Stockholm, 19 Mei 2005

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

SUTARTO TETAP JADIKAN ACHEH SEBAGAI SUMBER KONFLIK UNTUK PERTAHANKAN KELANGSUNGAN HIDUP TNI
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

PANGLIMA TNI JENDERAL ENDRIARTONO SUTARTO TETAP JADIKAN ACHEH SEBAGAI SUMBER KONFLIK UNTUK PERTAHANKAN KELANGSUNGAN HIDUP TNI

"Status itu kan memberi kewenangan lebih kepada penguasa yang ada di sana untuk bagaimana menangani keamanan. Tidak ada kaitannya dengan TNI, atau jumlah personel militer. Bagaimana cara kita mengamankan tergantung situasi. Kalau mereka tambah kuat, kita tambah. Kalau mereka turun semua, maka kita tarik semua. Yang penting, kita menyediakan situasi keamanan di Aceh" (Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, Kantor Presiden, Jakarta, 18 Mei 2005)

Setelah Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2004 Tentang Pernyataan Perpanjangan Keadaan Bahaya dengan Tingkat Keadaan Darurat Sipil di Acheh yang ditetapkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 18 November 2004 serta diberlakukan pukul 00,00 WIB tanggal 19 November 2004 dicabut Rabu, 18 November 2005, dan digantikan dengan Peraturan Presiden Nomor 38 tahun 2005 Tentang Penghapusan Keadaan Bahaya dengan Tingkatan Keadaan Darurat Sipil di Acheh, ternyata dari pihak TNI dibawah Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto orang Jawa satu itu menolak mentah-mentah untuk menciptakan aman dan damai di Acheh, dengan berargumentasi bahwa status setelah dicabutnya Darurat Sipil diganti dengan Tertib Sipil hanya memberikan kewenangan yang lebih kepada penguasa Daerah sipil Acheh dalam hal menangani masalah keamanan di Acheh, tetapi tidak ada sangkut pautnya dengan masalah pengurangan dan penambahan pasukan non-organik TNI di Acheh.

Disini kelihatan, Endriartono Sutarto mencoba untuk mencari celah-celah yang bisa ditembus agar supaya di Acheh tetap bisa dijadikan sebagai tempat pergumulan pasukan TNI guna menjaga kelangsungan hidup TNI. Karena kalau Acheh menjadi tempat yang aman dan damai, maka pasukan TNI termasuk para Jenderalnya sulit untuk mencari tempat lain yang setaraf dengan Acheh guna bisa dijadikan sebagai tempat membangun dan melatih kekuatan TNI secara ril atau nyata.

Karena itu Endriartono Sutarto dengan sekuat tenaga untuk terus menjadikan Acheh sebagai tempat konflik agar supaya TNI dapat terus hidup dan membangun kekuataannya. Tanpa konflik di Acheh, maka kekuatan TNI akan menjadi lumpuh.

Disinilah kelihatan dengan jelas, mengapa itu Endriartono Sutarto berusaha untuk memisahkan antara penguasa sipil di Acheh dengan penguasa TNI, khususnya Penguasa TNI dibawah Panglima Komandan Iskandar Muda Mayjen Supiadin Yusuf Adi Saputra. Dimana Endriartono Sutarto telah menjadikan TNI merupakan lembaga pemerintah dalam pemerintah. Inilah yang berbahaya, karena dengan adanya anggapan bahwa TNI merupakan lembaga kekuasaan yang ada dalam lembaga kekuasaan negara sekuler RI, maka kebijaksanaan politik tentang Acheh yang dijalankan Susilo Bambang Yudhoyono akan disabotase oleh lembaga kekuasaan TNI dengan senjatanya.

Jadi, di Acheh ada dua penguasa, yaitu pertama, penguasa Sipil dibawah Gubernur Acheh atau sekarang dipegang oleh Wakil Gubernur Acheh Azwar Abubakar yang dalam realitanya tidak banyak punya pengaruh dalam terciptanya keadaan damai. Dan kedua, penguasa militer dibawah TNI, yaitu dibawah Panglima Komandan Iskandar Muda Mayjen Supiadin Yusuf Adi Saputra yang menjalankan perintah Kasad Letjen Djoko Santoso yang mendapat perintah dari Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto.

Nah, selama proses rehabilitasi dan konstruksi di Acheh yang diperkirakan memakan waktu empat tahun penguasa sipil akan dipegang oleh Kepala Badan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekontruksi Acheh-Nias, Kuntoro Mangkusubroto.

Dimana dua penguasa di Acheh tersebut tidak akan bersatu. Apapun kebijaksanaan sipil yang diambil, akan ditentang dan dipertanyakan oleh pihak TNI, khususnya oleh Supiadin, Djoko Santoso dan Endriartono Sutarto.

Buktinya, kebijaksanaan politik di Acheh yang dilambungkan Susilo Bambang Yudhoyono dalam Peraturan Presiden No. 38 tahun 2005, ternyata dalam pelaksanaannya ditentang keras oleh Endriartono Sutarto, dengan alasan masalah jumlah dan kehadiran pasukan TNI di Acheh tidak ada hubungannya dengan masalah status politik dan hukum di Acheh. Dengan mengambil dasar alasan gombal yaitu kalau pihak TNA tambah kuat, pasukan non-organik TNI ditambah, kalau pasukan TNA turun semua, maka pasukan non-organik TNI ditarik semua.

Sekarang, alasan gombal dari Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto tidak masuk akal. Mengapa ? Karena kalau pihak Panglima Komandan Iskandar Muda Mayjen Supiadin Yusuf Adi Saputra menyatakan bahwa kekuatan TNA sekarang 1400 orang, mengapa justru kekuatan jumlah pasukan non-organik TNI mencapai lebih dari 50.000 di Acheh ?.Kalau memang pihak TNI menghendaki keadaan damai di Acheh, seharusnya 49.000 pasukan non-organik TNI ditarik dari Acheh, cukup 1000 pasukan non-organik TNI untuk menghadapi 1400 pasukan TNA.

Tetapi disini kelihatan pihak TNI akan terus berusaha untuk menciptakan Acheh sebagai tempat konflik guna menjamin kelangsungan hidup TNI, tanpa adanya konflik di Acheh, itu yang namanya TNI akan lumpuh. Tidak ada alasan bagi TNI untuk meminta peningkatan anggaran belanja, tidak ada alasan bagi TNI untuk menambah personalia, tidak ada alasan bagi TNI untuk terus menerima anggota baru, dan tidak ada alasan bagi TNI untuk tetap mempertahankan pendidikan militernya, dan tidak ada alasan bagi TNI untuk memperkuat persenjataannya.

Jadi, selama TNI memegang kekuasaan di Acheh, selama itu di Acheh tidak akan timbul kedamaian. Dan selama TNI menjadikan Acheh sebagai sumber kehidupan dan kelangsungan hidup TNI, maka selama itu di Acheh tidak akan timbul perdamaian.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
www.ahmad-sudirman.com
ahmad@dataphone.se
----------