Stockholm, 2 Maret 2004

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

TEUKU MIRZA ACEH BERDIRI SENDIRI SAMPAI PADA 14-8-1950 KETIKA PRESIDEN RIS SOEKARNO MENCAPLOK ACEH
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

TEUKU MIRZA TAHU BAHWA ACEH BERDIRI SENDIRI SAMPAI PADA 14-8-1950 KETIKA PRESIDEN RIS SOEKARNO MENCAPLOK ACEH DENGAN RIS-NYA

"Kalo Aceh mau merdeka kok nggak dari dulu saja dari tahun empat lima, pada atau pada saat Daud Beureueh masih jadi Gubernur militer ? pada pada saat itu tidak merasa terjajah ? Malah menerima komsep negara kesatuan. Apa dia tidak lihat konsekuensi dari negara kesatuan ? Segalanya akan serba sentralisasi. Kemudian Imah, Hasan Tiro itu tau persis gerakannya tak akan berhasil. Tau dia tau pasti di akan ada di Aceh berjuang bersama-sama. Dia tau persis dulu DI/TII saja gagal total padahal TNI harus menghadapi pemberontakan dimana-mana, dan menghadapi agresi Belanda atas Irian Barat, pengkhianatan PKI dan juga dalam kondisi ekonomi Indonesia yang sangat buruk" (Teuku Mirza , teuku_mirza@hotmail.com , Tue, 02 Mar 2004 10:20:26 +0700)

Baiklah Teuku Mirza di Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia.

Baiklah Teuku Mirza.

Kelihatan Teuku Mirza ini sudah kehabisan alasan untuk mempertahankan NKRI yang telah menjajah Negeri Aceh oleh Soekarno pada tanggal 14 Agustus 1950 satu hari sebelum RIS dilebur menjadi NKRI melalui penetapan dasar hukum Peraturan Pemerintah RIS Nomor 21 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah Propinsi oleh Presiden RIS Soekarno yang membagi Negara RI-Jawa-Yogya menjadi 10 daerah propinsi yaitu, 1.Jawa - Barat, 2.Jawa - Tengah, 3.Jawa - Timur, 4.Sumatera - Utara, 5.Sumatera - Tengah, 6.Sumatera - Selatan, 7.Kalimantan, 8.Sulawesi, 9.Maluku, 10.Sunda - Kecil apabila RIS telah dilebur menjadi Negara RI-Jawa-Yogya oleh Presiden RIS Soekarno. Dan penetapan dasar hukum Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.5 tahun 1950 tentang pembentukan Propinsi Sumatera-Utara, yang termasuk didalamnya wilayah daerah Aceh yang melingkungi Kabupaten-Kabupaten 1. Aceh Besar, 2. Pidie, 3. Aceh-Utara, 4. Aceh-Timur, 5. Aceh-Tengah, 6. Aceh-Barat, 7. Aceh-Selatan dan Kota Besar Kutaraja masuk kedalam lingkungan daerah otonom Propinsi Sumatera-Utara, tanpa mendapat kerelaan, persetujuan, dan keikhlasan dari seluruh rakyatv Aceh dan pimpinan rakyat Aceh.

Ternyata alasan yang kemungkinan besar paling akhir dari Teuku Mirza diajukan kehadapan para peserta diskusi tentang Negeri Aceh dan referendum dimimbar bebas ini adalah

"Kalo Aceh mau merdeka kok nggak dari dulu saja dari tahun empat lima, pada atau pada saat Daud Beureueh masih jadi Gubernur militer ? pada pada saat itu tidak merasa terjajah ? Malah menerima komsep negara kesatuan. Apa dia tidak lihat konsekuensi dari negara kesatuan ? Segalanya akan serba sentralisasi."

Coba kita kupas, sebenarnya, Negeri Aceh itu berdiri sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan Negara RI atau Negara RI Soekarno atau Negara RI 17 Agustus 1945 atau Negara RI-Jawa-Yogya.

Itu, yang selalu digembar-gemborkan oleh para penerus Soekarno bahwa Teungku Muhammad daud Beureueh menjadi Gubernur Militer.

Kemudian apa yang dijadikan dasar oleh para penerus Soekarno dengan cerita pengangkatan Gubernu Militer Teungku Muhammad daud Beureueh itu ?

Memang ketika Negara RI diproklamasikan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta pada 17 Agustus 1945, itu secara de-jure Negera RI telah berdiri, kemudian secara de-facto, artinya wilayah kekuasaannya belum jelas , secara pasti batas-batasnya dimana, hanya mengikuti apa yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu "Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia"
Jadi bisa saja yang dimaksud dengan "seluruh tumpah darah Indonesia" itu, bisa hanya sekitar Jakarta saja, atau seluruh pulau Jawa, atau Pulau Sumatera saja, atau pulau Kalimantan saja, atau Pulau Maluku saja.

Jadi relatif yang dinamakan dengan "seluruh tumpah darah Indonesia" itu.

Nah, disini Soekarno ketika pada pembentukan Kabinet RI pertama, pada awal bulan September 1945, ternyata Soekarno mengklaim bahwa "seluruh tumpah darah Indonesia" adalah Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. Sehingga diangkatlah 8 orang Gubernur untuk kedelapan propinsi yang diklaim Soekarno itu, salah satu Gubernur yang diangkat Soekarno itu adalah Mr. Teuku Mohammad Hassan untuk propinsi Sumatra. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.30)

Memang bisa diterima pengklaiman Soekarno tersebut, tetapi hanya diatas kertas saja. Mengapa ? Karena terbukti setelah pembentukan Kabinet Pertama Negara RI itu timbul berbagai perang dimana-mana.

Misalnya di Sumatra pasukan Sekutu (Inggris - Gurkha) yang diboncengi oleh tentara Belanda dan NICA (Netherland Indies Civil Administration) dibawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly mendarat di Medan pada tanggal 9 Oktober 1945. Pada tanggal 13 Oktober 1945 terjadi pertempuran pertama antara para pemuda dan pasukan Belanda yang dikenal dengan pertempuran "Medan Area". Pada tanggal 10 Desember 1945 seluruh daerah Medan digempur pasukan Sekutu dan NICA lewat darat dan udara.

Kemudian Padang dan Bukittinggipun digempur pasukan Sekutu dan serdadu NICA. Sedangkan di Aceh Sekutu itu menggerakkan pasukan-pasukan Jepang untuk menghadapi dan menghantam pejuang-pejuang Islam Aceh, maka pecahlah pertempuran yang dikenal sebagai peristiwa Krueng Panjo/Bireuen, pada bulan November 1945. Kemudian Sekutu mengirim lagi pasukan Jepang dari Sumatra Timur menyerbu Aceh sehingga terjadi pertempuran besar di sekitar Langsa/Kuala Simpang. Pihak pejuang Islam Aceh yang langsung dipimpin oleh Residen Teuku Nyak Arif. Kemudian pasukan Jepang dapat dipukul mundur. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.70-71)

Begitu juga di Jawa, seperti pertempuran di Semarang yang dimulai pada tanggal 14 Oktober 1945 selama lima hari . Perang antara pasukan Veteran Angkatan Laut jepang Kidobutai melawan TKR. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.50)

Selanjutnya pertempuran di Ambarawa yang diawali oleh mendaratnya tentara Sekutu dibawah pimpinan Brigadir Jenderal Bethel di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.68)

Seterusnya pertempuran di Surabaya yang dimulai 2 hari setelah Brigae 49/Divisi India ke-23 tentara Sekutu (AFNEI) dibawah komando Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby mendarat untuk pertamakali di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945. . (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.57)

Karena setelah Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby dibunuh, pihak Sekutu mengeluarkan ultimatun pada tanggal 9 November 1945. Kemudian pada tanggal 10 November 1945 pecah pertempuran. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.58)

Nah sekarang, setelah terjadi pertempuran dimana-mana, maka antara pihak RI dan Belanda mengadakan perundingan di Linggajati, yang dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 1947.
Penandatanganan persetujuan Linggajati di Istana Rijswijk, sekarang Istana Merdeka, Jakarta. Dari pihak RI ditandatangani oleh Sutan Sjahrir, Mr.Moh.Roem, Mr.Soesanto Tirtoprodjo, dan A.K.Gani, sedangkan dari pihak Belanda ditandatangani oleh Prof.Schermerhorn, Dr.van Mook, dan van Poll. Isi perjanjian Linggajati itu, secara de facto RI dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa, dan Madura. RI dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama RIS, yang salah satu negara bagiannya adalah RI. RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda selaku ketuanya. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.119,138)

Nah sekarang perhatikan, secara de facto daerah kekuasaan RI Soekarno ini setelah perjanjian Linggajati bukan yang diklaim oleh Soekarno dari semula yaitu Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan, melainkan hanya meliputi Sumatra, Jawa, dan Madura.

Kemudian kalau dipelajari lebih lanjut, dari mulai tanggal 25 Maret 1947. Daerah wilayah de-facto Sunda Kecil, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan tidak lagi termasuk wilayah de-facto dan de-jure Negara RI. Karena wilayah daerah kekuasaan Negara RI secara de-facto hanayalah Sumatera, Jawa dan Madura.

Nah kemudian, kalau memang disaat itu , yaitu dari pada tanggal 25 Maret 1947 ada pengangkatan Gubernur Militer di daerah Militer Aceh oleh Soekarno bisa diterima, hanya ada tidak fakta dan buktinya bahwa Soekarno datang ke Aceh antara tanggal 25 Maret 1947 - sampai tanggal 17 Januari 1948? (Mengapa sampai tangal 17 januari 1948 ? Karena pada tanggal 17 januari 1948 diadakan Perjanjian Renville. Ini nanti saya ceritakan)

Memang Soekarno datang ke Aceh setelah dilakukan Perjanjian Linggajati 25 Maret 1947 itu, dan berjumpa dengan Teungku Muhammad Daud Beureueh dan pernah berjanji dan berikrar yaitu "Sebagai seorang Islam, saya berjanji dan berikrar bahwa saya sebagai seorang presiden akan menjadikan Republik Indonesia yang merdeka sebagai negara Islam dimana hukum dan pemerintahan Islam terlaksana. Saya mohon kepada kakak, demi untuk Islam, demi untuk bangsa kita seluruhnya, marilah kita kerahkan seluruh kekuatan kita untuk mempertahankan kemerdekaan ini" (S.S. Djuangga Batubara, Teungku Tjhik Muhammad Dawud di Beureueh Mujahid Teragung di Nusantara, Gerakan Perjuangan & Pembebasan Republik Islam Federasi Sumatera Medan, cetakan pertama, 1987, hal. 76-77)

Nah sampai disini, saya tidak tahu apakah Soekarno terus melantik Teungku Muhammad Daud sebagai Gubernur militer di Daerah Militer Aceh atau tidak. Jadi disini tidak ada cerita yang pasti.

Kemudian, Soekarno pernah juga datang lagi ke Aceh tetapi setelah diadakan perjanjian Renville 17 Januari 1948. Seperti diceritakan dalam cerita: "Dalam sebuah rapat akbar di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, tanggal 17 Juni 1948, Soekarno menyatakan hal itu. "Kedatangan saya ke Aceh ini spesial untuk bertemu dengan rakyat Aceh, dan saya mengharapkan partisipasi yang sangat besar dari rakyat Aceh untuk menyelamatkan Republik Indonesia ini," begitu katanya memohon kesediaan rakyat Aceh untuk terus membantu Indonesia. Di Blang Padang ini pula ia kemudian berujar tentang kontribusi Aceh sebagai daerah modal terhadap tegak-berdirinya Indonesia. "Daerah Aceh adalah menjadi Daerah Modal bagi Republik Indonesia, dan melalui perjuangan rakyat Aceh seluruh wilayah Republik Indonesia dapat direbut kembali," ungkap Soekarno jujur." (kutipan Kolonel Laut Ditya Soedarsono dari buku Perekat Hati yang Tercabik).
Pada tanggal 17 Juni 1948 itu adalah setelah diadakan Perjanjian Renville 17 Januari 1948.

Dimana dalam Perjanjian Renville ini yang sebagian isinya menyangkut gencatan senjata disepanjang garis Van Mook dan pembentukan daerah-daerah kosong militer. Dimana secara de jure dan de facto kekuasaan RI hanya sekitar daerah Yogyakarta saja. Perjanjian Renville ini ditandatangani oleh Perdana Mentri Mr. Amir Sjarifuddin dari Kabinet Amir Sjarifuddin, yang disaksikan oleh H.A. Salim, Dr.Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.155,163)

Nah sekarang, apa yang terjadi setelah perjanjian Renville ditandatangani pada 17 Januari 1948.? Ternyata wilayah kekuasaan secara de-facto dan de-jure Negara RI adalah di Yogyakarta dan daerah sekitarnya.

Jadi, akibat dari ditandatangani Perjanjian Renville inilah kekuasaan wilayah RI hanya di Yogya dan daerah sekitarnya, sehingga daerah wilayah Negeri Aceh menjadi berada diluar wilayah kekuasaan de-facto Negara RI Soekarno.

Kemudian, kita hubungkan seandainya ketika Soekarno itu datang berkunjung ke Aceh pada tanggal 17 Juni 1948, itu secara de-facto dan de-jure antara Negara RI Soekarno dengan Negeri Aceh sudah tidak punya hubungan struktur pemerintahan. Sehingga tidak mungkin secara hukum Soekarno mengangkat Teungku Muhammad Daud Beureueh sebagai Gubernur Militer di Negeri Daerah Militer Aceh.

Karena Negara RI secara de-facto dan de-jure wilayahnya tidak lagi melingkupi wilayah Negeri Aceh, maka Negeri Aceh adalah Negeri Aceh yang secara de-jure dan de-facto berdiri sendiri.

Seterusnya, menurut cerita tersebut Soekarno datang ke Aceh pada saat itu untuk meminta bantuan dan pertolongan dari rakyat Aceh, karena Negara RI sudah digencet dan terkurung di Yogyakarta dan daerah sekitarnya.

Nah sampai disini, jelaslah sudah, siapa yang mengangkat Teungku Muhammad Daud Beureueh menjadi Gubernur Militer di Daerah Militer wilayah Aceh, langkat dan tanah karo ?.Yang jelas bukan Soekarno yang datang setelah perjanjian Renville 17 Januari 1948.

Kemudian, kalau kembali lagi ke sebelum Perjanjian Renville, yaitu ke masa Perjanjian Linggajati, adalah tidak mungking mengangkat Gubernur Militer Teungku Muhammad Daud Beureueh di Daerah Militer Aceh, karena Gubernur untuk Propinsi Sumatera masih wujud yaitu Teuku Mohammad Hassan.

Seandainya daerah Aceh dijadikan daerah militer, kemudian siapa yang membuat keputusan menjadikan daerah Aceh menjadi daerah militer ?. Disini tidak ada sejarahnya.

Jadi, mengenai cerita pengangkatan Gubernur Militer Teungku Muhammad Daud Beureueh ini memang dibesar-besarkan oleh pihak Negara RI, tetapi fakta dan bukti, dasar hukum dan sejarahnya tidak ada.

Jadi, itu hanya sekedar cerita-cerita tambahan agar Negeri Aceh bisa diklaim masuk kedalam wilayah Negara RI-Jawa-Yoga atau Negara RI 17 Agustus 1945.

Nah kemudian kalau ada yang menghubungkan pengangkatan Gubernur Militer Teungku Muhammad Daud Beureueh dengan Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948.

Mari kupas apa sebenarnya itu yang dinamakan dengan Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948?

Dibawah ini saya akan kupas kembali, karena sebenarnya masalah ini telah dikupas beberapa minggu yang lalu, yang diawali dengan Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948.

Apa itu Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 ?

Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 tentang Mulai Bekerjanya Pemerintahan Militer keluarkan oleh Kolonel A.H. Nasution ketika di Jawa, Panglima Tentara dan Territorium Jawa, pada tanggal 22 Desember 1948 mengumumkan berdirinya pemerintahan militer untuk Jawa.

Dalam pada itu di bidang militer, dengan bermodalkan pengalaman yang diperoleh selama menghadapi agresi militer pertama dan perjuangan bersenjata sebelumnya, telah disiapkan konsep baru di bidang pertahanan. Konsepsi tersebut dituangkan dalam Pemerintah Siasat No.1 Tahun 1948 yang pokok isinya adalah:

1. Tidak melakukan pertahanan yang linier.
2. Memperlambat setiap majunya serbuan musuh dan pengungsian total, serta bumi-hangus total.
3. Membentuk kantong-kantong di tiap onderdistrik yang mempunyai kompleks di beberapa pegunungan.
4. Pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal menyusup ke belakang garis musuh (wingate) dan membentuk kantong-kantong sehingga seluruh pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang luas. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.192-193)

itulah, Teuku Mirza yang dinamakan Pemerintah Siasat No.1 Tahun 1948, bersama isi dari Instruksi Kolonel A.H. Nasution.

Nah sekarang, kalau dilihat, dibaca, dipikirkan, dipahami dan dianalisa lebih dalam maka dengan menggunakan alasan Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 tentang Mulai Bekerjanya Pemerintahan Militer untuk mempertahankan Negeri Aceh masuk NKRI telah timbul dua masalah besar yang telah dilanggar secara hukum dan secara kemiliteran.

PERTAMA

Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 tentang Mulai Bekerjanya Pemerintahan Militer yang keluarkan oleh Kolonel A.H. Nasution ketika di Jawa, Panglima Tentara dan Territorium Jawa, pada tanggal 22 Desember 1948 kalau diterapkan untuk seluruh Indonesia, jelas satu pelanggaran dasar hukum Perjanjian Renville pada tanggal 17 Januari 1948 yang sebagian isinya mengakui secara de facto kekuasaan RI hanya sekitar daerah Yogyakarta saja dan ditandatangani oleh Perdana Mentri Mr. Amir Sjarifuddin dari Kabinet Amir Sjarifuddin, yang disaksikan oleh H.A. Salim, Dr.Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.155,163)

Disamping, itu Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 tentang Mulai Bekerjanya Pemerintahan Militer yang keluarkan oleh Kolonel A.H. Nasution ketika di Jawa, Panglima Tentara dan Territorium Jawa, pada tanggal 22 Desember 1948 adalah diterapkan di Jawa.

Teuku Mirza, itu Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 tentang Mulai Bekerjanya Pemerintahan Militer yang keluarkan oleh Kolonel A.H. Nasution ketika di Jawa, Panglima Tentara dan Territorium Jawa, pada tanggal 22 Desember 1948 mengumumkan berdirinya pemerintahan militer untuk Jawa.

Sebagaimana yang tercantum dalam sebagian isinya yaitu "4. Pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal menyusup ke belakang garis musuh (wingate) dan membentuk kantong-kantong sehingga seluruh pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang luas." (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.192-193)

Diluar itu juga bahwa secara de-facto dan de-jure Pemerintah RI dari sejak 19 Desember 1948 telah hilang dan lenyap dari Yogyakarta dan daerah sekitarnya karena TNI tidak mampu menghadapi pasukan Beel, dimana Yogyakarta jatuh ke pasukan Beel, dan Soekarno dan Mohammad Hatta ditawan dan diasingkan ke Bangka.

Dan yang timbul adalah Pemerintah Darurat Republik Indonesia yang dibentuk oleh Mr. Sjafruddin Prawiranegara berdasarkan dasar hukum mandat yang dibuat dalam Sidang Kabinet RI yang masih sempat diajalankan sebelum Negara RI lenyap, dan sempat dikirimkan melalui radiogram kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara yang waktu itu berada di Sumatera.

KEDUA

Kalaupun Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 tentang Mulai Bekerjanya Pemerintahan Militer yang keluarkan oleh Kolonel A.H. Nasution ketika di Jawa, Panglima Tentara dan Territorium Jawa, pada tanggal 22 Desember 1948 dan yang diberlakukan untuk di Jawa dipaksakan untuk dipakai di luar daerah kekuasaan de-facto Negara RI di Yogyakarta (waktu itu Yogyakarta sudah dikuasi pasukan Beel) dipakai sebagai dasar hukum pengangkatan Mayor Jenderal Teungku Muhammad Daud Beureueh sebagai Gubernur Jenderal Daerah Militer Negeri Aceh, jelas itu telah melanggar hukum yang berlaku dalam pengeluaran instruksi dalam tubuh TNI. Mengapa ?

Karena yang mengeluarkan Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 tentang Mulai Bekerjanya Pemerintahan Militer adalah Panglima Tentara dan Territorium Jawa Kolonel A.H. Nasution, bukan Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman yang dilantik oleh Presiden RI Soekarno pada tanggal 28 Juni 1947 di Yogyakarta.(30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal. 143).

Secara tingkatan kekuatan dasar hukum yang berlaku dan dipakai baik dalam TNI atau Pemerintah RI adalah tingkatan dasar hukum yang berada diatasnya yang bisa dipakai.

Nah,disini jelas, karena Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 tentang Mulai Bekerjanya Pemerintahan Militer bukan dikeluarkan oleh Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman yang dilantik oleh Presiden RI Soekarno pada tanggal 28 Juni 1947 di Yogyakarta, maka ditinjau dari kekuatan dasar hukumnya, Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 tentang Mulai Bekerjanya Pemerintahan Militer tidak kuat dan tidak sah dipakai untuk pengangkatan Mayor Jenderal Teungku Muhammad Daud Beureueh sebagai Gubernur Jenderal Daerah Militer Negeri Aceh.

Jadi kesimpulan dari kedua point diatas adalah Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 tentang Mulai Bekerjanya Pemerintahan Militer yang keluarkan oleh Kolonel A.H. Nasution ketika di Jawa, Panglima Tentara dan Territorium Jawa, pada tanggal 22 Desember 1948 kalau diterapkan untuk seluruh Indonesia, jelas satu pelanggaran dasar hukum Perjanjian Renville pada tanggal 17 Januari 1948. Dan kalau juga dipaksanakan untuk dipakai sebagai dasar hukum pengangkatan Mayor Jenderal Teungku Muhammad Daud Beureueh sebagai Gubernur Jenderal Daerah Militer Negeri Aceh, maka jelas ditinjau dari kekuatan dasar hukumnya, Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 tentang Mulai Bekerjanya Pemerintahan Militer tidak kuat dan tidak sah dipakai untuk pengangkatan Mayor Jenderal Teungku Muhammad Daud Beureueh sebagai Gubernur Jenderal Daerah Militer Negeri Aceh.

Jadi, Teuku Mirza, sampai dunia kiamat-pun, Teuku Mirza tidak akan menemukan alasan yang memiliki fakta dan bukti, dasar hukum dan sejarah mengenai Negeri Aceh yang masuk kedalam Negara RI-Jawa-Yogya secara legal dan diterima oleh seluruh rakyat Aceh dan pimpinan rakyat Aceh.

Jadi, Negeri Aceh adalah bebas merdeka dari pengaruh kekuasaan Negara RI-Jawa-Yogya dan RIS sampai dengan tanggal 14 Agustus 1950.

Kemudian Teuku Mirza mengatakan: "Kemudian Imah, Hasan Tiro itu tau persis gerakannya tak akan berhasil. Tau dia, tau pasti di akan ada di Aceh berjuang bersama-sama. Dia tau persis dulu DI/TII saja gagal total padahal TNI harus menghadapi pemberontakan dimana-mana, dan menghadapi agresi Belanda atas Irian Barat, pengkhianatan PKI dan juga dalam kondisi ekonomi Indonesia yang sangat buruk"

Eh, Teuku Mirza, mengapa berani mengatakan bahwa Hasan Tiro itu tau persis gerakannya tak akan berhasil. Tau dia tau pasti, di akan ada di Aceh berjuang bersama-sama. Dia tau persis dulu DI/TII saja gagal total padahal TNI harus menghadapi pemberontakan dimana-mana.

Teungku Muhammad Daud Beureueh tidak menyerah, Teuku Mirza, walaupun saya bukan orang Aceh, saya belajar dan mengerti benar bahwa perjuangan Teungku Muhammad daud Beureueh yang dimulai dengan proklamasi NII pada 20 September 1953, diteruskan dengan mendirikan Republik Persatuan Indonesia (RPI) yang berbentuk federasi pada tanggal 8 Februari 1960. Dimana NII, PRRI dan Permesta menjadi anggota Negara Bagian RPI. Kemudian pada tanggal 15 Agustus 1961 Teungku Muhammad Daud Beureueh mendeklarkan bahwa NII yang sebelumnya menjadi anggota Federasi Negara Republik Persatuan Indonesia memisahkan diri dan menjadi Republik Islam Aceh yang berdiri sendiri. Selanjutnya pada tahun 1978 Teungku Muhammad Daud Beureueh ditangkap oleh Jenderal Soeharto dan diasingkan ke Jakarta, tempat tinggal Teuku Mirza sekarang.

Jadi, Teuku Mirza perjuangan Teungku Muhammad Daud Beureueh tidak gagal, melainkan dilanjutkan oleh Teuku Hasan Muhammad di Tiro dengan memproklamasikan Negara Aceh pada 4 Desember 1976 bebas dari pengaruh kekuasaan nefgara asing Jakarta atau Negara Pancasila atau NKRI atau Negara RI-Jawa-Yogya berwajah baru.

Kemudian Teuku Mirza mengatakan: "menghadapi agresi Belanda atas Irian Barat".
Itu pernyataan Teuku Mirza salah besar, bukan Belanda yang melakukan Agresi ke dalam Irian barat, melainkan Soekarno dengan Negara RI-Jawa-Yogya-nya.

Mari kita kupas bersama-sama.

Memang ada kesamaan antara rakyat Aceh dengan rakyat Papua ini yaitu, mereka sama-sama negerinya sedang diduduki oleh pihak Soekarno Cs dan diteruskan oleh para penerus Soekarno sampai detik ini.

Seperti yang telah saya tulis kurang lebih tujuh bulan yang lalu tentang Papua yang dicaplok Soekarno cs ini. Dimana sekarang dalam tulisan ini saya mengambil sebagian besar informasi dari tulisan tentang Papua Barat yang telah saya tulis sebelum ini.

Saya memahami dan mengerti bagaimana rakyat Papua yang negerinya telah disantap dan dicaplok Soekarno cs dengan melalui jalan kekerasan senjata dengan dentuman-dentuman senjata yang dilepaskan oleh pihak TNI yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Soeharto sebagai Panglima Komando Mandala Pembebasan Irian Barat atas perintah Presiden Soekarno untuk memenuhi ambisi dan kebijaksanaan politik dan keamanan agresinya menjelmakan mimpinya guna menyatukan seluruh Negara/Daerah yang masih belum bisa dimasukkan kedalam tubuh Negara RI-Jawa-Yogya jelmaan dari NKRI yang dibangun dari puing-puing Negara/Daerah bagian RIS pada 15 Agustus 1950.

Dasar inilah yang menurut saya mengapa rakyat Papua sampai detik ini terus bangkit menuntut keadilan dengan menuntut penentuan nasib mereka sendiri untuk bebas merdeka dari pengaruh kekuasaan Negara RI-Jawa-Yogya.

Taktik dan strategi Soekarno dalam merebut dan menduduki Papua jauh berbeda dengan cara mencaplok Negeri Aceh. Pencaplokan Negeri Papua mengerahkan dengan puluhan ribu serdadu TNI baik itu Angkatan Laut, Angkatan Darat, Angkatan Udara dibawah pimpinan Mayor Jenderal Soeharto.

Setelah melahap 15 Negara/Daerah bagian RIS, Soekarno Cs menyiapkan satu delegasi RI-Jawa-Yogya untuk mengiktui Sidang Umum PBB pada tanggal 27 September 1950 guna mendaftarkan Negara RI-Jawa-Yoga menjadi anggota PBB, yang dipimpin oleh Ketua delegasi Mr. Moh.Roem, didampingi oleh Wakil Ketua L.N. Palar, dengan disertai para anggota delegasi Dr. Darmasetiawan, Mr. Soedjono, Mr.Tambunan, Mr.Soemanang, dan Prawoto.

Dengan gelar Indonesia is a peace-loving State yang diberikan oleh Dewan Keamanan PBB melalui Resolusi DK PBB No. 86 tahun 1950 pada 26 September 1950 yang memberikan rekomendasi kepada SU PBB untuk diterima menjadi anggota PBB ke-60.

Ternyata setelah Negara RI-Jawa-Yogya resmi menjadi anggota PBB yang ke-60, gelar a peace-loving State yang diberikan oleh Dewan Keamanan PBB luntur dan menghilang dari tubuh Negara RI-Jawa-Yogya, dikarenakan ambisi dan politik agresi Soekarno untuk mencaplok Daerah-daerah yang masih berada di luar tubuh NKRI atau Negara RI-Jawa-Yogya.

Dimana salah satu Negeri yang akan dicaplok Soekarno cs ini adalah Negeri Papua yang pada waktu itu dinamakan Irian Barat.

Soekarno tidak mau Negeri Irian Barat jatuh ketangan bangsa Irian, tetapi harus masuk kedalam wilayah kekuasaan Negara RI-Jawa-Yogya.

Dalam usaha mencaplok Negeri Papua Barat ini Soekarno menyusun strategi dengan cara memasukkan program perebutan dan pendudukan Irian Barat disetiap Kabinet yang dibentuknya, yang dimulai dalam Kabinet Natsir 7 September 1950, kemudian diteruskan dalam Kabinet Soekiman bulan April 1951, lalu dilanjutkan dalam Kabinet Wilopo 3 April 1952, kemudian dalam Kabinet Ali-Wongso 1 Agustus 1953, setelah itu diteruskan dalam Kabinet Burhanuddin Harahap 12 Agustus 1955, dan juga dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo 24 Maret 1956.

Dimasa Kabinet Ali Sastroamidjojo atau sering disebut Kabinet Ali II, Soekarno membatalkan secara sepihak perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tanggal 3 Mei 1956, dimana pembatalan perjanjian KMB secara sepihak ini dilakukan dengan Undang undang No.13 Tahun 1956.

Dimana Perjanjian KMB ini dlaksanakan pada tanggal 23 Agustus 1949 di Ridderzaal, Den Haag, Belanda, 13 bulan sebelum RIS diakui kedaulatan oleh Ratu Juliana, Belanda yang ditandatangani pada 2 November 1949 dengan hasil utamanya adalah Belanda akan menyerahkan kedaulatan RIS pada akhir bulan Desember 1949. Mengenai Irian barat penyelesaiannya ditunda selama satu tahun. Pembubaran KNIL dan pemasukan bekas anggota KNIL ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS), adanya satu misi militer Belanda di Indonesia, untuk membantu melatih APRIS dan pemulangan anggota KL dan KM ke Negeri Belanda.

Nah sekarang, mulai Soekarno menjalankan taktik dasn strategi pencaplok Irian Barat atau Papua Barat. Sebagaimana yang telah diprogramkan dalam Kabinet Ali II ini, langkah pertama yang dijalankan Soekarno adalah membentuk provinsi Irian Barat diatas kertas dengan wilayah daerah Irian Barat dan daerah Tidore, Oba, Weda, Patani, serta Wasile di Maluku Utara dengan Ibu Kotanya dipilih Soa Siu, pada tanggal 17 Agustus 1956. Kemudian, untuk menjadi Gubernurnya diangkat Sultan Tidore, Zainal Abidin Syah, pada tanggal 23 September 1956.

Disini kelihatan, bagaimana Soekarno membangun Papua Barat diatas kertas lengkap daerah dan aparat pemerintahnya, padahal secara de-facto Negeri Papua Barat menurut perjanjian KMB masih berada dibawah kekuasaan Kerajaan Belanda, tetapi Soekarno dengan cara pembatalan sepihak langsung saja mengklaim bahwa Negeri Papua Barat atau Irian barat ini telah menjadi wilayah kekuasaan Negara RI-Jawa-Yogya.

Langkah Sokearno selanjutnya adalah ketika Kabinet Ali II dibawah Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo mengembalikan mandatnya kepada Soekarno pada tanggal 14 Maret 1957, langsung Soekarno satu setengah jam setelah menerima pengembalian mandat dari Kabinet Ali II menyatakan negara dalam keadaan darurat perang, dan pada tanggal 17 Desember 1957 keadaan darurat perang ditingkatkan menjadi keadaan bahaya tingkat keadaan perang

Nah, dalam keadaan bahaya tingkat keadaan perang untuk seluruh wilayah yang dikuasai Negara RI-Jawa-Yogya inilah Soekarno membangkitkan gerakan pencaplokan Irian Barat yang diadakan pada tanggal 18 November 1957 di Jakarta.

Dalam gerakan pembebasan Irian Barat ini dilakukan mogok total buruh di seluruh perusahaan-perusahaan milik Belanda. Penerbangan KLM dilarang mendarat dan terbang idatas wilayah Negara RI-Jawa-Yogya. Pengambilalihan modal-modal perusahaan dan milik Belanda di Indonesia, seperti Nederlandsche Handel Maatschappij N.V. (sekarang menjadi Bank Dagang Negara) bulan Desember 1957. Pengambilalihan bank Escompto milik Belanda di Jakarta pada tanggal 9 Desember 1957. Pengambilalihan Perusahaan Philips dan KLM di Jakarta pada bulan Desember 1957. Pengambilalihan percetakan De Unie di Jakarta pada bulan Desember 1957. Agar supaya bisa dianggap legal pengambilalihan modal perusahaan-perusahaan Belanda, maka Soekarno membuat dasar hukumnya yang dinamakan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1958

Itulah kerja perampasan modal milik perusahaan dan bank-bank Belanda yang dipelopori oleh Soekarno Cs yang diberi nama pengambilalihan modal perusahaan-perusahaan Belanda dengan menggunakan senjata PP nomor 23 Tahun 1958 menjadi milik Negara RI-Jawa-Yogya.

Soekarno tidak hanya sampai disitu saja, melainkan pada tanggal 10 Februari 1958 membentuk Front Nasional Pencaplokan Irian barat yang lebih populer dinamakan Front Nasional Pembebasan Irian Barat.

Seterusnya, karena dalam sidang Konstituante hasil pemilu pertama tidak berhasil menelorkan UUD, maka setelah diadakan pemungutan suara tiga babak, tanggal 30 Mei, 1 dan 2 Juni 1959, kembali ke UUD 1945 atau memilih UUD berdasar Islam, ternyata hasil pemungutan yang babak ketiga hasilnya yang setuju kembali ke UUD 1945 sebanyak 264 anggota sedangkan 204 anggota menghendaki UUD berdasar Islam.

Ternyata jalan keluar yang diambil oleh Soekarno dari kegagalan pemungutan suara dalam sidang Konstituante adalah dengan cara mengeluarkan Surat Keputusan Presiden tentang keadaan bahaya tingkat keadaan perang 17 Desember 1957 dan pentungan Kabinet darurat Ekstraparlementer yang keropos, dengan disetujui oleh seluruh anggota TNI dan pembenaran dari Mahkamah Agung, Soekarno di Istana Merdeka pada tanggal 5 Juli 1959 membacakan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menetapkan pembubaran Konstituante. Menetapkan Undang Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah-darah Indonesia, terhitung mulai hari tanggal penetapan Dekrit ini dan tidak berlakunya lagi Undang Undang Dasar Sementara. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, yang terdiri atas Anggota anggota DPR ditambah dengan utusan dari Daerah daerah dan Golongan golongan serta pembentukan Dewan
Pertimbangan Agung Sementara akan diselenggarakan dalam waktu yang sesingkat singkatnya. Ditetapkan di Jakarta, pada tanggal 5 Juli 1959.

Tentu saja, dengan telah kembali ke UUD 1945, Soekarno dengan gencar membubarkan Kabinet Djuanda yang dibentuk sebelum dekrit 5 Juli 1959, diganti oleh dirinya sendiri sebagai Perdana Menteri dan Djuanda ditunjuk sebagai menteri Pertama. Kabinet baru yang diberi nama Kabinet Kerja ini dilantik pada tanggal 10 Juli 1959 dengan triprogramnya, 1. Sandang pangan. 2. Keamanan dan 3. Pencaplokan Irian Barat.

Karena Front Nasional Pencaplokan Irian barat yang lebih populer dinamakan Front Nasional Pembebasan Irian Barat yang dibentuk pada tanggal 10 Februari 1958 dianggap kurang memadai, maka Soekarno mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1959 pada tanggal 31 Dsember 1959 untuk digunakan membentuk Front Nasional.

Dimana tujuan dari Front Nasional ini adalah, 1. Menyelesaikan revolusi nasional Indonesia, 2. Melaksanakan pembangunan semesta nasional dan 3. Mencaplok Irian Barat kedalam Negara RI-Jawa-Yogya.

Setahun kemudian pada tanggal 19 Desember 1961 Soekarno menjalan taktik dan strategi pencaplokan Irian barat dengan propaganda yang disampaikan dihadapan rapat umum di Yogyakarta yang berisikan 3 sasaran, 1. Mencaplok Irian Barat yang dianggap sebagai boneka Papua buatan Belanda. 2. Bendera Negara RI-Jawa-Yogya harus dikibarkan diwilayah jajahan H.J. van Mook yang dianggap sebagai daerah wilayah kekuasaan Negara RI-Jawa-Yogya. 3.
Menyiapkan mobilisasi umum mempertahankan Negara RI-Jawa-Yogya yang akan mencaplok Irian Barat. Dalam usaha pencaplokan Irian Barat ini, Soekarno mengangkat Mayor Jenderal Soeharto sebagai Panglima Komando Mandala Pembebasan Irian Barat pada tanggal 2 Januari 1962.

Sedangkan digelanggang diplomasi di PBB yang dipimpin oleh Pd. Sek Jen PBB U.Thant pada tanggal 15 Agustus 1962 telah ditandatangani persetujuan New York, dari pihak Belanda diwakili oleh Dr J Van Roywen dan CW Schmurmann dan dari pihak Negara RI-Jawa-Yogya diwakili oleh Dr Subandrio.

Dimana Persetujuan New York ini berisikan:

1.Setelah pengesahan persetujuan antara Indonesia dan Belanda, selambat-lambatnya pada tanggal 1 Oktober 1962 Penguasa/Pemerintah Sementara PBB (United Nations Temporary Executive Authority-UNTEA) akan tiba di Irian Barat untuk melakukan serah terima pemerintahan dari tangan Belanda. Sejak itu bendera Belanda diturunkan dan diganti dengan bendera PBB.
2.Pemerintah Sementara PBB akan memakai tenaga-tenaga Indonesia baik sipil maupun alat-alat keamanan, bersama-sama dengan alat-alat keamanan putra-putra Irian Barat sendiri dan sisa-sisa pegawai Belanda yang masih diperlukan.
3.Pasukan-pasukan Indonesia yang sudah ada di Irian Barat tetap tinggal di Irian Barat, tetapi berstatus dibawah kekuasaan Pemerintah Sementara PBB.
4.Angkatan Perang Belanda secara berangsur-angsur dikembalikan. Yang belum pulang ditempatkan dibawah pengawasan PBB dan tidak boleh dipakai untuk operasi-operasi militer.
5.Antara Irian Barat dan daerah Indonesia lainnya berlaku lalu lintas bebas
6.Pada tanggal 31 Desember 1962 bendera Indonesia mulai berkibar disamping bendera PBB.
7.Pemulangan anggota-anggota sipil dan militer Belanda sudah harus selesai pada tanggal 1 Mei 1963 dan selambat-lambatnya pada tangal 1 Mei 1963 Pemerintah RI secara resmi menerima pemerintahan di Irian Barat dari Pemerintahan Sementara PBB.

Sebagai bagian dari persetujuan New York tersebut dicantumkan bahwa Indonesia menerima kewajiban untuk mengadakan "Penentuan Pendapat Rakyat" (Ascertainment of the wishes of the people) di Irian Barat sebelum akhir tahun 1969 dengan ketentuan bahwa kedua belah pihak, Indonesia dan Belanda akan menerima keputusan hasil penentuan pendapat rakyat Irian Barat tersebut.

Untuk menjamin keamanan di wilayah Irian Barat dibentuk suatu pasukan PBB yang disebut United Nations Security Forces (UNSF) dibawah pimpinan Brig Jen Said Uddin Khan dari Pakistan. (30 tahun Indonesia merdeka, 1950-1964, Sekretariat NRI, 1986).

Nah disinilah bisa dilihat bagaimana Soekarno Cs mencaplok Irian Barat yang sebenarnya milik dan hak rakyat Irian barat. Tentu saja sesuai dengan persetujuan New York, pada tanggal 1 Mei 1963 pihak Penguasa/Pemerintah Sementara PBB (United Nations Temporary Executive Authority-UNTEA) menyerahkan pemerintahan Irian barat kepada pihak Pemerintah Negara RI-Jawa-Yogya dibawah agresor Soekarno.

Hanya masih ada satu lagi isi persetujuan New York yang belum dijalankan yaitu, "Penentuan Pendapat Rakyat" (Ascertainment of the wishes of the people) di Irian Barat sebelum akhir tahun 1969 dengan ketentuan bahwa kedua belah pihak, Indonesia dan Belanda akan menerima keputusan hasil penentuan pendapat rakyat Irian Barat tersebut.

Hanya sekali lagi dengan kelicikan dan keluwesan dalam menjalan taktik dan strategi tipu untuk mencaplok Irian Barat ini, Soekarno dari mulai tanggal 24 Maret 1969 sampai tanggal 14 Juli 1969 telah mengadakan apa yang dinamakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) atau act of free choice.

Tetapi apa yang dinamakan act of free choice dalam kenyataannya hanyalah merupakan penentuan pendapat sebagian kecil rakyat Irian Barat saja. Coba saja perhatikan dimulai pada tanggal 24 Maret 1969, yang merupakan tahap pertama, dilakukan konsultasi dengan Dewan-dewan Kabupaten di Jayapura mengenai tatacara penyelenggaraan Pepera. Seterusnya dilaksanakan tahap kedua, yaitu pemilihan anggota Dewan Musyawarah Pepera yang berakhir pada bulan Juni 1969 dengan dipilihnya 1026 anggota dari delapan kabupaten, yang terdiri dari 983 pria dan 43 wanita.

Selanjutnya dimulai Pepera pada tanggal 14 Juli 1969 di Merauke yang dilaksanakan di kabupaten demi kabupaten dan berakhir pada tanggal 4 Agustus 1969 di Jayapura.

Nah ternyata yang memilih masuk ke Negara RI-Jawa-Yogya atau berdiri sendiri adalah bukan seluruh rakyat sebegaimana yang disebut dengan nama Penentuan Pendapat Rakyat, melainkan justru para anggota Dewan Musyawarah Pepera itu sendiri yang banyaknya 1026 anggota.

Tentu saja anggota Dewan Musyawarah Pepera itu dengan mudah dimanipulasi oleh Soekarno Cs untuk memihak dan masuk kedalah wilayah gua Negara RI-Jawa-Yogya. Sehingga para anggota Dewan Musyawarah Pepera itu setuju saja masuk dan menjadi bagian dari wilayah gua Negara RI-Jawa-Yogya.

Inilah yang justru menjadi kepincangan dalam menjalankan Pepera di Irian Barat ini, yang sebenarnya bukan namanya Pepera, melainkan Pepesoe, artinya Penentuan Pendapat Soekarno.

Walaupun pelaksanaan Pepera ini dihadiri oleh para Duta Besar, diantaranya Duta Besar Australia dan Duta Besar Belanda di Jayapura dan disaksikan oleh utusan Sekretaris Jenderal PBB Duta Besar Ortis Sanz, tetapi karena caranya yang tidak mencerminkan suara seluruh rakyat Irian Barat, maka tetap saja hasilnya adalah sangat pincang dan tidak sempurna.

Dengan hasil tipu muslihat Soekarno yang bernama Pepera atau istilah lainnya Pepesoe, Duta Besar Ortis Sanz melapor ke Sidang Umum ke-24 PBB dan tentu saja, hasilnya sudah bisa ditebak bahwa itu yang namanya Pepera ala Soekarno disetujui oleh sidang Umum ke-24 PBB.

Tentu saja, bagi sebagian besar rakyat Irian Barat hasil Pepera itu tidak memuaskan, dan buktinya tuntutan untuk menentukan nasib sendiri terus makin bergemuruh di seluruh wilayah Irian Barat sampai detik ini.

Inilah akibat tipu daya dan penipuan dari pihak Soekarno yang berambisi untuk mencaplok semua Negara dan Daerah yang ada diwilayah Nusantara agar masuk kedalam Negara RI-Jawa-Yogya.
Dan inilah yang saya namakan bom waktu NKRI yang cepat atau lambat akan meledak dengan dahsyatnya.

Nah, Teuku Mirza, jadi yang mencaplok Papua adalah Soekarno bukan Belanda. Jangan memutar bail fakta dan bukti, dasar hukum dan sejarah tentang pencaplokan Papua ini, Teuku Mirza.

Seterusnya Teuku Mirza mengatakan:

"Jadi Asal Anda tau Imah, terbentuknya negara kesatuan ini adalah kehendak Allah. Kami sebagai warga negara wajib mensyukuri karunia kesatuan dan kebersatuan ini Kalo Allah menghendaki tak satupun manusia mampu untuk merubahnya apalagi seorang antek yahudi bernama Hasan Tiro. Pembunuhan yang terjadi di Aceh itu karena GAM, kalo tidak ada GAM tidak ada pembunuhan di Aceh dan tidak ada pengerahan TNI ke bumi Aceh. Anda tidak boleh meratap atas terbunuhnya orang-orang GAM, karena mereka adalah pelaku makar, mereka juga kombatan sebagaimana TNI, kalo tidak dibunuh ya terbunuh yang Anda harus sayangkan justru terbunuhnya penduduk sipil yang tidak ada urusannya dengan kemerdekaan model GAM justru bagian terbesar dari terbunuhnya penduduk sipil justru karena tangan-tangan GAM. Apa Anda akan membantah atas pembunuhan atas Dayan Daod, T Johan dan Safwan Idries ? apa bukan itu bukan perintah pembunuhan langsung dari Swedia. Dan Isue apa yang dihembuskan GAM atas pembunuhan atas Teungku Safwan Idries, Issuenya seakan-akan akibat perebutan posisi Gubernur NAD....Betapa busuknya fitnah yang kalian lontarkan. Apa Kau Tau GAM dalam minta (memeras) duit tak pernah pandang bulu ? Duit untuk bangun dayah atau pesantren juga dimintai perilaku apa yang begitu kalo bukan perilaku Komunis ! Jadi yang Kurang Ajar Siapa Imah ? Kalo GAM dan koruptor tidak ada di Aceh Saya berani Jamin, Aceh adalah salah satu negeri termakmur di Nusantara ini.Sungguh disayangkan sebagian penduduk Aceh yang terbujuk GAM adalah akibat pemimpinnya yang korup."

Eh, Teuku Mirza jangan banyak buka mulut, Negara Kesatuan itu hasil penelanan Soekarno dengan Negara RI-Jawa-Yogyanya ketika menjadi Negara Bagian RIS. Itu yang namanya NKRI adalah hasil peleburan 16 Negara dan daerah Bagian RIS pada tanggal 15 Agustus 1950. Itulah hasil pencaplokan Soekarno dengan Negara RI-Jawa-Yogyanya, Teuku Mirza. NKRI itu yang mau diklaim sebagai kehendak Allah ? Darimana Teuku Mirza bahwa NKRI itu kehendak Allah, itu adalah hasil kerja busuk Soekarno, Teuku Mirza, makanya sekarang akibatnya amburadul di NKRI ini.

Kemudian mana fakta dan bukti, dasar hukum dan sejarahnya bahwa Teungku Hasan Muhammad di Tiro antek Yahudi ?

Jangan banyak bicara Teuku Mirza, saya sudah menjawab mengenai Istri Teungku Hasan Muhammad di Tiro dalam tulisan sebelum ini. Apakah belum membacanya ? nanti saya akan kirimkan lagi kepada Teuku Mirza.

Eh, Teuku Mirza siapa yang memulai mengobarkan perang di Negeri Aceh ?

Itu yang memulai mengobarkan perang adalah Presiden Megawati, Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, KASAD Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu, Menlu Noer Hassan Wirajuda, Ketua DPR Akbar Tandjung, Ketua MPR Amien Rais, Ketua Komisi I DPR Ibrahim Ambong secara sepihak telah mengagalkan perundingan Joint Council Meeting (JCM) atau Pertemuan Dewan Bersama di Tokyo pada tanggal 17-18 Mei 2003 diganti dengan penerapan dasar hukum Keputusan Presiden RI nomor 28 tahun 2003 tentang pernyataan keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dikeluarkan pada tanggal 18 Mei 2003 dan diberlakukan pada tanggal 19 Mei 2003 yang telah ditetapkan beberapa hari sebelum perundingan Joint Council Meeting (JCM) atau Pertemuan Dewan Bersama di Tokyo pada tanggal 17-18 Mei 2003 dilaksanakan.

Dengan dasar hukum Keputusan Presiden RI nomor 28 tahun 2003 itulah pihak Negara RI-Jawa-Yogya dibawah Presiden Megawati telah mendeklarkan perang di Negeri Aceh dengan mengirimkan 45000 pasukan TNI/POLRI ke Negeri Aceh pada tanggal 19 Mei 2003.

Eh, Teuku Mirza apakah kejadian itu tidak ingat?

Soal pemerasan duit dan koruptor itu Teuku Mirza itu telah dilakukan oleh Presiden NKRI Megawati sampai kepada Gubernur Aceh yang orang Aceh itu, siapa namanya, Abdullah Puteh yang istrinya orang Jawa atau orang Sunda namanya Marlinda.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad.swaramuslim.net
ahmad@dataphone.se
----------

From: "Teuku Mirza" teuku_mirza@hotmail.com
To: PPDI@yahoogroups.com, wpamungk@centrin.net.id, tang_ce@yahoo.com, Lantak@yahoogroups.com, ahmad@dataphone.se, dityaaceh_2003@yahoo.com
Cc: nur-abdurrahman@telkom.net, peusangansb@hotmail.com, siliwangi27@hotmail.com, universityofwarwick@yahoo.co.uk, unsyiahnet@yahoogroups.com, muhammad59iqbal@yahoo.com, nikjusnz@yahoo.com, lampohawe@yahoo.com
Subject: RE: "PPDi" Re: NUMPANG TANYA :IMAH NOR: DITYA SOEDARSONO MEMUTAR BELIT FAKTA, BUKTI,HUKUM, SEJARAH PENDUDUKAN NKRI DI NEGERI ACHEH
Date: Tue, 02 Mar 2004 10:20:26 +0700

Gue mau tanya Imah. Kalo Aceh mau merdeka kok nggak dari dulu saja dari tahun empat lima, pada atau pada saat Daud Beureueh masih jadi Gubernur militer ? pada pada saat itu tidak merasa terjajah ? Malah menerima komsep negara kesatuan. Apa dia tidak lihat konsekuensi dari negara kesatuan ? Segalanya akan serba sentralisasi.

Kemudian Imah, Hasan Tiro itu tau persis gerakannya tak akan berhasil. Tau dia tau pasti di akan ada di Aceh berjuang bersama-sama.

Dia tau persis dulu DI/TII saja gagal total padahal TNI harus menghadapi pemberontakan dimana-mana, dan menghadapi agresi Belanda atas Irian Barat, pengkhianatan PKI dan juga dalam kondisi ekonomi Indonesia yang sangat buruk

Jadi Asal Anda tau Imah, terbentuknya negara kesatuan ini adalah kehendak Allah. Kami sebagai warga negara wajib mensyukuri karunia kesatuan dan kebersatuan ini Kalo Allah menghendaki tak satupun manusia mampu untuk merubahnya apalagi seorang antek yahudi bernama Hasan Tiro.

Pembunuhan yang terjadi di Aceh itu karena GAM, kalo tidak ada GAM tidak ada pembunuhan di Aceh dan tidak ada pengerahan TNI ke bumi Aceh.

Anda tidak boleh meratap atas terbunuhnya orang-orang GAM, karena mereka adalah pelaku makar, mereka juga kombatan sebagaimana TNI, kalo tidak dibunuh ya terbunuh yang Anda harus sayangkan justru terbunuhnya penduduk sipil yang tidak ada urusannya dengan kemerdekaan model GAM justru bagian terbesar dari terbunuhnya penduduk sipil justru karena tangan-tangan GAM.

Apa Anda akan membantah atas pembunuhan atas Dayan Daod, T Johan dan Safwan Idries ? apa bukan itu bukan perintah pembunuhan langsung dari Swedia.

Dan Isue apa yang dihembuskan GAM atas pembunuhan atas Teungku Safwan Idries, Issuenya seakan-akan akibat perebutan posisi Gubernur NAD....Betapa busuknya fitnah yang kalian lontarkan.

Apa Kau Tau GAM dalam minta (memeras) duit tak pernah pandang bulu ? Duit untuk bangun dayah atau pesantren juga dimintai perilaku apa yang begitu kalo bukan perilaku Komunis !

Jadi yang Kurang Ajar Siapa Imah ?

Kalo GAM dan koruptor tidak ada di Aceh Saya berani Jamin, Aceh adalah salah satu negeri termakmur di Nusantara ini.

Sungguh disayangkan sebagian penduduk Aceh yang terbujuk GAM adalah akibat pemimpinnya yang korup.

Wassalam

Teuku Mirza

Universitas Indonesia
Jakarta, Indonesia
----------