Stockholm, 1 September 2004

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

KH ASEP ITU LEBIH MULIA BERSIKAP NETRAL DALAM PILPRES DARI PADA MENGHANCURKAN DASAR HUKUM ISLAM
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

YANG PERLU DIKETAHUI UMAT ISLAM DI RI ADALAH LEBIH MULIA BERSIKAP NETRAL DALAM PILPRES DARI PADA MENGHANCURKAN DASAR HUKUM ISLAM

"Yth. Bp. Ahmad Sudirman. Assalamu'alaikum wr. wb. Di belakang ada 1200 cabang pondok Pesantren di Indonesia, mereka sering bertanya ttg pilpres, tentunya saya tidak ingin asal jawab, bagaimana menurut Pa Ahmad ? Untuk mengenal lembaga yang saya pimpin silahkan kunjungi web site saya yang saya buat sambil belajar : http://www.miftahul-huda.or.id " (KH. Asep A. Moashul Affandy , m-huda@telkom.net , 31 augusti 2004 16:17:41)

Terimakasih KH. Asep A. Moashul Affandy di Pesantren Miftahul Huda, Pasirpanjang Kalimanggis Manonjaya, Tasikmalaya, Jawa barat, Indonesia.

Pagi ini saya menerima email dari Kiayi Haji Asep A. Moashul Affandy yang menyisipkan judul tulisan saya yang berbunyi "Mr Big SBY ditindih pohon beringin diseruduk kepala banteng" yang dipublikasikan 20 April 2004, 15 hari setelah Pemilu Legislatif 5 April 2004 dilaksanakan.

KH. Asep A. Moashul Affandy bertanya: "Di belakang ada 1200 cabang pondok Pesantren di Indonesia, mereka sering bertanya ttg pilpres, tentunya saya tidak ingin asal jawab, bagaimana menurut Pa Ahmad ?

Dengan pertanyaan KH. Asep A. Moashul Affandy ini, saya merasa mendapat beban dan tanggung jawab yang berat untuk memberikan pemikiran yang menyangkut tanggung jawab atas tegak dan terlaksananya syariat Allah SWT dan Sunnah Rasul-Nya di muka bumi ini.

Tentu saja dalam usaha memberikan jawaban atas pertanyaan KH. Asep A. Moashul Affandy ini, saya tetap memohon petunjuk dan bimbingan Allah SWT agar tetap ditunjukkan kejalan mustaqim yang diRidhai Allah SWT.

Sebenarnya apa yang dipertanyakan oleh KH. Asep A. Moashul Affandy ini telah dikupas beberapa hari yang lalu atas pertanyaan yang serupa yang disampaikan oleh saudara Rimal Fhonna dari Pulau Pinang, Malaysia pada tanggal 18 Agustus 2004.

Tentang pemilihan pimpinan negara, memang telah dicontohkan oleh Khulafaur Rasyidin, sebagai pelanjut kepemimpinan Rasulullah saw dalam membangun dan menegakkan Daulah Islam pertama di Yatsrib.

Dari apa yang telah dicontohkan oleh Khulafaur Rasyidin dalam hal pemilihan dan pengangkatan pimpinan negara yang dimulai oleh pemilihan dan pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah pertama. Dilanjutkan oleh pemilihan Khalifah kedua Umar bin Khattab. Diteruskan dengan pemilihan Khalifah ke tiga Ustman bin Affan. Kemudian pemilihan Khalifah ke empat Ali bin Abi Thalib. Kita umat Islam bisa mengambil contoh dalam usaha melakukan pemilihan pimpinan tertinggi negara yang berdasarkan dan bersumberkan hukumnya pada Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Dimana dalam sejarah disebutkan bahwa pemilihan khalifah pertama ini dilakukan di pendopo kaum anshar Bani Sa'idah, yang dipimpin oleh Sa'ad bin Ubbadah kepala suku Khazradj. Walaupun Abu Bakar sendiri pada mulanya menolak, bahkan beliau mengajukan dua calon khalifah yaitu Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah Amir bin Djarrah. Namun Umar dan Abu Ubaidah menolaknya, dengan mengatakan "tidak mungkin jadi, selama tuan (Abu Bakar) masih berada di tengah-tengah kami".

Kemudian mereka sepakat untuk mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah, lalu Umar bin Khattab maju kedepan langsung memberikan bai'atnya atas pengangkatan Abu Bakar. Besok harinya dipanggillah seluruh rakyat ke Masjid Nabi untuk melakukan bai'at atas pemilihan dan pelantikan Abu Bakar sebagai khalifah. Yang tidak hadir dalam bai'at itu ada empat tokoh utama, yaitu Ali bin Abi Thalib, Abbas bin Abdul Mutthalib, Fatimah putri Nabi dan Sa'ad bin Ubbadah.

Beberapa hari Abu Bakar berikhitiar untuk memperoleh bai'atnya dari mereka. Disini dapat dilihat dengan jelas bahwa pemilihan khalifah pertama adalah dipilih oleh para utusan ulil amri walaupun tidak lengkap dan langsung semua rakyat melakukan bai'atnya.

Selanjutnya dalam sejarah Khulafaur Rasyidin dicontohkan bagaimana ketika dilaksanakan pemilihan khalifah kedua, Umar bin Khatthab. Dimana sebelum Khalifah Abu Bakar meninggal, dilakukan terlebih dahulu perundingan dengan beberapa anggota ulil amri, diantaranya Abdur Rahman bin Auf tentang Kepala Negara yang akan menggantikannya. Dalam sidang ulil amri ini Abu Bakar mengajukan calon khalifah yaitu Umar bin Khatthab, kemudian sidang ulil amri menyetujui akan pencalonan Umar bin Khatthab untuk menjadi khalifah. Pada waktu itu juga Abu Bakar menandatangi suatu surat bai'at atas penganggkatan khalifah kedua ini.

Seterusnya dalam sejarah Khulafaur Rasyidin juga dicontohkan bagaimana ketika dilaksanakan pemilihan khalifah ke tiga, Usman bin Affan. Dimana dicalonkan enam calon khalifah yaitu Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zuber bin Awwam, Sa'ad bin Abi Waqqash, Thalhah bin Ubaidillah dan Abdur Rahman bin Auf. Keenam calon khalifah ini diajukan oleh Khalifah Umar bin Khatthab. Dari enam calon ini dua yang tinggal, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Kedua-duanya siap untuk menggantikan khalifah Ummar bin Khatthab. Namun dalam sidang ulil amri yang dipimpin oleh Abdur Rahman bin Auf, dipilih Usman bin Affan sebagai khalifah. Sedangkan Ali bin Abi Thalib yang tidak terpilih, dia menerima dengan perasaan dan jiwa yang besar dan melakukan bai'at atas pengangkatan Usman bin Affan sebagai khalifah ketiga.

Begitu juga dalam sejarah Khulafaur Rasyidin dicontohkan bagaimana ketika dilaksanakan pemilihan khalifah keempat, Ali bin Abi Thalib. Dimana dalam pemilihan khalifah ini diajukan tiga calon yaitu, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam.

Pemilihan khalifah ini diserahkan sepenuhnya kepada ulil amri, karena Khalifah Usman bin Affan tidak sempat mengajukan pencalonannya, dikarenakan telah dibunuhnya oleh para pemberontak.
Disinipun Ali bin Abi Thalib tidak menerima pencalonannya, namun setelah kedua calon lainnya yang mengundurkan diri dan memilih Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah keempat, maka dipilihlah Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah.

Jadi, dilihat dari sudut aqli yang mendasarkan pada apa yang telah dicontohkan Khulafaur Rasyidin dalam melaksanakan pemilihan dan pengangkatan Khalifah, dengan diperkuat oleh dasar naqli yang bersumberkan kepada nash Al-Qur'an sebagaimana yang tertuang dalam Al Baqarah: 30: "...Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi..." (Al Baqarah, 30). Juga dalam dalam An Nuur: 55: "Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka khalifah dibumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka khalifah, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar ketakutan menjadi aman sentausa.Mereka tetap menyembahKu dengan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barang siapa yang kafir setelah itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik" (An Nuur, 55), maka kaum muslimin bisa mengambil contoh dalam rangka pelaksanaan pemilihan pemimpin tertinggi dalam satu negara.

Kalau kita hubungkan fungsi dan tugas dari pemilihan umum yang dilakukan pada masa Khulafaur Rasyidin dengan masa pemerintahan RI sekarang ini, maka terdapat perbedaan yang sangat prinsipil dan mendasar. Yaitu, ketika masa Khulafaur Rasyidin sistem kenegaraan yang menyangkut keseluruhan kehidupan dari mulai kehidupan rakyat sebagai individu, keluarga, masyarakat dan negara semuanya disirami oleh Islam. Artinya Islam adalah unsur utama dan tertinggi dalam kehidupan bernegara. Tetapi, di Negara RI sekarang, dimana sistem kenegaraan yang menyangkut keseluruhan kehidupan dari mulai kehidupan rakyat sebagai individu, keluarga, masyarakay dan negara semuanya tidak disirami oleh Islam. Artinya sistem kenegaraan bukan didasarkan dan tidak diacukan kepada Islam.

Adanya perbedaan antara sistem yang dipakai oleh Khulafaur Rasyidin dengan sistem yang diterapkan dalam Negara RI sekarang ini, membawa akibat yang sangat besar dan sangat berbeda bagi kehidupan, penegakkan, pelaksanaan dasar-dasar hukum yang telah diturunkan Allah SWT kepada Rasul-Nya Muhammad saw.

Dimana yang sangat penting dan utama dalam pelaksanaan pemilihan umum pimpinan eksekutif dan legislatif di Negara RI ini adalah adanya fungsi dan tugas lembaga Eksekutif (Pemerintah) dan lembaga Legislatif (DPR, MPR) untuk menentukan, menetapkan, memutuskan aturan, hukum, undang-undang, undang-undang dasar disamping aturan, hukum yang telah diturunkan Allah SWT. Lalu menetapkan, memutuskan aturan, hukum, undang-undang tidak berdasarkan dan mengacu kepada aturan, hukum yang diturunkan Allah SWT kepada Rasul-Nya Muhammad saw.

Inilah hasil dari pelaksanaan pemilu baik itu pemilu eksekutif (pemilihan Presiden dan Wakil Presiden), maupun pemilu legislatif (pemilihan DPR, MPR) yang dijalankan di negara RI ini.

Jelas konsekuensinya bagi umat Islam di RI adalah sangat fatal apabila ternyata dari hasil pemilihan ini melahirkan lembaga yang anggota-anggotanya menjadikan dasar dan sumber hukum Allah SWT dibawah dasar dan sumber hukum yang ditetapkan dan diputuskan oleh lembaga kenegaraan ini. Artinya dasar hukum Islam diletakkan dibawah dasar hukum non Islam.

Dalam hal inilah umat Islam perlu menyadari bahwa dalam usaha menegakkan dan melaksanakan dasar-dasar hukum Allah SWT salah satu caranya adalah jangan melibatkan diri dalam usaha proses tegaknya lembaga tandingan pembentuk, pembuat, aturan, hukum, undang-undang disamping aturan, hukum, undang-undang Allah SWT.

Tentu sebagai umat Islam yang yakin, percaya, dan beribadah hanya kepada Allah SWT, maka tidak ada cara dan jalan lain selain kita menghindar dari kejatuhan kedalam jurang kesesatan dan kehinaan yang mengakibatkan bukan hanya kelak di akherat mendapat azab Allah SWT tetapi juga ketika masih hidup di dunia ini dalam bentuk umat Islam jadi terhina karena dasar hukum yang sewajibnya ditegakkan ternyata justru dihancurkan oleh umat Islam sendiri akibat ikut terlibat dalam pemilihan lembaga eksekutif dan lembaga legislatif di RI ini.

Jalan yang terbaik dan mulia adalah bagi umat Islam dalam menyikapi pemilihan Presiden dan Wakil Presiden adalah bersikap netral. Artinya, tidak melibatkan diri kedalam proses pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Sikap netral dari umat Islam dan rakyat di RI telah dijamin dalam dasar hukum Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Pasal 2 Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Begitu juga dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 2 Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Dengan adanya jaminan undang undang di Negara RI tentang pemilihan eksekutif dan legislatif ini yang bebas, artinya, bebas apakah ingin memilih atau tidak memilih, itu diserahkan kepada setiap rakyat di Negara RI. Walaupun datang ke tempat pemilihan, tetapi tidak perlu mencoblos.

Pertama, rakyat yang netral ini tidak terkena dasar hukum UU No.23 Tahun 2003 dan UU No.12 Tahun 2003. Kedua, rakyat ini sebagai orang Islam tidak terlibat sebagai individu yang melanggengkan lembaga pembuat aturan, hukum, undang-undang disamping aturan, hukum, undang-undang yang telah diturunkan Allah SWT kepada Rasul-Nya Muhammad saw.

Inilah jalan terbaik dan mulia bagi umat Islam di RI yang ingin bebas dari azab Allah SWT baik kelak di akherat ataupun sekarang ketika masih hidup di dunia ini dengan mendapat kehinaan dari Allah SWT.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad.swaramuslim.com
ahmad@dataphone.se
----------

From: AM. Affandy m-huda@telkom.net
Date: 31 augusti 2004 16:17:41
To: "Ahmad Sudirman" ahmad_sudirman@hotmail.com
Subject: Re: MR BIG SBY DITINDIH POHON BERINGIN DISERUDUK KEPALA BANTENG

Yth. Bp. Ahmad Sudirman

Assalamu'alaikum wr. wb.

Di belakang ada 1200 cabang pondok Pesantren di Indonesia, mereka sering bertanya ttg pilpres, tentunya saya tidak ingin asal jawab, bagaimana menurut Pa Ahmad ?

Untuk mengenal lembaga yang saya pimpin silahkan kunjungi web site saya yang saya buat sambil belajar : http://www.miftahul-huda.or.id

Terima kasih

Wassalaam

KH. Asep A. Moashul Affandy

m-huda@telkom.net
m-huda@plasa.com
Jawa Barat
----------