Stockholm, 26 Februari 2004

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

TEUKU MIRZA ITU RAKYAT NKRI TIDAK INGIN PERTAHANKAN ACEH HASIL RAMPOKAN SOEKARNO PADA 14 AGUSTUS 1950
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

JELAS TEUKU MIRZA ITU RAKYAT NKRI TIDAK INGIN PERTAHANKAN ACEH HASIL RAMPOKAN SOEKARNO PADA 14 AGUSTUS 1950

"Basi lah bicara kalo bicara referendum di mimbar ini. Tuan Ahmad ini bingung kayaknya kok minta referendum ke pemerintah RI ? Kelewatan banget bingungnya Kalo mau permasalahkan referendum ke badan dunia seperti PBB kalo nggak mampu ya udah nggak usah cuap-cuap referendum di sini, kagak ada manfaatnya. Barangkali presiden dan separoh + 1 anggota MPRnya sudah gila, baru lah Aceh diberikan referendum. Saya nggak percaya Anda khilaf bicara karena Anda secara-terus-menerus ngelantur. Usia Anda berapa Tuan ? mudah-mudahan Anda belum pikun sehingga Anda masih sempat membenahi diri. (Teuku Mirza , teuku_mirza2000@yahoo.com , 26 februari 2004 10:00:32)

"Kesimpulan lain adalah, bisa jadi kerusuhan di Aceh adalah merupakan permainan politik TNI tingkat pusat dan daerah. kerusuhan di Aceh sengaja diciptakan oleh para cukong-cukong politik di Jakarta dan Jawa, supaya ada jalan untuk menghancurkan bangsa Aceh dengan Islamnya. Meskipun TNI yang dikirim kesana ada juga yang ngaku Islam tapi pura-pura, sebab mereka berani membunuh bangsa Aceh yang mereka ketahui beragama Islam."
(Puji Anto , puji50@hotmail.com ,Thu, 26 Feb 2004 12:24:44 +0000)

Baiklah Teuku Mirza di Universitas Indoneisa, Jakarta, Indonesia dan saudara Puji Anto di Sydney, Australia.

Begini pertama saya jumpai Teuku Mirza.

Saya telah menjelaskan kepada Kolonel Laut Ditya Soedarsono, Mayjen TNI Endang Suwarya, Presiden Megawati, Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono Cs, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, KASAD Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu, Ketua DPR Akbar Tandjung, Ketua MPR Amien Rais mengenai kedudukan Negeri Aceh yang telah digembol, ditelan, dicaplok, diduduki dan dijajah Presiden RIS Soekarno pada tanggal 14 Agustus 1950 melalui mulut Propinsi Sumatera-Utara dengan menggunakan dasar hukum Peraturan Pemerintah RIS No.21 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah Propinsi dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No.5 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Propinsi Sumatera-Utara, tanpa mendapat persetujuan, kerelaan, dan keikhlasan dari seluruh rakyat Aceh dan pimpinan rakyat Aceh.

Kemudian saya telah mempelajari bagaimana itu pelaksanaan referendum di Swedia dan telah saya lakukan sendiri bahkan sudah dua kali, kemudian saya telah membaca juga bagaimana jalannya referendum di Quebec, Canada setelah saudara Hidajat Sjarif bercerita mengenai referendum di Quebec, Canada itu.

Seterusnya, saya pun sudah menulis mengenai jalan keluar bagi rakyat Aceh yang telah sadar untuk menentukan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan Negara Pancasila atau NKRI melalui jalan jajak pendapat atau referendum.

Juga telah saya sodorkan bagaimana itu referendum harus dibuat, seperti yang telah saya kupas yaitu"pada referendum di Negeri Aceh itu tidak perlu meminta idzin kepada seluruh rakyat NKRI sebagaimana rakyat Canada diminta idzin untuk mengizinkan dilaksanakan referendum di Quebec, melainkan cukup dengan satu legalitas yang dibuat oleh MPR dalam bentuk Ketatapan MPR.

Misalnya isi dari ketatapan MPR itu adalah menimbang bahwa rakyat Aceh yang mempunyai hak suara menginginkan penentuan nasib sendiri bebas dari NKRI dan menolak otonomi khusus dalam NKRI. Dan menimbang bahwa proklamasi 20 September 1953 oleh Teungku Muhammad Daud Beureueh, Proklamasi pada 4 Desember 1976 oleh Teungku Hasan Muhammad di Tiro, dan SIRA (Central Information for Referendum Aceh) yang didirikan pada 4 Februar1 1999 oleh 106 "non-government Acehnese organizations" dalam kongres yang diselenggarakan oleh KARMA (Coalition of Acehnese Students for Reform) dan KMPAN (Committee of Acehnese Students and Youngs Archipelago) in Banda Aceh. Memutuskan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia mengizinkan pelaksanaan penentuan pendapat yang diselenggarakan di Aceh tanggal...

Dimana disini saya telah mengajukan dan menyodorkan secara baik-baik, kepada pihak Kolonel Laut Ditya Soedarsono, Mayjen TNI Endang Suwarya, Presiden Megawati, Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono Cs, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, KASAD Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu, Ketua DPR Akbar Tandjung, Ketua MPR Amien Rais.

Eh, tiba-tiba muncul Teuku Mirza sambil berkata seperti orang keheranan: "Tuan Ahmad ini bingung kayaknya kok minta referendum ke pemerintah RI ? Kelewatan banget bingungnya Kalo mau permasalahkan referendum ke badan dunia seperti PBB kalo nggak mampu ya udah nggak usah cuap-cuap referendum di sini, kagak ada manfaatnya. Barangkali presiden dan separoh + 1 anggota MPRnya sudah gila, baru lah Aceh diberikan referendum. Saya nggak percaya Anda khilaf bicara karena Anda secara-terus-menerus ngelantur."

Apa pasal nih Teuku Mirza, mengatakan "Kelewatan banget bingungnya Kalo mau permasalahkan referendum ke badan dunia seperti PBB kalo". Padahal itu saudara Hidajat Sjarif sudah jelas-jelas menerangkan bahwa referendum di Quebec itu bisa dilaksanakan setelah meminta izin kepada seluruh rakyat Canada dan juga setelah meminta izin kepada Parlemen Canada.

Jadi, teuku Mirza, saya tidak mengada-ada mengenai referendum ini harus minta legalisasi dari Ketua MPR Amien Rais dengan seluruh anggotanya.

Nah sekarang, siapa yang bingung, Teuku Mirza atau saya yang tekun mendengarkan cerita referendum di Quebec, Canada yang disampaikan oleh saudara Hidajat Sjarif yang sudah 40 tahun du Canada dan sudah tukar warga negara menjadi WN Canada ?.

Karena disini saya dengan cara baik-baik minta legitimasi dari Ketua MPR dan para anggotanya agar menentapkan TAP MPR untuk pelaksanaan referendum di Aceh. Eh, rupanya permintaan saya ini dianggap oleh Teuku Mirza sebagai permintaan dari orang bingung.

Nah begini Teuku Mirza, saya tidak bingung, saya sadar dan paham betul apa itu referendum di Quebec, Canada.

Kalau seandainya rakyat di NKRI dan MPR/DPR tidak mau disebut sebagai rakyat NKRI dan MPR/DPR yang mempertahankan Negeri Aceh hasil rampokan Presiden RIS Soekarno pada tanggal 14 Agustus 1950, satu hari sebelum RIS dilebur menjadi NKRI pada tanggal 15 Agustus 1950, dan tidak mau dikatakan rakyat NKRI dan MPR/DPR yang melanggar Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi " Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.", maka jelas Teuku Mirza, itu masalah izin referendum bagi seluruh rakyat Aceh di Negeri Aceh akan dikeluarkan, sebagaimana seluruh rakyat dan Parlemen Canada ketika diminta izin untuk memberikan izin pelaksanaan referendum di Quebec ?

Saya ini seorang yang ksatria, terus terang, tidak mau menyembunyikan kebohongan, agar dikemudian hari tidak disebut sebagai perampok, seperti yang telah dilakukan oleh Presiden RIS Soekarno pada tanggal 14 Agustus 1950 menelan, menduduki, merampok, menduduki dan menjajah Negeri Aceh, maka saya secara terus terang meminta kepada pihak MPR/DPR untuk memberikan izin pelaksanaan referendum bagi seluruh rakyat Aceh di Negeri Aceh.

Nah seandainya, pihak Ketua MPR amien Rais dan seluruh anggota MPR tidak mengizinkan pelaksanaan referendum di Negeri Aceh, maka tentu saja, sayapun bukan orang yang mudah putus asa, maka saya arahkan planing untuk referendum ini ke pihak PBB, sebagaimana yang telah dilakukan oleh rakyat Timor Timur pada tanggal 30 Agustus 1999 yang dilaksanakan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa sesuai dengan Persetujuan antara Republik Indonesia dengan Republik Portugal mengenai Masalah Timor Timur yang ditandatangani pada tanggal 5 Mei 1999 di New York di bawah naungan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa.

Tentu saja, Teuku Mirza, sebelum melangkah kearah PBB, saya ajukan kepada Ketua MPR Amien Rais mengenai referendum di Aceh bagi seluruh rakyat Aceh. Dengan menimbang:

a. bahwa rakyat Aceh yang mempunyai hak suara menginginkan penentuan nasib sendiri bebas dari NKRI dan menolak otonomi khusus dalam NKRI.

b. bahwa Negeri Aceh yang meliputi wilayah 1. Aceh Besar, 2. Pidie, 3. Aceh-Utara, 4. Aceh-Timur, 5. Aceh-Tengah, 6. Aceh-Barat, 7. Aceh-Selatan dan Kota Besar Kutaraja yang dimasukkan kedalam lingkungan daerah otonom Propinsi Sumatera-Utara, tanpa persetujuan, kerelaan, keikhlasan dari seluruh rakyat Aceh dan pimpinan rakyat Aceh, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.5 tahun 1950 tentang pembentukan Propinsi Sumatera-Utara, Dan sebagaimana tertulis dalam Peraturan Pemerintah RIS Nomor 21 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah Propinsi yang ditetapkan oleh Presiden RIS pada tanggal 14 Agustus 1950, maka semua wilayah yang telah diamukkan kedalam wilayah NKRI harus dikembalikan lagi kepada rakyat Aceh.

c. bahwa proklamasi 20 September 1953 oleh Teungku Muhammad Daud Beureueh yang menyatakan bebas dari pengaruh kekuasaan Negara Pancasila

d.bahwa Proklamasi pada 4 Desember 1976 oleh Teungku Hasan Muhammad di Tiro yang menyatakan penentuan nasib sendiri bebas dari pengaruih kekuasaan asing NKRI

e.bahwa SIRA (Central Information for Referendum Aceh) yang didirikan pada 4 Februar1 1999 oleh 106 "non-government Acehnese organizations" dalam kongres yang diselenggarakan oleh KARMA (Coalition of Acehnese Students for Reform) dan KMPAN (Committee of Acehnese Students and Youngs Archipelago) in Banda Aceh telah mengadakan kongres dan rapat raksasa tentang referendum di Banda Aceh pada tahun 1999.

Memutuskan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia mengizinkan pelaksanaan penentuan pendapat yang diselenggarakan di Aceh tanggal...

Selanjutnya, saya jumpai saudara Puji Anto di Sydney, Australia.

Memang benar apa yang dikemukakan oleh saudara Puji ini.
Itu Kolonel Laut Ditya Soedarsono, Mayjen TNI Endang Suwarya, Presiden Megawati, Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono Cs, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, KASAD Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu, Ketua DPR Akbar Tandjung, Ketua MPR Amien Rais adalah semuanya berbohong.

Pergolakan di Aceh itu bukan timbul baru satu atau dua tahun. Pergerakan rakyat Aceh yang telah sadar untuk menentukan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan Negara pancasila atau NKRI adalah sejak 20 September 1953 dibawah pimpinan Teungku Muhammad Daud Beureueh, dan diteruskan oleh Teungku Hasan Muhammad di Tiro pada tanggal 4 Desember 1976.

Jadi, memang data dan informasi yang disodorkan oleh Kolonel Laut Ditya Soedarsono, Mayjen TNI Endang Suwarya adalah data dan informasi untuk dijual kepada rakyat umum yang bisa dibodohi. Sedangkan data dan informasi yang sebenarnya disimpannya untuk dibicarakan dibalik pintu tertutup.

Jadi, kalau Kolonel Laut Ditya Soedarsono, Mayjen TNI Endang Suwarya menampilkan dan menyodorkan angka-angka itu hanya rekaan saja.

Yang jelas dan pasti adalah Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono Cs, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, KASAD Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu, Kepala Badan Intelijen Negara AM Hendropriyono, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Da'i Bachtiar, Jaksa Agung M.A. Rachman, KASAL Laksamana TNI Bernard Kent Sondakh, dan KASAU Marsekal TNI Chappy Hakim, telah terlibat dalam perang di Aceh dan terus mengobarkannya agar usaha untuk menduduki, menjajah Negeri Aceh terus berlangsung dimana akan menunjang kepada bisnis TNI.

Coba perhatikan baik-baik darimana itu biaya yang dipakai untuk menduduki dan menjajah Negeri Aceh dengan asalah menumpas ASNLF atau GAM dan TNA ?

Coba buka itu isi dari Keputusan Presiden RI nomor 28 tahun 2003 tentang pernyataan keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dikeluarkan pada tanggal 18 Mei 2003 dan diberlakukan pada tanggal 19 Mei 2003.

Baca Pasal 5: Segala biaya yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Keputusan Presiden ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. (Keputusan Presiden RI nomor 28 tahun 2003 tentang pernyataan keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Pasal 5)

Kemudian baca Pasal 6 : Keputusan Presiden ini mulai berlaku pukul 00.00 WIB tanggal 19 Mei 2003 untuk jangkan waktu 6 (enam) bulan, kecuali diperpanjang dengan Keputusan Presiden tersendiri. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pegundangan Keputusan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. (Keputusan Presiden RI nomor 28 tahun 2003 tentang pernyataan keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Pasal 6)

Jadi, memang benar, itu TNI yang dipelopori oleh Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono Cs, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, KASAD Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu telah memanipulasi dan membohongi rakyat NKRI dan rakyat Aceh, kecuali rakyat Aceh yang telah sadar untuk menentukan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan NKRI yang tidak bisa dibohongi oleh Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono Cs, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, KASAD Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu dan Kepala Badan Intelijen Negara AM Hendropriyono.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad.swaramuslim.net
ahmad@dataphone.se
----------

Fran: Teuku Mirza <teuku_mirza@hotmail.com>
Date: 26 februari 2004 10:00:32
To: PPDI@yahoogroups.com, padhang-mbulan@egroups.com, oposisi-list@yahoogroups.com, mimbarbebas@egroups.com, politikmahasiswa@yahoogroups.com, fundamentalis@eGroups.com, Lantak@yahoogroups.com, kuasa_rakyatmiskin@yahoogroups.com
Subject:[OPOSISI] RE: "PPDi" REFERENDUM UNTUK SELURUH RAKYAT ACEH DI NEGERI ACEH DENGAN TAP MPR

Basi lah bicara kalo bicara referendum di mimbar ini.

Tuan Ahmad ini bingung kayaknya kok minta referendum ke pemerintah RI ? Kelewatan banget bingungnya Kalo mau permasalahkan referendum ke badan dunia seperti PBB kalo nggak mampu ya udah nggak usah cuap-cuap referendum di sini, kagak ada manfaatnya.

Barangkali presiden dan separoh + 1 anggota MPRnya sudah gila, baru lah Aceh diberikan referendum.

Saya nggak percaya Anda khilaf bicara karena Anda secara-terus-menerus ngelantur. Usia Anda berapa Tuan ? mudah-mudahan Anda belum pikun sehingga Anda masih sempat membenahi diri.

Wassalam

Teuku Mirza

Universitas Indonesia
Jakarta, Indonesia
--------

From: "puji anto" puji50@hotmail.com
To: ahmad@dataphone.se, acsa@yahoogroups.com
Cc: dityaaceh_2003@yahoo.com
Subject: RE: APAKAH BENAR KOLONEL LAUT DITYA SOEDARSONO & MAYJEN TNI ENDANG SUWARYA TIDAK PUNYA HATI NURANI ?
Date: Thu, 26 Feb 2004 12:24:44 +0000

Saya kira bahwa pak Ditya Soedarsono telah merekayasa tentang kuatan GAM, yang menurut Ditya seolah-olah hampir semua GAM di bunuh dan ditangkap, hanya 598 orang lagi, yang masih ada.

Saya tidak yakin dengan pernyataan itu. Banyak manipulasainya, sebab kalau pernyataan kolonel laut ini benar, kanapa TNI tidak pernah ada yang ditarik dari Aceh, malah setiap saat kekuatan TNI ditambah terus ke Aceh, meskipun dalam rahasia.

Ini bukti lagi ketidak mampuan TNI dalam menghadapi maslah yang ada, sejak dari Sukarno, Suharto dan sekarang. Merurut catatan bahwa kekuatan TNI lehih 70.000 personil di Aceh untuk menghadapi 598 personil GAM, belum termasuk polisi. Jadi kira-kira 110 personil TNI yang lengkap dengan alat perangnya menghadapi 1 personil GAM. Ditambah pula TNI lengkap dengan persenjataanya dan Keppres Presidennya.

Dengan demikian, secara taktik dan strategi TNI sudah kalah di Aceh, dan mustinya TNI dan segala pembantunya harus keluar dari Aceh. Kalau lama-lama bertahan, hanya semakin banyak menelan beaya dan korban jiwa. Juga ikut menderita masyarakat yang berada di pulau Jawa dan tempat lain.

Kesimpulan lain adalah, bisa jadi kerusuhan di Aceh adalah merupakan permainan politik TNI tingkat pusat dan daerah. kerusuhan di Aceh sengaja diciptakan oleh para cukong-cukong politik di Jakarta dan Jawa, supaya ada jalan untuk menghancurkan bangsa Aceh dengan Islamnya. Meskipun TNI yang dikirim kesana ada juga yang ngaku Islam tapi pura-pura, sebab mereka berani
membunuh bangsa Aceh yang mereka ketahui beragama Islam.

Saya yang tidak pernah tahu dimana Aceh, jadi sadar betapa rusaknya politik bangsa ini, dan tega-teganya mereka mengorbankan bangsa sendiri hanya untuk mempertahankan bisnis dan rakus akan kekuasaan. Mungkinkah penyelesain Aceh itu tidak dengan jalur senjata....?

Bagaimana kalau senjatanya sudah habis untuk membunuh bangsa sendiri, pakai apa untuk mempertahankan negara kita dari serangan musuh dari luar? Mungkin saja Amerika akan menyerang, lalu pakai apa untuk melawan tentara Amerika? Jadi bingung aku ini, kapan ada enaknya kalau pemerintah hanya mikirin TNI saja dalam mengurusi negara kita ini. Bagaimana ini pak Ditya.....?

wassalam,

Puji Anto

puji50@hotmail.com
Sydney, Australia
----------