Stockholm, 25 November 2004

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

SEDIKIT MENYOROT ZAKAT DAN BAITUL MAL DALAM DAULAH ISLAMIYAH SERTA PERSOALAN PAJAK
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

SEKILAS MENEROPONG MASALAH ZAKAT DAN BAITUL MAL DALAM SISTEM KEUANGAN DAULAH ISLAMIYAH SERTA MASALAH PAJAK

"Pak Ahmad yang insya Allah senantiasa dirahmati Allah swt, ada beberapa pertanyaan yang ingin saya utarakan: 1. Mengenai sumber keuangan Daulah Islamiyah menurut tuntunan Al-Qur'an & As-Sunnah, bagaimana konsepnya? 2. Seperti kita ketahui bahwa salah satu sumber keuangan negara diluar sistem Islam, adalah pajak. Bagaimana perbandingan antara pajak dengan sumber keuangan Daulah Islamiyah? 3. Mohon kiranya Pak Ahmad memberikan rujukan buku, artikel ataupun yang lainnya yang dapat saya jadikan bahan studi untuk memahami tentang sistem keuangan dalam Daulah Islamiyah." (Teguh Harjito, teguh.harjito@mas-dna.com , Mon, 22 Nov 2004 5:45:15 +0700)

Baiklah saudara Teguh Harjito di Jakarta, Nusantara.

Setelah Rasulullah saw membangun Daulah Islamiyah pertama di Yatsrib pada tahun 1 H atau tahun 622 M dengan konstitusinya yang dikenal dengan Piagam Madinah atau Undang Undang Madinah, maka turunlah dasar hukum yang menyangkut masalah sumber keuangan Daulah Islamyah yang menjadi sistem keuangan yang dipakai dalam roda kehidupan dan perkembangan Daulah Islamiyah pertama yang diteruskan oleh Khilafah Islamiyah dibawah Khulafaur Rasyidin, Khilafah Islamiyah dibawah Umayah, Abbasiyah, Fathimiyah, Utsmaniyah. Dimana dasar hukum yang menyangkut masalah sumber keuangan Daulah Islamyah ini diturunkan Allah SWT pada tahun ke 2 H: "Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah berserta orang-orang yang ruku" (QS Al Baqarah, 2: 43)

Nah, dalam Daulah Islamiyah zakat adalah salah satu sumber pemasukan keuangan yang menjadi tenaga mesim lajunya roda Pemerintahan Daulah Islamiyah dan bagi kehidupan kesejahteraan rakyat didalamnya.

Zakat yang menurut etimologi (ma'na lughawi) berarti bersih, baik, berkat dan berkembang. Dimana dengan zakat dapat mengembangkan, menjauhkan, dan membersihkan harta yang telah diambil zakatnya dari bahaya. Adapun zakat menurut terminologi (ma'na ishtilahi) berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah SWT untuk diberikan kepada para mustahik yang telah ditentukan dalam Alquran.

Dengan turunnya dasar hukum zakat QS Al Baqarah, 2: 43 inilah yang melahirkan Baitul Mal dalam Daulah Islamiyah pertama yang dibangun dan didirikan oleh Rasulullah saw.

Baitul Mal yang dibangun dengan zakat yang merupakan ibadah materil yang menjadi penyebab memperoleh rahmat dari Allah SWT : "...dan Rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertaqwa dan menunaikan zakat..." (QS Al A'raf, 7: 156). Dengan zakat inilah juga merupakan syarat untuk memperoleh bantuan Allah SWT: "...Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah Benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (yaitu) Orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar..." (QS Hajj, 22: 40-41).

Juga dengan zakat inilah yang merupakan syarat persaudaraan dalam agama: "Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan jakat, maka (mereka) adalah saudara-saudaramu seagama..." (QS At Taubah, 9: 11). Dan dengan zakat inilah merupakan ciri rakyat yang mukmin dalam Daulah Islamiyah: "Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana" (QS At Taubah, 9: 71). Begitu juga dengan zakat inilah yang merupakan ciri orang yang memakmurkan masjid (rumah) Allah: "Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah..." (QS At Taubah, 9: 18). Dan tentu saja dengan zakat inilah yang dianggap sebagai ciri orang mukmin yang akan mewarisi syurga Firdaus: "Dan orang-orang yang menunaikan zakat" (QS Al Mu'minuun, 23: 4)

Karena begitu penting dan mendasarnya zakat inilah sehingga posisi zakat adalah sangat penting dalam tingkat keimanan seseorang mukmin dan untuk lajunya roda pemerintahan Daulah Islamiyah. Seperti Hadits Nabi saw menyatakan posisi zakat sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda, "Saya diperintahkan untuk memerangi semua orang sampai mereka mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, mereka lakukan salat, bayarkan zakat dan saling memberi nasihat sesama warga muslim." (H.R. Bukhari dan Muslim). Begitu juga yang diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Islam ini dibangun di atas lima fondasi, mengaku bahwa tidak ada Tuhan selain allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, melaksanakan salat, membayar zakat, melaksanakan ibadah haji ke Baitullah bagi orang yang mampu serta berpuasa pada bulan Ramadan." (H.R. Bukhari dan Muslim) http://zakat.al-islam.com/def/default.asp?l=ind&filename=def/desc/item1/item1/desc3

Dengan begitu pentingnya zakat ini untuk melajunya proses kehidupan roda pemerintahan Daulah Islamiyah, sehingga ketika Khalifah Abu Bakar memegang kedali Khilafah Islamiyah sepeninggal Rasulullah saw sebagaimana yang tercantum dalam hadits yang diriwayatkan dari sekelompok perawi dari Abu Hurairah r.a. ia mengatakan, "Sepeninggal Rasulullah saw Abu Bakar memerangi sekelompok baduwi yang murtad, ketika itu Umar r.a. mengatakan kepadanya, 'Bagaimana tuan memerangi orang itu pada hal Rasulullah saw. telah bersabda, 'Saya diperintahkan untuk memerangi semua orang sampai mereka mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah, jika mereka sudah mengatakannya, maka jiwa dan hartanya terpelihara kecuali bila yang bersangkutan melakukan tindakan yang berhak dihukum, sedangkan perhitungan orang tersebut terserah kepada Allah?' Abu Bakar r.a. menjawab, 'Demi Allah, saya akan terus memerangi orang yang memisahkan antara salat dengan zakat, karena zakat adalah hak atas harta. Demi Allah, seandainya mereka enggan membayarkan seutas tali yang dulunya mereka bayarkan kepada Rasulullah saw., saya akan memerangi mereka karenanya.' Umar r.a. lalu menjawab, 'Sungguh Allah telah menerangi dada Abu Bakar untuk memerangi mereka, dan saya pun yakin bahwa itu benar'."

Begitu juga dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ia mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda, "Tidak seorang pun yang memiliki emas dan perak yang tidak membayar zakatnya, kecuali nanti di hari kiamat, akan dipanaskan sebuah lembaran besi di api neraka lalu disetrikakan ke badan, dahi dan punggungnya. Bila sudah dingin, akan dipanaskan kembali secara terus menerus di hari yang panas terik yang lamanya sama seperti 50 ribu tahun, sampai selesai diputuskan nasib semua manusia, di saat itu masing-masing dapat melihat nasibnya apakah ke surga atau ke neraka." (H.R. Muslim).

Tidak hanya sampai disitu, dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Masud r.a. Rasulullah saw bersabda, "Tidak seorang hamba pun yang mempunyai harta, tetapi dia tidak membayar zakatnya, kecuali kelak di hari kiamat akan ditampilkan kepadanya seekor ular berbisa berbelang dua lalu membelit lehernya." Kemudian beliau saw membacakan kepada kami ayat yang sesuai dengan itu yang berarti, "Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak dilehernya di hari kiamat" (QS Ali Imran, 3: 180) http://zakat.al-islam.com/def/default.asp?l=ind&filename=def/desc/item1/item1/desc4

Nah sebagaimana yang telah diungkapkan diatas bahwa Baitul Mal yang secara etimologi atau ma'na lughawi berarti rumah harta, dan kalau dilihat secara terminologi atau ma'na ishtilahi Baitul Mal berarti rumah untuk mengumpulkan harta adalah merupakan satu lembaga dalam Daulah Islamiyah yang mempunyai fungsi dan tugas menangani pemasukan dan pengeluaran keuangan Daulah Islamiyah.

Lahirnya Baitul Mal setelah Daulah Islamiyah pertama dibangun (1H-11 H / 622 M-632 M), roda pemerintahan harus terus berjalan, perang tidak henti-hentinya. Semuanya itu memerlukan dana yang sangat besar. Dengan turunnya perintah untuk menunaikan zakat dan dengan lahirnya dasar hukum ghanimah atau harta rampasan perang: "Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah,'Harta rampasan perang itu adalah milik Allah dan Rasul, oleh sebab itu bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesama kalian, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kalian benar-benar orang-orang yang beriman." (QS Al Anfaal, 8 : 1)

Turunnya dasar hukum ghanimah ini ketika terjadi perang Badar, dan berdasarkan dasar hukum ghanimah QS Al Anfaal, 8: 1 inilah harta hasil rampasan perang itu merupakan milik Allah dan Rasul-Nya. Dimana ghanimah ini merupakan hak Baitul Mal, dan untuk membagikannya disesuaikan dengan pertimbangan Rasulullah saw .

Harta milik Khilafah Islamiyah bukan hanya ghanimah, melainkan juga fa'i, khumus, kharaj, usyur, jizyah, zakat, dan harta milik umum.

Yang dinamakan fa'i adalah segala harta kekayaan orang-orang kafir yang dikuasai oleh kaum muslimin tanpa peperangan. Harta fa'i menjadi milik Rasulullah saw. Sebagian dibelanjakan untuk keperluan keluarga Rasulullah saw selama setahun. Sedangkan sisanya dijadikan untuk keperluan penyiapan persediaan alat perang seperti baju perang dan senjata perang.

Adapun yang dinamakan khumus adalah seperlima bagian yang diambil dari ghanimah, sebagaimana yang didasarkan kepada dasar hukum ghanimah: "Ketahuilah sesungguhnya apa saja yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil..." (QS Al Anfal, 8: 41). Setelah Rasulullah saw wafat, bagian Rasulullah dan kerabat Rasulullah saw dimasukkan ke dalam Baitul Mal, untuk digunakan bagi kemaslahatan kaum muslimin dan jihad fi sabilillah.

Sedangkan kharaj adalah hak kaum muslimin atas tanah yang ditaklukkan dari orang kafir, baik melalui peperangan maupun melalui jalan damai. Dimana kharaj ada dua macam, yaitu kharaj 'unwah dan kharaj shulhi. Kharaj 'unwah adalah kharaj yang diambil dari semua tanah yang dikuasai oleh kaum muslimin dari orang-orang kafir secara paksa melalui perang, misalnya tanah Irak, Syam dan Mesir. Dasar hukumnya adalah QS Al Hasyr, 59: 7-10. Adapun kharaj shulhi adalah kharaj yang diambil dari setiap tanah yang penduduknya telah menyerahkan diri kepada kaum muslimin secara damai. Kharaj ini ada seiring dengan terjadinya perdamaian yang disepakati di antara kaum muslimin dan pemilik tanah tersebut. Apabila disepakati bahwa tanah tersebut menjadi hak kaum muslimin dan penduduknya tetap tinggal di atasnya dengan kesediaan membayar kharaj, maka kharaj berlaku secara permanen atas tanah tersebut. Artinya, ia tetap sebagai tanah kharajiyah sampai hari kiamat, walaupun penduduknya berubah menjadi kaum muslimin atau dijual kepada orang Islam, atau sebab lainnya.

Seterusnya yang dinamakan usyur adalah apa yang diambil atas hasil pertanian tanah usyriyyah. Dimana yang termasuk tanah usyriyyah adalah seperti Jazirah Arab, tanah yang penduduknya masuk Islam secara damai, tanah 'unwah yang dibagikan kepada pasukan perang kaum muslimin, seperti tanah Khaibar, tanah yang penduduknya melakukan perdamaian dengan kaum muslimin dengan kesepakatan tanah tersebut milik mereka, tanah mati yang dihidupkan seorang muslim.

Sedangkan yang dinamakan jizyah adalah hak yang diberikan Allah SWT kepada kaum muslimin dari orang-orang kafir, disebabkan adanya ketundukan mereka kepada pemerintahan Islam. Jizyah merupakan harta kaum muslimin yang dipergunakan untuk kemaslahatan kaum muslimin, dan wajib diambil setelah melewati satu tahun. Jizyah wajib berdasarkan dasar hukum QS At Taubah, 9: 29. Jizyah wajib diambil dari orang-orang kafir, selama mereka tetap kufur, namun apabila memeluk Islam, maka gugurlah jizyah dari mereka. Jizyah diambil dari orang-orang kafir laki-laki, berakal, baligh dan mampu membayarnya.

Kemudian yang dimaksud dengan harta milik umum adalah harta yang telah ditetapkan kepemilikannya oleh Allah SWT untuk seluruh kaum muslimin. Allah SWT membolehkan setiap individu untuk mengambil manfaatnya, tetapi tidak untuk memilikinya. Harta milik umum dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1. Sarana umum yang diperlukan oleh seluruh kaum muslimin dalam kehidupan sehari-hari, seperti air, padang rumput, dan api, berdasarkan pada sabda Rasulullah saw, sebagaimana dituturkan oleh Abu Khurasyi dari sebagian sahabat, "Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal, yaitu: air, padang rumput, dan api."

2. Harta-harta yang keadaan asalnya terlarang bagi individu tertentu memilikinya, berdasarkan sabda Rasulullah saw, "Mina tempat (munakhun) orang-orang yang lebih dulu sampai." Mina adalah tempat yang terkenal di luar Makkah, yaitu tempat singgahnya jamaah haji setelah menyelesaikan wukuf di Arafah. Mina, dengan demikian, merupakan milik seluruh kaum muslimin, dan bukan milik seseorang.

3. Barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas, berdasarkan hadits yang dituturkan oleh Abidh bin Humal al-Mazani: Sesungguhnya dia telah bermaksud meminta tambang garam kepada Rasulullah. Lalu beliau memberikannya. Ketika dia telah pergi, dikatakan kepada Rasulullah saw: "Wahai Rasulullah, tahukah anda apa yang telah anda berikan? Anda telah memberikan kepada sumber air yang besar!" Rasul bersabda "Suruh dia mengembalikannya!". Karena barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas merupakan milik umum seluruh rakyat, negara tidak boleh memberikan izin kepada perorangan atau perusahaan swasta untuk memilikinya. Akan tetapi negara wajib melakukan upaya mengeluarkan barang tersebut atas nama kaum muslimin, kemudian hasilnya digunakan untuk memelihara urusan-urusan mereka.

Nah sekarang, dengan lahirnya lembaga dalam Daulah Islamiyah yang mempunyai fungsi dan tugas menangani pemasukan dan pengeluaran keuangan yang berupa uang dan harta Daulah Islamiyah inilah sistem keuangan Daulah Islamiyah wujud dan berjalan mengikuti jalur lajunya roda pemerintah Daulah Islamiyah dibawah pimpinan Rasulullah saw, dan diteruskan oleh Khulafaur Rasyidin sampai kemasa Khilafah Islamiyah dibawah Umayyah, Abbasiyah, Fathimiyah, dan Utsmaniyah.

Pada masa Khilafah Islamiyah dibawah Khulafaur Rasyidin yang diawali oleh Kahlifah Abu Bakar Ash Shiddiq (11 H-13 H / 632 M-634 M) masalah lembaga Baitul Mal bukan hanya menangani masalah harta rakyat Khilafah Islamiyah saja melainkan telah diperluas sebagai tempat untuk menyimpan harta milik Khilafah Islamiyah. Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq dikenal sangat hati-hati dalam masalah harta. Sehingga untuk kehidupan sehari-hari tidak mau mengambil dana dari Baitul Mal. Hanya setelah mendapat saran dan pendapat dari Umar bin Khaththab bahwa seorang Khalifah untuk hidup sehari-harinya tidak perlu pergi kepasar untuk menjual barang-barang dagangannya, melainkan dapat ditunjang dari dana keuangan yang ada dalam Baitul Mal. Karena itulah Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq selama berkuasa dua tahun mendapat tunjangan dana sebesar 4000 dirham setahunnya. Tetapi ketika menjelang akhir hayatnya tiba, Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq memulangkan kembali dana tunjangan Khalifah dari Baitul Mal yang banyaknya 8000 dirham (selama dua tahun berkuasa sebagai Khalifah).

Setelah Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq kembali ke hadirat Allah SWT, jabatan Khalifah dipegang oleh Umar bin Khaththab yang memegang jabatan selama 10 tahun (13 H-23 H / 634 M-644 M). Karena pada masa Khalifah Umar bin Khaththab banyak negeri yang telah ditundukkan oleh Khilafah Islamiyah, maka banyak harta yang masuk ke kas Khilafah Islamiyah melalui lembaga Baitul Mal. Karena banyaknya harta yang mengalir ke Madinah, maka Khalifah Umar bin Khaththab membangun rumah-rumah tempat penyimpanan harta dengan mengangkat staf yang bekerja dibawah lembaga Baitul Mal. Kahlifah Umar bin Khaththab sangat hati-hati dengan masalah pemasukan dan pengeluaran keuangan Baitul Mal, dan menyerahkannya kepada mereka yang berhak untuk menerimanya.

Ketika Khalifah Umar bin Khaththab mangkat jabatan Khalifah diganti oleh Khalifah Utsman bin Affan yang berkuasa selama 12 tahun (23 H-35 H / 644 M-656 M) . Pada masa Khalifah Utsman bin Affan ternyata banyak rakyat Khilafah Islamiyah yang merasa tidak puas, dikarenakan Khalifah Utsman bin Affan telah mengangkat anak kerabat dan keluarganya dalam jabatan-jabatan tertentu. Karena Mesir telah jatuh ketangan Khilafah Islamiyah, banyak harta yang datang dari Mesir masuk ke kas Khilafah Islamiyah. Dimana Khalifah Ustman bin Affan tidak seperti Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq dan Khalifah Umar bin Khaththab yang tidak berani memakai dana dari Baitul Mal, melainkan Khalifah Utsman bin Affan telah mengambil dan membagi-bagikannya kepada sanak kerabatnya. Inilah yang merupakan salah satu sebab mengapa Khalifah Utsman bin Affan diprotes dan akhirnya dibunuh oleh rakyatnya.

Setelah Kahlifah Utsman bin Affan wafat karena dibunuh, dipilihlah Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah, dimana Khalifah Ali bin Abi Thalib berkuasa selama 5 tahun (35 H-40 H / 656 M-661 M) sebelum dibunuh oleh salah seorang bekas pasukan perangnya yang telah membelot. Baitul Mal yang fungsinya telah dirobah oleh Khalifah Utsman bin Affan dikembalikan lagi kepada posisinya yang semula oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib.

Ketika kekuasaan Khilafah Islamiyah beralih ke tangan Bani Umayyah di bawah kepemimpinan Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan sampai Khalifah Marwan II bin Muhammad yang berlangsung dari tahun 661 M sampai tahun 750 M yang berpusat di Damaskus, Syria, dimana lembaga Baitul Mal berada sepenuhnya dibawah kekuasaan Khalifah. Hanya ketika kekuasaan Khilafah Islamiyah dibawah Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717 M - 720 M) dari dinasti Umayyah berkuasa, Baitul Mal dibersihkan dari pemasukan harta yang tidak halal dan berusaha memberikan kepada rakyat yang berhak menerimanya. Tetapi usaha dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz untuk membersihkan dan meluruskan kembali jalur fungsi dan tugas Baitul Mal ini tidak lama, karena setelah Khalifah Umar bin Abdul Aziz diganti oleh Khalifah Yazid II bin Abdul Malik (720 M - 724 M) sampai ke masa Khilafah Islamiyah dibawah Khalifah Abu'l Abbas Al-Saffah (750 M - 754 M) hingga ke Khalifah Al-Mutawakkil III di Mesir (1508 M - 1517 M) dari dinasti Abbasiyah, fungsi Baitul Mal sepenuhnya dipegang kembali oleh Khalifah.

Walaupun fungsi dan tugas Baitul Mal sebagai lembaga untuk mengatur keuangan Khilafah Islamiyah telah banyak disalah gunakan, bukan lagi seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw, Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq dan Khalifah Umar bin Khaththab, tetapi yang jelas dalam sejarah proses pertumbuhan dan perkembangan Khilafah Islamiyah Baitul Mal telah menjadi satu lembaga keuangan yang mengatur masuk dan keluarnya keuangan Khilafah Islamiyah dan menjadi tenaga bagi lajunya roda pemerintahan Khilafah Islamiyah sampai runtuhnya Khilafah Islamiyah Ustmaniyah pada tahun 1924 M.

Terakhir mengenai hal pajak yang dipertanyakan oleh saudara Teguh Harjito: "Seperti kita ketahui bahwa salah satu sumber keuangan negara diluar sistem Islam, adalah pajak. Bagaimana perbandingan antara pajak dengan sumber keuangan Daulah Islamiyah?"

Mengenai masalah pajak atau dharibah adalah harta yang wajib dikumpulkan untuk memenuhi kebutuhan rakyat Khilafah Islamiyah dan pihak yang diwajibkan atas mereka, seandainya keuangan Baitul Mal tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut.

Timbulnya pajak yang dipungut oleh pemerintah Khilafah Islamiyah apabila pengeluaran atau belanja Khilafah Islamiyah untuk memenuhi kebutuhan hidup rakyat dan jalannya roda pemerintahan Khilafah Islamiyah tidak bisa ditutupi oleh keuangan hasil penerimaan yang ada dalam Baitul Mal, maka kewajiban yang dibebankan kepada Baitul Mal untuk memenuhi perbelanjaan pemerintah Khilafah Islamiyah ditanggung oleh seluruh rakyat dengan melalui Khilafah mewajibkan pajak atau dharibah sesuai dengan kebutuhan.

Jadi pajak atau dharibah diwajibkan atas kelebihan harta apabila Baitul Mal tidak mampu memenuhi kebutuhan yang diperlukan untuk perbelanjaan Khilafah guna memenuhi kehidupan rakyat dan lajunya roda pemerintahan Khilafah Islamiyah.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
www.ahmad-sudirman.com
ahmad@dataphone.se
----------

From: "teguh H" teguh.harjito@mas-dna.com
To: "Ahmad Sudirman" ahmad@dataphone.se
Subject: sumber keuangan Daulah Islamiyah
Date: Mon, 22 Nov 2004 5:45:15 +0700

Assalamu 'alaikum wr. wb.

Pak Ahmad yang insya Allah senantiasa dirahmati Allah swt, ada beberapa pertanyaan yang ingin saya utarakan:

1. Mengenai sumber keuangan Daulah Islamiyah menurut tuntunan Al-Qur'an & As-Sunnah, bagaimana konsepnya?

2. Seperti kita ketahui bahwa salah satu sumber keuangan negara diluar sistem Islam, adalah pajak. Bagaimana perbandingan antara pajak dengan sumber keuangan Daulah Islamiyah?

3. Mohon kiranya Pak Ahmad memberikan rujukan buku, artikel ataupun yang lainnya yang dapat saya jadikan bahan studi untuk memahami tentang sistem keuangan dalam Daulah Islamiyah.

Demikian & atas jawabannya saya ucapkan Jazza kumullah khairan katsiran.

Wassalamu 'alaikum wr. wb.

Teguh Harjito

teguh.harjito@mas-dna.com
Jakarta, Nusantara
---------

Daftar Bacaan:

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam. Cetakan II. PT Ichtiar Baru van Hoeve. Jakarta, 1999.
Abdul Qadim Zallum, Al Amwal Fi Daulah Al Khilafah. Cetakan I.Darul 'Ilmi Lil Malayin. Beirut, 1983.
Cecep Maskanul Hakim, Konsep Pengembangan Baitul Mal. Paper Seminar Ekonomi Islam ICMI. Bandung, 1995.
Taqiyyuddin An Nabhani, An Nizham Al Iqtishadi Fi Al Islam. Cetakan IV.Darul Ummah. Beirut , 1990.
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam. Gema Insani Press. Jakarta, 1977
Zainal Abidin Ahmad, Membentuk Negara Islam. Penerbit Widjaya Djakarta, 1955
----------