Stockholm, 17 Maret 2005

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

KHOIRUDDIN, ITU PEMERINTAH KERAJAAN IBNU SAUD BISA MENJALANKAN HUKUMNYA DI WILAYAH DE-FACTO-NYA
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

IRUL KHOIRUDDIN, ITU PEMERINTAH KERAJAAN IBNU SAUD BISA MENJALANKAN HUKUMNYA DI WILAYAH DE-FACTO-NYA TETAPI TIDAK MENCONTOH RASULULLAH SAW DALAM HAL MEMBANGUN DAULAH ISLAMIYAH

"Berdasarkan pernyataan Bapak Ahmad Sudirman, maka timbul pertanyaan selanjutnya, jika di Saudi Arabia hadits HR Muslim dari sahabat Hudzaifah bin Al-Yaman, 3/1476 no. 1847 ini masih bisa diterima sebagai dasar dan sumber hukum, berarti kembali ana tekankan bahwa tidaklah salah sikap ulama salafy yang tetap menaati penguasa Saudi, walau kepemimpinannya seakan-akan tidak berpihak kepada Islam. Sehingga tidak dibenarkan jika ada usaha-usaha pemberontakan terhadap Saudi Arabia. Bagaimana menurut Bapak Ahmad Sudirman? Padahal ada yang menyatakan bahwa belum tegaknya Daulah Islamiyah itu salah satu penyebabnya adalah sikap penguasa Saudi, karena Saudi punya wilayah, kemudian ada Ka'bah disana, sehingga cocok sekali sebagai pusat Daulah Islamiyah, namun seakan mereka enggan untuk itu, atau mungkin akibat tekanan kaum kafir di sana." (Irul Khoiruddin , irul51606@svsi.sanyo.co.id , Thu, 17 Mar 2005 10:56:21 +0700)

Baiklah saudara Irul Khoiruddin di Cimanggis, Depok, Jawa Barat.

Sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah saw dengan Daulah Islamiyah pertamanya di Yatsrib yang dibangun pada tahun 1 H / 622 M dan terus hidup sampai tahun 1924 M ketika Khilafah Islamiyah Utsmani diruntuhkan oleh kaum penentang yang salah satunya oleh pihak Kerajaan Inggris yang bekerjasama dengan pihak Sultan Nadj Abdul Aziz bin Abdul Rahman bin Faisal Al Saud, pendiri Kerajaan Ibnu Saud atau Kerajaan Saudi Arabia.

Dimana Rasulullah saw sebagaimana dalam sabdanya: "Akan ada sepeninggalku penguasa yang mereka itu tidak berpegang dengan petunjukku dan tidak mengikuti cara/jalanku. Dan akan ada diantara para penguasa tersebut orang-orang yang berhati syaithan dalam bentuk manusia." Hudzaifah berkata, "Apa yang aku perbuat bila mendapatinya?" Rosululloh bersabda, "Hendaknya engkau mendengar dan menaati penguasa tersebut! Walaupun punggungmu dicambuk dan hartamu dirampas, maka (tetap) dengarkanlah (perintahnya) dan taatilah (dia)." (HR Muslim dari sahabat Hudzaifah bin Al-Yaman, 3/1476 no. 1847)

Kemudian dihubungkan dengan pertanyaan saudara Irul Khoiruddin: "jika di Saudi Arabia hadits itu masih bisa diterima sebagai dasar dan sumber hukum, berarti kembali ana tekankan bahwa tidaklah salah sikap ulama salafy yang tetap menaati penguasa Saudi, walau kepemimpinannya seakan-akan tidak berpihak kepada Islam. Sehingga tidak dibenarkan jika ada usaha-usaha pemberontakan terhadap Saudi Arabia. Bagaimana menurut Bapak Ahmad Sudirman?"

Sebagaimana yang telah dijelaskan Ahmad Sudirman sebelum ini bahwa karena di Kerajaan Saudi Arabia diberlakukan hukum yang bersadarkan kepada sumber hukum Islam hasil pemikiran Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang dikenal dengan paham wahhabi atau salafi, maka untuk rakyat termasuk para ulamanya yang ada dan tinggal di wilayah de-facto dan de-jure Saudi Arabia tunduk kepada dasar dan sumber hukum yang berlaku di Kerajaan Saudi Arabia. Tetapi dasar dan sumber hukum yang dipakai di Kerajaan Saudi Arabia tidak bisa diberlakukan diluar wilayah de-facto dan de-jure Kerajaan Saudi Arabia.

Nah sekarang, karena HR Muslim dari sahabat Hudzaifah bin Al-Yaman, 3/1476 no. 1847 diakui sebagai dasar hukum yang diakui oleh pihak Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia, maka sudah sepatutnya seluruh rakyat Saudi Arabia harus taat dan mengikuti serta melaksanakan isi yang terkandung dalam HR Muslim dari sahabat Hudzaifah bin Al-Yaman, 3/1476 no. 1847.

Artinya, setiap rakyat di Kerajaan Saudi Arabia harus mendengar dan taat kepada Raja selama dasar dan sumber hukum Kerajaan Saudi Arabia mengacu kepada Islam hasil pemikiran Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab, walaupun Raja itu sebagaimana disabdakan Rasulullah saw: "berhati syaithan dalam bentuk manusia, mencambuk, merampas harta".

Tentu saja disini, Rasulullah saw melihat bahwa karena dalam kehidupan pemerintah Daulah Islamiyah selalu ada perubahan dan pergantian pimpinan, maka selama dasar dan sumber hukum yang dipakai mengacu kepada sumber Islam ( Al Qur'an dan Sunnah), maka setiap pimpinan telah ditetapkan garis jalur roda hukum pemerintahananya.

Contohnya seperti yang telah dijelaskan Ahmad Sudirman sebelum ini di Kerajaan Saudi Arabia. Ketika Raja Saud bin Abdul Aziz berkuasa dari tahun 1953 sampai 2 November 1964, yaitu selama 11 tahun. Dimana kalau melihat perilaku Raja Saud bin Abdul Aziz ini memang seperti yang digambarkan Rasulullah saw dalam HR Muslim dari sahabat Hudzaifah bin Al-Yaman, 3/1476 no. 1847, yaitu berhati syaitan, yang ditampilkan kedalam bentuk perilaku poya-poya, menghabiskan uang kas Kerajaan, minum-minum. Nah, selama 11 tahun tu seluruh rakyat Saudi Arabia mendengar dan taat kepada Raja Saud bin Abdul Aziz. Tetapi, dalam kepemimpinan Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia ada masa pergantian pimpinan. Nah, inilah yang terkandung dan memiliki mak'na yang sangat dalam dari HR Muslim dari sahabat Hudzaifah bin Al-Yaman, 3/1476 no. 1847, yaitu telah tiba masanya pergantian pimpinan. Dan memang benar, pada tanggal 2 November 1964 Raja Saud bin Abdul Aziz diturunkan dari tahtanya, digantikan oleh Faisal bin Abdul Aziz. Apa yang terlihat, ternyata, Raja Faisal bin Abdul Aziz berbeda dengan saudaranya, Saud bin Abdul Aziz. Dimana Raja Faisal bin Abdul Aziz tidak berpoya-poya, tidak menghabiskan uang kas Kerajaan, dan tidak mabuk-mabuk.

Nah, inilah yang merupakan inti dan yang terkandung dibalik HR Muslim dari sahabat Hudzaifah bin Al-Yaman, 3/1476 no. 1847. Jadi, perobahan pimpinan dalam Daulah Islamiyah, bukan melalui pemberontakan, melainkan melalui jalur konstitusi dan jalur musyawarah. Raja Saud bin Abdul Aziz diturunkan dari tahtanya, digantikan oleh Faisal bin Abdul Aziz melalui jalur konstitusi dan jalur musyawarah. Sehingga bangunan Kerajaan Ibnu Saud atau Kerajaan Saudi tetap berjalan dalam rel roda pemerintahannya. Tidak ambruk, karena perilaku Raja Saud bin Abdul Aziz.

Terakhir menyinggung apa yang dilambungkan saudara Irul: "Padahal ada yang menyatakan bahwa belum tegaknya Daulah Islamiyah itu salah satu penyebabnya adalah sikap penguasa Saudi, karena Saudi punya wilayah, kemudian ada Ka'bah disana, sehingga cocok sekali sebagai pusat Daulah Islamiyah, namun seakan mereka enggan untuk itu, atau mungkin akibat tekanan kaum kafir di sana."

Nah disini, kembali kepada masalah pemahaman Islam dalam hal membangun Daulah Islamiyah. Dalam pemahaman kaum wahhabi atau salafi tentang Daulah Islamiyah itu tidak ada dihubungkan dengan pengacuan kepada contoh Rasulullah saw dan para Khalifah yang telah membangun dan meneruskan Daulah Islamiyah pertama yang dibangun Rasulullah saw.

Nah, kalau pihak Pemerintah dan para ulama kaum wahhabi atau salafi mengacu kepada contoh Rasulullah saw dan Khulafaur Rasyidin dalam hal membangun Daulah Islamiyah, maka sudah pasti tidak akan sampai kepada berdirinya Kerajaan Ibnu Saud Saja, melainkan harus menjadi sebagai wilayah Daulah Islamiyah dan menjadi pusat kekuatan ummat Islam. Negara Islam Pakistan akan menggabungkan diri kepada Saudi Arabia. Pemerintah Sudan akan menggabungkan diri kepada Saudi Arabia. Iran akan menggabungkan diri kepada Saudi Arabia. Mesir akan menggabungkan diri kepada Saudi Arabia.

Tetapi kenyataannya tidak demikian. Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia hanya hidup dan merasakan kenikmatan yang ada diwilayahnya sendiri. Tidak ada pikiran untuk menyatukan kekuatan Negara-Negara yang telah menjadikan dasar dan sumber hukum negaranya mengacu kepada sumber Islam (Al Qur'an dan Sunnah). Kalau hanya sebatas organisasi Islam sedunia, itu bukan lembaga pemerintah, itu sama saja dengan lembaga non pemerintah yang tidak mempunyai kekuatan politik dan hukum yang kuat.

Nah, atas dasar inilah, mengapa ada suara-suara dari luar Kerajaan Saudi Arabia yang menyatakan bahwa belum tegaknya Daulah Islamiyah itu salah satu penyebabnya adalah sikap penguasa Saudi.

Sebenarnya bukan hanya sikap penguasa Saudi Arabia saja melainkan sikap dari para ulama kaum wahhabi atau salafi Saudi dalam hal membangun Daulah Islamiyah yang tidak mencontoh kepada apa yang dicontohkan Rasulullah saw dan yang telah dkembangkan oleh Khulafaur Rasyidin.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
www.ahmad-sudirman.com
ahmad@dataphone.se
---------

Date: Thu, 17 Mar 2005 10:56:21 +0700
To: ahmad@dataphone.se, mohd_alkhori@qatar.net.qa, irul51606@svsi.sanyo.co.id, Rasjid Prawiranegara <rasjid@bi.go.id>, imarrahad@eramuslim.com, JKamrasyid@aol.com, hadifm@cbn.net.id
From: Irul Khoiruddin irul51606@svsi.sanyo.co.id
Subject: Sikap Ulama Salafy di Saudi

Assalaamu'alaykum warohmatulloohi wabarokaatuh

Terimakasih atas jawaban, tanggapan serta penjelasan dari Bapak Ahmad Sudirman, namun ada pertanyaan ana yang belum Bapak jelaskan secara eksplisit tentang sikap ulama salafy di Saudi Arabia terhadap kepemimpinan kerajaan Saudi Arabia, dengan sandaran adalah satu hadits Rosululloh SAW di bawah ini:

Rosululloh SAW bersabda, "Akan ada sepeninggalku penguasa yang mereka itu tidak berpegang dengan petunjukku dan tidak mengikuti cara/jalanku. Dan akan ada diantara para penguasa tersebut orang-orang yang berhati syaithan dalam bentuk manusia." Hudzaifah berkata, "Apa yang aku perbuat bila mendapatinya?" Rosululloh bersabda, "Hendaknya engkau mendengar dan menaati penguasa tersebut! Walaupun punggungmu dicambuk dan hartamu dirampas, maka (tetap) dengarkanlah (perintahnya) dan taatilah (dia)." (HR Muslim dari sahabat Hudzaifah bin Al-Yaman, 3/1476 no. 1847)

Pertanyaan ana dalam email yang lalu adalah: "Maka, dengan berdasarkan hadits tersebut di atas, maka tidaklah salah jika ulama salafi di Saudi tetap menaati penguasa Saudi, walau kepemimpinannya seakan-akan tidak berpihak kepada Islam, contohnya posisi Saudi dalam isu tentang Palestina. Bagaimana menurut Bapak Ahmad Sudirman?

Kemudian Bapak Ahmad Sudirman menjelaskan: "Jadi, selama Daulah Islamiyah dasar dan sumber hukumnya mengacu kepada apa yang diturunkan Allah SWT dan yang dicontohkan Rasulullah saw, maka tidak ada alasan bagi rakyat untuk melakukan pemberontakan kepada pemimpin selama dasar dan sumber hukum Daulah tidak dirobah dengan sumber yang datangnya dari thagut". (Ahmad Sudirman, 16 Maret 2005)

Pertanyaannya, "Apakah Daulah Islamiyah telah tegak di Saudi Arabia?" sehingga rakyat Saudi tidak punya alasan untuk melakukan pemberontakan?

Kemudian Bapak Ahmad Sudirman melanjutkan: "Kalau hadits tersebut bisa diterapkan dalam Daulah Islamiyah dan dalam Negara pancasila seperti di RI, maka jelas, itu salah kaprah. Hadistnya saja mana diakui oleh dasar dan sumber hukum di RI. Kalau di Kerajaan Ibnu Saud atau Kerajaan Saudi Arabia atau di Negara Islam Pakistan masih lumayan, itu hadits masih bisa diterima sebagai dasar dan sumber hukum. Tetapi, kalau di Negara RI, paling dimasukkan kedalam keranjang sampah Susilo Bambang Yudhoyono di kantornya di Istana Merdeka." (Ahmad Sudirman, 16 Maret 2005)

Berdasarkan pernyataan Bapak Ahmad Sudirman, maka timbul pertanyaan selanjutnya, jika di Saudi Arabia hadits itu masih bisa diterima sebagai dasar dan sumber hukum, berarti kembali ana tekankan bahwa tidaklah salah sikap ulama salafy yang tetap menaati penguasa Saudi, walau kepemimpinannya seakan-akan tidak berpihak kepada Islam. Sehingga tidak dibenarkan jika ada usaha-usaha pemberontakan terhadap Saudi Arabia. Bagaimana menurut Bapak Ahmad Sudirman?

Padahal ada yang menyatakan bahwa belum tegaknya Daulah Islamiyah itu salah satu penyebabnya adalah sikap penguasa Saudi, karena Saudi punya wilayah, kemudian ada Ka'bah disana, sehingga cocok sekali sebagai pusat Daulah Islamiyah, namun seakan mereka enggan untuk itu, atau mungkin akibat tekanan kaum kafir di sana.

Terimakasih lagi ana ucapkan sebelumnya atas jawabannya nanti, insya Alloh.Jazakumulloohi Khoiron Katsiiro.

Wassalaamu'alaykum warohmatulloohi wabarokaatuh.

Irul Khoiruddin

irul51606@svsi.sanyo.co.id
Cimanggis, Depok, Jawa Barat
----------