Stockholm, 15 April 2005

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

KABAYAN, ITU SYARIAT DENGAN HAKEKAT ATAU HIKMAH ADALAH BERSATU TIDAK BISA DIPISAHKAN
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

KABAYAN, ITU ANTARA SYARIAT DENGAN HAKEKAT TIDAK BISA DIPISAHKAN DAN TIDAK BISA DIBEDAKAN

"Kesimpulan Kabayan adalah bahwa, salah satu jalan untuk menyatukan kaum muslim adalah dengan lebih mengedepankan hakekat daripada syariat, karena nilai hakekat lebih pasti dibandingkan dengan nilai syariat. Namun, hanya Allah yang maha mengetahui." (Kabayan , kabayan555@yahoo.com , Thu, 14 Apr 2005 22:23:20 +0100 (BST))

Baiklah mang Kabayan di Monterey, California, Amerika.

Apa yang dikatakan Kabayan: "Kehidupan dunia ini adalah level syariat atau tata laksana atau aturan. Kabayan yakin semua aturan itu ada tujuannya, ada intinya, ada maksudnya, atau ada hakekatnya. Dengan kata lain, setiap syariat pasti ada hakekatnya - walaupun syariat atau aturannya bunyinya agak beda."

Memang setiap dasar hukum yang diturunkan Allah SWT ada maksud, tujuan, inti, hakekatnya. Coba perhatikan apa yang diturunkan Allah SWT:

"Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS Al Ankabut, 29: 45)

"Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)." (QS Luqman, 31: 17)

Nah perhatikan, itu dasar hukum shalat dan tujuan atau hikmah atau hakekat atau maksud dari shalat itu yang berbunyi "innashshalata tanhaa 'anil fahsyaa i wal munkari" (sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar) (QS Al Ankabut, 29: 45)

Jadi hakekat atau maksud atau tujuan atau hikmah dari mendirikan shalat itu adalah untuk mencegah dari perbuatan yang keji dan munkar. Disinilah bahwa dalam syariat yang diturunkan Allah SWT itu sekaligus terkandung maksud atau tujuan atau hikmah atau hakekat dari syariat itu. Karena itu antara syariat dan hikamhnya tidak bisa dipisah-pisahkan. Disana syariat ditegakkan disanalah hikmahnya ada.

Begitu juga dengan puasa, sebagaimana di Firmankan Allah SWT:

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa" (QS Al Baqarah, 2: 183)

Nah, diwajibkannya puasa adalah dengan tujuan atau maksud atau inti atau hikmah atau hakekatnya adalah "la'allakum tattaquun" (agar kamu bertaqwa) (QS Al Baqarah, 2: 183).

Jadi, syariat diturunkan untuk menjalankan puasa dengan hikmah atau hakekat atau tujuan atau maksudnya adalah agar menjadi orang yang taqwa, atau orang yang takut kepada Allah SWT dan mengiktui contoh Rasul-Nya Muhammad saw.

Nah sekarang, dengan dua contoh diatas, sudah bisa memberikan gambaran bahwa antara syariat dan hikmah atau hakekatnya adalah tidak bisa dipisah-pisahkan. Tidak bisa dibeda-bedakan, dan tidak bisa yang satu dikebelakangkan dan yang lainnya didahulukan. Karena syariat yang diturunkan Allah SWT adalah sekaligus dengan hikmah atau hakekat atau inti atau tujuan atau maksudnya sekaligus.

Jadi mang Kabayan, apa yang disimpulkan oleh mang Kabayan: "salah satu jalan untuk menyatukan kaum muslim adalah dengan lebih mengedepankan hakekat daripada syariat, karena nilai hakekat lebih pasti dibandingkan dengan nilai syariat". Jelas itu kesimpulan yang diambil mang Kabayan adalah salah dan tidak sesuai dengan apa yang di Firmankan Allah SWT.

Tidak ada dalam Firman-Firman Allah SWT yang menyatakan bahwa untuk mengedepankan hakekat daripada syariat. Baik itu untuk menyatukan umat atau untuk melakukan ibadah, seperti shalat dan puasa. Semuanya justru syariat dan hakekat adalah bersatu, tidak bisa dipisah-pisahkan atau dibeda-bedakan atau yang satu dikedepankan dan yang lainnya dikebelakangkan.

Terakhir, itu mengenai adanya perpecahan umat, adalah seperti yang telah dijelaskan Ahmad Sudirman dalam tulisan sebelum ini, yaitu setiap kelompok merasa bangga dengan apa yang ada dalam kelompoknya, dan mereka selalu berselisih. Itulah memang tabiat umat manusia, dari sejak manusia pertama sampai detik sekarang ini. Jadi tidak ada hubungannya antara perpecahah umat dengan karena lebih mengedepankan syariat daripada hakekat. Dan umat bisa disatukan dengan cara lebih mengedepankan hakekat daripada syariat.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
www.ahmad-sudirman.com
ahmad@dataphone.se
---------

Date: Thu, 14 Apr 2005 22:23:20 +0100 (BST)
From: kabayan kabayan kabayan555@yahoo.com
Subject: Sayur Lodeh
To: Ahmad Sudirman ahmad@dataphone.se

Basmalah 3x, salam.

Mang Ahmad, Kabayan setuju dengan penjelasan Mang Ahmad bahwa kita selalu berada dalam suasana hidup yang tergolong-golong. Hal ini tidak bisa dipungkiri, karena telah tersurat dalam Al-Quran dan Kitab-kitab suci Allah lainnya (Jabur, Taurat, dan Injil).

Jadi, untuk selanjutnya diserahkan kepada kita masing-masing untuk menentukan mau mengikuti golongan yang mana yang paling cocok dengan kita. Inilah yang menjadi dinamika hidup, dimana masing-masing individu mencari golongan mana yang akan diikuti, dan demikian juga setiap golongan atau kelompok senantiasa mencari pengikut-pengikutnya. Dan dalam situasi inilah kita sering terkecoh. Inilah kenyataan hidup. Tul ngak, Mang?

Nah, pemikiran Kabayan begini:
Kehidupan dunia ini adalah level syariat atau tata laksana atau aturan. Kabayan yakin semua aturan itu ada tujuannya, ada intinya, ada maksudnya, atau ada hakekatnya. Dengan kata lain, setiap syariat pasti ada hakekatnya - walaupun syariat atau aturannya bunyinya agak beda.

Bila kita lebih menekankan pada syariat, maka yang terjadi adalah seperti kehidupan sekarang ini - bersitegang mempertahankan syariatnya masing-masing sampai tingkat ketegangan tertentu.

Namun, bila penekanannya pada hakekat, maka syariat apapun ... jadi!, jadi level ketegangannya bisa diturunkan, atau bahkan dieliminasi.

Kabayan meyakini bahwa dalam kehidupan ini diperlukan keseimbangan. Oleh karena itu, perlu juga adanya keseimbangan antara syariat dan hakekat. Ambu bilang, kalau mengerjakan syariat saja tanpa mendapatkan hakekatnya, ibarat makan sayur tanpa bumbu. Demikian sebaliknya, kalau hanya mengambil hakekatnya saja, ibarat makan bumbu tanpa sayur.

Jadi, untuk mendapatkan sayur lodeh atau sayur tinotuan yang sedap, maka perlu, selain mengerjakan syariat, juga harus mendapatkan hakekatnya. (Btw, di Stockholm ada lodeh?)

Contoh yang Kabayan punya adalah masalah Puasa atau Ibadah Saum. Syariatnya antara lain adalah tidak makan, tidak minum, tidak bercampur dengan pasangan resmi apalagi tidak resmi, dan tidak merokok di periode waktu tertentu, dan diatur dengan aturan tertulis, maupun tidak tertulis. Hikmahnya antara lain adalah bahwa kita bisa merasakan penderitaan orang miskin atau sengsara. Tujuannya atau hakekatnya, menurut Kabayan, adalah pengendalian diri dan penumbuhan (bukan pembunuhan) rasa setia kawan sesama makhluk Allah.

Nah, pada umumnya dalam kehidupan, kalau tujuan kita sudah tercapai, maka kita tidak perlu lagi menjalaninya lagi. Misalnya sekolah atau kuliah; kalau sudah mendapatkan STTB, maka kita tidak perlu lagi sekolah itu, tapi tinggal mempraktekan dalam kehicupan sehari-hari. Namun masalah ibadah tidak bisa begitu, karena ibadah tidak ada hentinya. Yang bisa kita lakukan adalah lakukan syariat, tapi harus mendapatkan nilai hakekatnya.

Kesimpulan Kabayan adalah bahwa, salah satu jalan untuk menyatukan kaum muslim adalah dengan lebih mengedepankan hakekat daripada syariat, karena nilai hakekat lebih pasti dibandingkan dengan nilai syariat. Namun, hanya Allah yang maha mengetahui.

Terima kasih, Mang.

Hamdalah, wassalam.

Kabayan

kabayan555@yahoo.com
Monterey, California, Amerika