Stockholm, 10 Agustus 2004

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

WAHABIYIN ROKHMAWAN BUKA TIKAR LAGI SAMBIL TAMPILKAN AL-ALBANI
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

KELIHATAN ITU WAHABIYIN ROKHMAWAN & SALAFI-SOLO-WAHABI-SAUDI YANG SUDAH GULUNG TIKAR UNTUK BERDISKUSI TETAPI BUKA TIKAR KEMBALI HANYA UNTUK MENYEBARKAN TULISAN AL-ALBANI.

"Saya tujukan kepada semua umat islam di bumi ini, disini saya tidak akan mengomentari Argumen Si Ahlul Bid'ah Ahmad Sudirman tetapi ingin menyampaikan sebuah artikel yg bisa anda renungkan dan fahami." (Rokhmawan , rokh_mawan@yahoo.com , Mon, 9 Aug 2004 20:53:55 -0700 (PDT))

Baiklah Rokhmawan Agus Santosa dan Salafi di Solo, Jawa Tengah, Indonesia.

Kelihatan dengan jelas Wahabiiyin Rokhmawan dan Salafi-Solo-Wahabi-Saudi hanya ingin menyebarkan paham Wahabi atau yang sejalan dengan paham Wahabi, tanpa mau terlibat lagi dalam diskusi dan perdebatan tentang paham Wahabi itu sendiri.

Buktinya bisa dibaca dalam mimbar bebas ini. Wahabiyin Rokhmawan menyebarkan tulisan yang diambil dari "dari Tabloid "Al-Muslimun" 5/5/1416H edisi : 556 halaman 7. Dan dari majalah "al-Buhuts al-Islamiyah" 49/373-377" yang berisikan jawaban dan penjelasan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani atas pertanyaan yang menyangkut tuduhan adanya jama'ah-jama'ah dan kelompok-kelompok sesat di Afghanistan ketika melawan penjajah Rusia yang mempengaruhi generasi muda salafi yang sedang berjihad di sana. Di antara pengaruh-pengaruh sesat itu adalah 'pengkafiran penguasa' dan menghidupkan kembali cara-cara yang sudah lama ditinggalkan yaitu 'penculikan dan pembunuhan misteius'! Sekarang setelah pemuda-pemuda itu kembali ke negeri mereka (setelah berakhirnya jihad melawan Rusia) mereka menyebarkan pemikiran tersebut di tengah-tengah para pemuda dilingkungannya...."

Kelihatan disini Wahabiyin Rokhmawan dan Salafi-Solo-Wahabi-Saudi dengan menampilkan jawaban Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ini menganggap bisa memperkuat argumentasi Wahabiyin Rokhmawan dan Salafi-Solo-Wahabi yang pernah dilontarkan di mimbar bebas ini. Tetapi justru pada kenyataannya bukan memperkuat melainkan justru makin memperlemah argumentasi dari Wahabiyin Rokhmawan dan Salafi-Solo-Wahabi ini. Mengapa ?

Karena kalau kita dalami dari apa yang dikemukakan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani itu mengarah kembali ke arah sebelum dinasti Usmaniyah di Turki jatuh pada tahun 1923 sampai ke masa Rasulullah saw mendidirikan Daulah Islam di Yatsrib.

Jelas kalau mengacu kepada periode dari sejak masa Rasulullah saw di Yatsrib sampai dinasti Usmaniyah di Turki 1923 maka itu sudah kelihatan jelas bahwa dasar dan sumber hukum Negara adalah Islam bukan non Islam, seperti di Negara RI dinamakan pancasila.

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani mengupas dan menjelaskan kejadian dalam Negara Afghanistan ketika para mujahidin sedang berjuang melawan kaum penjajah Rusia dan kelompok bonekanya di Afghanistan.

Dalam jawaban beliau dihubungkan dengan dasar hukum Al-Maidah: 44, yang mana beliau menjelaskan: "Sangat alami sekali bila mereka menyimpang dari al-Qur'an dan as-Sunnah dan dari manhaj salaf shalih sebagaimana pendahulu mereka. Di antara mereka ini adalah: Kaum Khawarij dahulu maupun sekarang. Sebab pemikiran takfir (pengkafiran kaum muslimin) yang sering kami singgung sekarang ini berasal dari kesalahan memahami ayat yang sering mereka angkat, yaitu firman Allah. "Artinya : Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir" [Al-Maidah : 44]. Salah satu kejahilan orang-orang yang berdalil dengan ayat ini adalah mereka tidak memperhatikan (minimal) sejumlah nash-nash yang tercantum di dalamnya kata 'kufur', mereka artikan keluar (murtad) dari agama dan menyamakan para pelaku kekufuran itu dengan orang-orang musyrik dari kalangan Yahudi dan Nasrani... Lalu mereka menerapkan pemahaman yang keliru ini terhadap orang-orang muslim yang tidak bersalah..."."

Dari isi jawaban dan penjelasan dari Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani adalah memang sama dengan alasan dan pendapat dari sebagian peserta mimbar bebas ini, seperti Wahabiyin Rokhmawan Cs dan saudara Sumitro dengan gurunya itu, yang menghubungkan kesalahan memahami dasar hukum Al-Maidah: 44 "Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir" (Al-Maidah : 44)

Kemudian Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani menyinggung alasan dari kesalahan memahami Al-Maidah: 44 itu salah satunya adalah "tidak memperhatikan (minimal) sejumlah nash-nash yang tercantum di dalamnya kata 'kufur', mereka artikan keluar (murtad) dari agama dan menyamakan para pelaku kekufuran itu dengan orang-orang musyrik dari kalangan Yahudi dan Nasrani... Lalu mereka menerapkan pemahaman yang keliru ini terhadap orang-orang muslim yang tidak bersalah..."."

Dari apa yang dijadikan dasar alasan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani lebih mengarah kepada masalah umum dan politik. Padahal seperti yang telah Ahmad Sudirman kemukakan berpuluh kali dalam mimbar bebas ini dasar hukum Al-Maidah: 44, 45, 47 adalah mengarah dan memfokuskan kepada masalah hukum.

Karena Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani membahas dan memfokuskan kepada masalah umum dan politik maka akibatnya timbul pemikiran yang mengarah kepada tuduhan seperti: "Lalu mereka menerapkan pemahaman yang keliru ini terhadap orang-orang muslim yang tidak bersalah...".

Padahal kalau Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani memfokuskan kepada masalah hukum yang menghubungkan dengan mereka yang membuat lembaga yang memiliki fungsi dan tugas membuat aturan, hukum, undang undang disamping aturan, hukum, undang undang yang diturunkan Allah SWT, lalu tidak memutuskan aturan, hukum, undang undang menurut aturan, hukum yang telah diturunkan Allah SW, mereka itu oleh Allah SWT divonis hukuman dengan kafir (Al-Maidah: 44), zhalim (Al-Maidah: 45), fasik (Al-Maidah: 47), maka Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani tidak akan terperosok kedalam perangkap "Lalu mereka menerapkan pemahaman yang keliru ini terhadap orang-orang muslim yang tidak bersalah...".

Sekarang, siapa yang dimaksud oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dengan "orang-orang muslim yang tidak bersalah" ?

"Orang-orang muslim yang tidak bersalah" itu menurut Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani adalah "masyarakat umum, di antara mereka terdapat para ulama, orang shalih dan lain-lain" dengan alasan karena mereka hidup di bawah naungan undang-undang tersebut"

Jelas apa yang disimpulkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani tidak sesuai dengan apa yang terkandung dalam dasar hukum Al-Maidah: 44, 45, 47. Mengapa ?

Karena dalam dasar hukum Al-Maidah: 44, 45, 47 tidak disinggung mereka yang berada diluar orang atau kelompok yang membuat lembaga yang memiliki fungsi dan tugas membuat aturan, hukum, undang undang disamping aturan, hukum, undang undang yang diturunkan Allah SWT, lalu tidak memutuskan aturan, hukum, undang undang menurut aturan, hukum yang telah diturunkan Allah SW.

Misalnya "para ulama, orang shalih dan lain-lain" yang tidak terlibat dalam lembaga pembuat aturan, hukum, undang undang disamping aturan, hukum, undang undang yang diturunkan Allah SWT. Itu menurut dasar hukum Al-Maidah: 44, tidak dijatuhi vonis oleh Allah SWT dengan sebutan kafir.

Disinilah kelemahan dari argumentasi dari Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani sehingga menyebabkan keluar dari jalur hukum yang berlaku dalam Al-Maidah: 44, 45, 47 dan merembet kepada mereka yang tidak terlibat dalam lembaga pembuat aturan, hukum, undang undang disamping aturan, hukum, undang undang yang diturunkan Allah SWT.

Contohnya sekarang di Negara RI. Presiden RI Megawati dan Kabinet Gotong Royong salah satunya mempunyai fungsi dan tugas membuat aturan dan undang-undang bersama pihak lembaga legislatif DPR. Dimana salah satu produk hukumnya adalah Keppres No.28/2003, Keppres No.43/2003, Keppres No.43/2004.

Sekarang apakah "para ulama, orang shalih dan lain-lain" terkena vonis hukuman dari Allah SWT dengan sebutan kafir ?. Jelas jawabannya adalah tidak. Mengapa ? Karena "para ulama, orang shalih dan lain-lain" tidak terlibat dalam menetapkan aturan, hukum, undang-undang yang dibuat oleh Presiden RI Megawati dan Kabinet Gotong Royong dalam bentuk Keppres No.28/2003, Keppres No.43/2003, Keppres No.43/2004 yang isinya tidak menurut apa yang diturunkan Allah SWT.

Dan itu ketika Presiden RI Megawati dan Kabinet Gotong Royong menetapkan dan memutuskan dasar hukum Keppres No.28/2003, Keppres No.43/2003, Keppres No.43/2004 adalah dilakukan dalam penuh kesadaran dan penuh tanggung jawab untuk mempertahankan dasar dan sumber hukum pancasila guna tetap mempertahankan Negeri Acheh yang diduduki dan dijajah Presiden RIS Soekarno tetap berada dalam tubuh Negara RI.

Jelas karena dasar hukum Keppres No.28/2003, Keppres No.43/2003, Keppres No.43/2004 diputuskan dan ditetapkan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab dari Presiden RI Megawati dan Kabinet Gotong Royong maka kalau dihubungkan dengan apa yang diperingatkan Ibnu Taimiyah Rahimahullah dan Ibnu Qayyim al-Jauziyah itu sudah termasuk kafir. Mengapa ?

Karena "memakai undang-undang Barat itu bagus dan cocok pada zaman sekarang ini, dan tidak boleh menerapkan Hukum Islam".

Lihat saja di Negara RI, sebagian aturan, hukum, undang undang mengacu kepada undang undang Barat. Contohnya UU No.15/2003, UU No.18/2001.

Kemudian sudah secara terang-terangan itu Presiden Megawati dan didukung oleh DPR, MPR yang menyatakan dasar hukum dan sumber hukum pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 tidak boleh dirobah. Apalagi dirobah menjadi Islam.

Ini membuktikan bahwa Presiden Megawati dan didukung oleh DPR, MPR yang secara penuh kesadaran dan penuh tanggung jawab tidak ingin tegaknya dasar dan sumber hukum Islam di Negara RI, maka itu sudah lebih dari hanya sekedar mengatakan "tidak boleh menerapkan Hukum Islam".

Selanjutnya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani menyatakan: "saya (Al-Albani) selalu memperingatkan mereka tentang masalah pengkafiran penguasa kaum muslimin ini bahwa anggaplah penguasa itu benar-benar kafir murtad, lalu apakah yang bisa kalian perbuat ? Orang-orang kafir itu telah menguasai negeri-negeri Islam, sedang kita di sini menghadapi musibah dijarahnya tanah Palestina oleh orang-orang Yahudi! Lalu apa yang bisa kita lakukan terhadap mereka ? Apa yang dapat kalian lakukan hingga kalian dapat menyelesaikan masalah kalian dengan para penguasa yang kalian anggap kafir itu !? Tidaklah lebih baik kalian sisihkan dulu persoalan ini dan memulai kembali dengan peletakkan asas yang di atas asas itulah pemerintahan Islam akan tegak! Yaitu 'ittiba' (mengikuti) sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, di atas sunnah itulah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membimbing sahabat-sahabat beliau! Itulah istilah yang sering kami sebutkan dalam berbagai kesempatan seperti ini yaitu setiap jama'ah Islam wajib berusaha sungguh-sungguh menegakkan kembali hukum Islam, bukan saja di negeri Islam bahkan di seluruh dunia. Dalam mewujudkan firman Allah: "Artinya : Dia-lah yang mengutus Rasulnya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang-orang musyrik benci" [Ash-Shaff : 9]"

Nah karena Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani kurang melihat dan kurang memfokuskan kepada masalah hukum sebagaimana yang tertuang dalam dasar hukum Al-Maidah: 44, 45, 47, maka menganggap apa yang telah terjadi dalam hampir kebanyakan di negara-negara di dunia ini setelah dinasti Usmaniyah di Turki jatuh pada tahun 1923, sebagai suatu hal yang kurang begitu penting dan perlu disisihkan, dibanding dengan apa yang dikatakan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani yakni "memulai kembali dengan peletakkan asas yang di atas asas itulah pemerintahan Islam akan tegak! Yaitu 'ittiba' (mengikuti) sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam".

Mengapa Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani menganggap masalah hukum sebagaimana yang tertuang dalam dasar hukum Al-Maidah: 44, 45, 47 sebagai hal yang perlu disisihkan ?.

Karena Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani hanya terfokus kepada "masalah pengkafiran penguasa kaum muslimin". Padahal masalah yang paling berbahaya dibalik apa yang dinyatakan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dengan "masalah pengkafiran penguasa kaum muslimin" adalah masalah penghancuran nilai-nilai Islam yang kaffah diganti dengan nilai-nilai sekularisme yang sudah sedemikian meracuni kehidupan bermasyarakat, dan bernegara, baik itu di negara yang mayoritas penduduknya muslim ataupun di negara yang minoritas rakyatnya muslim.

Apabila nilai-nilai Islam yang harus ditegakkan secara kaffah ini telah hancur, maka bagaimana mungkin bisa "memulai kembali dengan peletakkan asas yang di atas asas itulah pemerintahan Islam akan tegak! Yaitu 'ittiba' (mengikuti) sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam".

Akibat yang sangat dirasakan oleh kaum muslimin di seluruh dunia adalah salah satunya masalah Palestina yang dijajah oleh Yahudi Israel yang sampai detik sekarang ini tidak bisa diselesaikan. Mengapa ? Karena masalah Palestina bukan hanya masalah telah hancurnya fondasi dasar dan sumber hukum di sebagian besar negara yang meyoritas penduduknya muslim, melainkan juga akibat dari para penguasa di Negara-negara tersebut telah terperangkap kedalam jurang dan tali dasar dan sumber hukum non Islam, seperti pancasila kalau di Negara RI.

Karena memang sudah tidak ada keterikatan secara hukum antara apa yang berlaku, misalnya di Negara RI dengan apa yang terjadi di Palestina, maka hubungan ikatan hukum yang seharusnya tegak berdasarkan dasar dan sumber hukum Islam tidak akan pernah terjadi. Akhirnya tetap saja itu Palestina dijajah oleh Israel yang dibantu oleh penguasa dari Negara Federasi Amerika yang dasar dan sumber hukumnya non Islam juga dibantu oleh beberapa pemerintah dari Negara-negara sekular Barat lainnya.

Jadi kalau ingin kembali mengikuti manhaj Rasulullah saw baik ketika masih di Mekkah dan setelah berdirinya Daulah Islam di Yatsrib, maka para pimpinan Negara-negara yang mayoritas rakyatnya muslim arus menyadari dan memahami bahwa harus kembali menegakkan dasar dan sumber hukum Islam, bukan terus mempertahankan dasar dan sumber hukum non Islam, seperti pancasila di Negara RI.

Kemudian, bagi kaum muslimin yang memang benar-benar ingin tegaknya syariat Islam jangan ikut terlibat dalam sistem thaghut, kalau di Negara RI jangan terlibat dalam sistem thaghut pancasila. Artinya, apa yang diberlakukan dalam Negara RI untuk melanggengkan sistem thaghut pancasila jangan ikut terlibat. Misalnya ikut dsalam pemilu, membuat partai politik untuk ikut masuk menjadi anggota DPR, MPR. Tidak boleh mendukung kebijaksanaan politik yang merugikan hukum Islam, dan sebagainya.

Nah, kalau kaum muslimin di negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim ingin mengikuti manhaj Rasulullah saw ketika di Mekkah, maka jelas Rasulullah saw tidak melibatkan diri dalam sistem thaghut dalam pemerintahan kaum musyrik dan kafir Mekkah.

Kalau ummat Islam di negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim siap mengikuti apa yang dicontohkan Rasulullah saw ketika di Mekkah, maka tidak akan mungkin itu yang namanya lembaga model trias politika dengan sistem thaghut akan terus bertahan. Karena memang seluruh ummat Islam di Negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim telah mengikuti apa yang disabdakan Rasululah saw kepada para sahabatnya: "Sesungguhnya sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam!".

Tetapi kenyataannya sekarang hampir disebagian besar negara di dunia termasuk para penguasa di Negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim menganggap apa yang dicontohkan Rasulullah saw adalah suatu hal yang fatamorgana. Mereka lebih suka dan senang mengikuti apa yang telah dicontohkan orang-orang sekular, termasuk di Negara RI.

Lihat saja di Negara RI. Yang penduduknya mayoritas muslim dipimpin oleh orang-orang muslim. Tetapi ketika membicarakan masalah dasar dan sumber hukum Islam langsung menentangnya.

Apakah para pimpinan Negara RI, DPR, MPR itu tidak menyadari sebagai ummat Islam yang harus mencontoh manhaj Rasulullah saw ketika masih di Mekkah dan ketika sudah di Yatsrib dengan Daulah Islam-nya ?.

Kalau Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani menulis dan sering mengatakan "Tashfiyah dan Tarbiyah!". Artinya memurnikan kembali ajaran Islam dan pendidikan Islam. Memang itu telah dicontohkan Rasulullah saw ketika di Mekkah.

Persoalan sekarang adalah bagaimana bisa memurnikan dan menjalankan pendidikan Islam secara kaffah, apabila dasar dan sumber hukum yang berlaku di negara-negara di dunia ini justru menentang dan tidak mengakui pemurnian kembali Islam dan pendidikan Islam.

Misalnya di negara RI. Itu yang namanya pendidikan bukan berdasarkan pendidikan Islam kaffah sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah saw. Tetapi merupakan pendidikan yang mengacu kepada dasar dan sumber hukum thaghut pancasila. Itu pondok-pondok pesantren yang puluhan ribu bertebaran di Negara RI, tetapi tidak diajarkan didalamnya bagaimana untuk menegakkan dan menjalankan manhaj Rasulullah saw secara menyeluruh. Bagaimana untuk menegakkan dan menjalankan hukum-hukum Allah SWT yang telah diturunkan kepada Rasul-Nya Muhammad saw. Kalau pondok-pondok pesantren itu mau hidup dan jalan terus itu kurikulum harus disesuaikan dengan jalur sistem thaghut pancasila.

Justru yang sekarang perlu dilaksanakan adalah menegakkan Daulah Islam dan hukum Islam secara menyeluruh. Artinya bagi siapa saja dari kaum muslimin yang menyadari untuk tegaknya syariat Islam dan Negara Islam harus didukung. Jangan dijegal. Para penguasa di Negara-Negara yang penduduknya mayoritas Islam jangan membendung dan melarang rakyatnya yang muslim menyuarakan dan menuntut tegaknya syariat Islam. Mengapa para penguasa di Negara-negara yang mayoritas penduduiknya muslim begitu fobia dan ketakutan terhadap syariat Islam tegak di Negaranya, padahal mereka sendiri adalah muslim ?.

Misalnya di Negara Pancasila. Mengapa Presiden Megawati, Akbar Tandjung, Amien Rais, Susilo Bambang Yudhoyono, Endriartono Sutarto, Ryamizard Ryacudu, AM Hendroproyono, Da'i Bachtiar, Abdurrahman Wahid, dan yang lainnya begitu ketakutan kalau syariat Islam tegak di Negara RI. Padahal mereka itu semua muslim. Alasan karena masyarakat dan Agama majemuk. Itu kan alasan yang diada-adakan saja. Di Yatsrib saja dulu, ada kaum Yahudi, ada kelompok Badui yang anti Islam. Ada kelompok yang masih menyebah patung-patung. Tetapi bisa dilakukan perjanjian bersama dengan ikatan Undang Undang Madinah.

Jadi kalau masih saja banyak orang-orang muslim seperti itu, maka jelas kalau mereka berbicara kembali mencontoh sunnah Rasulullah saw, itu hanyalah hiasan di bibir saja.

Para pimpinan Negara RI atau Negara Pancasila ini bukan hanya menekan rakyatnya yang muslim saja. Tetapi juga menekan, membunuh rakyat Acheh dan menjajah Negeri Acheh. Jadi, bagaimana bisa ditegakkan dan dijalankan syariat Islam, kalau para pimpinan RI sendiri yang didukung oleh anggota DPR, MPR mendukung pembunuhan terhadap rakyat Acheh dan penjajahan di Negeri Acheh yang dilakukan oleh pihak TNI/POLRI atas perintah Presiden Megawati dan Panglima TNI Jenderal TNI Endriartono Sutarto dan KASAD Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu.

Dan tentu saja rakyat muslim Acheh yang telah menderita tekanan, pembunuhan yang dilakukan oleh para pimpinan Negara RI bersama TNI/POLRI, berhijrah ke Negara-negara diluar Acheh. Dimana Hijrah rakyat muslim Acheh ini memang telah dicontohkan Rasulullah saw ketika mengizinkan para sahabatnya berhijrah ke Abissynia yang Rajanya menerima orang Islam dan tidak memusuhi orang Islam.

Terakhir apa yang dinyatakan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani: "Apabila kita pelajari jama'ah-jama'ah Islam yang ada sekarang ini yang didirikan hampir seabad yang lalu, niscaya kita dapati banyak diantara para pengikutnya tidak mendapatkan faedah apa-apa. Meskipun gaung dan gembar-gembornya mereka ingin mendirikan negara Islam. Mereka telah menumpahkan darah orang-orang yang tidak bersalah dengan dalih tersebut tanpa mendapatkan faedah apa-apa darinya ! Sampai sekarang masih sering kita dengar banyak diantara mereka yang memiliki aqidah sesat, aqidah yang menyelisihi al-Qur'an dan as-Sunnah serta amal-amal yang bertolak belakang dengan al-Qur'an dan as-Sunnah."

Masalahnya setelah dinasti Usmaniyah di Turki jatuh. Itu negara-negara yang ada di dunia ini sebagian besar bukan lagi mengacu kepada dasar dan sumber hukum Islam, melainkan mengacu kepada dasar dan sumber hukum thaghut.

Kemudian bagi ummat Islam yang ingin tegaknya syariat Islam kembali di muka bumi ini dianggap oleh para penguasa di negerinya sebagai penumpah darah.

Jelas itu alasan yang dangkal. Mengapa ? Karena yang menumpahkan darah adalah justru pihak penguasa di Negeri tersebut. Para penguasa dan para anggota lembaga legislatifnya sudah berani secara terang-terangan membuat aturan, hukum, undang undang disamping aturan, hukum yang diturunkan Allkah SWT, lalu tidak menetapkan aturan, hukum, undang undang menurut aturan, hukum yang diturunkan Allah SWT.

Mereka para pimpinan di Negara-Negara yang meyoritas penduduknya muslim sudah dengan sedemikian rupa membangkang ayat-ayat Allah. Jangan jauh-jauh lihat saja di Negara RI. Mereka para pimpinan Pemerintah RI, DPR, MPR sudah sedemikian rupa membangkang ayat-ayat Allah yang mengandung dasar hukum.

Jadi jangan salahkan "jama'ah-jama'ah Islam" yang ingin tegaknya syariat Islam dan negerinya merdeka dari pendudukan kaum zionis Yahudi, dari pendudukan Negara RI dengan tuduhan "mereka telah menumpahkan darah orang-orang yang tidak bersalah dengan dalih tersebut tanpa mendapatkan faedah apa-apa darinya !"

Bahkan kalau Ahmad Sudirman melihat justru mereka yang menutupi kelakuan biadab para penguasa Pemerintah di Negara-Negara yang mayoritas muslim itulah yang menjadi salah satu sebab pertumpahan darah. Misalnya di Negara RI. Kalau ada para ulama yang menyokong dan mendukung kebijaksanaan politik Pemerintah RI dengan terus menduduki dan menjajah Negeri Acheh, maka para ulama ini secara langsung telah membantu dan mengobarkan pertumpahan darah di Negeri Acheh.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad.swaramuslim.net
ahmad@dataphone.se
----------

Date: Mon, 9 Aug 2004 20:53:55 -0700 (PDT)
From: rohma wawan rokh_mawan@yahoo.com
Subject: Larangan Mengkafirkan Orang Islam
To: ahmad@dataphone.se
Cc: ahmad_jibril1423@yahoo.com, hudoyo@cbn.net.id, sea@swipnet.se, siliwangi27@hotmail.com, habearifin@yahoo.com, mr_dharminta@yahoo.com, yuhe1st@yahoo.com, dityaaceh_2003@yahoo.com, megawati@gmt.net, hassan.wirayuda@ties.itu.int, alchaidar@yahoo.com, perlez@nytimes.com, syifasukma@yahoo.com, imarrahad@eramuslim.com, viane@kon-x.com, muhammad59iqbal@yahoo.com, husaini54daud@yahoo.com, abu_farhan04@yahoo.com

Bismillaahirrohmaanirrohiim
Assalaamu'alaikum Wr.Wb

Saya tujukan kepada semua umat islam di bumi ini, disini saya tidak akan mengomentari Argumen Si Ahlul Bid'ah Ahmad Sudirman tetapi ingin menyampaikan sebuah artikel yg bisa anda renungkan dan fahami.

Larangan Mengkafirkan Orang Islam

Kita tidak boleh menghukumi seorang muslim dengan tuduhan kafir karena melihat prilakunya saja. Pemikiran-pemikiran takfir (pengkafiran kaum muslimin) atau vonis kafir kepada seseorang adalah sangat berbahaya sekali dan menyimpang dari manhaj Salafus shalih.

Insya Allah dalam hal ini akan saya ringkaskan penjelasan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dari catatan kaki kitab 'Madariku an-Nazhar Fi as-Siyasah' edisi Indonesia Pandangan Tajam Terhadap Politik oleh Syaikh Abdul Malik Ramadhan Al-Jazairi.

Pembahasan ini merupakan jawaban dari suatu pertanyaan yang disampaikan kepada Syaikh Al-Albani. Inilah kutipannya: Saya (Abdul Malik Ramadhan Al-Jazairi) mendapatkan uraian yang sangat baik dalam masalah ini dari Syaikh Al-Abani ketika beliau ditanya: "Fadhilatusy Syaikh, tentu Anda sudah mengetahui kondisi Afghanistan (pada waktu itu), yaitu jama'ah-jama'ah dan kelompok-kelompok sesat yang banyak bermunculan seperti jamur tumbuh di musim hujan. Sangat disayangkan jama'ah-jama'ah ini berhasil menyebarkan pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan manhaj Salafus Shalih di tengah-tengah generasi muda salafi yang sedang berjihad di sana.

Di antaranya adalah 'pengkafiran penguasa' dan menghidupkan kembali cara-cara yang sudah lama ditinggalkan yaitu 'penculikan dan pembunuhan misteius'! Sekarang setelah pemuda-pemuda itu kembali ke negeri mereka (setelah berakhirnya jihad) mereka menyebarkan pemikiran tersebut di tengah-tengah para pemuda dilingkungannya...."

Jawaban.

Setelah menguraikan bahaya berpaling dari tafsir salaf dalam memahami Al-Qur'an dan as-Sunnah beliau berkata: Sangat alami sekali bila mereka menyimpang dari al-Qur'an dan as-Sunnah dan dari manhaj salaf shalih sebagaimana pendahulu mereka. Di antara mereka ini adalah: Kaum Khawarij dahulu maupun sekarang. Sebab pemikiran takfir (pengkafiran kaum muslimin) yang sering kami singgung sekarang ini berasal dari kesalahan memahami ayat yang sering mereka angkat, yaitu firman Allah. "Artinya : Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan
Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir" [Al-Maidah : 44].

Salah satu kejahilan orang-orang yang berdalil dengan ayat ini adalah mereka tidak memperhatikan (minimal) sejumlah nash-nash yang tercantum di dalamnya kata 'kufur', mereka artikan keluar (murtad) dari agama dan menyamakan para pelaku kekufuran itu dengan orang-orang musyrik dari kalangan Yahudi dan Nasrani... Lalu mereka menerapkan pemahaman yang keliru ini terhadap orang-orang muslim yang tidak bersalah...".

Kemudian beliau berbicara tentang tafsir Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu yang oleh Muhammad Quthb dan pengikutnya berusaha dijadikan sebagai sifat khusus bagi para khalifah Bani Umayyah! Syaikh al-Albani berkata : "Sepertinya Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu mendengar persis seperti yang sering kita dengar sekarang ini bahwa ada beberapa oknum yang memahami ayat ini secara zhahir saja tanpa diperinci. Maka beliau Radhiyallahu 'anhu berkata : 'Bukan kekufuran yang kalian pahami itu! Maksudnya bukan kekufuran yang mengeluarkan pelakunya dari agama, namun maksudnya adalah 'kufrun duna kufrin' (yaitu kekufuran yang tidak mengeluarkan pelakunya dari agama -pent-)'.

Kemudian beliau melanjutkan : 'Ibnu Taimiyah Rahimahullah dan murid beliau, Ibnu Qayyim al-Jauziyah selalu memperingatkan pentingnya membedakan antara 'kufur i'tiqaadi' dengan 'kufur amali'. Kalau tidak, akibatnya seorang muslim dapat terperosok ke dalam kesesatan menyempal dari kaum muslimin tanpa ia sadari sebagaimana yang telah menimpa kaum Khawarij terdahulu dan cikal bakal mereka sekarang...".

Kemudian beliau menyebutkan sejumlah persoalan yang terjadi antara beliau dengan lawan dialog beliau, beliau berkata kepada mereka : "Pertama, kalian ini tidak dapat menghukumi setiap hakim (penguasa) yang memakai undang-undang Barat yang kafir itu atau sebagian dari udang-undang itu bahwa jika ia ditanya alasannya ia akan menjawab : Memakai undang-undang Barat itu bagus dan cocok pada zaman sekarang ini, atau ia akan menjawab : Tidak boleh menerapkan Hukum Islam !. Sekiranya para Hakim itu ditanya alasannya maka kalian tidak dapat memastikan bahwa jawaban mereka adalah "Hukum Islam sekarang ini tidak layak diterapkan!". Kalau begitu jawabannya, mereka tentunya kafir tanpa diragukan lagi.

Demikian pula jika kita tujukan pertanyaan serupa kepada masyarakat umum, di antara mereka terdapat para ulama, orang shalih dan lain-lain ...? Lalu bagaimana mungkin kalian dapat menjatuhkan vonis kafir terhadap mereka hanya karena melihat hidup di bawah naungan undang-undang tersebut sama seperti mereka. Hanya saja kalian menyatakan terang-terangan bahwa mereka semua itu kafir dan murtad....."Kemudian Syaikh Al-Albani berbicara seputar masalah berhukum dengan selain hukum Allah, beliau berkata : "Kalian tidak dapat menghukumi kafir hingga ia menyatakan apa yang ada dalam hatinya, yaitu menyatakan bahwa ia tidak bersedia memakai hukum yang diturunkan Allah. Jika demikian pengakuannya barulah kalian dapat menghukuminya kafir murtad dari agama....".

Kemudian, saya (Al-Albani) selalu memperingatkan mereka tentang masalah pengkafiran penguasa kaum muslimin ini bahwa anggaplah penguasa itu benar-benar kafir murtad, lalu apakah yang bisa kalian perbuat ? Orang-orang kafir itu telah menguasai negeri-negeri Islam, sedang kita di sini menghadapi musibah dijarahnya tanah Palestina oleh orang-orang Yahudi! Lalu apa yang bisa kita lakukan terhadap mereka ? Apa yang dapat kalian lakukan hingga kalian dapat menyelesaikan masalah kalian dengan para penguasa yang kalian anggap kafir itu !? Tidaklah lebih baik kalian sisihkan dulu persoalan ini dan memulai kembali dengan peletakkan asas yang di atas asas itulah pemerintahan Islam akan tegak! Yaitu 'ittiba' (mengikuti) sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, di atas sunnah itulah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membimbing sahabat-sahabat beliau! Itulah istilah yang sering kami sebutkan dalam berbagai kesempatan seperti ini yaitu setiap jama'ah Islam wajib berusaha sungguh-sungguh menegakkan kembali hukum Islam, bukan saja di negeri Islam bahkan di seluruh dunia. Dalam mewujudkan firman Allah: "Artinya : Dia-lah yang mengutus Rasulnya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang-orang musyrik benci" [Ash-Shaff : 9]

Dalam beberapa hadits shahih disebutkan bahwa ayat ini kelak akan terwujud. Bagaimanakah usaha kaum muslimin mewujudkan nash Al-Qur'an tersebut ? Apakah dengan cara mengkudeta para penguasa yang telah dianggap kafir dan murtad itu ? Lalu disamping anggapan mereka yang keliru itu mereka juga tidak sanggup berbuat sesuatu ?! Jadi, bagaimana caranya ? Manakah jalannya ? Tidak syak lagi jalannya adalah jalan yang sering disebut oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan beliau peringatkan kepada para sahabat di setiap khutbah : "Sesungguhnya sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam!".

Seluruh kaum muslimin, terlebih orang-orang yang ingin menegakkan kembali hukum Islam, wajib memulainya dari arah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memulainya. Itulah yang sering kita simpulkan dalam dua kalimat yang sederhana ini : "Tashfiyah dan Tarbiyah!" Karena kami benar-benar mengetahui kelompok-kelompok ekstrim yang hanya terfokus pada masalah pengkafiran penguasa itu mengabaikan atau lebih tepatnya tidak mau peduli dengan kaidah Tashfiyah dan Tarbiyah ini. Kemudian setelah itu tidak ada apa-apanya !Mereka akan terus menerus menyatakan vonis kafir terhadap penguasa, kemudian yang mereka timbulkan setelah itu hanyalah fitnah (kekacauan)!

Peristiwa yang terjadi belakangan ini yang sama-sama mereka ketahui mulai dari peristiwa berdarah di tanah suci (al-Haram) Makkah (Persitiwa Juhaiman di awal tahun 1980-an), kekacauan di Mesir, terbunuhnya presiden Anwar Sadat, tertumpahnya sekian banyak jiwa kaum muslimin yang tidak bersalah akibat fitnah-fitnah tersebut. Kemudian terakhir di Suriah, di Mesir sekarang ini dan di Aljazair sungguh sangat disayangkan sekali .... Kejadian-kejadian itu disebabkan mereka banyak menyelisihi nash-nash Al-Qur'an dan as-Sunnah, yang paling penting diantaranya adalah ayat : "Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah" [Al-Ahzab : 21]

Bagaimanakah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memulai perjuangan dakwahnya ? "Kalian tentu mengetahui bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pertama kali menawarkan dakwahnya kepada orang-orang yang menurut harapan beliau siap menerima kebenaran yang beliau sampaikan. Lalu beberapa orang menyambut dakwah beliau sebagaimana yang sudah banyak diketahui dari Sirah Nabawiyah. Kemudian dera siksa dan azab yang diderita oleh kaum muslimin di Makkah. Kemudian turunlah perintah berhijrah yang pertama (ke Habasyah) dan yang kedua (ke Madinah) serta berbagai peristiwa yang disebutkan dalam buku-buku sirah ....... Hingga akhirnya Allah mengokohkan dienul Islam di Madinah al-Munawwarah. Di saat itulah mulai terjadi pertempuran, mulailah pecah peperangan antara kaum muslimin melawan orang-orang kafir di satu sisi dan melawan orang-orang Yahudi di sisi yang lain.

Demikianlah sejarah perjuangan nabi ..... Jadi, kita harus memulai dengan mengajarkan Islam ini kepada manusia sebagaimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memulainya.

Akan tetapi sekarang ini kita tidak hanya memfokuskan diri kepada masalah Tarbiyah ini. Apalagi sekarang ini sudah banyak sekali perkara-perkara bid'ah yang disusupkan ke dalam Islam yang sebenarnya tidak termasuk ajaran Islam dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan Islam. Oleh sebab itu, merupakan kewajiban para da'i sekarang ini adalah memulai dengan pemurnian kembali ajaran Islam yang sudah tercemari ini (tashfiyah)....Kemudian perkara kedua adalah proses Tasfiyah ini harus dibarengi dengan proses Tarbiyah, yaitu membina generasi muda muslim dibawah bimbingan Islam yang murni tadi.

Apabila kita pelajari jama'ah-jama'ah Islam yang ada sekarang ini yang didirikan hampir seabad yang lalu, niscaya kita dapati banyak diantara para pengikutnya tidak mendapatkan faedah apa-apa. Meskipun gaung dan gembar-gembornya mereka ingin mendirikan negara Islam. Mereka telah menumpahkan darah orang-orang yang tidak bersalah dengan dalih tersebut tanpa mendapatkan faedah apa-apa darinya ! Sampai sekarang masih sering kita dengar banyak diantara mereka yang memiliki aqidah sesat, aqidah yang menyelisihi al-Qur'an dan as-Sunnah serta amal-amal yang bertolak belakang dengan al-Qur'an dan as-Sunnah ......
[Dinukil dari Tabloid "Al-Muslimun" 5/5/1416H edisi : 556 halaman 7. dan dari majalah "al-Buhuts al-Islamiyah" 49/373-377]

Ketika mengomentari makalah di atas, al-Alamah Abdul Aziz bin Baz berkata : "Sayat telah menelaah jawaban yang sarat faedah dan sangat berharga yang diutarakan oleh Shahibul Fadhilah Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany wafaqahullah, diterbitkan oleh Tabloid Al-Muslimun berkenan dengan masalah pengkafiran orang yg berhukum dengan selain hukum Allah tanpa melihat perinciannya. Menurut penilaian saya jawaban tersebut sangat berharga dan sesuai dengan kebenaran serta sejalan dengan sabilil mukminin (manhaj Ahlus Sunnah wal Jama'ah.

Dalam jawaban tersebut beliau mnejelaskan bahwa siapapun tidak dibolehkan menjatuhkan vonis kafir atas orang yang berhukum dengan selain hukum Allah hanya sekedar perbuatan lahiriyahnya tanpa mengetahui isi hatinya apakah menghalalkan tindakannya atau tidak !? Beliau berdalil dengan tafsir Abdullah bin Abbas Radhiyallahu 'anhu dan dari ulama-ulama Salaf lianya ..."
[Tabloid "Al-Muslimun" 12/5/1416H edisi : 557 halaman 7]

[Dislain dari Pandangan Tajam Terhadap Politik Antara Haq dan Batil, hal 131-134, Pustaka Imam Bukhari]

Wassalaam

Rokhmawan Agus Santosa

rokh_mawan@yahoo.com
rokh-mawan@plasa.com
solo, jateng, Indonesia
----------