Stockholm, 16 Maret 2004

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

DHARMINTA HARUS TAHU ITU PEMILU DIBAWAH KEPPRES NO.28/2003 DI ACEH TIPU MUSLIHAT MEGAWATI CS
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

MATIUS DHARMINTA GAGAL PERTAHANKAN MEGAWATI CS DAN MAYJEN TNI ENDANG SUWARYA YANG MENIPU RAKYAT ACEH DENGAN PEMILU 2004 DIBAWAH KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 28 TAHUN 2003

"Yaaahhh boleh aja anda beranggapan setiap lawan argumentasi, anda anggap tidak mampu, itu sepenuhnya hak anda. Tapi sebenarnya anda sendiri sadar atau tidak, juga tidak ada kemampuan mengembangkan materi argumentasi soal Aceh, itu bisa dilihat dari berbagai soal maupun jawaban yang anda angkat, anda hanya bertumpu (kalau tidak mau dikatakan berkelit) dibalik hapalan usang anda, itu sangat jelas sekali. Seperti yang aku katakan kalau anda hanya bertumpu pada pengetahuan anda yang dekil dan usang macam itu, janganlah terlalu mimpi berlebihan ngebahas soal Aceh. karena pandangan/pikiran/ pengetahuan yang dekil dan usang macam itu, hanya cocok untuk berdialok/ ngobrol diwatku senggang/bersantai dari pada nganggur, yaaa macam dialok kita ini...! selaki lagi jangan mimpi berlebihan, ya, ya, ya...."(Matius Dharminta, mr_dharminta@yahoo.com , 16 mars 2004 05:20:29)

Baiklah saudara wartawan Jawa Pos Matius Dharminta di Surabaya, Indonesia.

Coba perhatikan oleh seluruh rakyat di NKRI dan seluruh rakyat di Negeri Aceh.
Bagaimana saudara wartawan Jawa Pos Matius Dharminta sudah terpukul kesudut ring mimbar bebas ini, sambil berguman: "Yaaahhh boleh aja anda beranggapan setiap lawan argumentasi, anda anggap tidak mampu, itu sepenuhnya hak anda. Tapi sebenarnya anda sendiri sadar atau tidak, juga tidak ada kemampuan mengembangkan materi argumentasi soal Aceh".

Jelas sekali, makin lama, makin lemah, dan akhirnya saudara Matius di gelanggang mimbar bebas ini secara sadar menyatakan ketidak mampuan membela Penguasa Darurat Militer Pusat Presiden Megawati Cs dan Penguasa Darurat Militer Daerah Aceh Mayjen TNI Endang Suwarya dengan mengatakan: "dilihat dari berbagai soal maupun jawaban yang anda angkat, anda hanya bertumpu (kalau tidak mau dikatakan berkelit) dibalik hapalan usang anda, itu sangat jelas sekali. Seperti yang aku katakan kalau anda hanya bertumpu pada pengetahuan anda yang dekil dan usang macam itu, janganlah terlalu mimpi berlebihan ngebahas soal Aceh".

Dimana jawaban saudara Matius Dharminta ini menandakan suatu penyerahan diri atas ketidak mampuan membela Penguasa Darurat Militer Pusat Presiden Megawati Cs dan Penguasa Darurat Militer Daerah Aceh Mayjen TNI Endang Suwarya dalam usaha melanggengkan pendudukan dan penjajahan di Negeri Aceh.

Apalagi setelah Penguasa Darurat Militer Pusat Presiden Megawati pada tanggal 7 Maret 2004 di Negeri Aceh menyatakan penyerahan diri dihadapan rakyat Aceh dengan cara memberikan janji kepada rakyat Aceh bahwa setelah pelaksanaan Pemilu 5 April 2004 tingkat keadaan Darurat Militer akan diturunkan menjadi tingkat Keadaan Darurat Sipil di Negeri Aceh.

Ini suatu bukti, bahwa Penguasa Darurat Militer Pusat Presiden Megawati Cs yang dibantu oleh Penguasa Darurat Militer Daerah Aceh Mayjen TNI Endang Suwarya telah gagal dalam menyelesaikan konflik Aceh melalui cara kekerasan senjata dan pengerahan pasukan TNI/POLRI yang lebih dari 50 000 pasukan itu.

Nah disinilah kita melihat taktik dan strategi pihak NKRI dibawah Presiden Megawati Cs dalam usaha menduduki dan menjajah Negeri Aceh setelah tidak berhasil menyelesaikan konflik dengan cara kekuatan senjata dan militer, kemudian ditukar dengan cara penipuan Pemilihan Umum 5 April 2004 sambil diselipkan kedalamnya janji muluk penurunan keadaan Darurat Militer menjadi Darurat Sipil.

Nah disinilah, saya melihat saudara Matius memang telah terjungkir disudut ring mimbar bebas ini, ketika melihat Penguasa Darurat Militer Pusat Presiden Megawati yang telah menyodorkan tipuan baru model PDIP dengan bentuk janji perobahan Keppres No.28/2003, dari bentuk DM ke bentuk DS.

Jadi saudara Matius, saudara tidak perlu lagi bersusah payah untuk mempertahankan itu Penguasa Darurat Militer Pusat Presiden Megawati Cs dan Penguasa Darurat Militer Daerah Aceh Mayjen TNI Endang Suwarya, karena mereka berdua sudah jungkir balik dan lari terbirit birit dari Negeri Aceh untuk menyelamatkan diri dan Partai Politiknya (PDIP), agar dalam Pemilihan Umum 5 April bisa menipu dan meraih suara rakyat NKRI guna dipakai sebagai karcis masuk kedalam DPR dan MPR.

Saudara Matius, saudara tidak ada gunanya lagi terus-terusan mempertahankan pendudukan dan penjajahan di Negeri Aceh yang telah dijalankan dari sejak Soekarno pada 15 Agustus 1950 dengan cara terus-terusan menyodorkan argumentasi: "pandangan/pikiran/ pengetahuan yang dekil dan usang" untuk mematahkan argumentasi saya tentang penjajahan Negeri Aceh ini.

Saudara Matius Dharminta, cara saudara mempertahankan pendudukan dan penjajahan Negeri Aceh memang tidak ada dasarnya yang kuat. Saudara Matius hanyalah mengekor apa yang telah dilakukan dan dijalankan oleh mantan Presiden RIS Soekarno, mantan Presiden NKRI Soekarno, mantan Presiden RI-Jawa-Yogya Soekarno, dan Presiden RI-Jawa-Yogya Megawati Soekarnoputri.

Karena itu, saudara Matius ketika disodorkan alasan dasar pendudukan dan penjajahan di Negeri Aceh oleh pihak Ahmad Sudirman, ternyata saudara Matius Dharminta tidak bisa sama sekali menjawabnya, selain dari menjawab: "pengetahuan anda yang dekil dan usang macam"

Nah sekarang, setelah saudara wartawan Jawa Pos Matius Dharminta terjerembab disudut ring mimbar bebas ini, itu wartawan Radio Netherland dalam siaran bahasa Indonesia hari ini, Selasa, 16 Maret 2004 menyiarkan hasil wawancara dengan saudara Hamzah anggota Presidium SIRA (Sentral Informasi Referendum Aceh) yang juga pernah salah satu surat terbuka saudara Hamzah ini dimuat di www.dataphone.se/~ahmad/opini.htm dan di ahmad.swaramuslim.net yang saya beri judul "Ditya & Endang mengapa Muhammad Nazar, Ketua Presidium SIRA disiksa di Mapolda Aceh?" ( http://www.dataphone.se/~ahmad/040226d.htm )

Dimana sebagian isi wawancara Radio Nederland dengan saudara Hamzah dari Presidium SIRA ini, yaitu bahwa:

"Adanya kasus pembuhunan dan penganiayaan kepada kepala desa di Aceh oleh polisi dan TNI. Karena dianggap tidak mematuhi perintah melaporkan nama-nama orang yang tidak ikut pemilu. Dimana pihak korban takut melaporkan hal tersebut tapi akhirnya terbongkar juga kasus tersebut. Sekarang di Aceh kan hitam putih. Siapa yang tidak ikut maka mereka itu tidak cinta NKRI dan siapa yang ikut itulah orang cinta NKRI. Sehingga banyak orang ketakutan mau tidak mau ya untuk keselamatan, mereka harus ikut. Kemudian soal baru diberitakan adanya pembunuhan itu, seakan-akan terkesan bahwasanya antara Desember sampai dengan hari ini itu tidak ada lagi kasus-kasus kekerasan yang dilakukan polisi dan tentara. Dimana kasus yang dua ini sebenarnya dari pihak SIRA sudah melakukan pelaporan kepada DPR, MPR dan pelbagai lembaga nasional dan internasional. Artinya kasus yang dua ini tidak begitu sangat jelas diketahui umum. Sementara kasus-kasus yang lain sedang dilakukan juga penyelidikan. Ada kasus yang untuk sementara tidak dipublikasi karena mengingat keselamatan para korban, saksi dan orang-orang dekat mereka."

"Kemudian masalah ketakutan dan keamanan. Ketakutan pada pemerintah PDMD. Dimana hakikat daripada demokrasi adalah pemilu itu. Kalau di bawah darurat militer itu bukan hak demokrasi tapi pemilu di bawah tekanan. Nah jika dalam hal tersebut juga dilakukan pemilu ya artinya ini hanya formalitas belaka karena tidak ada unsur demokrasi di sana.Yang ada hanya otoritas daripada militer yang memaksakan kehendak mereka. Kalau pengamat asing itu harus melapor dulu kepada PDMD, harus dikawal oleh PDMD, harus dikawal oleh militer mana mungkin mereka bisa bekerja secara independen? Artinya, aktivitas mereka di sana juga dipantau. Jadi mereka tidak bisa apa-apa, saya pikir. Menyinggung masalah kepala desa di Aceh itu yang harus memberikan nama-nama orang-orang yang ikut pemilu dan yang tidak ikut pemilu, itu memang terpaksa mereka memberitahu. Sebagian masyarakat sudah melakukan pengamanan sendiri, ada yang pergi ke gunung, ke luar daerah ada yang ke tempat-tempat yang mereka anggap aman. Tapi memang kondisi mereka sekarang terancam. Rakyat Aceh tidak bisa mengambil sikap golput, karena ketika mereka golput mereka akan disamakan dengan GAM."

Selanjutnya isi wawancara lengkapnya bisa dibaca diakhir tulisan ini.

Nah saudara Matius Dharminta ini adalah merupakan salah satu arah pengembangan materi penjajahan di Negeri Aceh dari apa yang oleh saudara Matius dikatakan: "tidak ada kemampuan mengembangkan materi argumentasi soal Aceh, itu bisa dilihat dari berbagai soal maupun jawaban yang anda angkat".

Jelas, saudara Matius, materi pendudukan dan penjajahan di Negerti Aceh telah dibahas, lalu disusul mengenai materi referendum yang masih sedang dibahas, juga masalah kenyataan yang terjadi di Negeri Aceh sedang dibahas, termasuk masalah Pemilihan Umum 5 April 2004.

Jadi, semua yang dibicarakan di mimbar bebas ini merupakan mata rantai yang satu sama lain saling berkait dan saling tunjang menunjang dalam membangun argumentasi guna memperjuangkan penentuan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan Negara Pancasila atau NKRI dengan cara jajak pendapat atau referendum.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad.swaramuslim.net
ahmad@dataphone.se
----------

From: matius dharminta mr_dharminta@yahoo.com
Date: 16 mars 2004 05:20:29
To: Ahmad Sudirman ahmad_sudirman@hotmail.com
CC: PPDI@yahoogroups.com
Subject: Re: DHARMINTA TAK MAMPU LAGI PERTAHANKAN SOEKARNO & MEGAWATI UNTUK TERUS MENJAJAHACEH

Yaaahhh boleh aja anda beranggapan setiap lawan argumentasi, anda anggap tidak mampu, itu sepenuhnya hak anda. Tapi sebenarnya anda sendiri sadar atau tidak, juga tidak ada kemampuan mengembangkan materi argumentasi soal Aceh, itu bisa dilihat dari berbagai soal maupun jawaban yang anda angkat, anda hanya bertumpu (kalau tidak mau dikatakan berkelit) dibalik hapalan usang anda, itu sangat jelas sekali.

Seperti yang aku katakan kalau anda hanya bertumpu pada pengetahuan anda yang dekil dan usang macam itu, janganlah terlalu mimpi berlebihan ngebahas soal Aceh. karena pandangan/pikiran/ pengetahuan yang dekil dan usang macam itu, hanya cocok untuk berdialok/ ngobrol diwatku senggang/bersantai dari pada nganggur, yaaa macam dialok kita ini...!
selaki lagi jangan mimpi berlebihan, ya, ya, ya....

Matius Dharminta

mr_dharminta@yahoo.com
Surabaya, Indonesia
----------

http://www.rnw.nl/in/berita/gemawarta.html#3939843
Radio Nederland, Bahasa Indonesia, Hilversum, Selasa 16 Maret 2004 12:45 WIB

Warga Aceh yang Golput Dipandang sebagai GAM

SIRA, Sentra Informasi Referendum Aceh, Senin ini mengumumkan adanya kasus pembuhunan dan penganiayaan kepada desa di Aceh oleh polisi dan TNI. Karena dianggap tidak mematuhi perintah melaporkan nama-nama orang yang tidak ikut pemilu. Janggalnya, pembunuhan itu sudah terjadi 12 Desember lalu. Untuk kejelasannya Radio Nederland menanyakan pada Hamzah dari Presidium Sentra Informasi Referendum Aceh mengapa kasus ini baru dilaporkannya sekarang?

Hamzah [HZ]: Kita juga melihat situasi dan kondisi pihak korban. Artinya pihak korban takut melaporkan hal tersebut tapi akhirnya terbongkar juga kasus tersebut.

Radio Nederland [RN]: Sepertinya orang-orang di Aceh itu dirundung rasa ketakutan ini ya?

HZ: Ya benar. Iya artinya sekarang kan hitam putih. Siapa yang tidak ikut maka mereka itu tidak cinta NKRI dan siapa yang ikut itulah orang cinta NKRI. Sehingga banyak orang ketakutan mau tidak mau ya untuk keselamatan, mereka harus ikut.

RN: Sekarang ini kemudian baru diberitakan adanya pembunuhan itu, seakan-akan terkesan bahwasanya antara Desember sampai dengan hari ini itu tidak ada lagi kasus-kasus kekerasan yang dilakukan polisi dan tentara. Apakah itu benar?

HZ: Oh tidak. Kasus yang dua ini sebenarnya kami sudah melakukan pelaporan kepada DPR, MPR dan pelbagai lembaga nasional dan internasional. Artinya kasus yang dua ini tidak begitu sangat jelas diketahui umum. Sementara kasus-kasus yang lain sedang kita lakukan juga penyelidikan. Ada kasus yang untuk sementara tidak kami publikasi karena mengingat keselamatan para korban, saksi dan orang-orang dekat mereka.

RN: Jadi kembali lagi, masalahnya adalah masalah ketakutan dan keamanan. Ketakutan pada pemerintah PDMD. Mungkinkah pemilu di bawah hukum darurat militer seperti sekarang ini dilaksanakan di Aceh padahal wilayah-wilayah NKRI lainnya tidak mengalami masalah ini?

HZ: Saya pikir hakikat daripada demokrasi adalah pemilu itu. Kalau di bawah darurat militer itu bukan hak demokrasi tapi pemilu di bawah tekanan. Nah jika dalam hal tersebut juga dilakukan pemilu ya artinya ini hanya formalitas belaka karena tidak ada unsur demokrasi di sana.

RN: Jadi untuk kondisi semacam ini, di bawah paksaan, itu demokrasi azas dasar daripada pemilu tidak bisa dijamin, begitu menurut anda?

HZ: Betul. Jadi tidak ada sama sekali. Yang ada hanya otoritas daripada militer yang memaksakan kehendak mereka.

RN: Bagaimana kalau didatangkan pengamat asing ke Aceh selama pemilu ini?

HZ: Saya pikir kalau pengamat asingnya harus melapor dulu kepada PDMD, harus dikawal oleh PDMD, harus dikawal oleh militer mana mungkin mereka bisa bekerja secara independen? Artinya, aktivitas mereka di sana juga dipantau. Jadi mereka tidak bisa apa-apa, saya pikir.

RN: Sekarang ini tidak ada pilihan lain untuk kepala desa di Aceh itu, harus memberikan nama-nama orang-orang yang ikut pemilu dan yang tidak ikut pemilu, gitu?

HZ: Dengan, dengan terpaksa mereka memberitahu. Memang sebagian masyarakat sudah melakukan pengamanan sendiri, ada yang pergi ke gunung, ke luar daerah ada yang ke tempat-tempat yang mereka anggap aman. Tapi memang kondisi mereka sekarang terancam.

RN: Kalau begitu seperti halnya di tempat-tempat lain di NKRI, itu orang masih bisa mengambil sikap golput. Tapi kalau di Aceh itu tidak mungkin untuk menjadi golput.

HZ: Tidak mungkin, karena ketika mereka golput mereka akan disamakan dengan GAM.

Demikian Hamzah anggota Presidium SIRA, Sentral Informasi Referendum Aceh.
----------