Stockholm, 27 Juli 2004

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

SUMITRO JANGAN PUTAR-BALIK DAN TUTUPI AL-MAIDAH: 44, 45, 47
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

KELIHATAN DENGAN JELAS SUMITRO TERUS PUTAR-BALIK DAN TUTUPI AL-MAIDAH: 44, 45, 47 GUNA MEMBENTENGI PARA PIMPINAN NEGARA KAFIR RI

"Dalam milis ini Ahmad CS begitu gampangnya menggolongkan seseorang sebagai kafir seperti Soekarno, Megawati, Soeharto, Susilo Bambang Yudhoyono,Gusdur, Amien Rais dll (pemimpin2 Indonesia ) bahkan saya dan Rokhmawan serta yang berbeda pendapat dengan Ahmad dan GAM maka digolongkan sebagai kafir. Hal itu ditegaskan oleh si Ahmad dalam beberapa diskusi dalam milis ini." (Sumitro mitro@kpei.co.id , Tue, 27 Jul 2004 08:28:55 +0700)

Baiklah saudara Sumitro di Jakarta, Indonesia.

Sumitro, saya perhatikan saudara terus saja berusaha untuk putar-sana putar sini guna menutupi surat Al-Maidah ayat 44, 45, 47. Mengapa ?

Coba saja perhatikan apa yang ditulis Sumitro pagi ini: "Dalam milis ini Ahmad CS begitu gampangnya menggolongkan seseorang sebagai kafir seperti Soekarno, Megawati, Soeharto, Susilo Bambang Yudhoyono,Gusdur, Amien Rais dll (pemimpin2 Indonesia ) bahkan saya dan Rokhmawan serta yang berbeda pendapat dengan Ahmad dan GAM maka digolongkan sebagai kafir. Hal itu ditegaskan oleh si Ahmad dalam beberapa diskusi dalam milis ini."

Sumitro, Ahmad Sudirman telah berulangkali menulis dan menjelaskan bahwa Allah SWT yang telah menjatuhkan hukuman kepada mereka yang telah membuat lembaga pembuat aturan, hukum, undang-undang disamping aturan, hukum, undang-undang Allah SWT, lalu tidak memutuskan, dan tidak menetapkan suatu hukuman menurut aturan, hukum, undang-undang yang telah diturunkan Allah SWT, sebagaimana yang tertuang dalam Firman surat Al-Maidah ayat 44, 45, 47, dengan sebutan kafir, zhalim, fasik.

Pemahaman dan pengimanan yang mendalam dan sepenuh hati terhadap ayat-ayat dasar hukum surat Al-Maidah inilah yang sampai detik ini tidak terjadi dan tidak dijalankan sepenuh hati oleh saudara Sumitro, sehingga melahirkan pemikiran tersebut diatas.

Coba pikirkan, bagaimana mungkin Ahmad Sudirman akan mampu dan bisa menulis dan menjelaskan tentang mereka para pimpinan Negara RI dari mulai Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati, Amien Rais, Akbar Tandjung yang telah membuat lembaga pembuat aturan, hukum, undang-undang disamping aturan, hukum, undang-undang Allah SWT, lalu tidak memutuskan, dan tidak menetapkan suatu hukuman menurut aturan, hukum, undang-undang yang telah diturunkan Allah SWT, sebagaimana yang tertuang dalam Firman surat Al-Maidah ayat 44, 45, 47, dengan sebutan kafir, zhalim, fasik, kalau bukan didasarkan kepada nash kuat yang tertuang dalam Firman Allah SWT surat Al-Maidah ayat 44, 45, 47.

Apakah Ahmad Sudirman yang menjatuhkan hukuman kafir, zhalim, fasik terhadap mereka para pimpinan RI dari mulai Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati, Amien Rais, Akbar Tandjung yang telah membuat lembaga pembuat aturan, hukum, undang-undang disamping aturan, hukum, undang-undang Allah SWT, lalu tidak memutuskan, dan tidak menetapkan suatu hukuman menurut aturan, hukum, undang-undang yang telah diturunkan Allah SWT ?

Jelas, Ahmad Sudirman tidak membuat dan menetapkan dasar hukum Al-Maidah: 44, 45, 47. Justru yang Menetapkan, Membuat, Menurunkan, Memfirmankan dasar hukum Al-Maidah: 44, 45, 47 adalah Allah SWT yang menurunkan-Nya kepada Rasul-Nya Muhammad saw ketika Haji Wada' pada tahun 10 H.

Jadi, berdasarkan dasar hukum Al-Maidah: 44, 45, 47 itulah Ahmad Sudirman melihat apa yang telah dijalankan oleh para pimpinan RI dari mulai Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati, Amien Rais, Akbar Tandjung yang telah membuat lembaga pembuat aturan, hukum, undang-undang disamping aturan, hukum, undang-undang Allah SWT, lalu tidak memutuskan, dan tidak menetapkan suatu hukuman menurut aturan, hukum, undang-undang yang telah diturunkan Allah SWT.

Apakah Ahmad Sudirman akan menutupi sebagian dasar hukum Al-Maidah: 44, 45, 47 itu ketika melihat para pimpinan RI dari mulai Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati, Amien Rais, Akbar Tandjung yang telah membuat lembaga pembuat aturan, hukum, undang-undang disamping aturan, hukum, undang-undang Allah SWT, lalu tidak memutuskan, dan tidak menetapkan suatu hukuman menurut aturan, hukum, undang-undang yang telah diturunkan Allah SWT ?

Kemudian Ahmad Sudirman dengan munafiknya mengatakan: "walaupun para pimpinan RI dari mulai Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati, Amien Rais, Akbar Tandjung telah membuat lembaga pembuat aturan, hukum, undang-undang disamping aturan, hukum, undang-undang Allah SWT, lalu tidak memutuskan, dan tidak menetapkan suatu hukuman menurut aturan, hukum, undang-undang yang telah diturunkan Allah SWT, tetapi para pimpinan RI itu tidak bisa disebut kafir, zhalim, fasik, kendatipun bertentangan dengan dasar hukum Al-Maidah: 44, 45, 47.

Kalau Ahmad Sudirman mengatakan seperti diatas itu, jelas itu menandakan dan menggambarkan bahwa Ahmad Sudirman tidak meyakini sepenuh hati dan tidak mengimani sepenuh keyakinan, dan tidak menjalankan sepenuh hati dan sepenuh tenaga dasar hukum Al-Maidah: 44, 45, 47 yang telah diturunkan Allah SWT kepada Rasul-Nya Muhammad saw pada Haji Wada' tahun 10 H.

Jadi dalam hal ini Ahmad Sudirman telah ikut terlibat dan bersekongkol bersama para pimpinan RI itu dalam hal pembangkangan terhadap dasar hukum yang telah ditetapkan dan diputuskan Allah SWT dalam Al-Maidah: 44, 45, 47.

Tetapi disini Ahmad Sudirman tidak mengatakan demikian, melainkan mengatakan: "para pimpinan RI dari mulai Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati, Amien Rais, Akbar Tandjung yang telah membuat lembaga pembuat aturan, hukum, undang-undang disamping aturan, hukum, undang-undang Allah SWT, lalu tidak memutuskan, dan tidak menetapkan suatu hukuman menurut aturan, hukum, undang-undang yang telah diturunkan Allah SWT, sebagaimana di-Firman-kan Allah SWT kepada Rasul-Nya Muhammad saw, maka mereka itu disebut kafir, zhalim, fasik.

Kan, jelas itu apa yang dikatakan Ahmad Sudirman. Dimana Ahmad Sudirman tidak menyembunyikan dan memotong sebagian isi dasar hukum Al-Maidah: 44, 45, 47 itu.

Saudara Sumitro, apa yang saudara bandingkan antara orang-orang sebagaimana yang diterangkan dalam isi dasar hukum Al-Maidah diatas dengan apa yang saudara tampilkan dalam cerita saudara dibawah ini, yaitu:

"Deringan suara pedang demikian deras. Tiba-tiba seorang sahabat menjatuhkan lawannya dari kubu kafir ke atas tanah Tanpa sangka-sangka, tiba-tiba saja sang kafir berucap "Laa ilaaha illallah-Muhammadan Rasulullah". Sang sahabat berfikir, apa yang diucapkannya itu adalah kebohongan semata. Maka pedangnya pun melebat menebas leher musuhnya tadi. Ia pun meninggal dengan ucapan terakhir "Kalimah Laa ilaaha illallah-Muhammadan Rasulullah". Mendengar kejadian tersebut, Rasulullah SAW memanggil sahabat yang mulia itu. Seorang sahabat yang dikenal kekentalan iman dan loyalitasnya terhadap kebenaran dan pembawanya (Rasulullah SAW). Begitu mendekat, beliau menanyakan: "Apa gerangan yang menjadikan kamu membunuhnya?" Dengan hati yang mantap dijawabnya: "Ia mengucapkan itu karena ketakutan ya Raulullah". Namun Rasulullah kembali menanyakan dengan suatu ungkapan yang tak perlu dijawab karena sekaligus merupakan jawaban (Suaal istifhami): "Hal syaqaqtamin qalbih?" (Apakah anda telah membuka hatinya?). Mendengar itu, sang sahabat agung terdiam seribu bahasa. Serentak ia berkata kepada rekan-rekannya: "Rasanya saya baru saja masuk Islam".(Sumitro, Tue, 27 Jul 2004 08:28:55 +0700)

Jelas, Sumitro, itu berbeda sekali kasus dan masalahnya. Mengapa ?

Karena yang saudara Sumitro gambarkan dalam cerita itu, orang yang ditebas lehernya oleh sahabat Rasulullah saw tidak menyangkut masalah hukum. Apakah orang yang dilibas lehernya itu orang yang memiliki kekuasaan dalam satu lembaga pembuat aturan, hukum, undang-undang dalam satu Negara lalu tidak menetapkan dan tidak menjatuhkan hukuman menurut aturan, hukum, undang-undang yang diturunkan Allah SWT kepada Rasul-Nya Muhammad saw ?.

Jelas, orang yang ditebas lehernya oleh sahabat Rasulullah saw adalah orang yang bukan digambarkan dalam isi dasar hukum Al-Maidah: 44, 45, 47. Karena itu, orang tersebut tidak bisa disaring dan dikenakan hukuman berdasarkan dasar hukum Al-Maidah: 44, 45, 47.

Jadi Sumitro, ketika Ahmad Sudirman menampilkan dasar hukum Al-Maidah: 44, 45, 47 itu sasaran, objek, orang, pelaku, tindakan, perbuatannya sudah jelas bisa dimasukkan kedalam ruang lingkup isi dari apa yang tertuang dalam dasar hukum Al-Maidah: 44, 45, 47.

Contohnya, kalau di Negara kafir RI, para pimpimpinan Eksekutif, Legislatif, Yudikatif. Dimana mereka itulah yang berkecimpung dalam pembuatan, penetapan mengenai bidang yang menyangkut masalah peraturan, hukum, undang-undang, konstitusi atau undang undang dasar.

Terakhir, saran saya kepada Sumitro dan yang lainnya, kalau kalian ingin memperdebatkan masalah dasar hukum Al-Maidah: 44, 45, 47, maka sebelumnya kalian harus mengetahui dan menguasai permasalahan yang terkandung dalam dasar hukum Al-Maidah: 44, 45, 47 itu.

Karena kalau kalian tidak menguasai permasalahannya yang terkandung dalam dasar hukum Al-Maidah: 44, 45, 47, maka kalian akan melantur kemana-mana, seperti apa yang dilakukan dan ditulis oleh Sumitro dan Rokhmawan bersama Salafi-Solo-nya itu.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad.swaramuslim.net
ahmad@dataphone.se
----------

From: Sumitro mitro@kpei.co.id
To: Ahmad Sudirman <ahmad@dataphone.se>, Serambi Indonesia <serambi_indonesia@yahoo.com>, Aceh Kita <redaksi@acehkita.com>, ahmad jibril <ahmad_jibril1423@yahoo.com>, balipost <balipost@indo.net.id>, waspada <newsletter@waspada.co.id>, PR <redaksi@pikiran-rakyat.com>, Pontianak <editor@pontianak.wasantara.net.id>, Hudoyo <hudoyo@cbn.net.id>, JKT POST jktpost2@cbn.net.id
Cc: rokh_mawan@yahoo.com, syifasukma@yahoo.com, ahmad@dataphone.se
Subject: Begitu gampangkan kalian mengkafirkan seseorang..?? maka hati-hatilah.......
Date: Tue, 27 Jul 2004 08:28:55 +0700

Dalam milis ini Ahmad CS begitu gampangnya menggolongkan seseorang sebagai kafir seperti Soekarno, Megawati, Soeharto, Susilo Bambang Yudhoyono,Gusdur, Amien Rais dll (pemimpin2 Indonesia ) bahkan saya dan Rokhmawan serta yang berbeda pendapat dengan Ahmad dan GAM maka digolongkan sebagai kafir. Hal itu ditegaskan oleh si Ahmad dalam beberapa diskusi dalam milis ini.

Ada sebuah cerita:

Deringan suara pedang demikian deras. Tiba-tiba seorang sahabat menjatuhkan lawannya dari kubu kafir ke atas tanah Tanpa sangka-sangka, tiba-tiba saja sang kafir berucap "Laa ilaaha illallah-Muhammadan Rasulullah". Sang sahabat berfikir, apa yang diucapkannya itu adalah kebohongan semata. Maka pedangnya pun melebat menebas leher musuhnya tadi. Ia pun meninggal dengan ucapan terakhir "Kalimah Laa ilaaha illallah-Muhammadan Rasulullah".

Mendengar kejadian tersebut, Rasulullah SAW memanggil sahabat yang mulia itu. Seorang sahabat yang dikenal kekentalan iman dan loyalitasnya terhadap kebenaran dan pembawanya (Rasulullah SAW). Begitu mendekat, beliau menanyakan: "Apa gerangan yang menjadikan kamu membunuhnya?" Dengan hati yang mantap dijawabnya: "Ia mengucapkan itu karena ketakutan ya Raulullah". Namun Rasulullah kembali menanyakan dengan suatu ungkapan yang tak perlu dijawab karena sekaligus merupakan jawaban (Suaal istifhami): "Hal syaqaqtamin qalbih?" (Apakah anda telah membuka hatinya?). Mendengar itu, sang sahabat agung terdiam seribu bahasa. Serentak ia berkata kepada rekan-rekannya: "Rasanya saya baru saja masuk Islam".

Dari cerita tersebut saya bertanya pada Ahmad CS apakah Ahmad juga membuka hati para pemimpin2 Indonesia seperti Gus Dur, Megawati, Soeharto , Soekarno , SBY dll?. Kekafiran terbagi kepada dua bagian, yaitu kufrun I'tiqaadi dan kufrun 'amali.

Pertama, "kurfrun I'tikaadi" adalah penyembunyian atau pengingkaran dalam hal keimanan (akidah) terhadapa kebenaran yang datang dari Allah. Inilah yang diungkapkan misalnya oleh Allah di S. Albaqarah: "Sesungguhnya orang-orang yang kafir adalah sama bagi mereka, apakah kamu memberikan petunjuk kepada mereka atau tidak, mereka tidak akan beriman" (Al Baqarah:6). Mereka memang secara imani atau I'tikadi menyembunyikan apa yang sesungguhnya sesuai dengan fitrah atau nurani (mungkin diistilahkan hati kecil)nya itu sendiri.

Pengingkaran tersebut dapat dirasakan oleh mereka sendiri, atau memang tidak dirasakan sebagai suatu pengingkaran. Para pembesar qurays ketika itu sadar dan bahkan dalam hati kecilnya insaf (mengakui kebenaran) yang dibawa Muhammad SAW. Namun karena "gengsi" yang disebabkan oleh "kesombongan" mereka terpaksan mengatakan "tidak". Sebaliknya, Fir'aun betul-betul tidak menyadari lagi "nurani"nya saat itu. Ini disebabkan karena "fitrah" yang bersemayam dalam hatinya itu telah terkungkung oleh jiwa keangkuhan yang berlebihan. Sehingga ketika Musa dan harun datang kepadanya, mengajaknya kepada penyembahan Ilahi, ia berkata: "Wa maa rabbukuma ya muusa wa haaruun" (Siapa sih Tuhanmu wahai Musa dan harun?" Namun ketidak sadaran Fir'aun itu menjadi alam kesadaran pada saat jiwa kesombongannya mencair oleh situasi alam sekitarnya. Pada saat ia tenggelam di laut merah, tak seorang pun yang mampu menolongnya, termasuk dirinya sendiri walau mengaku tuhan, ia pun menjerit dan berucap: "Al aana amantu birabbil 'alamiin, Rabbi Musa wa harun" (Sekarang saya beriman kepada Tuhan semesta alam, Tuhannya Musa dan harun". Ia mengakui Allah, walaupun masih dengan ungkapan kesombongan, seolah Allah hanya Tuhannya Musa dan Harun saja.

Kelompok lain dari kategori kufur pertama ini adalah mereka yang hipokrit (munafik). Mereka, kendati memperlihatkan amalan-amalan imani dan islami, namun secara imani atau I'tikadi menolak kebenaran tersebut. Kelompok manusia seperti ini, jika ditinjau dari sudut pandang strategi perjuangan justeru lebih berbahaya. Oleh sebab itu, wajar saja jika S. Albaqarah yang turun dalam konteks perjuangan Rasulullah SAW menegakkan "Islamic Society" secara panjang lebar menceritakan kriteri mereka ini.

Kedua, "kufrun 'amali" adalah menyembunyikan kebenaran dalam perbuatan, tapi secara imani menerimanya sebagai kebenaran. Oleh para ulama, disimpulkan bahwa siapa saja yang pernah mengucapkan "kalimah Thayyibah" (Laa ilaaha Illallah-Muhammadan rasulullah) dengan ikhlas, sungguh-sungguh dalam pengucapannya, lalu kemudian terjerumus dalam perilaku yang bertentangan dengan ucapannya itu, maka ia masuk dalam kategori "Kufrun 'amali". Namun dengan satu catatan bahwa keterjerumusannya dalam suatu tindakan yang bertentangan dengan islam tidaklah menyentuh daerah keyakinannya.

GAM dan TNI yang sama-sama bertindak dengan dasar mempertahankan gengsi dan harga diri yang telah mengorbankan ribuan bahkan mungkin jutaan rakyat sipil aceh yang moeslim merupakan dua kelompok digolongkan sebagai kaum jahanam.

Demikian juga dengan saudara Ahmad CS dalam milis ini pernah menghimbau kepada pendukungnya untuk memburu dan memusuhi bahkan membunuh saudara Rokhmawan dan kelompoknya hanya karena berbeda pendapat dalam milis ini, apakah yang tepat dijuluki bagi Ahmad CS tersebut ? jahanam kah, khawarij kah ?

Sebagai misal, di dalam ayat disebutkan bahwa: "Waman yaqtul Mu'minan muta'ammidan, fajazaauhu jahannam khaalidan dst" (An Nisa: 93) Artinya: "Barangsiapa yang membunuh mu'min dengan sengaja maka balasannya adalah jahannam, kekal di dalamnya dst".

Konteks ayat di atas adalah pembicaraan mengenai hukum-hukum hubungan antar Muslim. Dengan demikian, yang dimaksud pembunuh pada ayat itu adalah Muslim. Masalahnya adalah apakah makna dari kekal dalam jahannam? Bukankah dalam haditsnya, Rasulullah SAW pernah mensabdakan: "Man Qaala Laa ilaah illaLLah Mukhlisan min qalbih dakhalal Jannah" (Siapa yang mengucapkan Laa ilaah illallah ikhlas dari hatinya, akan masuk ke dalam Syurga).

Lalu bagaimana seorang yang membunuh sesama Muslim tapi pernah mengucapkannya dengan ikhlas? Apakah arti mengucapkan Laa ilaah illallah dengan ikhlas menytransfer manusia menjadi malaikat sehingga tidak lagi berbuat salah? Para Ulama menyimpulkan bahwa hadits tidak dimaksudkan bahwa jika seseorang mengucapkannya dengan ikhlas lalu tidak akan lagi terjerumus ke dalam kesalahan-kesalahan. Bukankah kesalahan itu sendiri adalah ciri khusus yang tidak terpisahkan dari hidup manusia? Bakan terkadang menjadi ciri ketakwaan, asal saja diikuti dengan "pengakuan dan permohonan ampun" (Dan orang-orang yang jika melakukan kekejian atau menzalimi diri mereka sendiri, mereka ingat Allah dan mereka beristghfar memohon ampunan untuk dosa-dosa mereka).

Pembunuhan yang dilakukan oleh orang-orang yang beriman terhadap sesama Mu'min, seperti GAM dan TNI selama tidak diyakini bahwa membunuh itu adalah "halal" dianggap sebagai "kabirah" atau dosa besar. Jika dalam kehidupannya tidak segera disusuli dengan "Taubat" maka jelas kata Allah, akibatnya adalah Jahannam kekal di dalamnya. Kekal di sini adalah kekal dalam arti waktu yang cukup lama. Sebagaimana Allah berfirman: "Khaalidiina fiiha ahqaaba" (mereka kekal di dalamnya dalam beberapa fase yang lama) (An Naba). Artinya kekalnya seorang pendosa Muslim pasti berbeda dengan kekalnya seorang yang memang secara "I'tiqaad" tidak beriman. Sebab jika sama, lalu di mana kita dudukkan sifat Allah yang Maha Adil?

Tentu banyak contoh yang dapat kita ajukan. Namun kesimpulan yang akan diambil adalah bahwa kekafiran itu ada dua macamnya. Justeru kita harus berhati-hati melabelkan kekafiran kepada sesama Muslim, terlepas dari perilaku yang di lakukannya. Karena sesungguhnya hati dan nuraninya hanya dia dan Allah yang tahu. Maka kalau kita kembali kepada cerita di awal tulisan ini, memang seharusnya kita berhati-hati. Jangan-jangan kita mengkafirkan seseorang, padahal dalam dirinya masih terbersit serpihan iman sekecil apapun. Jika ini terjadi, maka sesungguhnya kita sudah melakukan pelanggaran ketuhanan, sebab hak menilai iman dan kafirnya seseorang hanyalah hak Allah Yang Maha Tahu. Wallahu a'lam!

Sumitro

mitro@kpei.co.id
Jakarta, Indonesia
----------