Stockholm, 27 Februari 2005

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

MUBA, ITU YUDHOYONO TERPAKSA PAKAI TAKTIK BERTAHAN DIDEPAN ANGGOTA DPR BUDEK & TNI-NYA
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

JELAS MUBA, ITU SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERPAKSA PAKAI TAKTIK BERTAHAN DIDEPAN ANGGOTA DPR BUDEK & TNI-NYA

"Kamu membanggakan frase "self government" itu sebagai "umpan cerdik yang ditangkap Indonesia sehingga benteng itu bergeser dan pembicaraan tidak dead lock". Apa yang kamu banggakan itu sama sekali omong kosong. Kamu mengucapkan itu sebagai sarana masturbasi kamu agar kamu bisa membayangkan masih diperhatikan Indonesia dan dunia, hua ha ha. Selamat masturbasi, Mad. Apa yang sebenarnya terjadi adalah SBY bilang bahwa "otonomi khusus adalah tawaran final". Tidak mungkin SBY berani mengabaikan sifat final otonomi khusus itu, Mad. Mang Hasan Wirayudha adalah contoh dini dari reaksi terhadap "perundingan" ini (ah, jijay lagi2 aku harus nyebut kata ini.). Mang Hasan, sebagai seorang diplomat ulung dan mempunyai nasionalisme tinggi, jelas tidak akan pernah relah berbaik-baik dengan para celeng yang mengobrak-abrik kedamaian propinsi NAD. Tapi, dengan motivasi masturbasi juga, kamu menyebut kejadian Mang Hasan ini sebagai "Mang Hasan tersingkirkan". (Muba Zir, mbzr00@yahoo.com ,Sat, 26 Feb 2005 15:45:07 -0800 (PST))

Baiklah Muba Zir di Paris, Perancis.

Muba budek, kemampuan mengatur taktik strategi baik dilapangan ataupun di meja perundingan, itu menggambarkan bagaimana ketangguhan dalam hal menghadapi lawan, dalam hal ini pihak penjajah RI ketika berhadapan dengan pihak ASNLF.

Apapun alasan dan argumentasi untuk dijadikan sebagai suatu usaha pembenaran, tetapi menurut fakta, bukti dan realitanya, itu pihak Susilo Bambang Yudhoyono, Yusuf Kalla, Widodo Adi Sutjipto, Hamid Awaluddin, Sofyan Djalil, dan para pengekor Soekarno lainnya, telah terperangkap oleh taktik dan strategi mereka sendiri, yang terlalu menganggap muluk dan berlebih-lebihan itu.

Kemudian, untuk kompensasi dari adanya kelemahan dan ketikdakmampuan di medan diplomasi dan di meja perundingan, maka pihak RI tetap menunjukkan daya upaya didepan rakyat, anggota DPR dan para mantan Jenderal TNI yang seperti cacing kepasanan itu, seolah-olah Susilo Bambang Yudhoyono dan tim juru rundingnya sebagai orang-orang yang mampu bertahan dari badai monsun ASNLF dengan gelombang tingginya self-government atau yang dikenal dengan nama Pemerintah sendiri.

Jadi, walapun itu Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa "Sudah jelas solusi final untuk Aceh adalah otonomi khusus, dan saya memberikan kesempatan untuk itu." (Presiden Susilo Bambang Yudhoyno, Taman Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis, 24 Februarti 2005). Tetapi dalam praktek dan realitanya di meja perundingan ternyata itu yang dikatakan oleh Susilo Bambang Yudhoyono hanyalah merupakan umpan atau obat tidur bagi rakyat, angggota DPR budek dan pihak para mantan Jenderal TNI yang seperti cacing kepanasan itu.

Terbukti, ketika tim juru runding dalam perundingan RI-ASNLF dalam putaran II di Koningstedt, dengan tanpa disadari ataupun mereka sadari, tetapi karena cetek pandangan mereka untuk melihat kedepan, maka ketika melihat peluru self-government yang ditembakkan dari arah posisi ASNLF, dianggapnya sebagai kueh apam yang empuk dan lezat.

Muba budek di Paris, itu pihak ASNLF menerima masukan dari siapapun, selama itu masukan akan memberikan hasil perdamaian, keadilan, kejujuran, kemerdekaan, bagi seluruh rakyat muslim Acheh, negeri Acheh, dan Islam di Acheh.

Karena itu, Muba budek, walaupun kalian berteriak setingi langit dengan mengatakan: "daripada itu, kamu membanggakan frase "self government" itu sebagai "umpan cerdik yang ditangkap Indonesia sehingga benteng itu bergeser dan pembicaraan tidak dead lock". Apa yang kamu banggakan itu sama sekali omong kosong. Kamu mengucapkan itu sebagai sarana masturbasi kamu agar kamu bisa membayangkan masih diperhatikan Indonesia dan dunia, hua ha ha. Selamat masturbasi, Mad."

Itu hak kalian Muba untuk mengatakan alasan yang macam-macam. Tetapi, dalam kenyataannya, dalam dunia ril di meja perundingan itu tim yang diutus Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla ternyata tidak memiliki pengalaman yang banyak dalam hal pembicaraan penyelesaian konflik Acheh, selain hanya menyandarkan pada tonggak kayu yang dimakan rayap, yang bernama otonomi khusus dengan akarnya UU No.18/2001.

Kemudian itu soal Noer Hassan Wirajuda. Ia telah melakukan perundingan dengan pihak ASNLF waktu diadakan di Geneva. Tetapi karena memang ia adalah seorang diplomat karbitan yang naik melalui tangga dibelakang meja KBRI, maka hasilnyapun bisa terbaca, yaitu tidak lebih dan kurang, hasilnya adalah nol besar. Jadi, bagaimana mungkin itu Noer Hassan bisa dipakai oleh Jusuf Kalla dan Susilo Bambang Yudhoyono untuk dijadikan salah satu tim juru runding dari pihak RI, kalau memang pengalaman yang dimilikinya itu hanyalah pengalaman gombal yang tidak memberikan arti apapun bagi Kabinet Susilo Bambang Yudhoyono. Kemudian untuk usaha menutupi kelemahan dan sekaligus pertentangan Kalla vs Hassan Wirajuda, maka lahirlah istilah dari mulut Hassan Wirajuda bahwa ASNLF tidak memiliki otoritas internasional. Padahal sebelumnya ia begitu semangatnya bertatap dan bertemu muka dengan petinggi ASNLF di meja perundingan Geneva. Inilah manusia munafik. Tetapi tentu saja dalam politik tidak ada istilah munafik, menurut kamus politik dan kamus yang dimiliki oleh Noer Hassan Wirajuda, istilah munafik memang tidak ada.

Soal itu Muba budek menyinggung bahwa "ASNLF, atau gerombolan celeng ini, sama sekali bukanlah sebuah wadah aspirasi masyarakat Aceh. Juga kenyataan bahwa ada beberapa faksi lain yang mengatasnamakan aceh dan menginginkan merdeka, salah satu contohnya adalah kelompok Don Zulfahri itu dan salah seorang yang posting kemaren yang bilang "terobosan jitumu" itu, Mad, (Warwick ya?) sebagai "sebuah penghianatan"."

Jelas, apa yang dilambungkan Muba budek ini, tidak lebih daripada sikap pertahanan diri dari bentuk kelemahan dalam usaha untuk tetap mendekap dan mencengkram Negeri Acheh. Karena kalau ASNLF bukan wadah aspirasi rakyat Acheh, maka tidaklah mungkin ASNLF dibawah pimpinan Teungku Hasan Muhammad di Tiro berhasil terus bertahan dan melakukan derap langkah maju menghadapi penjajah RI sampai detik sekarang ini.

Nah, dengan adanya derap langkah maju, baik di medan gerilya perang modern di Acheh maupun digelanggang diplomasi dan perundingan, itu membuktikan dan menggambarkan bahwa ASNLF dengan TNA dan sokongan rakyat Acheh yang telah sadar untuk penentuan nasib sendiri, masih tetap kuat dan tetap membawa aspirasi sebagian besar rakyat Acheh. Bukan rakyat transmigran dari Jawa yang didatangkan melalui kebijaksanaan politik transmigrasi made ini Soeharto dan para cecunguknya itu. Ataupun rakyat dari suku yang ingin memisahkan diri dari Acheh untuk membentuk provinsi sendiri, seperti suku Gayo, Alas dan Singkil yang bekerja sama dengan orang-orang Jawa yang tinggal di Acheh Tengah dekat Takengon, dan juga didukung oleh TNI dengan cara membentuk milisi-milisi gombal yang bisa dijadikan ujung senjata sangkurnya untuk menghadapi rakyat muslim Acheh yang telah sadar untuk menentukan nasib sendiri. Termasuk juga itu almarhum Don Zulfahri cs yang telah menjadi korban akibat usahanya untuk maju kedepan dengan memakai perahu yang bolong bagian bawahnya, karena tanpa adanya kesepakatan dari pimpinan tertinggi ASNLF Teungku Hasan Muhammad di Tiro.

Seterusnya, kalau itu yang namanya lembaga legislatif DPR termasuk didalamnya Suripto anggota Komisi I DPR, yang bercuap-cuap meneriakkan nasionalisme gombal dengan maksud untuk memberikan semangat penjajahan di Acheh, maka itu suara serak seperti seperti ember pecah itu, tidak ada pengaruhnya, kalau pihak rakyat Acheh muslim yang telah sadar untuk menentukan nasib sendiri tetap terus bangkit menghadapi pihak penjajah RI.

Mereka itu baik para anggota DPR dari Komisi I dan dari Komisi-Komisi lainnya, para mantan Jenderal TNI yang sudah tidak bertaring lagi sehinga seperti cacing kepanasan itu, termasuk itu Wakil Gubernur Acheh Azwar Abu Bakar yang telah menjadi kacungnya Susilo Bambang Yudhoyono mau ikut dibawa-bawa diajak berunding, tidak akan memberikan suatu kekuatan yang memadai untuk bisa dipakai sebagai alat merobohkan benteng pertahanan rakyat muslim Acheh yang telah sadar untuk menentukan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan negara pancasila.

Terakhir, memang telah terbukti bahwa kekuatan senjata otonomi khusus dengan UU No.18/2001 yang diperkuat dengan PP No.2/2004 dan Keppres No.43/2003 yang merupakan senjata pertahanan yang dipakai pihak Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla dengan TNI-nya, ternyata tidak mempan menghadapi ketangguhan benteng rakyat muslim Acheh yang telah sadar untuk menentukan nasib sendiri dibawah pimpinan Teungku Hasan Muhammad di Tiro. Hanyalah orang-orang Acheh asal transmigran Jawa saja yang bisa diatur dan dicekoki dengan umpan kueh apam busuk made in Susilo Bambang Yudhoyono dan diamini oleh Djoko Santoso dan TNI-nya.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
www.ahmad-sudirman.com
ahmad@dataphone.se
---------

Date: Sat, 26 Feb 2005 15:45:07 -0800 (PST)
From: muba zir mbzr00@yahoo.com
Subject: Re: ACEHKITA.COM, ITU UNTUK CONTOH SELF GOVERNMENT BISA MELIHAT KEPADA IRAQI SELF-GOVERNMENT
To: Ahmad Sudirman ahmad@dataphone.se
Cc: a_yoosran@yahoo.com, abu_dipeureulak@yahoo.com, acheh_karbala@yahoo.com, ahmad_mattulesy@yahoo.com, muhammad.ardiansyah@hm.com, bambang_hw@rekayasa.co.id, editor@jawapos.co.id, email_ichwan@yahoo.co.uk, fzn_1@yahoo.com, hasan_saleh1945@yahoo.com, melpone2002@yahoo.com, mitro@kpei.co.id, mr_dharminta@yahoo.com, nur-abdurrahman@telkom.net, owan02@yahoo.com, rpidie@yahoo.com, se_dayu@yahoo.com, siliwangi27@hotmail.com, sutanlatief@yahoo.com, tang_ce@yahoo.com, narastati@yahoo.com, universityofwarwick@yahoo.co.uk

Bahtiar Abdullah itu, seperti celeng-celeng GPK lainnya, adalah orang bloon, nggak jauh lah dari kamu Mad, cuma si Bah itu lebih beruntung di mata kamu karena dia punya jabatan, walaupun sudah kukatakan sebelumnya bahwa semua jabatan itu hanya tulisan di atas kertas saja, wong instansinya nggak ada, ha ha. Tapi jangan khawatir lah, Mad, aku kan sudah mengangkatmu jadi Menmud Urjanmud.

Iya, aku bilang si Bah itu bloon (duh, nikmat banget aku nyebut kalian bloon inget terus kamu ketipu poster itu, hua ha ha), frase "self government" itu keluar dari mulut penasihat kalian, yang profesor australia itu, jadi mana ada celeng yang ngerti omongan profesor.

Kemudian daripada itu, kamu membanggakan frase "self government" itu sebagai "umpan cerdik yang ditangkap Indonesia sehingga benteng itu bergeser dan pembicaraan tidak dead lock". Apa yang kamu banggakan itu sama sekali omong kosong. Kamu mengucapkan itu sebagai sarana masturbasi kamu agar kamu bisa membayangkan masih diperhatikan Indonesia dan dunia, hua ha ha. Selamat masturbasi, Mad.

Apa yang sebenarnya terjadi adalah SBY bilang bahwa "otonomi khusus adalah tawaran final". Tidak mungkin SBY berani mengabaikan sifat final otonomi khusus itu, Mad. Mang Hasan Wirayudha adalah contoh dini dari reaksi terhadap "perundingan" ini (ah, jijay lagi2 aku harus nyebut kata ini.). Mang Hasan, sebagai seorang diplomat ulung dan mempunyai nasionalisme tinggi, jelas tidak akan pernah relah berbaik-baik dengan para celeng yang mengobrak-abrik kedamaian propinsi NAD. Tapi, dengan motivasi masturbasi juga, kamu menyebut kejadian Mang Hasan ini sebagai "Mang Hasan tersingkirkan".

Memang, ASNLF, atau gerombolan celeng ini, sama sekali bukanlah sebuah wadah aspirasi masyarakat Aceh. Juga kenyataan bahwa ada beberapa faksi lain yang mengatasnamakan aceh dan menginginkan merdeka, salah satu contohnya adalah kelompok Don Zulfahri itu dan salah seorang yang posting kemaren yang bilang "terobosan jitumu" itu, Mad, (Warwick ya?) sebagai "sebuah penghianatan".

Tidak ada satu lembagapun (apalagi negara) yang menganggap demikian ASNLF sebagai wakil sah (apalagi satu-satunya) rakyat Aceh, sehingga Suripto juga, dengan motivasi nasionalisme, menentang jika RI harus bicara dengan gerombolan celeng ini. Juga harus kamu lihat reaksi negatif terhadap kata "self governmence" dari sejumlah politisi dan para purnawirawan jenderal TNI (ini jenderal beneran loh, pendidikan dan "tour of duty"-nya jelas, bukan para jenderal celeng seperti kalian). Begitu juga Wagub NAD yang menginginkan pembicaraan berlangsung di Aceh, atau beberapa tokoh politik yang bilang "lebih bermanfaat jika RI bicara dengan celeng yang di Aceh saja".

Dari semua fakta itu, jelaslah terlihat, betapa lemahnya kredibilitas para celeng yang menamakan dirinya ASNLF.

Oh ya, dengan semangat masturbasi juga, itu si Bahtiar itu bilang: "Kepada rakyat Aceh diharapkan tenang tidak terprovokasi blah blah blah". Dia membayangkan dirinya sebagai pejabat negara (padahal instansinya nggak jelas) dan suaranya didengar rakyat Aceh (padahal rakyat aceh bilang "go to hell with ASNLF). Benar-benar si Bahtiar ini juga sedang masturbasi, hua ha ha.

Apa Tiro banci juga sedang masturbasi? Masih kuatkah dia? Hua ha ha.
Baradeee suuk yeuh.

Muba ZR

mbzr00@yahoo.com
Paris, Perancis
----------