Stockholm, 5 Januari 2005

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

SUTAN LATIEF ITU ACHEH DARI SEJAK BERDIRI ABAD 12 TIDAK PERNAH MENJADI NEGARA SEKULER
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

JELAS SUTAN LATIEF ITU ACHEH DARI SEJAK BERDIRI ABAD 12 TIDAK PERNAH MENJADI NEGARA SEKULER

"Nampaknya penulis2 kaliber internationalpun tertipu oleh Yudhoyono ya bang. Tapi pertanyaan hamba masih belum abang jawab, malah hamba tambah: Kenapa di Aceh harus bersifat Negara Islam ya bang? Apa kalau Aceh lepas dari Indonesia maka akan ada referendum buat rakyat Aceh untuk memilih jadi negara Islam atau jadi negara sekuler seperti yang abang rasakan manfaatnya yang enak di Sweden? Kalau mereka harus tetap jadi negara Islam, siapa yang berhak membuat keputusan itu bang? Rakyat Aceh sendiri khan? Konstitusi itu khan buatan manusia ya bang. Aceh bisa saja bikin konstitusi sekuler yang membahagiakan orang seperti bahagianya abang di negara sekuler konstitutional Sweden. Iya gak bang? Pasti abang setuju. Sebab kalau tidak, abang sudah lama pindah dari Sweden ke negera Islam lain, misalnya negara ... (waduh negara mana ya? hamba malah bingung negara makmur mana yang berdasar Islam, yang menjunjung tinggi HAM yang jadi panutan abang dalam abad 21 ini?). Dan kenapa sekulerisme di Indonesia abang anggap sangat salah, padahal sama dengan sekulerisme Sweden dan USA?" (Sutan Latief , sutanlatief@yahoo.com , 4 januari 2005 07:05:52)

Baiklah saudara Sutan Latief di Jakarta, Indonesia.

Kelihatan saudara Sutan Latief mencoba untuk menggoyang Acheh dengan angin sekularisme yang dicampur dengan ramuan pancasila hasil olahan Soekarno dengan NKRI yang menjelma menjadi RI.

Dimana Saudara Sutan mengawali dengan bertanya: "Kenapa di Aceh harus bersifat Negara Islam ya bang? Apa kalau Aceh lepas dari Indonesia maka akan ada referendum buat rakyat Aceh untuk memilih jadi negara Islam atau jadi negara sekuler seperti yang abang rasakan manfaatnya yang enak di Sweden?"

Sebenarnya kalau mau melihat kebelakang dibalik layar sejarah Acheh, maka akan terlihat bentangan sejarah dari mulai Samudra Pasai kemudian menyatu dengan Kesultanan Acheh. Dimana diawali Samudra Pasai yang berpusat di Samudera (Kabupaten Aceh Utara sekarang) yang lebih dikenal sebagai Kerajaan Melayu pertama yang memeluk agama Islam dibawah Penguasa Raja Merah Silu (1275-1297) yang berganti nama menjadi Sultan Malik al-Salih setelah memeluk Islam. Setelah Sultan Malik al-Salih wafat, diteruskan oleh Sultan Muhammad Malik ad-Dhahir (1297-1326), kemudian diteruskan oleh Sultan Ahmad Malik Ad-Dhahir (1326-1371). Dan pada tahun 1350 Kerajaan hindu Majapahi dibawah Raja Hayam Wuruk dengan gelar Rajasanegara dengan dibantu oleh Patih Gajah Mada menyerang Kesultanan Samudra Pasai. Dan Kesultanan Saumdra Pasai dapat ditundukkan. Walaupun Kesultanan Samudra Pasai berada dibawah kekuasaan Kerajaan hindu Majapahit, tetapi Kesultanan Samudra Pasai masih tetap diakui kedaulatannya hanya diharuskan membayar upeti kepada Prabu Majapahit, tidak boleh mengadakan hubungan dagang dengan luar negeri, dan tidak boleh mengadakan hubungan dengan luar negeri yang bisda membahayakan Kerajaan Majapahit. Kemudian setelah Sultan Ahmad Malik Ad-Dhahir mangkat digantikan oleh Sultan Zainal Abidin Malik (1371-1405), selanjutnya diteruskan oleh Sultan Hidayah Malik, dan Nahrisyah.

Nah hampir bersamaan dengan munculnya Kesultanan Samudra Pasai, diwilayah sebelah ujung utara Sumatra (Banda Acheh sekarang) lahir Kesultanan Acheh yang dipimpin oleh Sultan Johan Syah sekitar tahun 601 H / 1205 M, setelah berhasil menaklukkan Kerajaan Hindu Indra Purba yang beribukota di Bandar Lamuri. Kesultanan Acheh yang dibangun oleh Sultan Johan Syah ini beribu kota di Banda Acheh.

Ketika Sultan Ali Mughayat Syah (1514 - 1528) memegang kekuasaan di Kesultanan Acheh ini, ternyata Kesultanan Samudra Pasai pada tahun 1524 dapat dikuasainya, setahun sebelum Kerajaan Majapahit dihancurkan oleh Kesultanan Demak pada tahun 1525. Dan Banda Acheh dijadikan sebagai Ibu Kota Kesultanan Acheh yang daerah kekuasaannya makin meluas setelah Kesultanan Samudra Pasai berada dibawah kendalinya. Dan pada tahun 1521, armada laut Kesultanan Acheh menghancurkan kekuatan Portugis pimpinan Jorge de Brito. Sepeninggal Sultan Ali Mughayat Syah, Kesultanan Acheh dipegang oleh putranya, Sultan Salahuddin (1528 - 1537) yang menyerang Malaka pada tahun 1537 tetapi serangannya gagal. Ketika Sultan Salahuddin wafat digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah (1537 - 1568) yang digelari al Kahar yang berarti penakluk. Ketika Sultan Alauddin Riayat Syah al Kahar wafat pada tanggal 28 September 1571, timbullah perebutan kekuasaan, sampai seorang tua bernama Sayyid Al-Mukammil disepakati menjadi raja. Kemudian Sultan Ali Riayat Syah (1568 - 1573) menggantikan Al-Mukammil. Tidak lama setelah itu Kesultanan Acheh diserbu oleh pasukan perang Portugis. Dan Sultan Ali Riayat Syah wafat dalam serbuan itu. Seterusnya digantikan oleh Sultan Seri Alam (1576 - 1604), kemudian dilanjutkan oleh Sultan Muda (1604 - 1607).

Disaat Kesultanan Acheh berada dibawah pendudukan Portugis, bangkitlah Iskandar Muda memimpin perlawanan dan mampu mengusir Portugis. Dan pada tanggal 6 Dzulkhijjah 1015 H / 3 April 1607 M, Iskandar Muda dinobatkan sebagai Sultan.

Dibawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda Benteng Deli dijebol. Johor (1613), Pahang (1618), Kedah (1619) dan Tuah (1620) ditundukkan oleh Sultan Iskandar Muda. Sultan Iskandar Muda wafat pada 29 Rajab 1046 H / 27 Desember 1636. Kemudian ia digantikan menantunya, Sultan Iskandar Tsani (1636 - 1641). Ketika Sultan Iskandar Tsani wafat digantikan oleh istrinya, Sri Sultan Taju al Alam Syafiatuddin Syah (1641-1675). Dan setelah itu, tiga perempuan memegang kekuasaan di Kesultanan Acheh. Dimana mereka itu ialah Sultanah Nurul Alam Zakiatuddin Syah (1675-1677). Ratu Inayat Zakiatuddin Syah (1677-1688), dan Ratu Kamalat. (1688-1699).

Kesultanan Aceh terus berjalan. Namun, ternyata kekuasaannya makin menyurut. Pertentangan didalam terus berlangsung. Sedangkan pusat kegiatan ekonomi dan politik bergeser ke wilayah Riau, Johor, dan Malaka.

Selama hampir dua abad Kesultanan Acheh tenang, dan baru mucul kembali pada akhir abad 19, ketika Sultan Machmud Syah ( - 26 Januari 1874) muncul kegelanggang, dan Belanda mendeklarkan perang terhadap Kesultanan Acheh pada tanggal 26 Maret 1873. Ketika Sultan Machmud Syah wafat pada tangal 26 Januari 1874. Kekuasaan diserahkan kepada Tuanku Muhammad Dawot yang dinobatkan sebagai Sultan di masjid Indragiri.

Nah sekarang dari apa yang diungkap secara ringkas mengenai sejarah Kesultanan Acheh diatas, menggambarkan bahwa dari sejak berdirinya Acheh sudah merupakan bentuk Kesultanan Acheh yang telah mendasarkan dan mengambil sumber hukum Kesultanannya adalah Islam.

Jadi, tidak ada alasan bagi rakyat Acheh sampai detik sekarang ini untuk menjadikan Negara Acheh sebagai Negara sekuler seperti Negara sekuler pancasila alias Negara sekuler RI dibawah pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono bersama TNI/Polri-nya.

Nah tentu saja, walaupun Acheh telah diproklamasikan ulang pada tanggal 4 Desember 1976 oleh Teungku Hasan Muhammad di Tiro, tetapi sebagian besar tanah Acheh masih diduduki dan dijajah oleh pihak RI, maka jelas perjuangan rakyat Acheh yang telah sadar untuk menentukan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan Negara pancasila akan terus berjuang untuk membebaskan negeri, agama, dan hartanya.

Kalau memang ada rakyat Acheh yang dalam pikirannya telah terpenuhi paham sekularisme, dan menghendaki dibentuknya Negara Acheh, seperti Negara RI yang sekuler, dengan dasar dan sumber hukum negaranya pancasila, maka tentu saja rakyat Acheh akan diberikan kebebasan untuk menentukan sikap dan pendapatnya melalui cara plebisit atau referendum untuk menentukan apakah Negara Acheh akan dibangun sebagaimana yang telah dibangun oleh endatu atau nenek moyang bangsa Acheh dari sejak Sultan Johan Syah, Sultan Iskandar Muda , ataukah akan dibentuk sesuai acuan Negara sekuler RI dengan pancasilanya dibawah Susilo Bambang Yudhoyono.

Seandainya sebagian besar rakyat Acheh memutuskan akan membentuk Negara Acheh sebagaimana yang telah dibangun oleh para endatu atau para nenek moyangnya dahulu dengan Islam dijadikan sebagai dasar dan sumber hukum, jelas Negara Acheh akan menerapkan Islam sebagai acuan hidup dan sumber hukum bagi Negara.

Kemudian soal konstitusi atau undang undang dasar Negara, jelas seandainya sebagian besar rakyat Acheh telah memutuskan sikap dan pendapatnya melalui cara plebisit atau referendum bahwa Negerinya akan menjadikan Islam sebagai dasar dan sumber hukum Negara, sebagaimana yang telah dijalankan dan diterapkan oleh para endatu atau nenek moyang bangsa Acheh dari abad 12 yang silam, maka jelas konstitusi yang akan dipakai sebagai landasan Negara akan mengacu kepada apa yang telah ditetapkan Islam, sebagaimana Kesultanan Acheh yang telah berdiri sejak abad 12 yang silam.

Seandainya kalau memang sebagian besar rakyat Acheh sudah teracuni paham sekularisme, maka bisa jadi, Negara Acheh yang merdeka, nantinya akan memiliki konstitusi sama seperti konstitusi atau UUD 1945 yang dipakai oleh Negara sekuler pancasila alias negara RI.

Jadi, dalam langkah pembentukan Negara Acheh setelah merdeka penuh, itu akan dikembalikan kepada seluruh rakyat Acheh untuk menentukan masa depan Negara dan jalannya roda pemerintahan Negara Acheh yang bebas dari pengaruh dan jajahan negara asing.

Jelas, kalau Ahmad Sudirman, tidak akan memilih dan memberikan sikap untuk membangun negara sekuler, apabila Negara Acheh bebas merdeka penuh.

Kalau toh, sekarang Ahmad Sudirman berada di Kerajaan sekuler Swedia, ini hanyalah sementara saja. Istilah kebahagiaan itu sangat relatif. Apa yang dinamakan bahagia menurut orang sekuler dengan arti bahagia menurut nilai Islam, jelas jauh berbeda. Jadi masalah bahagia inipun tidak bisa dijadikan sebagai ukuran untuk menentukan bentuk dan sifat negara.

Ahmad Sudirman, bisa saja tinggal di Kerajaan Saudi Arabia, Negara Islam Pakistan, Republik Sudan, Republik Islam Iran, atau di negara mana saja. Yang penting bagi Ahmad Sudirman sekarang ini adalah bukan dimana tinggal, yang penting adalah bagaimana sebagai seorang muslim yang mukmin berusaha dan berjuang sekuat tenaga untuk tetap memperjuangkan apa yang telah diturunkan Allah SWT dan yang dicontohkan Rasulullah saw.

Walaupun ia tinggal di Negara Islam Pakistan, tetapi kalau otaknya seperti otak lembu, maka jelas, sampai matipun tetap ia akan menjadi seperti lembu. Begitu juga kalau ia tinggal di Kerajaan wahhabi Saudi Arabia, kalau memang otaknya otak udang, maka sampai matipun ia akan seperti udang saja.

Kemudian terakhir mengenai sekularisme, jelas bagi orang yang tidak peduli kepada perjuangan untuk menegakkan dan menjalankan apa yang telah diturunkan Allah SWT dan dicontohkan Rasul-Nya Muhammad saw dalam segala kehidupan, baik dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat, pemeritah, dan negara, maka itu paham sekularisme memang santapan empuk.

Tetapi bagi seorang muslim yang mukmin, yang berjuang untuk menegakkan dan menjalankan apa yang telah diturunkan Allah SWT dan dicontohkan Rasul-Nya Muhammad saw dalam segala kehidupan, baik dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat, pemeritah, dan negara, maka itu paham sekluarisme adalah paham yang penuh racun.

Jadi, itu sekularisme, bisa dimakan menjadi makanan yang lezat, dan bisa juga menjadi makanan yang mematikan. Tergantung kepada orang diatas dasar apa orang tersebut berdiri dan berjuang dalam hidupnya di dunia ini. Berjuang untuk Islam, atau berjuang untuk hidup saja. Kalau berjuang untuk Islam dan mencari keridhaan Allah SWT, jelas itu paham sekularisme merupakan racun mematikan. Tetapi bagi orang yang berjuang hanya untuk hidup, jelas, soal paham sekularisme bukan soal yang mematikan, melainkan soal yang menjadikan dirinya bebas berbuat sesuai dengan apa yang dipikirkannya tanpa mempertimbangkan apakah itu sesuai menurut apa yang diturunkan Allah SWT dan dicontohkan Rasul-Nya Muhammad saw, atau tidak.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
www.ahmad-sudirman.com
ahmad@dataphone.se
----------

From: Sutan Latief sutanlatief@yahoo.com
Date: 4 januari 2005 07:05:52
To: Lantak@yahoogroups.com, padhang-mbulan@egroups.com, PPDI@yahoogroups.com, oposisi-list@yahoogroups.com, mimbarbebas@egroups.com, politikmahasiswa@yahoogroups.com, fundamentalis@eGroups.com, kuasa_rakyatmiskin@yahoogroups.com, acehkita@yahoogroups.com, achehnews@yahoogroups.com, communitygallery@yahoogroups.com, asnlfnorwegia@yahoo.com
CC: sutanlatief@yahoo.com
Subject: Re: [Lantak] SDR SUTAN ITU YUDHOYONO MAU AMAN DAN DAMAI DI ACHEH HANYA DIMULUT SAJA

Wah, hebat benar abang ini memang.

Dari jarak jauh dan bisa tahu dasar-dasar keputusan yang diambil oleh Yudhoyono ya bang. Padahal analisa itu tidak ada di media Indonesia ataupun international (saya langganan 2 koran dan 1 majalah politik Indonesia, dan juga langganan Time dan Newsweek, Asian Wallstreet Journal, juga tv cable CNN). Banyak pengamat politik hebat menulis dimajalah2 atau media tersebut. Tapi tidak ada satupun yang menganalisa hebat seperti abang ini. Mereka kebanyakan kalau gak memuji ya komentar datar saja, gak ada yang sehebat abang Ahmad. Nampaknya penulis2 kaliber internationalpun tertipu oleh Yudhoyono ya bang.

Tapi pertanyaan hamba masih belum abang jawab, malah hamba tambah :

- Kenapa di Aceh harus bersifat Negara Islam ya bang?

- Apa kalau Aceh lepas dari Indonesia maka akan ada referendum buat rakyat Aceh untuk memilih jadi negara Islam atau jadi negara sekuler seperti yang abang rasakan manfaatnya yang enak di Sweden? Kalau mereka harus tetap jadi negara Islam, siapa yang berhak membuat keputusan itu bang? rakyat Aceh sendiri khan?

- Konstitusi itu khan buatan manusia ya bang. Aceh bisa saja bikin konstitusi sekuler yang membahagiakan orang seperti bahagianya abang di negara sekuler konstitutional Sweden. Iya gak bang? Pasti abang setuju. Sebab kalau tidak, abang sudah lama pindah dari Sweden ke negera Islam lain, misalnya negara ... (waduh negara mana ya? hamba malah bingung negara makmur mana yang berdasar Islam, yang menjunjung tinggi HAM yang jadi panutan abang dalam abad 21 ini?)

- Dan kenapa sekulerisme di Indonesia abang anggap sangat salah, padahal sama dengan sekulerisme Sweden dan USA?

Sutan Latief

sutanlatief@yahoo.com
Jakarta, Indonesia
----------