Stockholm, 21 Mei 2004

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

PENAIKAN BENDERA, SUMPAH, MAKLUMAT ULAMA ACEH HANYA DUKUNGAN POLITIK PADA SOEKARNO
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

TGK LAMKARUNA PUTRA ITU PENAIKAN BENDERA, SUMPAH, MAKLUMAT ULAMA ACEH HANYA DUKUNGAN POLITIK PADA SOEKARNO YANG SEMENTERA SAJA

"Bapak Ahmad Sudirman sejarah mengenai Teungku Hasan Muhammad di Tiro bersama Teungku Umar Tiro bersumpah setia atas nama keluarga Tiro terhadap RI pada tanggal 24 September 1945 tidak bisa dikatakan sebagai suatu pengakuan politik akan tetapi itu dilakukan sebagai wujud kesetiaan kepada RI. Karena kondisi pada waktu seluruh daerah dalam nasib yang sama, artinya sama-sama dijajah oleh Belanda, Aceh include ke RI pada waktu, bukan berarti rakyat Aceh dan ulama meninggalkan Hukum Islam, bayangan diterapkannya hukum Islam di Aceh tetap tersemai dihati sanubari bangsa Aceh, jadi penggabungan itu bukan berarti Aceh mau mengikuti paham negara sekuler, buktinya Allah yarham Abu Beureueh berjihad untuk terus memperjuangakan hukum Islam tegak di Aceh sehingga beliau hijrah ke gunung, kenapa hal ini beliau lakukan, karena beliau telah dikhianati oleh Soekarno ie boh kreh." (Tgk. Lamkaruna Putra, abupase@yahoo.com , Fri, 21 May 2004 08:05:54 -0700 (PDT))

Baiklah Teungku Lamkaruna Putra di Medan, Indonesia.

Setelah saya membaca apa yang disampaikan oleh Teungku Lamkaruna Putra dalam tulisannya "Tanggapan tulisan Ahmad Sudirman 'Tgk Lamkaruna itu keluarga Tiro baiat pada RI bukan dasar hukum Aceh masuk RI' ", ternyata garis besarnya hanya sekedar menyatakan bahwa "Teungku Hasan Muhammad di Tiro bersama Teungku Umar Tiro bersumpah setia atas nama keluarga Tiro terhadap RI pada tanggal 24 September 1945 tidak bisa dikatakan sebagai suatu pengakuan politik akan tetapi itu dilakukan sebagai wujud kesetiaan kepada RI. Dengan bersatunya seluruh komponen termasuk keluarga Tiro, maka tergabunglah Aceh ke Indonesia."

Ternyata, kesimpulan yang diambil oleh Teungku Lamkaruna, yaitu "Dengan bersatunya seluruh komponen termasuk keluarga Tiro, maka tergabunglah Aceh ke Indonesia".

Kemudian faktor-faktor apa yang dijadikan dasar pengambilan kesimpulan tersebut diatas oleh Teungku Lamkaruna ?.

Ternyata setelah saya pelajari, hanya ada 3 faktor, yaitu pertama, hasil keputusan untuk bergabung dengan RI yang diputuskan oleh Teuku Nyak Arief, Teuku Ahmad Jeunib, Teuku Nyak Hanafiah, Teuku Abdul Hamid, dan pak Ahmad Kepala Kantor Pos di Kutaraja, yang berkumpul di rumah Teuku Abdullah Jeunib pada tanggal 22 Agustus 1945. Kedua, penaikan bendera dan pembacaan sumpah oleh keluarga Tiro. Ketiga, pembacaan maklumat ulama Aceh pada 15 Oktober 1945.

Nah, dari apa yang ditulis oleh Teungku Lamkaruna itu saya melihat bahwa ketiga faktor tersebut diatas telah dijadikan sebagai dasar hukum tergabungnya Aceh ke Indonesia.

Sedangkan sebelum ini saya telah mengatakan bahwa baiat keluarga Tiro pada pimpinan RI Soekarno bukan dasar hukum Aceh masuk RI. Tetapi, ternyata oleh Teungku Lamkaruna, dinyatakan bahwa baiat keluarga Tiro ditambah dengan penaikan bendera merah putih dan pembacaan maklumat Aceh telah dijadikan alasan tergabungnya Aceh ke Indonesia. Atau dengan kata lain bahwa baiat keluarga Tiro ditambah dengan penaikan bendera merah putih dan pembacaan maklumat Aceh telah dijadikan dasar hukum tergabungnya Aceh ke Indonesia.

Padahal Soekarno sendiri tidak mengakui ketiga faktor tersebut merupakan dasar hukum tergabungnya Aceh ke Indonesia, terbukti dengan ditetapkannya dasar hukum PP RIS No.21/1950 dan PERPPU No.5/1950.

Disini saya melihat bahwa sebenarnya kejadian yang terjadi pada awal kemerdekaan RI tersebut, seperti hasil keputusan untuk bergabung dengan RI yang diputuskan oleh Teuku Nyak Arief, Teuku Ahmad Jeunib, Teuku Nyak Hanafiah, Teuku Abdul Hamid, dan pak Ahmad Kepala Kantor Pos di Kutaraja, penaikan bendera dan pembacaan sumpah oleh keluarga Tiro, serta pembacaan maklumat ulama Aceh pada 15 Oktober 1945, bukanlah sebagai alasan dasar yang kuat tergabungnya Aceh ke Indonesia.

Disamping itu Teungku Lamkaruna dengan menampilkan keluarga Tiro melakukan baiat pada pimpinan RI Soekarno adalah sebagai benteng pertahanan dari serangan yang mengatakan bahwa "ulama telah menjual Aceh ke RI". Padahal "keluarga Tiro dan Hasan Tiro yang juga membaiat ke RI."

Nah disini, sekali lagi saya tekankan, seperti yang telah ditulis sebelum ini, yaitu baiat keluarga Tiro hanya sebagai suatu pengakuan politik atas wujud RI yang telah diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Dimana pengakuan politik, baiat, sumpah setia dari keluarga Tiro pada pimpinan RI, Soekarno ini tidak bisa dijadikan sebagai suatu sumpah setia, baiat, pengakuan politik yang langgeng terhadap pimpinan RI Soekarno. Bisa saja setiap saat itu sumpah setia, baiat, pengakuan politik terhadap pimpinan RI Soekarno berobah. Tergantung dari Soekarno itu sendiri.

Sekarang, kalau beberapa tahun kemudian Teungku Hasan Muhammad di Tiro berbalik menentang kebijaksaan politik Soekarno, itu merupakan sikap politik yang wajar dan bisa diterima. Dan baiat Teungku Hasan Muhammad di Tiro yang dibacakan oleh Teungku Umar Tiro atas nama keluarga Tiro secara hukum tidak berlaku lagi.

Jadi, kalau dikemudian hari dikatakan bahwa Teungku Hasan Muhammad di Tiro pada 24 September 1945 juga pernah berbaiat pada Pimpinan RI Soekarno, itu tidak akan menggugurkan sikap dan perjuangan Teungku Hasan Muhammad di Tiro membebaskan Negeri Aceh. Paling hanya sekedar disebut sebagai bekas orang yang berbaiat pada Soekarno, tetapi tidak mempunyai akibat hukum apapun. Yang jelas bahwa kebijaksaan politik Soekarno untuk menelan Negara-Negara dan Negeri-Negeri yang berada diluar wilayah kekuasaan de-facto dan de-jure RIS telah ditentang oleh Teungku Hasan Muhammad di Tiro.

Selanjutnya Teungku Lamkaruna menyinggung masalah Republik Islam Aceh yang dideklarkan pada tanggal 15 Agustus 1961 sebagai jelmaan dari NII yang keluar dari RPI, dua hari sebelum Perdana Menteri Republik Persatuan Indonesia Sjafruddin Prawiranegara bersama M. Natsir menyerah kepada Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1961.

Dimana sebenarnya, secara de-facto dan de-jure Republik Islam Aceh yang dideklarkan pada tanggal 15 Agustus 1961 setelah dilaksanakan "Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh" yang dijalankan oleh Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel M.Jasin pada bulan Desember 1962, dianggap lenyap. Teungku Muhammad Daud Beureueh telah kembali ke masyarakat, kegiatan pemerintahan RIA telah tiada, yang ada hanyalah menunggu janji-janji pihak Soekarno dengan syariat Islamnya yang tidak pernah muncul kepermukaan.

Nah sekarang yang tinggal adalah hanya merupakan cita-cita Republik Islam Aceh yang secara de-jure dan de-facto telah lenyap dari muka bumi Aceh.

Dan menurut saya kegagalan Teungku Muhammad Daud Beureueh berkali-kali dalam menghadapi taktik dan strategi Soekarno yang telah menjalankan penelanan, pencaplokan, pendudukan, dan penjajahan Negeri-Negeri lain yang berada diluar wilayah kekuasaan de-facto RIS ditambah dengan janji-janji syariat Islam hadiah Soekarno yang menenggelamkan existensi Negara Islam Indonesia, Republik Persatuan Indonesia, dan Republik Islam Aceh.

Sekarang bisa saja siapapun rakyat Aceh yang meneriakkan RIA, tetapi secara de-facto dan de-jure itu RIA telah hilang lenyap ditelan Soekarno melalui "Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh" yang dijalankan oleh Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel M.Jasin pada bulan Desember 1962.

Nah, kalau saya melihat bahwa setelah gagal Teungku Muhammad Daud Beureueh, M.Natsir, Sjafruddin Prawiranegara menghadapi kelicikan taktik dan strategi penelanan, pencaplokan, pendudukan, dan penjajahan Negara-Negara dan Negeri-Negeri diluar wilayah de-facto RIS dan RI, maka dengan lahirnya deklarasi ulangan Negara Aceh pada 4 Desember 1976 oleh Teungku Hasan Muhammad di Tiro, 2 tahun sebelum Teungku Muhammad Daud Beureueh ditangkap Soeharto dan diasingkan ke Jakarta tahun 1978, yang merupakan kelanjutan dari Negara Aceh yang berdaulat dibawah Sultan Machmudsyah yang pada tanggal 26 Maret 1873 menerima deklarasi perang dari pihak Belanda dan telah diperjuangkan oleh para pejuang dan ulama Aceh sampai tahun 1942. Kemudian diteruskan oleh penjajah Jepang sampai tahun 1945. Seterusnya ditelan, dicaplok, diduduki, dan dijajah oleh pihak Presiden RIS Soekarno pada 14 Agustus 1950 dan diteruskan oleh pihak RI yang menjelma menjadi NKRI pada 15 Agustus 1950.

Sekarang, Negara Aceh secara de-jure dan de-facto tetap berdiri, dan tetap mampu bertahan menghadapi taktik dan strategi licik pihak NKRI dengan TNI-nya.

Justru, sebaiknya rakyat Aceh harus berada dibelakang perjuangan menegakkan dan melanjutkan kedaulatan Negara Aceh yang telah diperjuangkan dari tahun 1873 dengan semangat jihad Islam sampai detik sekarang ini.

Soal adanya perbedaan "naskah proklamsi Aceh (National Liberation Front of Acheh) yang dideklarasikan oleh Hasan Tiro ini tidak diawali dengan bismillah dan diakhiri dengan takbir" sehingga oleh "Teungku Lamkaruna dianggap proklamsi ini batal untuk ditaati oleh mereka yang menyebutnya mukmin. Artinya harus diproklamsikan kembali kemerdekaan Aceh dengan naskah proklamsi yang baru atau merujuk kepada proklamsi atau undang-undang dasar RIA.". Jelas, akan dijadikan sebagai alat pemecah belah rakyat Aceh oleh pihak NKRI dengan TNI-nya.

Nah, justru menurut saya yang menjadi hambatan dan penghalang berdirinya Negara Aceh yang memiliki dasar Islam sejak sebelum diduduki dan dijajak oleh Belanda, Jepang, dan RI, adalah orang-orang yang berusaha untuk menjatuhkan dan menghancurkan dengan alasan proklamasi Negara Aceh. Padahal itu sebenarnya bisa diselesaikan dan dipecahkan dengan diisi Negara Aceh ini dengan semangat, nilai-nilai dan ruh Islam sebagaimana para pejuang rakyat Aceh dari sejak tahun 1873 sampai sekarang ini.

Saya yakin dan melihat bahwa Teungku Hasan Muhammad di Tiro tidak mendasarkan perjuangan untuk pelanjutan Negara Aceh ini pada dasar non Islam. Tidak ada dalam tulisan-tulisannya yang menyatakan bahwa ASNLF berdasarkan kepada ide-ide non Islam.

Karena itu menurut saya, bahwa adanya sikap-sikap yang mengarah kepada penggerogotan perjuangan ASNLF atau GAM dengan tuduhan tidak Islami karena deklarasinya. Padahal kalau ditelusuri lebih kedalam bahwa sebenarnya perjuangan rakyat Aceh yang telah sadar untuk menentukan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan Negara Pancasila atau NKRI ini telah menjadikan Islam sebagai dasar perjuangannya. Begitu juga dengan tulisan-tulisan yang ditulis oleh Teungku Hasan Muhammad di Tiro bahwa ASNLF dasar perjuangannya adalah Islam.

Jadi, disini saya melihat, lebih baik mendukung perjuangan rakyat Aceh yang ingin tegaknya kembali Negara Aceh yang berdaulat dengan Islamnya sebelum dijajah Belanda, jepang, dan RI, ketimbang tetap mempertahankan dan mendukung Negeri Aceh dalam sangkar NKRI yang berdasarkan pancasila.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk,
amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad.swaramuslim.net
ahmad@dataphone.se
----------

Date: Fri, 21 May 2004 08:05:54 -0700 (PDT)
From: abu pase abupase@yahoo.com
Subject: TANGGAPAN TULISAN AHMAD SUDIRMAN "KELUARGA TIRO BAIAT RI BUKAN DASAR HUKUM ACEH"
To: seuramoe aceh <seuramoe_aceh@yahoo.co.uk>, hidayat syarif <siliwangi27@hotmail.com>, sidney <sjones@crisisweb.org>, asnawi ali <stavanger_norway@malaysia.com>, ahmad latif <sumatra_merdeka@yahoo.com>, syahbuddin Abdurrauf <syahbuddin@swipnet.se>, teuku mirza <teuku_mirza@hotmail.com>, Tgk Barat <tgk_dibarat@yahoo.com>, Rusmanto Ismail <toto_wrks@yahoo.com>, unsyiah <unsyiah@lycos.com>, Reyza Zain warzain@yahoo.com , ahmad@dataphone.se

TANGGAPAN TULISAN AHAMAD SUDIRMAN "TGK LAMKARUNA ITU KELUARGA TIRO BAIAT PADA RI BUKAN DASAR HUKUM ACEH MASUK RI"
Oleh : Tgk. Lamkaruna Putra

Baiklah Bapak Ahmad Sudriman yang saya hormati. Dalam tulisan ini saya akan menanggapi balasan Bapak Ahmad Sudirman atas tulisan saya. Tulisan ini untuk memperjelas apa yang telah saya jelaskan dalam topik ini sebelumnnya. Dengan harapan agar Bapak Ahmad Sudirman dapat memahami betul msksud dan tujuan tulisan saya.

Setelah saya membaca tanggapan Bapak, ada beberapa titik point yang perlu saya tanggapi. Tidak benar kalau dikatakan dikatakan tulisan ini sebagian besar pengiringan baiat keluarga Tiro pada pimpinan RI kedalam jalur RI, akan tetapi saya hanya mengungkapkan fakta sejarah dan tidak ada hubungannya dengan apayang dilakukan Hasan Tiro saat ini. Perlu diingat bahwa sumpah setia keluarga Tiro pada pimpinan RI memang tidak bisa dijadikan standar dasar hukum masuknya Negeri Aceh kedalam RI, karena yang membawaAceh ketika itu bukan hanya keluarga Tiro saja, akan tetapi seluruh bangsa Aceh, keluarga tiro hanyalah bahagian kecil dari bangsa Aceh. Dengan bersatunya seluruh komponen termasuk keluarga Tiro, maka tergabunglah Aceh ke Indonesia. Tulisan saya sebelumnya hanya untuk menyampaikan bahwa keluarga tiro pernah menujukkan kesetiaan terhadap RI pada waktu,dengan bersumpah!!! sekali lagi ini tidak berhubungan dengan hukum Aceh atau tidak hukum Aceh dan gerakan Hasan Tiro saat ini.

Sebagaimana saya mengatakan bahwa Umar Tiro selaku pewaris satu-satunya keluarga Tiro bersumpah setia atas nama keluarga Tiro terhadap RI. Keluarga Tiro, dengan menaikkan bendera merah putih, telah mengesahkan ijab kabul terjualnya Aceh kepada Indonesia. Dan itu menunjukkan respeksi keluarga Tiro terhadap RI yang baru lahir."

Bapak Ahmad Sudirman! Siapa yang dapat membantah fakta sejarah bahwa "tanggal 24 September 1945 dilakukan penarikan bendera merah putih yang dipimpin oleh Teungku Umar Tiro dan Hasan Muhammad Tiro sedangkan yang menggerek bendera adalah Muhammad saleh"

Bapak Ahmad Sudirman yang saya hormarti! Perlu kiranya kita buka kembali sedikit sejarah Aceh. Sewaktu proklamasi RI 17 Agustus 1945, semua rakyat Aceh sewaktu enggan menyambutnya karena kemerdekaan tersebut tidak ada hubungan sama sekali dengan Aceh, karena Aceh pada waktu itu sedang sibuk mengusir bangsa penjajah dari bumi Aceh. Akan tetapi pada waktu itu seruan-seruan rakyat agar hukum-hukum Islam dilaksanakan semakin berkumandang. Pada tanggal 22 Agustus 1945, di rumah Teuku Abdullah Jeunib berkumpul beberapa tokoh diantaranya : Teuku Nyak Arief, Teuku Ahmad Jeunib, Teuku Nyak Hanafiah, Teuku Abdul Hamid, dan pak ahmad Kepala Kantor Pos di Kutaraja. Mereka berbincang-bincang seputar kemerdekaan RI. Pada pertemuan itu para hadirin tertuju pada Teuku Nyak arif untuk mengambil keputusan jitu tentang bergabung atau tidak dengan RI,akhirnya Teuku Nyak Arif dan hadirin yang hadir mengambil keputusan untuk bergabung dengan RI.ketika itu sentimen primordial dihilangkan.pada waktu itu Teuku Nyak Arif mengangkat sumpah danm disusul kemudian seluruh para hadirin satu persatu. Inilah tokoh-tokoh Aceh pertama yang menyatakan bergabung dengan RI dan bersumpah setia dengan RI, dan sejak itu Aceh dengan resmi menjadi begian RI. Dan Teungku Muhammad daud Beureueh tidak hadir dalam pertemuan itu, sehingga tanggapan-tanggapan orang yang mengatakan Abu Beureueh telah menjual Aceh ke RI sungguh tidak benar.

Selanjudnya penaikan bendera merah Putih di depan kantor Teuku Nyak Arif pun terlaksana pada tanggal 24 Agustus 1945. menyusul kemudian penaikan-penaikan bendera diantaranya di Lhoksukon , pada 29 Agustus 1945 dipimpin oleh Hasbi Wahidi. Di Lhokseumawe dipimpin oleh Teungku panglima Agung Ibrahim dan Hasan sab, di langsa jam 9 pagi 1 oktober 1945 di lapangan stasiun kereta api. Di kuala simpang pada tanggal 3 September yang dipimpin oleh H. Burhan Jamil dll, tidak tertinggal di lamlo pada tanggal 24 September 1945, penarikan bendera merah putih oleh Teungku Umar Umar Tiro dan Hasan Muhammad Di Tiro selaku Ketua Barisan Pemuda Indonesia Lamlo yang menggereka bendera adalah Muhammad Saleh (Ayahwa Leh). Pada kesempatan itu sebagai bukti bahwa Teungku Umar Tiro selaku pewaris satu-satunya keluarga Tiro bersumpah setia atas nama keluarga Tiro terhadap RI. Keluarga Tiro, dengan menaikkan bendera merah putih, telah mengesahkan ijab kabul terjualnya Aceh kepada Indonesia. Dan itu menunjukkan respeksi keluarga Tiro terhadap RI yang baru lahir."

Dalam hal ini bukan berarti saya menjerat Teungku Hasan Muhammad di Tiro kedalam sangar RI, sebagaimana yang ditulis oleh Ahmad Sudirman : "Dimana tujuan dari pengungkapan sejarah baiat keluarga Tiro pada pimpinan RI oleh Teungku Lamkaruna ini adalah untuk menjerat Teungku Hasan Muhammad di Tiro kedalam sangkar RI. Artinya, karena Teungku Hasan Muhammad di Tiro bersama Teungku Umar Tiro telah bersumpah setia atas nama keluarga Tiro terhadap RI pada tanggal 24 September 1945, maka Teungku Hasan Muhammad di Tiro telah mengakui dan menjadi bagian dari RI.

Akan tetapi maksud saya adalah ini bukti sejarah, karena saya tidak sedikit tokoh-tokoh GAM baik Hasan Tiro yang sering mengklaim bahwa ulama-ulama Aceh telah menjual Aceh kepada RI, termasuk Abu Beureueh, padahal tidak semua Ulama Aceh termasuk Abu Beureueh yang turut serta menjual Aceh kepada RI. Kalaupun itu dianggap benar bahwa ulama telah menjual Aceh ke RI apa bedanya yang dilakukan oleh keluarga Tiro dan Hasan Tiro yang juga membaiat ke RI. Kita jangan menghina seseorang akan tetapi kitapun melakukan hal yang sama.

Dukungan ulama kepada RI jauh sesudah pertistiwa-oeristiwa baiat di atas. Dukungan pimpinan keagamaan yang lebih tua datang pada tanggal 15 Oktober 1945 berupa "Pernyataan Ulama Seluruh Aceh (Lihat isi maklumat ulama seluruh Aceh dalam buku M. Nur El Ibrahimi), yang ditandatangani oleh 4 ulama terkenal : Tgk. Muhammad daud Beureueh dan Tgk . Ahmad Hasballah, keduanya pimpinan POESA, Tgk. Ja'far Siddiq dan Tgk. Hasan Krueng kale. Jadi, semua tokoh pada waktu ikut berkecimpung dalam hal ini, oleh karenanya janganlah kita menjelek-jelekkan seseorang bahwa ia telah menjual Aceh ke RI, sebagaimana yang sering dipropaganda oleh Hasan Tiro.

Bapak Ahmad Sudirman mengatakan : "Kalau memang benar Teungku Hasan Muhammad di Tiro bersama Teungku Umar Tiro pada tanggal 24 September 1945 bersumpah setiap kepada pimpina RI, maka secara hukum keluarga Tiro adalah bagian dari RI" Kalulah melihat fakta sejarah di atas, mengapa tidak kalau dikatakan bahwa Keluarga Tiro pada waktu itu bagian dari RI karena mereka telah bersumpah, sebagaimana juga yang telah dilakukan oleh tokoh-tokoh dan ulama-ulama Aceh pada waktu itu. Dan Sumpah setia keluarga Tiro pada pimpinan RI memang tidak bisa dijadikan standar dasar hukum masuknya Negeri Aceh kedalam RI, karena yang membawa Aceh itu bukan hanya keluarga Tiro saja, akan tetapi seluruh bangsa Aceh, keluarga tiro hanyalah bahagian kecil dari bangsa Aceh. Dengan bersatunya seluruh komponen termasuk keluarga Tiro, maka tergabunglah Aceh ke Indonesia.

Terlepas sekarang ini Hasan Tiro telah memberontak terhadap RI, akan tetapi fakta di atas jangan dilupakan dulu, dalam hal ini saya tidak memaksa Hasan Tiro bagian dari RI, tetapi dulu iya, dan sekarang jangan disamakan dengan yang dulu.

Ahmad sudirman mengatakan : " Kemudian kalau ditelusuri sampai mendalam dari sejak 27 Desember 1949 sampai 13 Agustus 1950. Jelas, sekali bahwa sebenarya Negeri Aceh berada diluar daerah wilayah kekuasaan de-facto dan de-jure RI. Apalagi setelah ditandatangani perjanjian Renville yang dilaksanakan pada tanggal 17 Januari 1948, yang sebagian isi perjanjiannya menyangkut gencatan senjata disepanjang garis Van Mook dan pembentukan daerah-daerah kosong militer. Dimana secara de jure dan de facto kekuasaan RI hanya sekitar daerah Yogyakarta saja. Perjanjian Renville ini ditandatangani oleh Perdana Mentri Mr. Amir Sjarifuddin dari Kabinet Amir Sjarifuddin, yang disaksikan Oleh H.A. Salim, Dr.Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo.. . . . !!! dalam hal ini perlu saya jelaskan tulisan saya sebelumnya tidak ada hubungannya dengan pembahasan ini, saya hanya menjelasakan keluarga Tiro pernah bersumoah terhadap RI, itu saja, masalah Negeri Aceh berada diluar daerah wilayah kekuasaan de-facto dan de-jure RI atau tentang perjanjian renville, nanti akan kita diskusikan pada wilayah lain.

Bapak Ahmad Sudirman sejarah mengenai Teungku Hasan Muhammad di Tiro bersama Teungku Umar Tiro bersumpah setia atas nama keluarga Tiro terhadap RI pada tanggal 24 September 1945 tidak bisa dikatakan sebagai suatu pengakuan politik akan tetapi itu dilakukan sebagai wujud kesetiaan kepada RI. Karena kondisi pada waktu seluruh daerah dalam nasib yang sama, artinya sama-sama dijajah oleh Belanda, Aceh include ke RI pada waktu, bukan berarti rakyat Aceh dan ulama meninggalkan Hukum Islam, banyangan diterapkannya hukum Islam di Aceh tetap tersemai dihati sanubari bangsa Aceh, jadi penggabungan itu bukan berarti Aceh mau mengikuti paham negara sekuler, buktinya Allah yarham Abu Beureueh berjihad untuk terus memperjuangakan hukum Islam tegak di Aceh sehingga beliau hijrah ke gunung, kenapa hal ini beliau lakukan, karena beliau telah dikhianati oleh Soekarno ie boh kreh.

Bapak Ahmad Sudirman yang saya hormati. Bapak mengatakan saya bahwa saya sudah oke dengan Mbak Megawati dan TNI-nya. Selanjudnya Ahmad Sudirman mengatakan : "Bagi Teungku Lamkaruna sendiri, bagaimana mau berjuang menegakkan Negara Islam di Aceh, kalau hanya mengikut dan mengiyakan pada kebijaksanaan politik, keamanan, pertahanan Mbak Mega yang didukung oleh TNI dibawah Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Ryamizard Ryacudu, dan Menko Polkam ad interim Hari Sabarno."

Bapak Ahmad Sudirman, dalam hal jangan mencampur adukkan pembahasan, bukankah disini kita berdiskusi secara sehat untuk mengungkapkan fakta sejarah, saya pencinta sejarah Aceh dan banyak menelaah kajian-kajian sejarah,dan ada beberapa buku sejarah Aceh yang telah saya karang. Jadi mari kita berdiskusi dengan hati yang jernih tanpa faktor emosional.

Atas pertanyaan Bapak Ahmad Sudirman kepada saya yang berbunyi: "Negara Islam Aceh yang sebenarnya masih berdaulat dan tidak tergabung dengan Indonesia itu Negara Islam yang mana ?. Apakah memang ada Negara Islam Aceh diluar NII dpimpinan Imam Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, NII Pimpinan Teungku Muhammad Daud Beureueh, Negara Islam di Sulawesi Selatan pimpinan Abdul Kahar Muzakar dan Kaso A. Ghani, Negara Islam di daerah Kalimantan Selatan pimpinan Ibnu Hajar, Republik Islam Aceh (RIA) jelmaan dari NII setelah keluar dari Republik Persatuan Indonesia (RPI) dibawah pimpinan Teungku Muhammad Daud Beureueh ?.
Atau memang itu Republik Islam Aceh (RIA) jelmaan dari NII Teungku Muhammad Daud Beureueh masih tetap hidup secara de-facto dan de-jure di Negeri Aceh sampai detik sekarang ini, walaupun pada bulan Desember 1962 Teungku Muhammad Daud Beureueh di Aceh kena jerat dan tipuan Soekarno yang menyodorkan umpan "Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh" yang dijalankan oleh Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel M.Jasin. Kalau memang RIA
secara de-facto dan de-jure masih hidup siapa itu imam dari RIA ini ? Kalau ada Imamnya apakah ia tinggal di Aceh atau di Jakarta ? Jangan-jangan RIA sudah dikontrol pula oleh Ryacudu dan Sutarto atau oleh Badan Intelijen Negara (BIN) pimpinan AM Hendropriyono.

Baiklah pak Ahmad Sudirman. Saya akan menjawab sedikit pertanyaan tersebut, karena nanti pada setion yang lain akan saya kupas sejarah panjang perjungan bangsa Aceh hingga Aceh Merdeka. Tapi perlu diketahui bahwa Setelah Muhammad Natsir dan Syarifuddin Prawiranegara menyerah ke RI, pada akhirnya Allah yarham Abu Beureueh mencoba tetap bertahan dengan keyakinannya semula yakni terus melanjudkan revolusi Islam Aceh.

Dengan segala kekuatan senjata dan pasukan terbatas menterinya pun hanya tinggal 10 orang karena banyak yang melapor dicetuskan berdirinya Republik Islam Aceh (RIA) pada tanggal 15 Agustus 1961.Dalam Struktur kelembagaannya RIA pada dasarnya telah berpisah dengan kekuatan-kekuatan pergerakan lainnya di Indonesia, termasuk gerakan Darul Islam di Jawa Barat.

Bagi Allah yarham Abu Beureueh berinisiatif tetap melanjudkan jihad suci menegakkan syariat Islam dan Negara Islam di bumi Aceh. Akan tetapi pergerakan ini begitu lama karena tipudaya dari nasution melalui panglima/Penguasa Perang Kodam I Iskandar Muda, Kolonel Muhammad Jasin, mengadakan perundingan dengan Abu Beureueh. Dalam perundingan itu pemerintah akan memberikan hak penuh untuk melaksanakan hukum syariat Islam bagi rakyat Aceh. Setelah mengadakan rapat khusus dengan para tokoh ulama serta mengambil mudharat dan manfaatnya dari sebuah perundingan itu, diputuskanlah untuk menerima tawaran pemerintah RI.selanjudnya, undang-undang syariat Islam pun telah dirumuskan dengan baik. Akan tetapi tawaran itu hanya sebagai alat untuk melumpuhkan perjuangan mujahidin RIA.

Pemerintah RI kembali menampakkan belang yang sesungguhnya ketika itu, mereka adalah orang-orang yang anti terhadap Islam, akan tetapi bagi para mujahidin Aceh cita-cita RIA merupakan tujuan hidup yang abadi.

Selanjudnya, sebenarnya timbulnya GAM itu pun atas arsitek Abu Beureueh dan pengikut-pengikut beliau termasuk Hasan Tiro, Abu Hasbi, Tgk. Ilyas Leubee, dr. Muchtar, Tgk. Fauzi Hasbi, dr. Husaini dll, sehingga mereka semuanya tergabung dalam pergerakan GAM di gunung Halimon, akan tetapi akhirnya perjuangan ini mengalami perpecahan, dan perubahan ideologi karena terjadi banyaknya perbedaan pendapat antara Hasan Tiro dan tokoh-tokoh DI/TII yang tergabung di dalamnya. Kalaupun kita melihat, naskah proklamsi Aceh (National Liberation Front of Acheh) yang dideklarasikan oleh Hasan Tiro ini tidak diawali dengan bismillah dan diakhiri dengan takbir, sehingga saya menganggap bahwa proklamsi ini batal untuk ditaati oleh mereka yang menyebutnya mukmin. Artinya harus diproklamsikan kembali kemerdekaan Aceh dengan naskah proklamsi yang baru atau merujuk kepada proklamsi atau undang-undang dasar RIA.

Hanya Proklamsi RIA sajalah yang paling akhir diakui umat Islam. Dan hal ini salah satu yang menyebabkan perbedaan pendapat antara Hasan Tiro dan tokoh lainnya ketika itu. Insyaallah pembahasan ini akan saya tulis pada pembahasan selanjudnya secara mendetil.

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk,
Wallahu a'lam bishawab Wassalam.

Tgk. Lamkaruna Putra

abupase@yahoo.com
Medan, Indonesia
----------