Stockholm, 9 Mei 2004

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

KOLONEL DITYA DAPAT INFO SALAH DARI TGK LAMKARUNA TENTANG TGK HASAN DI TIRO
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

JELAS KELIHATAN ITU KOLONEL LAUT DITYA SOEDARSONO DAPAT INFO SALAH DARI TGK LAMKARUNA TENTANG TGK HASAN DI TIRO

"Terima kasih, atas milis saudaraku Nurlis E dan M Shaleh. Semoga milis saudaraku bisa menggugah nurani orang-orang yang sengaja ingin meneruskan upayah jahatnya dan membuat Aceh tercinta ini tetap berlumur darah tetapi kalau kita kembalikan kepada Khalik kita, berdarah atau tidak semua rahasia itu hanya ada pada Illahi Rabbi memang lantaran ulah mereka-mereka yang mengaku suci! padahal sebenarnya mereka-mereka itu para munafikun seperti contohnya kang mamad yang telah menyebar luaskan khilafah Islam, tapi dia tidak percaya bahwa apa yang terjadi didunia ini bukan ketentuan Allah, termasuk bila presiden Indonesia yang terpilih nantinya orang Jawa. Sekarang saya tanya kepada kang mamad apakah anda sekarang menjadi orang asing itu karena ketentuan anda sendiri atau ketentuan suharto atau ketentuan Allah silahkan kang mamad jawab?" (Ditya Soedarsono , dityaaceh_2003@yahoo.com , Sat, 8 May 2004 09:37:07 -0700 (PDT))

Baiklah Komandan Satuan Tugas Penerangan (Dansatgaspen) PDMD Kolonel Laut Ditya Soedarsono.

Rupanya Kolonel Laut Ditya Soedarsono dapat kiriman dari Teungku Lamkaruna Putra berupa tulisan saudara Nurlis Effendi, dan Muhammad Shaleh dari Majalah GAMMA tahun 1999 yang berjudul "ACEH, Hasan Tiro Pembual Besar", dan juga pernah dipublikasikan oleh Milis Apakabar berbasis di Amerika, yang diasuh oleh John Mc Douglas, warga Amerika yg pandai berbahasa Indonesia, Kamis, 23 Desember 1999 18:41:29 -0700 (MST).

Tulisan tersebut, sebelum dikirimkan kepada Kolonel Laut Ditya, oleh Teungku Lamkaruna Putra pernah juga dikirimkan kepada saya pada tanggal 9 April 2004 yang lalu.

Dimana tulisan "ACEH, Hasan Tiro Pembual Besar" yang ditulis oleh saudara Nurlis Effendi, dan Muhammad Shaleh dari Majalah GAMMA tahun 1999 itu banyak sekali isinya penuh kebohongan.

Sebelum saya meluruskan isi tulisan saudara Nurlis Effendi, dan Muhammad Shaleh tersebut, saya akan sedikit menjawab tanggapan dan pertanyaan Kolonel Laut Ditya.

Dimana Kolonel Laut Ditya menulis: "memang lantaran ulah mereka-mereka yang mengaku suci! padahal sebenarnya mereka-mereka itu para munafikun seperti contohnya kang mamad yang telah menyebar luaskan khilafah Islam, tapi dia tidak percaya bahwa apa yang terjadi didunia ini bukan ketentuan Allah, termasuk bila presiden Indonesia yang terpilih nantinya orang Jawa."

Jelas, Kolonel Laut Ditya, itu Ahmad Sudirman tidak munafik, melainkan Ahmad Sudirman menjelaskan dan menceritakan secara menyeluruh dan gamblang kehadapan rakyat di Negeri Aceh dan di NKRI tentang penelanan, pencaplokan, pendudukan, dan penjajahan Negeri Aceh oleh pihak Presiden RIS Soekarno yang dilanjutkan oleh pihak NKRI sampai detik sekarang ini.

Kemudian, tentang penulisan Khilafah Islam atau Daulah Islam Rasulullah, jelas itu merupakan penjelasan dan keterangan yang benar dan nyata tentang bagaimana Rasulullah saw membangun Daulah Islam pertama di Yatsrib yang merupakan cikal bakal Daulah Islam atau Khilafah Islam di dunia.

Seterusnya, karena memang kebanyakan dan mayoritas pemilih adalah penduduk di Palau Jawa dan Bali, maka jelas, para pimpinan Capres NKRI ke-6 adalah orang-orang Jawa, seperti Wiranto, Megawati, SBY, Abdurrahman Wahid. Jelas, akibat dari usaha propaganda dan kampanye dari partai-partai Golkar, PDI-P, PKB, PD di Pulau Jawa dan Bali itu maka partai-partai tersebut meraih suara terbanyak dibanding dari partai-partai lainnya yang keseluruhannya berjumlah 24 partai itu.

Nah, karena Golkar pilih Capres Wiranto, PD pilih Capres SBY, PDI-P pilih Capres Megawati, PKB pilih Capres Abdurrahman Wahid, dimana semuanya orang Jawa, maka perhatikan Firman Allah SWT: "Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (QS Ar-Ra'd: 11)

Jadi, kalau nanti itu Wiranto, atau SBY, atau Megawati terpilih jadi Presiden NKRI ke-6, kemudian NKRI makin terpuruk, maka itu salah satunya akibat salah pilih Presiden NKRI ke-6.

Itu semuanya akibat dari usaha kamu sendiri, artinya usaha dari para pemilih Capres NKRI ke-6 pada tanggal 5 Juli 2004 yang akan datang.

Karena Allah SWT telah jelas Menyatakan: "Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (QS Ar-Ra'd: 11)

Begitu juga dengan apa yang dipertanyakan Kolonel Laut Ditya: "apakah anda sekarang menjadi orang asing itu karena ketentuan anda sendiri atau ketentuan Suharto atau ketentuan Allah silahkan kang mamad jawab?"

Jelas, Kolonel Laut Ditya, saya menjadi Warganegara Swedia, akibat usaha dan apa yang telah dilakukan oleh Jenderal Soeharto terhadap tulisan saya pada tahun 1981.

Nah, perhatikan Friman Allah SWT sekali lagi: "Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (QS Ar-Ra'd: 11)

Jadi, karena Jenderal Soeharto tidak menyenangi dan tidak mau menerima kritik yang dimuat dalam tulisan Ahmad Sudirman, maka kewarganegaraan Ahmad Sudirman dicabut oleh pihak Jenderal Soeharto lewat perwakilannya yang ada di Cairo, Mesir, tahun 1981.

Sekali lagi disini dinyatakan bahwa Allah SWT telah merobah nasib Ahmad Sudirman dengan cara kewarganegaraan Ahmad Sudirman dicabut oleh Jenderal Soeharto, karena ia tidak tahan dikritik ajaran pancasilanya oleh Ahmad Sudirman. Kemudian 5 tahun kemudian Ahmad Sudirman diterima menjadi warga negara Swedia, tahun 1986.

Kesimpulannya adalah, ini perlu diperhatikan oleh Kolonel Laut Ditya, yaitu, kita harus berusaha untuk merobah keadaan diri kita sendiri, karena kalu tidak, Allah SWT tidak akan merobah nasib kita.

Nah, karena para pemilih di Pulau Jawa dan Bali menginginkan perobahan presiden NKRI ke-6, maka dipilihlah Capres Wiranto oleh Golkar, Capres SBY oleh PD, Capres Megawati oleh PDI-P, Capres Abdurrahman Wahid oleh PKB, yang semuanya orang Jawa. Kemudian nanti pada tanggal 5 Juli 2004 disodorkan kehadapan para pemilih di NKRI untuk dipilih. Maka lahirlah Presiden NKRI ke-6 orang Jawa.

Terakhir untuk Kolonel Laut Ditya, dengan apa yang saya jelaskan diatas, itu menunjukkan bahwa kang Ahmad Sudirman, telah memahami apa yang terkandung dalam Al Quran surat Ar Ra'd ayat 11 diatas itu.

Sekarang saya akan meluruskan tulisan saudara Nurlis Effendi, dan Muhammad Shaleh dari Majalah GAMMA tahun 1999 yang berjudul "ACEH, Hasan Tiro Pembual Besar".

Jelas, Teungku Hasan Muhammad di Tiro bukan Sultan, melainkan Wali Neugara. Kemudian, anak Teungku Hasan Muhammad di Tiro, Karim, bukan sebagai putra mahkota untuk menggantikan posisinya sebagai "raja" Aceh. Karena Aceh dibawah pimpinan Wali Neugara bukan bentuk kerajaan.

Seterusnya menurut lampiran hasil karya H.J. Schmidt, Marechaussee in Atjeh, p.128. Tgk Tjheh Saman alias Teungkoe di Tiro meninggal 1891. Mempunyai 5 putra, yaitu Tgk Mat Amin meninggal 1896, Tgk Mahidin alias Tgk Tjheh Majet meninggal 5 September 1910, Tgk di Toengkob alias Tgk Beb meninggal 1899, Tgk Lambada meninggal 1904, Tgk di Boeket alias Tgk Moehamad Ali Zainoelabidin meningal 21 Mei 1910.

Teungku Hasan datang dari keturunan Tgk Mahidin yang memiliki putra Tgk Oemar meninggal 21 Mei 1910, Tgk Abdullah, Nyak Fatimah dan Nyak Amut. Nyak Fatimah menikah dengan Leube Muhammad. Dari perkawinan ini lahir Teungku Hasan pada tanggal 4 September 1930.

Nah dari silsilah diatas, tergambar bahwa Teungku Hasan adalah cicit dari Tgk Tjheh Saman alias Teungkoe di Tiro.

Karena pemberian nama di Negeri Aceh tidak ada satu aturan yang baku, yang bisa dijadikan sebagai standar dan pegangan, maka wajar dan masuk akal kalau Teungku Hasan mengambil nama buyutnya di Tiro, sebagai satu penghormatan dan penerus perjuangannya, sehingga namanya menjadi Hasan di Tiro. Sebagaimana yang ditulis dalam buku hariannya: "Today is a national holiday, the Tengku Tjhik di Tiro day, commemorating the death of Tengku Tjhik di Tiro the Great, Muhammad Samman, who died on January 25, 1891, amidst the long war with the Dutch, at the Fortreess of Aneuk Galong, in Great Acheh province...It is difficult for me to assess his place in Achehnese history because he was my great grandfather." (The Price of Freedom: the unfinished diary of Tengku Hasan di Tiro, National Liberation Front of Acheh Sumatra, 1984, hal 139-140).

Seterusnya, Teungku Hasan Muhammad di Tiro belum pernah pulang ke Aceh sejak meninggalkan NKRI tahun 1951, sebagaimana yang dinyatakannya: "(October 30, 1976)...my first night in my homeland after being in exile for 25 years in the United Stateds" (The Price of Freedom: the unfinished diary of Tengku Hasan di Tiro, National Liberation Front of Acheh Sumatra, 1984, hal. 9)

Memang Teungku Hasan Muhammad di Tiro mempunyai bisnis perusahaan sendiri sebagaimana dinyatakan: "My own company had join-venture agreements with many of them which I affected, and myself retain a status of consultant to some of them....But I never mixed my business with my politics. So very few of them knew what I had in mind to do in Acheh Sumatra" (The Price of Freedom: the unfinished diary of Tengku Hasan di Tiro, National Liberation Front of Acheh Sumatra, 1984, hal. 4)

Tentang "duit mengucur dengan derasnya dari 1959 sampai 1961. Termasuk, duit dari Kaso Abdul Gani, Darul Islam Sulawesi di Kuala Lumpur", jelas itu saudara Nurlis Effendi, dan Muhammad Shaleh tidak menyertakan fakta dan buktinya. Sehingga tulisan tersebut adalah hanya tuduhan semata.

Selanjutnya, Teungku Hasan Muhammad di Tiro tidak memimpin aksi Republik Islam Aceh yang dirubah menjadi Aceh Merdeka. Mengapa ?

Karena sejak tanggal 4 September 1976 meninggalkan New York. Kemudian pada tanggal 28 Oktober 1976 naik kapal dari salah satu pelabuhan di Asia, dan sampai di pantai Aceh Utara pada tanggal 30 Oktober 1976 disambut oleh M Daud Husin. Dari tanggal 1 November sampai 29 November 1976 menetap di satu kamp kurang lebih 4 kilometer dari pos penjagaan tentara Jawa. Pada waktu itulah Teungku Hasan Muhammad di Tiro bertemu pertama kalinya dengan Dr. Muchtar Hasbi yang datang ke kamp tempat Teungku Hasan Muhammad di Tiro berada. Kemudian, pada tanggal 4 Desember 1976 dideklarasikan Aceh Sumatra merdeka. Pada tanggal 4 Desember adalah merupakan simbol dan sejarah satu hari setelah tentara Belanda menembak mati Teungku Thjik Maat di Tiro dalam perang Alue Bhot, Tangse, pada tanggal 3 Desember 1911. Kemudian Belanda menetapkan tanggal 4 Desember 1911 sebagai hari akhir kedaulatan Negara Aceh. (The Price of Freedom: the unfinished diary of Tengku Hasan di Tiro, National Liberation Front of Acheh Sumatra, 1984, hal. 4 - 14).

National Liberation Front of Acheh Sumatra adalah merupakan wadah perjuangan untuk pembebasan Negara Aceh yang telah dijajah oleh NKRI. Karena itu usaha propaganda pihak NKRI untuk menyebut teroris dan separatis adalah tidak benar, karena National Liberation Front of Acheh Sumatra adalah wadah perjuangan untuk pembebasan Negeri Aceh yang telah dijajah oleh NKRI sejak 14 Agustus 1950 oleh Presiden RIS Soekarno yang diteruskan oleh pihak NKRI dari 15 Agustus 1950.

Kemudian National Liberation Front of Acheh Sumatra adalah merupakan gerakan Islam, karena kalau bukan gerakan Islam, maka tidak ada rakyat Aceh yang mau berkorban untuknya. "Even our National Liberation Front must be an Islamic Movement in the first place. Otherwise no Achehnese would want to risk his life for it" (The Price of Freedom: the unfinished diary of Tengku Hasan di Tiro, National Liberation Front of Acheh Sumatra, 1984, hal. 124 ).

Memang Teungku Hasan Muhammad di Tiro ketika masih belajar teori politik dan filsafat politik menyinggung juga Nietzsche. Tetapi bukan berarti Teungku Hasan Muhammad di Tiro menjadi penganut ajaran Nietzsche.

Selanjutnya, Teungku Hasan Muhammad di Tiro menyatakan: "We never talk about the guns first, but the political ideas first...Only people with strong political consciousness, who have grasped the political theory of their independence movement can wage a protracted guerilla war to achieve that independence" (The Price of Freedom: the unfinished diary of Tengku Hasan di Tiro, National Liberation Front of Acheh Sumatra, 1984, hal. 74).

Seterusnya, Teungku Hasan Muhammad di Tiro menyatakan: "The leader is always the one who should lead the prayer...If a man is not fit to lead in prayer, he is not fit to lead the country and the state...In the present case I am the one who stand as the Imam, the leader, by appointment of the people". (The Price of Freedom: the unfinished diary of Tengku Hasan di Tiro, National Liberation Front of Acheh Sumatra, 1984, hal. 21).

Kemudian tentang keputusan untuk menyelamatkan sumber gas alam yang telah dirampok oleh kolonialis Jawa melalui Mobil dan Bechtel. Dimana pertama kali pada tanggal 16 Oktober 1977 telah diputuskan dalam rapat Kabinet Pemerintah Negara Aceh yang berdaulat, bahwa sumber gas alam Aceh harus diselamatkan. Dimana alasan dari penyelamatan sumber gas alam ini adalah National Liberation Front of Acheh Sumatra sebagai pelindung dan yang mempertahankan hak rakyat Aceh berkewajiban untuk menyetop perampokan sumber gas alam oleh kolonialis Jawa melalui Mobil dan Bechtel. Pihak Mobil dan Bechtel boleh tinggal di Negeri Aceh apabila tidak lagi melayani pihak kolonialis Jawa perampok negeri Aceh, tetapi melayani kepada pihak National Liberation Front of Acheh Sumatra dan Pemerintah Negara Aceh yang berdaulat. (The Price of Freedom: the unfinished diary of Tengku Hasan di Tiro, National Liberation Front of Acheh Sumatra, 1984, hal.105 - 106).

Pada tanggal 15 Maret 1979 Wali Neugara membuat dekret, bawa selama Teungku Hasan Muhammad di Tiro di luar negeri, Pemerintah Negara Aceh dipimpin oleh Dewan Menteri. Perdana Menteri Dr Muchtar Hasbi, Wakil Perdana Menteri I Teungku Ilyas Laube, Wakil Perdana Menteri II Dr. Husaini Hasan, Wakil Perdana Menteri III Dr. Zaini Abdullah, Wakil Perdana Menteri IV Dr. Zubir Mahmud. Central Comitte National Liberation Front dalam keadaan darurat bertindak sebagai lembaga Legislatif untuk mengesahkan kerja Kabinet. (The Price of Freedom: the unfinished diary of Tengku Hasan di Tiro, National Liberation Front of Acheh Sumatra, 1984, hal.220 - 221).

Pada tanggal 29 Maret 1979 Teungku Hasan Muhammad di Tiro meninggalkan Batee Iliek untuk pergi keluar negeri dalam rangka misi yang hanya ia sendiri bisa melaksanakannya. (The Price of Freedom: the unfinished diary of Tengku Hasan di Tiro, National Liberation Front of Acheh Sumatra, 1984, hal.221 - 222).

Ternyata perjuangan rakyat Aceh yang telah sadar untuk menentukan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan asing Negara Pancasila atau NKRI masih terus berlangsung sampai detik sekarang ini. Perjuangan untuk membebaskan Negeri Aceh yang telah ditelan, dicaplok, diduduki, dan dijajah oleh NKRI tetap menggema dan bergemuruh di Negeri Aceh.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad.swaramuslim.net
ahmad@dataphone.se
----------

Date: Sat, 8 May 2004 09:37:07 -0700 (PDT)
From: Ditya Soedarsono dityaaceh_2003@yahoo.com
Subject: Fwd: HASAN TIRO PEMBUAL BESAR
To: ahmad@dataphone.se, abupase@yahoo.com
Cc: tang_ce@yahoo.com, asammameh@hotmail.com, om_puteh@hotmail.com, achehnews@yahoogroups.com, ilyas.abdullah@wanadoo.nl, fadlontripa@yahoo.com, balepanyak@yahoo.com.au, aneuk_pasee@yahoo.com, alexandra_raihan@yahoo.com.sg, agus_smur@yahoo.com, afdalgama@hotmail.com

Assalamu'allaikum Wr Wb,

Terima kasih, atas milis saudaraku Nurlis E dan M Shaleh..!! semoga milis saudaraku bisa menggugah nurani orang-orang yang sengaja ingin meneruskan upayah jahatnya dan membuat Aceh tercinta ini tetap berlumur darah.....tetapi kalau kita kembalikan kepada Khalik kita,...berdarah atau tidak semua rahasia itu hanya ada pada Illahi Rabbi....memang lantaran ulah mereka-mereka yang mengaku suci...!!!! padahal sebenarnya mereka-mereka itu para MUNAFIKUN..... seperti contohnya kang mamad yang telah menyebar luaskan khilafah Islam, tapi dia tidak percaya bahwa apa yang terjadi didunia ini bukan ketentuan Allah, termasuk bila presiden Indonesia yang terpilih nantinya orang Jawa....

Sekarang saya tanya kepada kang mamad....apakah anda sekarang menjadi orang asing itu karena ketentuan anda sendiri atau ketentuan suharto atau ketentuan Allah silahkan kang mamad jawab..????

Saya jadi meragukan KEIMANAN KANG AHMAD SUDIRMAN barangkali kang mamad lupa setelah bergaul dengan orang-orang yahudi dinegeri Swedia atau memang kang mamad sudah menjadi seorang yahudis.....ya semua itu hanya kang mamad yang tahu tentunya Allah SWT akan lebih mengetahui apa sebenarnya yang akang inginkan....???

Seperti jawaban saya tentang salam Pancasila, kalau memang seperti yang tidak anda maksudkan ya tidak perlu di polemikkan sampai berbusa-busa begitu kalau maksud kang mamad setiap kegiatan diawali dengan basmalah.....saya kira jawaban saya juga sama apa ada setiap kegiatan seseorang muslim di Indonesia diawali dengan ucapan Pancasila atau mungkin orang yang non muslim yang setiap mengawali kegiatan mengucapkan Pancasila....Saya rasa itu hanya ilusi anda saja kang mamad.

Wassalam,

Ditya

dityaaceh_2003@yahoo.com
ACEH NAD
----------

abu pase
Date: Fri, 7 May 2004 06:49:45 -0700 (PDT)
From: abu pase
Subject: HASAN TIRO PEMBUAL BESAR
To: dityaaceh_2003@yahoo.com

Bapak DANSATGASPEN PDMD Kolonel Laut Ditya Soedarsono!!
Saya ada membaca beberapa tulisan bapak untuk merespon tulisan-tulisan ahmad sudirman, berikut ini saya kirimkan bahan yang mungkin berguna untuk bapak.
Terima kasih

Wassalam.

Ttd
Tgk. Lamkaruna Putra
----------

Date: Thu, 23 Dec 1999 18:41:29 -0700 (MST)
To: indonesia-l@indopubs.com
From: apakabar@Radix.Net
Subject: [INDONESIA-L] GAMMA - Hasan Tiro Pembual Besar
Sender: owner-indonesia-l@indopubs.com

GAMMA: ACEH, Hasan Tiro Pembual Besar
----------
Hasan Tiro Pembual Besar
Tanjong Bungong Sok Feodal

BUALAN HASAN TIRO cukup dahsyat. Mengelabui rakyat lewat nama besar Teungku Chik Di Tiro. Aceh pun banjir darah.

SYAHDAN, adalah seorang "sultan" yang hendak memegang tampuk kepemimpinan di Aceh, dengan nama monarkis yang amat panjang: Al Mudzabbir Al Maulana Al Malik Al Mubin Profesor Doktor Sultan Di Tiro Muhammad Hasan Ibnal Sultan Maat di Tiro. Memang panjang ge larnya itu. Sepanjang riwayat bualannya dari Swedia dan untaian Aceh yang berdarah-darah akibat ulah Hasan Al Chazibul Akbar Di Tiro.

Nama berbaris-baris itu terdengar jumawa. Anehnya, Hasan mengangkat anak tunggalnya, Karim Hasan, sebagai putra mahkota untuk menggantikan posisinya sebagai "raja" Aceh. Cara yang feodalistis dan dinastik ini sangat bertentangan dengan sikap masyarakat Aceh yang egaliter dan
demokratis.

Hasan yang kini berusia 76 tahun juga sering mengaku sebagai keturunan ulama Di Tiro, bahkan berani mengklaim dirinya sebagai pewaris tunggal Teungku Chik Di Tiro. Padahal, menurut catatan sejarah, ahli waris Teungku Chik Di Tiro (dari garis keturunan lak i-laki) berakhir pada 5 September 1910. Yakni, setelah wafatnya Teungku Chik Mayet di Tiro yang gugur membela
Indonesia melawan Belanda. Bukan seperti Hasan Muhammad Tanjong Bungong yang lari ke luar negeri diuber-uber tentara republik. Lelaki bertubuh kurus pendek ini lahir di Tanjong Bungong, Lamlo, Pidie, sebagai putra kedua Leubee Muhammad Tanjong Bungong, pada 1923. Tidak
sebuah riwayat pun yang menukilkan ayahnya, Leubee Muhammad, sebagai seorang ulama maupun berdarah biru. Juga ti dak ada pertautan dengan Teungku Chik Di Tiro. Hasan lahir
sebagai anak petani.

Jika merunut garis keturunan, maka Hasan mesti menyebut nama lengkapnya Hasan Leubee Muhammad Tanjong Bungong, bukan Hasan Tiro, konon pula sultan. Dia juga keturunan orang Jawa-Banten. Aneh bukan? Jika dia menyebut Aceh anti-Jawa --seperti komentarnya le wat saluran TV2 Swedia yang menyebut Jawa sebagai orang bodoh. Nah, Hasan sama saja dengan
meludah ke atas.

Hasan memang bukan pula orang yang pintar-pintar amat. Dia memulai pendidikannya di Sekolah Rakyat, lalu melanjutkannya pada Madrasah Blang Paseh yang didirikan Abu Daud Beureu-eh pada 1938. Alam pikirannya biasa-biasa saja dan cenderung sebagai anak pendiam di sekolah. Dia sekelas dengan Hasan Saleh, tokoh Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Untuk membina mentalnya, Abu Daud Beure-eh mengirimnya ke Normal School, Bireuen, Aceh Utara. Perguruan yang dipimpin Moehammad El-Ibrahimy. Hasan mulai nakal. Dia dikeluarkan dari sekolah lantaran
berkelahi dengan Ismail Payabujuk. Hasan terdampar lagi d i tempat Abu Daud Beureu-eh. Hasan
kemudian muncul menjadi Ketua Barisan Pemuda Indonesia (BPI) Kecamatan Lamlo, Pidie. Di Lamlo pula, Hasan mengibarkan bendera Merah Putih, dan membuat pernyatan atas nama keluarga Tiro sebagai pendukung setia Republik Indonesia pada Agustus 1945. Lalu, abang kandungnya,
Zainal Abidin, memohon bantuan Abu Daud Bereu-eh agar dikirim ke Yogyakarta.

Hasan masuk ke Universitas Islam Indonesia. Dan, atas rekomendasi Abu Daud Bereu-eh, Hasan
bisa berkenalan dengan Syafruddin Prawiranegara, dan bekerja di pemerintahan Republik Indonesia sambil kuliah, pada 1949 hingga 1951. Syafruddin merekomendasikan Hasan untuk berangkat ke Amerika dan bekerja di kantor Perwakilan Indonesia di PBB, dari 1951 hingga 1954.
Di Amerika, Hasan mendengar Abu Daud Beureu-eh bergabung dengan DI/TII, maka
dia pun ikut, pada 1954.

Nama Hasan mulai dikenal sejak dia membuat surat yang ditujukan kepada Ali Sostroamidjojo. Isinya, hentikan agresi TNI dan kekejaman terhadap rakyat Aceh , Jawa Barat, dan Sulawesi. Jika tidak, Hasan mengancam akan membawa persoalan tersebut ke forum PBB. Jawaban pemerintah,
paspor Hasan Tiro ditarik. Namun, dia masih punya tabungan dan bisa membayar denda US$ 500. Dengan duit sebesar itu, dia bisa menetap di Amerika. Hasan kemudian diangkat S.M. Sukarmaji Mariam Kartosuwiryo sebagai wakil DI di luar negeri, tahun 1956.

Di Amerika, Hasan sempat berpacaran dengan seroang wartawati majalah Time, dan berencana mengawininya. Namun, dia mesti pulang ke Aceh untuk memutuskan tunangan dengan pilihan orangtuanya pada 1958. Inilah pertama kalinya dia menginjak Aceh sejak ditingga linya delapan tahun lalu. Ketika pulang itulah Hasan menerima duit jutaan dolar dari Darul Islam.
Tujuannya untuk membeli senjata. Isu bakal dapat senjata besar-besar main santer pada 1959, sebab barter Aceh-Malaysia sudah buka. Hasan pun berangkat lagi k e luar negeri.

Sejak berada di luar negeri, Hasan SELALU MEMBERI ANGIN pada pimpinan Darul Islam, terutama melalui Abu Daud Bereu-eh, bahwa dirinya SUDAH MEMILIKI KONTAK INTERNASIONAL. Dan, ujung-ujungnya, perlu duit untuk beli senjata. Duit pun mengucur dengan derasnya dari 1959 sampai 1961. Termasuk, duit dari dari Kaso Abdul Gani, Darul Islam
Sulawesi di Kuala Lumpur. Diketahui kemudian, Hasan TELAH MENGAWINI seorang WANITA KETURUNAN YAHUDI - Swedia yang telah memberikannya seorang putra bernama Karim Hasan.

Ada yang bilang dia berprofesi sebagai makelar. Tetapi, ada juga yang bilang dia punya perusahaan yang bergerak dalam bidang perminyakan, yaitu Dural Internasional Limited 1001 New York. Sayangnya, nama perusahaan ini belakangan diketahui HANYA FIKTIF semata. Tokoh-tokoh DI/TII tentu terus menanyakan perihal senjata api itu. Namun, selalu saja dijawab tunggu dulu. Di Aceh, Abu Daud Beureu-eh sudah membentuk gerakan sendiri bernama Republik Islam Aceh (RIA), yang diproklamasikan 15 Agustus 1961. Lalu, Abu Daud Berueu-eh mengirim utusan
ke Amerika, Teungku Zainal Abidin, abang kandung Hasan Tiro untuk menagih soal senjata itu.
"Tidak usah khawatir, Abang pulang saja ke Aceh, barangkali duluan senjata tiba ke Aceh ketimbang Abang," kata Hasan pula, sambil menyebut senjata dibawa pakai helikopter. Zainal pula dan melapor lagi pada Abu Beureu-eh, pada 1974. Saat itu juga dipersiapkan tempat pendaratan
helikopter. Hutan di Nisam, Aceh Utara, dibersihkan.

Namun, senjata tidak kunjung datang. Hasan beralasan tidak bisa mengirimn lewat udara, tetapi harus lewat laut dengan kapal selam. Nah, Abu Daud Beureu-eh kembali memerintahkan alur pantai untuk memudahkan kapal selam masuk. Lagi-lagi, ia terkecoh. Sementara, Hasan sudah
berada di Bangkok.

Utusan kembali dikirim, kali ini Doktor Muchtar Hasbi Abdullah. Mereka berjumpa di Bangkok. Hasan membawa Doktor Muchtar pada salah satu pangkalan --diduga di teluk Subic Filipina--, dan
Hasan lagi-lagi membual dengan me nyebutnya untuk dikirim ke Aceh. Bertahun-tahun penipuan itu tersimpan. Akhirnya, Darul Islam berproses. Abu Daud Beureu-eh pun semakin tua. Dia memilih hidup dalam masjid, berkhotbah dan menjadi imam masjid. Hingga akhirnya, Abu Daud Beureu-eh diculik dan matanya dibutakan hingga akhir hayatnya. Sedangkan, gerakan Republik Islam Aceh terus melakukan aktivitas di pegunungan. Hingga suatu malam dalam 1977 datanglah berita bahwa Hasan Tiro pulang ke Aceh untuk memimpin pergerakan. Hasan hanya membawa
pulang tiga pucuk pistol colt dan dua pucuk doublelub --penembak gajah.

Lalu, Hasan memimpin aksi, nama Republik Islam Aceh diubah menjadi Aceh Merdeka. Penamaan Aceh Merdeka itu juga sebenarnya adalah topeng untuk menutup-nutupi wajah Hasan sesungguhnya. "Dia gampang bersumpah. Abu kan ulama, jadi cepat memaafkannya," kata Teungku Fauzi Hasbi Abdullah, salah seorang saksi sejarah Aceh. Sebab, jika memakai Aceh merdeka, maka label Islam yang menonjol. Dan, itu penting untuk pergerakan di Aceh. Sedangkan, yang sesungguhnya Hasan lebih sering memakai Front Liberation Aceh Sumatera. Alasan
penamaan asing tersebut guna mudah mendapat perhati an internasional. "Kalau Islam sulit
berjuang," begitu alasan Hasan, sebagaimana diulangi Teungku Fauzi Hasbi Abdullah, bekas Kepala Staf Angkatan Perang Aceh Merdeka.

Waktu terus berjalan hingga diproklamasikannya Aceh Merdeka. Sebenarnya, proklamasinya
berlangsung pada 20 Mei 1977. Jadi, bukan pada 4 Desember 1976 sebagaimana diinginkan Hasan. Kabinet pun disusun. Hasan Tiro mengangkat dirinya menjadi Wali Nanggroe Aceh Merdeka. Lantas, Hasan mulai mendoktrin ajaran yang digemarinya bahwa berjuang untuk memerdekakan Aceh cukup dengan 15 orang buta huruf. Jadi, setiap sekolah mesti dibakar. Mirip dengan teori Mao Tze Tung dari Cina. Selain itu, pantang baginya mendengar ada anak b uahnya menjawab perintahnya dengan kalimat "insya Allah", sebab menurutnya itu jawaban orang malas. Itu menunjukkan, Hasan ternyata penganut ajaran Nietzsche dan Machiavelli.

Hasan pernah menginstruksikan Fauzi untuk menembak dua pegawai asing di Mobil Oil dan pembajakan Kapal PT Sandiwijaya. Alasannya, biar PBB cepat mengetahui pergolakan di Aceh. Setelah sempat perang mulut. Fauzi menggerakkan anak buahnya, akibatnya seorang pekerja
asing itu tewas, dan satunya lagi luka tembak. Rupanya, penembakan dua karyawan asing Mobil Oil merupakan awal bencana bagi Aceh Merdeka. Sebab, setelah peristiwa itu yang datang bukannya utusan PBB, namun sepasukan RPKAD yang dipimpin Letnan Satu Sjafrie Sjamsoeddin --kini mayor jenderal dan staf ahl i Panglima TNI. Hasan dan pengikutnya akhirnya menyelamatkan diri ke hutan.Lalu, Hasan bersumpah akan selalu bersama-sama dengan seluruh anggota Aceh Merdeka. "Hanya ada satu perjuangan, merdeka atau syahid," kata Hasan, waktu itu.

Namun, setelah terdesak diuber-uber tentara terus, Hasan mulai mencari dalih menyelamatkan diri. Dia minta izin pada Doktor Muchtar, Wakil Wali Naggroe, untuk berkunjung ke luar negeri selama dua bulan. Alasannya untuk mengambil senjata, berurusan dengan PBB, serta menjalin hubungan diplomatik dengan luar negeri.

Sementara, gerakan Aceh Merdeka mulai mengendur. Satu per satu stafnya ditangkap, di antaranya ada yang tewas seperti Muchtar. Pergerakan Aceh Merdeka pun terhenti. Lalu, bergaung lagi tahun
1986-1989. Kembali Hasan MENABUR JANJI. Namun, hasilnya berbagai tindak kekerasan terjadi di Aceh. Operasi militer diberlakukan di Aceh hingga 1998 dengan korban tak kepalang.

Bila dikaji-kaji, sesungguhnya wajah Hasan yang sebenarnya tak banyak diketahui masyarakat ramai --termasuk juga di kalangan pengikutnya di lapis bawah. Mungkin, karena tampil dari kewibawaan Daud Beureu-eh yang dicintai rakyat, pengikutnya menganggap Has an adalah penerus perjuangan suci tokoh DI/TII yang telah tiada itu. Mitos pun berkembang semacam
FANATISME BUTA.

Belakangan, terbukti banyak pengikut Hasan pada gelombang kedua ini keluar dari Aceh Merdeka, di antaranya memang tewas dan ditangkap. Kini, gelombang ketiga kembali berkobar di Aceh. Hasan kembali berjanji bahwa Aceh akan merdeka tahun depan. Konon, sebuah kapal selam lengkap pengangkut senjata akan merapat ke pantai Aceh. BUALAN APA LAGI INI?

Nurlis Effendi, dan Muhammad Shaleh
Majalah GAMMA
----------