Stockholm, 16 September 2004

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

RASJID PRAWIRANEGARA TETAP MEMBAWA BENDERA PENJAJAH RI YANG SEDANG MENJAJAH ACHEH
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

MEMANG KELIHATAN DENGAN JELAS ITU RASJID PRAWIRANEGARA MASIH TETAP MEMBAWA BENDERA PENJAJAH RI YANG SEDANG MENJAJAH ACHEH

"Mengapa saya ambil contoh Hawai karena semua orang mengenal sejarah Hawai sebagaimana Pak Ahmad telah sampaikan dalam e-mail ini. Tentunya dengan bergabungnya Hawai ke USA, maka akan terjadi migrasi dari Hawai ke Amerika atau sebaliknya. Sebagaimana di Hawai, di Indonesia yang saat ini menjadi pimpinan daerah Aceh umumnya adalah orang-orang Aceh Sendiri. Orang-orang Aceh yang berimigrasi dan tinggal di Jakarta. Jumlahnya cukup banyak dan di antara mereka ada pula yang pernah menjadi menteri. Namun umumnya mereka adalah pengusaha yang sukses dan kaya-kaya. Diantara orang Aceh tersebut banyak yang bekerja sebagai TNI dan banyak diantaranya berpangkat Jenderal TNI." (Rasjid Prawiranegara , rasjid@bi.go.id , Thu, 16 Sep 2004 09:18:26 +0700)

Terimakasih saudara Rasjid Prawiranegara di Jakarta, Indonesia

Saudara Rasjid memang bagus saudara mencari dan mempertanyakan fakta, bukti, sejarah tentang Negeri Hawai guna dibandingkan dengan Negeri Acheh yang memang menurut fakta, bukti, sejarah dan dasar hukum sama-sama dijajah. Kalau Negeri Acheh dijajah oleh RI. Sedangkan Negeri Hawai diduduki dan didijajah oleh Amerika Serikat

Kemudian itu menyangkut kebijaksanaan politik transmigrasi, baik yang dilakukan oleh pihak Pemerintah RI di Negeri Acheh maupun Pemerintah Administrasi Negara Federal Amerika di Negeri Hawai. Keduanya mempunyai tujuan dalam usaha politik mengikat Negeri Acheh tetap dalam kurungan RI, dan Negeri Hawai tetap dalam kurungan Federasi Amerika.

Sekarang, yang menjadi persoalan yang besar, bukan masalah kebijaksanaan politik yang ditimbulkan setelah dianeksasi Negeri Hawai kedalam tubuh Federasi Amerika, dan setelah ditelannya Negeri Acheh masuk ke mulut Sumatera Utara untuk seterusnya masuk kedalam perut RI, seperti masalah kebijaksanaan politik transmigrasi. Tetapi yang menjadi persoalan besar dan mendasar adalah masalah ketika proses terjadinya pemasukan kedua Negeri tersebut kedalam tubuh AS dan RI ?

Nah, kalau kita memahami proses terjadinya pemasukan Negeri Acheh kedalam perut RI dan proses terjadinya pemasukan Negeri Hawai kedalam Federasi Amerika, maka akan dengan mudah mengerti mengapa timbul konflik di Negeri Acheh dan di Negeri Hawai sampai detik sekarang ini yang ada kaitannya dengan penentuan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan Pemerintah Negara Asing.

Jadi saudara Rasjid, selama saudara tidak mahu mengerti dan tidak mahu memahami tentang proses terjadinya pemasukan kedua negeri tersebut kedalam tubuh AS dan RI, maka selama itu saudara Rasjid hanya mampu menyuarakan kepentingan pihak yang menelan atau menganeksasi saja.

Buktinya, lihat dan perhatikan saja. Ketika saudara Rasjid menanyakan fakta dan bukti tentang Negeri Hawai bukan milik Amerika kepada Ahmad Sudirman, dan setelah Ahmad Sudirman menyampaikan fakta, bukti, dasar hukum, dan sejarah Negeri Hawai yang dianeksasi Amerika. Lalu saudara Rasjid Prawiranegara menanggapi dengan mengatakan: "Pak Ahmad, saya kira data yang Bpk sampaikan mengenai hawai merupakan sejarah lengkap mengenai bagaimana Hawai menjadi bagian dari USA, meskipun Bpk ingin mencoba untuk mengatakan dari sudut pandangan yang berbeda. Kehidupan orang-orang Hawai pada saat ini sangat bersahaja, sehingga hanya segelintir orang saja yang ingin berpisah dari negara USA. Mereka adalah petualang politik yang tidak banyak mendapatkan dukungan dari masyarakat Hawai." (Rasjid Prawiranegara , rasjid@bi.go.id , Wed, 15 Sep 2004 12:06:32 +0700)

Nah kelihatan dengan jelas dan terang, bagaimana saudara Rasjid menempatkan dirinya dalam masalah konflik Hawai ini. Mengapa saudara Rasjid langsung saja menempatkan dirinya dibelakang Pemerintah Federal Amerika ? Karena memang maksud saudara Rasjid mempertanyakan fakta dan bukti tentang Negeri Hawai adalah untuk dijadikan sebagai landasan fakta, bukti, hukum, dan sejarah dalam hal membicarakan konflik Acheh.

Jadi memang itulah motiv politik yang ada dibalik pertanyaan saudara Rasjid yang menyangkut Negeri Hawai ini.

Tetapi, ketika Ahmad Sudirman menyatakan bahwa memang benar berdasarkan fakta, bukti, sejarah, hukum bahwa Negeri Hawai dianeksasi AS. Kemudian Pemerintah AS melakukan taktik pengiriman orang kulit putih Amerika dari daratan Amerika ke Hawai sebagai salah satu cara untuk melanggengkan dan mempertahankan aneksasi Hawai, maka langsung saudara Rasjid meloncat kebalik baju George W. Bush sambil menyatakan: "Mengapa saya ambil contoh Hawai karena semua orang mengenal sejarah Hawai sebagaimana Pak Ahmad telah sampaikan dalam e-mail ini. Tentunya dengan bergabungnya Hawai ke USA, maka akan terjadi migrasi dari Hawai ke Amerika atau sebaliknya."

Ternyata kelihatan itu saudara Rasjid terus mengikuti jalur dan arus yang dibuka oleh Ahmad Sudirman. Sebelumnya mana itu saudara Rasjid berbicara transmigrasi. Tetapi ketika Ahmad Sudirman menyatakan bahwa pihak Pemerintah AS telah melakukan kebijaksanaan politik transmigrasinya di Hawai dalam usaha untuk terus menduduki dan menganeksasi Hawai, ternyata langsung saja saudara Rasjid menanggapi dengan mengatakan: "Sebagaimana di Hawai, di Indonesia yang saat ini menjadi pimpinan daerah Aceh umumnya adalah orang-orang Aceh Sendiri. Orang-orang Aceh yang berimigrasi dan tinggal di Jakarta. Jumlahnya cukup banyak dan di antara mereka ada pula yang pernah menjadi menteri. Namun umumnya mereka adalah pengusaha yang sukses dan kaya-kaya. Diantara orang Aceh tersebut banyak yang bekerja sebagai TNI dan banyak diantaranya berpangkat Jenderal TNI."

Nah, rupanya saudara Rasjid melihat senjata pedang transmigrasi yang dikembangkan Ahmad Sudirman, langsung ditangkap pegangan pedangnya, dan diasahnya sedikit biar tajam, kemudian dilemparkan kembali sambil mengucap: "di Indonesia yang saat ini menjadi pimpinan daerah Aceh umumnya adalah orang-orang Aceh Sendiri. Orang-orang Aceh yang berimigrasi dan tinggal di Jakarta. Jumlahnya cukup banyak dan di antara mereka ada pula yang pernah menjadi menteri.

Tetapi saudara Rasjid keseleo ketika mengucapkan kata imigran untuk transmigran. Mengapa ? Karena yang namanya imigran Acheh adalah orang Acheh yang datang dari Negeri Acheh yang merdeka ke Negara RI untuk mencari kerja dan ikut dalam pemerintahan RI sehingga bisa menjadi Menteri.

Nah disini, tanpa disadari saudara Rasjid Prawiranegara sudah mengakui bahwa Negeri Acheh memang secara de-jure dan de-facto ada dan syah, dengan mengatakan: "Orang-orang Aceh yang berimigrasi dan tinggal di Jakarta. Jumlahnya cukup banyak dan di antara mereka ada pula yang pernah menjadi menteri."

Kan hebat jadinya kalau dilihat dengan memakai kaca mata mbak Mega. Orang Aceh yang berimigrasi ke Negara RI kemudian berhasil jadi Menteri RI yang salah satu tugas dan kebijaksanaan politik Kabinetnya adalah untuk terus menduduki dan menjajah Acheh.

Selanjutnya, saudara Rasjid bukan hanya mengatakan masalah imigrasi saja, melainkan juga masalah asimilasi. Artinya dengan menyatunya orang Acheh dengan orang dari suku lain melalui jalan perkawinan, maka dijadikan sebagai dasar argumentasi saudara Rasjid untuk mempertahankan Negeri Acheh tetap berada dalam kurungan RI dengan mengatakan: "Asimilasi antara orang Aceh dengan suku Indonesia lainnya menurut pendapat saya merupakan sebuah bukti bahwa NKRI ini didukung oleh semua suku bangsa yang ada di Indonesia."

Inilah salah satu fakta dan bukti yang dikembangkan oleh saudara Rasjid untuk dijadikan dasar argumentasi bahwa Negara RI yang menjelma menjadi NKRI itu didukung juga oleh orang Acheh yang telah berasimilasi melalui cara perkawinan dengan suku lainnya.

Secara sekilas pandang memang bisa dibenarkan itu dasar argumentasi asimilasi ini. Tetapi kalau ditelusuri lebih kedalam, maka terbukalah bahwa dasar argumentasi asimilasi ini bukanlah dasar hukum yang bisa dipegang untuk dijadikan alasan hukum yang membenarkan Presiden RIS Soekarno menelan Negeri Acheh pada tanggal 14 Agustus 1950 dengan menggunakan dasar hukum sepihak PP RIS No.21/1950 dan PERPPU No.5/1950 melalui mulut Sumatera Utara.

Selanjutnya saudara Rasji Prawiranegara menulis: "Generasi baru Indonesia tidak lagi membedakan suku bangsa. Perbedaan suku tidak menghalangi untuk melakukan persatuan, ibarat menyapu dengan lidi, satu ikat sapu lidi lebih baik hasilnya dibanding dengan satu lidi. Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh."

Memang benar, perbedaan suku, bangsa, etnis, bukan suatu masalah besar, karena adanya suku, bangsa, etnis adalah tujuan utama untuk saling kenal mengenal, hormat menghormati satu sama lain. "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS 49, Al-Hujurat, 49: 13)

Hanya yang menjadi persoalan disini adalah adanya perilaku dan tindakan politik dan keamanan dari salah satu suku terhadap suku lain. Misalnya Presiden RIS Soekarno yang memimpin Negara RI yang mayoritas dipegang oleh suku Jawa menelan, mencaplok, menduduki, menjajah Negeri Acheh yang dipusakai oleh suku Acheh.

Nah disini, sudah timbul ketegangan dan konflik. Jadi sudah dilanggar itu tujuan dari diciptakannya suku, bangsa oleh Allah SWT yang ada di dunia ini.

Seterusnya Saudara Rasjid mengatakan: "Sebagaimana Aceh di zaman kerjaan, mereka mencoba untuk menyatukan orang melayu (bukan orang Aceh)yang ada diselatan Aceh, dengan menaklukkan Raja-Raja antara lain Deli dan Serdang. Hanya penyatuan Deli dan Serdang dalam Kerjaan Aceh tidak didukung oleh Rakyat Deli dan Serdang.(pada saat revolusi di tahun 1945 s/d 46 kerajaan itu dihancurkan sediri oleh Rakyatnya). Sekarang cita-cita Rakyat Aceh untuk menyatukan Nusantara sudah terwujud di dalam NKRI, yang didukung oleh semua suku bangsa yang ada di Republik Indonesia yang kita cintai."

Dari apa yang dikemukakan oleh saudara Rasjid diatas ini menggambarkan bahwa adanya usaha untuk menyatukan wilayah kekuasaan melalui cara perang dan penaklukan wilayah yang tidak didukung dan disokong oleh rakyat di daerah yang dtaklukan adalah sangat negatif dan berbahaya bagi kestabilan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagaimana yang dijelaskan dalam QS 49, Al-Hujurat, 49: 13.

Nah, begitu juga dengan pihak RI yang telah menelan, menduduki, menjajah Negeri yang mana kebijaksanaan Pemerintah RI yang menjelma menjadi NKRI dalam hal pendudukan di Negeri Acheh tidak didukung dan tidak disokong penuh oleh seluruh rakyat Acheh. Dan keadaan ini sangat bertentangan dengan aturan yang telah diturunkan Allah SWT QS 49, Al-Hujurat, 49: 13.

Selanjutnya yang disinggung oleh saudara Rasjid: "Saling pengertian diantara suku bangsa yang ada di Indonesia, sudah mulai terbentuk dengan adanya pemilihan umum yang diakui oleh negara-negara dunia sebagai pemilihan yang bebas. Pemilihan umum itu merupakan bentuk dan wujud dari negara yang demokratis. Pemilihan umum yang dilakukan tahun 2004 didukung hampir 80 % dari mereka yang memiliki hak pilih atau lebih dari 50 % masyarakat Indonesia termasuk Aceh."

Pemilihan umum adalah merupakan salah satu alat politik untuk melanggengkan lajunya roda lembaga kenegaraan RI. Melalui pemilihan umum inilah muncul orang-orang yang akan menjalankan roda lembaga negara RI bisa terus berjalan, tidak mandeg.

Walaupun pemilihan umum ini adalah salah satu alat instrumen untuk menjalankan roda lembaga negara RI, tetapi dalam masalah Acheh jelas itu diterapkannya pemilihan umum legislatif dan Presiden adalah sudah bertentangan dengan dasar hukum pemilu itu sendiri. Mengapa ?

Karena Pemilu Legislatif yang telah dijalankan di Negeri Acheh pada tanggal 5 April 2004 yang lalu, dengan diterapkannya dasar hukum Keppres No.28/2003 yang merupakan dasar hukum untuk mengatur daerah Acheh yang menjadi wilayah Darurat Militer sangat bertentangan dengan sendi pemilu itu sendiri yang bebas dan rahasia tanpa paksaan yang diterapkan dalam keadaan situasi keamanan yang normal. Juga Pemilu Presiden yang akan dilaksanakan pada tanggal 20 September 2004 adalah sangat bertentangan dengan dasar hukum Keppres No.43/2004 yang menetapkan daerah Acheh sebagai wilayah Darurat Sipil yang masih mengacu kepada Undang-undang Nomor 23 Prp Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1908) sebagaimana telah diubah dua kali, terakhir dengan Undang-undang nomor 52 Prp Tahun 1960 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2113).

Jadi kalau Ahmad Sudirman melihat Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden & Wakil Presiden di Acheh adalah pemilu tidak sah dan bohong-bohongan untuk menipu rakyat Acheh dan seluruh opini masyarakat Internasional.

Seterusnya saudara Rasjid menyatakan: "Dalam NKRI kita mencoba untuk mewujudkan negara Indonesia yang diperintah oleh manusia yang dalam kehidupan sehari-hari melaksanakan syariah Islam dengan baik sebagaimana tuntunan Al Quran dan Hadist. Banyak negara yang berlabel Islam tetapi tidak melakukan syariah Islam secara murni, dan Insya Allah Indonesia (yang 80% adalah beragama Islam) dan di dukung Rakyat Aceh yang disebut sebagai negeri serambi Mekah, (banyak diantara mereka adalah pegawai negeri, guru/pengajar dan Aggota Parlement RI) dapat mewujudkan negara Indonesia yang islami."

Nah kelihatan disini saudara Rasjid masih rancu dalam memahami penegakkan, pelaksanaan, penerapan syariat Islam.

Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Ahmad Sudirman dalam tulisan-tulisan sebelum ini bahwa penegakkan, pelaksanaan, penerapan syariat Islam tidak bisa dicampurkan dengan sistem yang didalamnya mengandung dasar dan sumber hukum yang bukan Islam.

Saudara Rasjid masih terbelenggu oleh jalan pikiran yang berlaku di Negara RI dengan sistem kenegaraan yang dasar dan sumber hukum negaranya pancasila.

Jadi, sangat sulit bagi saudara Rasjid untuk memberikan jalan pikirannya yang didalamnya mengandung penegakkan, pelaksanaan, penerapan syariat Islam, kalau hanya terbatas dalam lingkungan sistem pancasila sekarang ini.

Kemudian persoalan yang dikemukakan oleh saudara Rasjid dengan: "Kalau dulu wanita Indonesia malu-malu untuk menggunakan busana muslim, sekarang disetiap kantor di Indonesia hampir 50 % wanita Indonesia berbusana muslim tanpa dipaksa, tetapi karena kesadaran mereka yang tinggi tentang Islam. Dulu jika kita sholat di masjid hanya terisi dua atau tiga baris, sekarang sulit bagi saya dan orang muslim lainnya untuk mendapatkan tempat sholat setiap hari jum'at kalau tidak datang lebih awal di Masjid. Jumlah langgar dan Masjid terus berkebang. Negara barat menganggap Indonesia sarang teroris, karena perkembangan Islam di Indonesia begitu pesat dan dikhawtirkan akan menjadi kekuatan ekonomi yang dapat mengalahkan pengaruh ekonomi barat."

Nah dalam hal ini saudara Rasjid tidak bisa membaca dan belum menghayati apa yang terkandung dalam UUD 1945 "BAB XI AGAMA Pasal 29 (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu."

Penomena dan perilaku yang dituliskan oleh saudara Rasjid diatas adalah merupakan penjabaran dan pencerminan dari UUD 1945 BAB XI AGAMA Pasal 29 (2).

Tetapi dalam hal penegakkan, pelaksanaan, penerapan syariat Islam secara kaffah di Negara RI tidak pernah terjadi dan tidak pernah diakui.

Nah disinilah perbedaannya.

Adanya jaminan UUD 1945 BAB XI AGAMA Pasal 29 (2), tidak berarti bahwa penegakkan, pelaksanaan, penerapan syariat Islam secara kaffah telah terjadi di Negara RI.

Karena kalau hanya mendasarkan kepada UUD 1945 BAB XI AGAMA Pasal 29 (2), maka di setiap negara sekular manapun diberikan kebebasan beragama.

Terakhir saudara Rasjid menulis: "Oleh sebab itu upaya barat untuk memecah belah Indonesia sebagaimana mereka lakukan sebelum NKRI ada, selalu dijalankan, antara lain dengan merikrut orang-orang Islam untuk menghancurkan sesama muslim, dengan pemboman dan pengrusakan tempat-tempat fital, dengan selogan demi kebangkitan syariah Islam, yang sebenarnya Islam itu sudah mulai bangkit melawan dominasi barat dengan pengembangan Ilmu dan teknology yang islami, termasuk di Indonesia. Kalau tidak percaya silahkan datang ke Indonesia untuk membuktikannya."

Nah dalam analisa yang dikembangkan oleh saudara Rasjid ini tidak ada dasar fakta dan buktinya yang jelas dan benar. Mengapa ?.

Kalau dihubungkan dengan konflik Acheh, jelas itu dasar penyebab utama timbulnya konflik Acheh adalah karena pihak Presiden RIS Soekarno yang menelan Negeri Acheh pada 14 Agustus 1950 dengan PP RIS No.21/1950 dan PERPPU No.5/1950 melalui mulut Sumatera Utara.

Lalu kalau dihubungkan dengan adanya usaha penerapan syariat Islam jelas memang itu adalah kewajiban bagi setiap muslim. Tidak ada hubungannya dengan negara asing.

Seterusnya kalau dihubungkan dengan adanya peledakan-peledakan bom adalah kalau melihat dari apa yang telah dilakukan oleh pihak Kepolisian, Kejaksaan dan Penfgadilan di RI menggambarkan sebagai tindakan terorisme yang dimotivasi oleh adanya sikap pihak Asing dan pemerintah RI terhadap umat Islam, bukan hanya di RI tetapi juga di seluruh dunia, seperti di Afghanistan, Cecen, Irak.

Jadi, timbulnya konflik di RI ini kalau ingin diketahui secara jujur dan adil maka perlu ditelusuri akar masalah penyebab konflik tersebut. Bukan langsung menuduh adanya usaha asing untuk memecah belah RI, mengadu domba sesama muslim, dsb.

Kita ini harus terbuka dan sekali lagi harus jujur kepada diri sendiri. Tanpa kejujuran baik kepada diri sendiri dan kepada orang lain, maka jelas kalau ada suatu masalah akan langsung dicarikan kambing hitamnya kepada pihak lain.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
www.ahmad-sudirman.com
ahmad@dataphone.se
----------

Date: Thu, 16 Sep 2004 09:18:26 +0700
From: "Rasjid Prawiranegara" rasjid@bi.go.id
To: "Ahmad Sudirman" ahmad@dataphone.se
Subject: RE: RASJID PRAWIRANEGARA COBA KOREK HAWAI UNTUK DIJADIKAN CONTOH BAGI ACHEH

Assalamu'alaikum wr wbr.

Mengapa saya ambil contoh Hawai karena semua orang mengenal sejarah Hawai sebagaimana Pak Ahmad telah sampaikan dalam e-mail ini. Tentunya dengan bergabungnya Hawai ke USA, maka akan terjadi migrasi dari Hawai ke Amerika atau sebaliknya. Sebagaimana di Hawai, di Indonesia yang saat ini menjadi pimpinan daerah Aceh umumnya adalah orang-orang Aceh Sendiri.

Orang-orang Aceh yang berimigrasi dan tinggal di Jakarta. Jumlahnya cukup banyak dan di antara mereka ada pula yang pernah menjadi menteri. Namun umumnya mereka adalah pengusaha yang sukses dan kaya-kaya. Diantara orang Aceh tersebut banyak yang bekerja sebagai TNI dan banyak
diantaranya berpangkat Jenderal TNI.

Asilmilasi orang-orang Aceh dengan suku Indonesia lainnya (Jawa, Batak Sunda Menado dan lainnya = khususnya mereka yang memeluk Agama Islam) bukanlah hal yang tabu. Sebagaimana orang Aceh yang ada di Swedia yang berasimilasi dengan orang setempat.

Asimilasi antara orang Aceh dengan suku Indonesia lainnya menurut pendapat saya merupakan sebuah bukti bahwa NKRI ini didukung oleh semua suku bangsa yang ada di Indonesia. Generasi baru Indonesia tidak lagi membedakan suku bangsa. Perbedaan suku tidak menghalangi untuk melakukan persatuan, ibarat menyapu dengan lidi, satu ikat sapu lidi lebih baik hasilnya dibanding
dengan satu lidi. Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh.

Sebagaimana Aceh di zaman kerjaan, mereka mencoba untuk menyatukan orang melayu (bukan orang Aceh)yang ada diselatan Aceh, dengan menaklukkan Raja-Raja antara lain Deli dan Serdang. Hanya penyatuan Deli dan Serdang dalam Kerjaan Aceh tidak didukung oleh Rakyat Deli dan Serdang.(pada saat revolusi di tahun 1945 s/d 46 kerajaan itu dihancurkan sediri oleh Rakyatnya). Sekarang cita-cita Rakyat Aceh untuk menyatukan Nusantara sudah terwujud di dalam NKRI, yang didukung oleh semua suku bangsa yang ada di Republik Indonesia yang kita cintai.

Saling pengertian diantara suku bangsa yang ada di Indonesia, sudah mulai terbentuk dengan adanya pemilihan umum yang diakui oleh negara-negara dunia sebagai pemilihan yang bebas. Pemilihan umum itu merupakan bentuk dan wujud dari negara yang demokratis. Pemilihan umum
yang dilakukan tahun 2004 didukung hampir 80 % dari mereka yang memiliki hak pilih atau lebih dari 50 % masyarakat Indonesia termasuk Aceh.

Insya Allah kedepan kita dapat mewujudkan cita-cita bangsa ini untuk meningkatkan kemakmuran tanpa melihat suku bangsa dan Agama, karena sebagai seorang muslim (menurut hemat saya dan pemahaman saya dalam masalah agama)wajib untuk melindungi mereka yang beragama lain sepanjang mereka tidak memerangi kita.

Dalam NKRI kita mencoba untuk mewujudkan negara Indonesia yang diperintah oleh manusia yang dalam kehidupan sehari-hari melaksanakan syariah Islam dengan baik sebagaimana tuntunan Al Quran dan Hadist. Banyak negara yang berlabel Islam tetapi tidak melakukan syariah Islam
secara murni, dan Insya Allah Indonesia (yang 80% adalah beragama Islam) dan di dukung Rakyat Aceh yang disebut sebagai negeri serambi Mekah, (banyak diantara mereka adalah pegawai negeri, guru/pengajar dan Aggota Parlement RI)dapat mewujudkan negara Indonesia yang islami.

Kalau dulu wanita Indonesia malu-malu untuk menggunakan busana muslim, sekarang disetiap kantor di Indonesia hampir 50 % wanita Indonesia berbusana muslim tanpa dipaksa, tetapi karena kesadaran mereka yang tinggi tentang Islam. Dulu jika kita sholat di masjid hanya terisi dua atau tiga baris, sekarang sulit bagi saya dan orang muslim lainnya untuk mendapatkan tempat sholat setiap hari jum'at kalau tidak datang lebih awal di Masjid. Jumlah langgar dan Masjid terus berkebang. Negara barat menganggap Indonesia sarang teroris, karena perkembangan Islam di
Indonesia begitu pesat dan dikhawtirkan akan menjadi kekuatan ekonomi yang dapat mengalahkan pengaruh ekonomi barat.

Oleh sebab itu upaya barat untuk memecah belah Indonesia sebagaimana mereka lakukan sebelum NKRI ada, selalu dijalankan, antara lain dengan merikrut orang-orang Islam untuk menghancurkan sesama muslim, dengan pemboman dan pengrusakan tempat-tempat fital, dengan selogan demi
kebangkitan syariah Islam, yang sebenarnya Islam itu sudah mulai bangkit melawan dominasi barat dengan pengembangan Ilmu dan teknology yang islami, termasuk di Indonesia. Kalau tidak percaya silahkan datang ke Indonesia untuk membuktikannya.

Wassalam

Rasyid Prawiranegara

rasjid@bi.go.id
Bank Indonesia
Jakarta, Indonesia
----------