahan Negeri Aceh yang secara de-jure dan de-facto berdiri sendiri diluar wilayah kekuasaan daerah de-facto Republik Indonesia Serikat (RIS) dibawah pimpinan Presiden RIS Soekarno melalui penetapan Peraturan Pemerintah RIS No. 21 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah Propinsi. Dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No.5 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Propinsi Sumatera-Utara, tanpa mendapat persetujuan, kerelaan, dan keikhlasan dari seluruh rakyat Aceh dan pimpinan rakyat Aceh.

Nah, dengan berdasarkan kepada fakta dan bukti, dasar hukum dan sejarah diatas itulah, kita melihat keseluruhan konflik yang telah berjalan lebih dari 50 tahun ini.

Kemudian, dari fakta dan bukti, dasar hukum dan sejarah diatas itulah, kita bisa melihat, mempelajari, memikirkan, menghayati, merenungkan, menganalisa, dan merenungkan bahwa gejolak yang timbul sejak 20 September 1953 di Negeri Aceh adalah bukan gejolak yang misinya memisahkan dari NKRI, melainkan gejolajk seluruh rakyat Aceh dibawah pimpinan Teungku Muhammad Daud Beureueh yang menuntut kembali Negeri Aceh yang telah diambil, ditelan, dicaplok, diduduki dan dijajak oleh Soekarno sebagai Presiden RIS pada tanggal 14 Agustus 1950 satu hari sebelum RIS dilebur kedalam NKRI pada tanggal 15 Agustus 1950 dengan melalui penetapan dasar hukum PP No. 21 Tahun 1950 Tentang Tentang Pembentukan Daerah Propinsi. Dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No.5 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Propinsi Sumatera-Utara, tanpa mendapat persetujuan, kerelaan, dan keikhlasan dari seluruh rakyat Aceh dan pimpinan rakyat Aceh.

Jadi, adalah suatu kesalahan besar atau suatu propaganda yang salah dan tidak benar kalau ada dari pihak NKRI yang mengatakan bahwa gejolak yang timbul di Negeri Aceh itu adalah merupakan gejolak yang ditimbulkkan oleh rakyat Aceh yang ingin memisahkan diri atau yang sering dipropagandakan oleh pihak NKRI sebagai "gerakan sparatis atau gerakan pemisahan".

Padahal, yang yang benar dan menurut hakekat dan berdasarkan fakta dan bukti, dasar hukum dan sejarah mengenai Negeri Aceh ini yang menyangkut gejolak yang timbul di Negeri Aceh itu adalah gerakan rakyat Aceh yang telah sadar untuk menentukan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan NKRI atau Negara Pancasila yang telah mengambil, menelan, mencaplok, menduduki dan menjajah Negeri Aceh sejak tanggal 14 Agustus 1950 oleh Soekarno sebagai Presiden RIS yang diteruskan oleh NKRI yang juga dipimpin oleh Presiden NKRI Soekarno setelah RIS dilebur menjadi NKRI pada tanggal 15 Agustus 1950 dan dipertahankan sampai sekarang oleh Presiden Megawati sebagai penerus kebijaksanaan politik, pertahanan, keamanan dan pendudukan, penjajahan Negeri Aceh.

Nah sekarang, saudara Hidajat Syarif di di Edmonton, Alberta, Canada kalau ingin melihat gejolak dan konflik di Aceh sekatang ini harus dilihat dari sudut pandang seperti yang saya telah terangkan diatas.

Kemudian, saudara Hidajat Sjarif mengajukan usul penyelsaian konflik di Aceh melalui cara damai dalam bentuk "Pembangunan ekonomi", dengan alasan "hanya melalui economic development akan bisa dihilangkannya kesengsaraan, kemelaratan, keterbelakangan dan kelaparan!, dan economic development tidak akan bisa dilaksanakan dengan baik dibawah kondisi "perang" dan ketidak stabilan politic (political stability)."

Memang itu adalah salah satu dari sekian banyak cara penyelesaian konflik di Negeri Aceh yang telah berlangsung lebih dari 50 tahun ini.

Tetapi yang paling penting dan utama adalah bagaimana dalam usaha menyelesaikan konflik di Negeri Aceh ini adalah melalui cara yang damai, jujur, adil dan bijaksana. Dimana cara yang damai, jujur, adil, dan bijaksana ini diserahkan kepada seluruh rakyat Aceh yang ada di Negeri Aceh untuk diberikan kebebasan menentukan penentuan nasib mereka sendiri, apakah mereka ingin membangun Negeri Aceh bebas dibawah aturan dan kebijaksanaan orang Aceh sendiri sebagaimana yang telah berlaku dari sejak abad ke 15, atau mereka masih tetap menginginkan Negeri Aceh berada dibawah pengaruh kekuasaan NKRI yang telah menelan, mencaplok, menduduki, dan menjajah Negeri Aceh dari sejak 14 Agustus 1950.

Nah, mengapa penyelesaian konflik di Negeri Aceh ini diserahkan kepada seluruh rakyat Aceh di Negeri Aceh, bukan kepada seluruh rakyat NKRI ?. Karena negeri Aceh bukan milik NKRI, negeri Aceh asalnya milik rakyat Aceh secara politik, de-jure, dan de-facto dari sejak nenek-nenek moyang rakyat Aceh melawan pendudukan, penjajahan, kolonialis Belanda. Sebelum Negara RI atau Negara RI Soekarno atau Negara RI 17 Agustus 1945 atau Negara RI-Jawa-Yoga dan NKRI terbentuk.

Seterusnya, dalam mencapai pemecahan konflik di Negeri Aceh melalui cara damai, jujur, adil dan bijaksana ini memang harus adanya niat dan keinginan baik dari kedua belah pihak dalam bentuk penjabaran seperti yang ditulis oleh saudara Hidajat Sjarif yaitu "kemauan yang fleksibel" untuk mencapai perdamaian.

Nah, dalam menerapkan niat, tujuan, sikap, kebijaksanaan, politik yang fleksibel ini dari pihak rakyat Aceh yang telah sadar untuk menentukan nasib sendiri adalah dalam bentuk dialog dan perundingan.

Dan penerapan niat baik dan keinginan baik dari pihak rakyat Aceh yang telah sadar untuk menentukan nasib sendiri bebas dari pengaruih kekuasaan NKRI yang diwakili oleh Teungku Hasan Muhammad di Tiro dengan ASNLF atau GMA dan TNA-nya adalah melalui jalan dialog dan perundingan yang telah dijalankan dari sejak masa Pemerintah Abdurrahman Wahid dan diteruskan di masa Pemerintah dibawah Presiden Megawati. Dan Perundingan antara pihak NKRI dan ASNLF atau GAM ini adalah Perundingan perundingan Joint Council Meeting (JCM) atau Pertemuan Dewan Bersama, antara pihak Pemerintah Republik Indonesia (PRI)/INKRI dengan pihak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Tokyo pada tanggal 17-18 Mei 2003.

Ternyata dalam Perundingan Joint Council Meeting (JCM) atau Pertemuan Dewan Bersama, Pihak Pemerintah NKRI memang sudah merancang sebelumnya bahwa perundingan Joint Council Meeting (JCM) atau Pertemuan Dewan Bersama harus gagal, dengan memasukkan point "GAM fully accepts the Special Autonomy status provided by the Nanggroe Aceh Darussalam Law within the framework of the unitary state of the Republic of Indonesia and consequently agrees not to seek the independence of Aceh; In this regard, GAM is committed to dropping the armed struggle; to disband the "Tentra Neugara Aceh", and to participate in the political process as stipulated in the COHA"

Padahal masalah "fully accepts the Special Autonomy status provided by the Nanggroe Aceh Darussalam Law within the framework of the unitary state of the Republic of Indonesia" bukan ASNLF atau GAM yang menentukan , tetapi melalui ungkapan pendapat rakyat Aceh lewat jalur musyawarah yang menyeluruh dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat Aceh dengan difasilitasikan oleh HDC di Aceh secara bebas dan aman dalam rangka membangun pemerintahan yang yang demokratis di Aceh dan untuk menelaah kembali elemen-elemen Undang-Undang NAD, sebagaimana yang disepakati dalam perundingan Penghentian Permusuhan Rangka Perjanjian Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Gerakan Acheh Merdeka, 9 Desember 2002 di Geneva.

Tetapi, karena memang pihak NKRI terutama yang disponsori oleh TNI dengan Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono Cs, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, KASAD Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu yang menjadi motornya tidak menghendaki tegaknya kedamaian di negeri Aceh, maka perundingan Joint Council Meeting (JCM) atau Pertemuan Dewan Bersama, antara pihak Pemerintah Republik Indonesia (PRI) dengan pihak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Tokyo pada tanggal 17-18 Mei digagalkan.

Sebagai gantinya memang sudah dipersiapkan sebelumnya yaitu penetapan dasar hukum Keputusan Presiden RI nomor 28 tahun 2003 tentang pernyataan keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dikeluarkan pada tanggal 18 Mei 2003 dan diberlakukan pada tanggal 19 Mei 2003 .

Jadi, saya melihat konflik di Negeri Aceh justru karena terlalu dominan TNI dalam bidang Eksekutif, sehingga penyelesaian secara politik melalui dialog dan perundingan tidak sungguh-sungguh dijalankan.

Dan saya yakin bahwa karena peranan TNI sekarang begitu kuat dalam tubuh Pemrintah, maka Presiden Megawati memang sudah tidak berdaya menghadapi pihak TNI ini.

Jadi, kalau saya punya pikiran, karena pihak TNI inilah yang memang menghambat jalannya perdamaian, keadilan, keamanan di Negeri Aceh. Dengan alasan mempertahankan kedaulatan NKRI.

Itukan alasan yang dicari-cari saja, saya berani berdebat dengan pihak TNI, bahwa yang menjadi alasan bagi TNI untuk memepertahankan Negeri Aceh bukan karena ingin membela kedaulatan NKRI, tetapi lebih banyak karena masalah untuk taktik dan strategi milter saja. Dengan makin lamanya kemelut di Negri Aceh berlangsung makin kuat kedudukan TNI.

Jadi kasarnya, makin ribut di Aceh dan terus berkepanjangan, maka makin baik bisnis TNI. Artinya TNI terutama para Jenderalnya tidak akan kehilangan kerja dan penghasilan.

Karena saya yakin bahwa memang benar Negeri Aceh itu telah ditelan dan dicaplok melalui mulut Propinsi Sumatera Utara pada tanggal 14 Agustus 1950 oleg Presiden RIS Soekarno dan diteruskan oleh NKRI setelah RIS dilebur menjadi NKRI yang dupertahankan sampai detik ini oleh Presiden Megawati atas tekanan dan dorongan TNI. Jadi sebenarnya tida ada alasan bagi TNI untuk terus berteriak siap mempertahankan Aceh dari bingkai NKRI. Toh, Negeri Aceh hanya hasil curian Soekarno pada 14 Agustus 1950.

Nah selanjutnya, niat dan keinginan baik dari pihak NKRI yang menurut saudara Hidajat Sjarif "pihak NKRI harus mau untuk "felxible", ternyata dalam kenyataan dan prakteknya justru menghambat jalannya perdamaian yang jujur, adil dan bijaksana di Negeri Aceh melalui cara pengagalan Perundingan Joint Council Meeting (JCM) atau Pertemuan Dewan Bersama antara pihak NKRI dengan ASNLF atau GAM di Tokyo, Jepang pada tanggal 17-18 Mei 2003. Yang kemudian digantikan dengan aksi militer besar-besar di Negeti Aceh berdasarkan dasar hukum Keputusan Presiden RI nomor 28 tahun 2003 tentang pernyataan keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dikeluarkan pada tanggal 18 Mei 2003 dan diberlakukan pada tanggal 19 Mei 2003 .

Seterusnya, apakah intu yang dinamakan dengan niat baik dan keinginan baik dari pihak NKRI yang diwakili oleh Presiden Megawati, Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono Cs, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, KASAD Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu, Ketua DPR Akbar Tandjung, Ketua MPR Amien Rais ?

Saudara Hidajat Sjarif di Canada.

Bagaimana mungkin pihak NKRI yang disponsori oleh TNI/POLRI dan Raider mau dan ingin menegakkan perdamaian yang berdasarkan kejujuran, keadilan dan kesejahteraan , kalau dalam prakteknya justru menghancurkan perdamaian.

Contohnya dengan mengagalkan Perundingan Joint Council Meeting (JCM) atau Pertemuan Dewan Bersama antara pihak NKRI dengan ASNLF atau GAM di Tokyo, Jepang pada tanggal 17-18 Mei 2003. Kemudian digantikan dengan aksi miltyer besar-besar di Negeti Aceh berdasarkan dasar hukum Keputusan Presiden RI nomor 28 tahun 2003 tentang pernyataan keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dikeluarkan pada tanggal 18 Mei 2003 dan diberlakukan pada tanggal 19 Mei 2003 ?.

Kemudian saudara Hidajat Sjarif yang sudah menetap di Canada lebih dari 40 tahun dan telah menjadi warganegara Canada masih juga mengajukan usul jalan keluar kepada pihak NKRI dengan usul "comprehensive apology atau meminta maaf kepada rakyat Aceh atas segala kesalahan yang terjadi hususnya yang dilakukan oleh Rezim "Junta Militer Orba" dengan DOM nya", sedangkan dalam realitanya, terutama yang ditunjukkan oleh Penguasa NKRI dibawah Presiden Megawati yang didukung TNI/POLRI dan Raider terus berkeras untuk menjalankan kebijaksanaan politik, pertahanan, keamanan di Negeri Aceh dalam bentuk strategi pendudukan dan penjajahan.

Nah terakhir, saudara Hidajaf Sjarif. Karena memang saudara Hidajat sudah empat puluh tahun menikmati, merasakan, menerapkan, menjalankan kebijaksanaan Pemerintah Canada yang jauh berbeda dengan kebijaksanaan Pemerintah NKRI dari sejak Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid dan sekarang Presiden Megawati, maka jangan saudara Hidajat Sjarif bermimpi bahwa di NKRI akan timbul niat baik dan keinginan baik untuk menegakkan kedamaian, berdasarkan keadilan, kejujuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat di NKRI umumnya dan seluruh rakyat Aceh di Negeri Aceh.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se
----------

From: "Hidajat Sjarif" siliwangi27@hotmail.com
To: ahmad@dataphone.se, dityaaceh-2003@yahoo.com, teuku-mirza2000@yahoo.com, wpamungk@centrin.net.id, karim@bukopin.co.id, sadanas@equate.com, imahnor@hotmail.com, otra25@indosat.net.id, zafala@hotmail.com, rimueng_acheh@yahoo.com, tang_ce@yahoo.com, mr_dharminta@yahoo.com, miranda_hnf@yahoo.uk,om_puteh@hotmail.com
Subject: GAM dan NKRI HARUS "FLEXIBLE" demi "PERDAMAIAN"
Date: Sun, 22 Feb 2004 03:57:15 +0000

Saya ingin sedikit berkomentar dan memberikan tanggapan pribadi didalam forum bebas dan terbuka ini, saya akan sangat berterima kasih kepada siapapun yang akan me-response
atas opini pribadi saya ini, saya tetap menghormati hak siapapun yang setuju atau tidak setuju dengan pendapat pribadi saya ini.

Anggaplah pendapat pribadi saya ini sebagai "SECOND OPINION" untuk dijadikan perbandingan atau sekedar bahan pertimbangan. Saya tidak banyak mengetahui tentang situasi dan kondisi yang sebenarnya terjadi di Indonesia,apa yang saya ketahui hanya berdasarkan berita dari apa yang saya baca. Saya meninggalkan Indonesia ketika berumur 17 tahun, saya sudah menetap di Canada hampir 40 tahun dan saya seorang warga negara Canada yang berasal dari Jawa Barat, jadi secara etnis saya "ORANG SUNDA 100%".Jadi anggaplah opini pribadi saya ini sebagai "PENEROPONGAN" dari seorang "EXPATRIATE" yang melihat apa yang terjadi dari kaca mata seorang warga negara Canada.

Conflict di Aceh yang telah berlarut puluhan tahun dengan menelan korban ribuan orang yang tidak
berdosa harus "DIAHIRI", perdamaian harus diciptakan untuk bisa diwujudkannya "PEMBANGUNAN ECONOMY", karena hanya melalui economic development akan bisa dihilangkannya kesengsaraan, kemelaratan, keterbelakangan dan kelaparan!,dan economic development tidak akan bisa dilaksanakan dengan baik dibawah kondisi "PERANG" dan ketidak stabilan politic (POLITICAL STABILITY).

Untuk bisa terciptanya "PEACEFUL SOLUTION" dan terwujudnya "PERDAMAIAN"
pihak NKRI dan pihak GAM harus mempunyai NIAT,TEKAD dan ITIKAD baik dan
menunjukan "GOODWILL" dengan kemauan untuk bisa FLEXIBLE ,karena kemauan untuk
"FLEXIBLE" ini adalah kondisi awal yang mutlak untuk bisa diketemukannya "COMMON GROUND" for "PEACE".

Pertama saya akan mengupas "THE FLEXIBILITY" yang harus ditunjukan dari pihak GAM.
GAM harus menyadari bahwa "NIAT DAN TUJUAN UNTUK MENDIRIKAN NEGARA ACEH
MERDEKA KELUAR DARI NKRI" adalah suatu MIMPI yang TIDAK AKAN MUNGKIN AKAN BISA DICAPAI!!!!!!, MAYORITAS DARI RAKYAT INDONESIA AKAN DENGAN HARGA APAPUN AKAN TETAP MEMPERTAHANKAN INTEGRITAS DARI NEGARA REPUBLIC OF INDONESIA!!!!.

Untuk ini pimpinanGAM harus bisa "MENCONTOH DARI RAKYAT PALESTINA DAN DARI PLO",Rakyat Palestina dan PLO menerima FAKTA DAN KENYATAAN BAHWA ISRAEL TIDAK AKAN MUNGKIN AKAN BISA DIHANCURKAN!!!!!mereka bisa FLEXIBLE untuk merobah AGENDA UNTUK MEREBUT NEGERI PALESTINA DARI ISRAEL DENGAN MERNGHANCURKAN ISRAEL.

MAYORITAS RAKYAT PALESTINA DAN PIMPINAN PLO bisa begitu "FLEXIBLE" untuk menerima dan menyadari "KETIDAK MUNGKINAN INI",dan mereka MAU UNTUK MENGAKUI "THE RIGHT OF ISRAEL TO EXIST" dan hidup berdampingan
secara damai dengan ISRAEL.

Jadi dalam hal ini GAM harus bisa menerima kenyataan bahwa tujuan untuk mendirikan negara Aceh merdeka keluar dari NKRI adalah MIMPI YANG TIDAK AKAN MUNGKIN AKAN BISA DI-REALISASIKAN MENJADI KENYATAAN!!.

Untuk ini GAM harus mencari jakan dan mengambil langkah untuk ber-negosiasi dengan pemerintah Indonesia, MENYETOP DAN MENGHENTIKAN JALAN KEKERASAN UNTUK MENDAPATKAN KONSESI POLITIK DAN MENGHENTIKAN PEMBERONTAKAN BERSENJATA SEBAGAI CARA UNTUK MENCAPAI POLITICAL OBJECTIVE,MEN-DECOMISSIONKAN PERSENJATAAN DAN MERUBAH DIRI MENJADI SUATU
POLITICAL FORCE untuk ber-CONTEST didalam POLITICAL CONTEST untuk mencapai
tujuanpolitic dengan jalan damai (NON VIOLENCE).

Dari pihak NKRI juga harus mau untuk "FLEXIBLE".Pemerintah Indonesia harus menunjukan dan men-demonstrasikan pada rakyat Aceh hususnya dan pada dunia international pada umumnya, bahwa pemerintah Indonesia sangat peduli pada "KESEJAHTERAAN"rakyat Aceh.Penunjukan "GOODWILL" ini bisa dimulai dengan suatu :"COMPREHENSIVE APOLOGY". Pemerintah Indonesia atas nama seluruh rakyat Indonesia dengan terbuka meminta maaf kepada rakyat Aceh atas segala kesalahan yang terjadi hususnya yang dilakukan oleh REZIM "JUNTA MILITER ORBA" dengan DOM nya.

Comprehensive apology ini persis seperti apa yang dilakukan oleh POPE JOHN PAUL di
Vatican beberapa tahun yang lalu,dimana POPE JOHN PAUL atas nama umat Catholic meminta
maaf kepada dunia atas segala kesalahan kesalahan yang dilakukan oleh greja Catholic,semua
kesalahan baik yang dilakukan dari mulai perang salib (the crusaders), the subjugation of Americas,
sampai "SCANDAL SEX" yang dilakukan oleh pastur pastur Catholic dimana mana!.Kalau VATICAN bisa begitu flexible untuk dengan terus terang dan terbuka mengakui segala
kesalahan greja Catholic dan meminta maaf pada dunia, maka pemerintah Indonesia pun seharusnya bisa untuk "FLEXIBLE" untuk dengan jujur,terus terang dan terbuka mengakui kesalahan yang telah dilakukan terhadaprakyat Aceh , bahwa "HUMAN RIGHTS VIOLATIONS" terjadi pada rakyat Aceh hususnya selama Indonesia ada dibawah pemerintahan "JUNTA MILITER" ORBA dang DOM nya, dan dengan itu pemerintah Indonesia mengeluarkan "COMPREHENSIVE APOLOGY".

Permintaan maaf ini harus diikuti dengan langkah langkah yang nyata dan konkrit ,artinya permintaan maaf ini bukan hanya "PURA PURA", tapi memang suatu NIAT,TEKAD dan KEMAUAN BAIK DARI PEMERINTAH INDONESIA YANG SANGAT PEDULI TENTANG NASIB DAN KEHIDUPAN, KETENTRAMAN DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT ACEH..

Langkah nyata yang harus dikerjakan pertama adalah dengan "MEMBERIKAN KOMPENSASI" pada keluarga rakyat Aceh yang menjadi korban dari "HUMAN RIGHTS VIOLATIONS"
yang sebagian besar terjadi selama pemerinytahan REZIM JUNTA MILITER ORBA.

Langkah nyata yang nyata kedua yang harus dilakukan adalah "DENGAN MENYERET OKNUM OKNUM DARI JUNTA MILITER ORBA" ke MAHKAMAH MILITER untuk mempertanggung jawabkan atas semua'HUMAN RIGHTS VIOLATIONS yang terjadi di Aceh, menyeret mereka ke mahkamah militersebagai "PENJAHAT PERANG" dengan CRIMES AGAINST HUMANITY".GBU.

Hidajat Sjarif

siliwangi27@hotmail.com
Edmonton, Alberta, Canada.
----------