Stockholm, 9 Juni 2005
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
DHARMINTA,
ITU JENDERAL SUTARTO-JAWA TUNJUK GIGI KEKUASAAN, TETAPI AKHIRNYA HARUS MENYERAH DI ACHEH
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.
DHARMINTA,
ITU JENDERAL TNI ENDRIARTONO SUTARTO TUNJUK GIGI KEKUASAAN, TETAPI AKHIRNYA HARUS MENYERAH
DI ACHEH
“Kami
tetap tidak ingin ada gencatan senjata, yang ada hanya penyerahan senjata dan mereka (GSA)
kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi serta kembali jadi warga negara biasa. Sejauh yang kita
tahu, peran pihak asing adalah mengawasi proses penyerahan senjata oleh GSA dalam arti
kata mereka melihat benar nggak GSA serahkan senjata sesuai kesepakatan” (Panglima TNI
Jenderal Endriartono Sutarto di Markas Besar (Mabes) TNI Cilangkap, Jakarta, Rabu, 8 Juni
2005)
Baiklah
Matius Dharminta di Manado, Sulawesi Utara, Indonesia.
Bagaimana
dari hari kehari, itu para Jenderal TNI, seperti Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto
berusaha agar Perundingan di Helsinki, Finlandia itu gagal dan pihak TNI dan para
Jenderal-nya tetap melakukan bisnis di Acheh, sebagaimana bisnis yang berlangsung
sekarang, demi kelangsungan hidup TNI.
Oleh karena
itu, Jenderal Sutarto-Jawa ini mencoba terus setengah mati untuk menghalangi usaha
terciptanya perdamaian dan keamanan di Acheh. Dengan adanya lebih dari 50.000 pasukan
non-organik TNI di Acheh telah menunjukkan bahwa memang benar pihak TNI akan terus
melakukan aneksasi, pendudukan dan penjajahan di Acheh.
Dalam usaha
untuk mempertahankan kebijaksanaan keamanan dicampur politik di Acheh dari para Jenderal
TNI, khususnya Jenderal Sutarto yang didukung oleh Jenderal Djoko Santoso dan Laksamana
(Purn) Widodo Adi Sutjipto, kesemuanya dari Jawa, telah merancang taktik dan strategi
untuk menggagalkan Perundingan Helsinki ini, ternyata didukung oleh para keroco Komisi I
DPR seperti Permadi, Theo L Sambuaga, Efendy Choirie dan para keroco lainnya dari Fraksi
PDI-P, PKB, dan PAN.
Mereka para
keroco anggota DPR yang garis keras tidak menentu ini, terus mengumandangkan sokongan
penuh kepada para Jenderal-Jenderal TNI itu untuk tetap menduduki dan menjajah Acheh
dengan pasukan non-organik dan organik TNI budek-Jawa-nya.
Para keroco
anggota Komisi I DPR garis keras tidak menentu ini, sebenarnya mereka sendiri tidak
memiliki dasar argumentasi yang kuat, yang berdasarkan fakta, bukti, sejarah dan dasar hukum, yang membenarkan dan melegalkan pemasukan
wilayah Negeri Acheh kedalam wilayah burung sangkar garuda pancasila RI. Tidak ada
seorangpun dari para keroco DPR ini yang sanggup memberikan dan mempertahankan secara
legal, fakta, bukti dan sejarah bahwa wilayah Negeri Acheh dimasukkan kedalam sangkar RI
dengan sah, jelas, dan diterima oleh seluruh rakyat Acheh dan pemimpin rakyat Acheh
melalui plebisit.
Para keroco
anggota DPR dan para Jenderal TNI hanyalah meneruskan politik ekspansi yang telah
dijalankan oleh Soekarno dengan model hindu-Majapahit-nya Gajah Mada-Jawa- pembunuh yang
dijelmakan dalam bentuk penelanan, pencaplokan 15 Negara/Daerah bagian RIS ditambah Negeri
Acheh, Maluku Selatan, dan Papua Barat oleh mulut RI-Jawa-Yogya-nya.
Kebijaksanaan
ekspansi politik yang telah dijalankan Soekarno dengan RI-Jawa-Yogya-nya inilah yang
menjadikan bumerang di Nusantara sekarang ini. Tetapi, para penerus Soekarno dari Jawa ini
tetap degil dan tetap menganggap bahwa penelanan, penganeksasian, pendudukan da penjajahan
di Acheh dianggap sebagai suatu kebijaksanaan politik yang perlu dipertahankan, walaupun
mereka itu tidak mampu memberikan dasar argumentasi berdasarkan fakta, bukti, sejarah dan
dasar hukum yang menyatakan legalnya wilayah Acheh dimasukkan kedalam sangkar burung
garuda pancasila RI oleh Soekarno dengan RI-Jawa-Yogyanya melalui jalur RIS.
Ketidakmampuan
dalam hal penyodoran fakta, bukti, sejarah dan dasar hukum tentang Acheh dari para penerus
Soekarno inilah, akhirnya mereka menggunakan cara konpensasi melalui penggunaan kekuatan
militer pasukan non-organik dan organik TNI guna dipakai sebagai alat untuk terus
menduduki dan menjajah Acheh, Maluku Selatan dan Papua Barat. Dan kebijaksanaan politik
ekspansi gombal ciptaan Soekarno inilah yang mengakibatkan kehancuran secara terus menerus
di Acheh, Maluku Selatan dan di Papua Barat.
Dharminta
budek, sampai kapan pun kalian dan para Jenderal TNI-Jawa kalian tidak akan berhasil di
Acheh untuk terus menduduki dan menjajah Acheh. Itu para Jenderal TNI-Jawa dan anggota
keroco Komisi I DPR sudah pada kegerahan dan hidup seperti kecoa kepanasan ketika
mendengar pihak dari dunia internasional seperti dari Uni Eropa akan menyertai
penyelesaian proses perdamaian di Acheh.
Jenderal-Jenderal
TNI dan para keroco anggota DPR yang tidak ingin melihat di Acheh aman dan damai terus
seperti kecoa kepanasan menyelusup kesetiap sudut meja dan kursi, tidak tahu apa yang akan
dilakukan, selain bercuap-cuap: ”stop, stop, stop perundingan di Helsinki. Acheh urusan domestik”.
Dasar budek.
Bagi yang ada minat untuk menanggapi
silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se
agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya
yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan
lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad
Hanya kepada Allah
kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*
Wassalam.
Ahmad Sudirman
http://www.dataphone.se/~ahmad
----------
Date:
Wed, 8 Jun 2005 23:27:40 -0700 (PDT)
From:
matius dharminta mr_dharminta@yahoo.com
Subject:
PIHAK ASING HANYA BERPERAN AWASI PENYERAHAN SENJATA OLEH GSA
To:
Ahmad Sudirman <ahmad@dataphone.se>, allindo@yahoo.com,
albiruny@gmail.com, aulialailil@yahoo.com, afoe@tegal.indo.net.id,
azis@ksei.co.id, Agus.Renggana@kpc.co.id, alasytar_acheh@yahoo.com,
apalahu2000@yahoo.co.uk, agungdh@emirates.net.ae,
abdul.muin@conocophillips.com, ahmedjpr@yahoo.com,
ahmad_mattulesy@yahoo.com, as_fitri04@yahoo.com,
Muhammad al qubra <acheh_karbala@yahoo.no>, abuguntur master
<abuguntur@hotmail.com>, aneuk_pasee@yahoo.com
PIHAK ASING
HANYA BERPERAN AWASI PENYERAHAN SENJATA OLEH GSA
Matius
Dharminta
mr_dharminta@yahoo.com
Manado,
Sulawesi Utara, Indonesia
----------
PIHAK ASING
HANYA BERPERAN AWASI PENYERAHAN SENJATA OLEH GSA
Panglima TNI
Jenderal Endriartono Sutarto di Markas Besar (Mabes) TNI Cilangkap, Jakarta mengemukakan,
keterlibatan pihak asing dalam penyelesaian konflik di Aceh sebatas pada pengawasan
terhadap proses penyerahan senjata oleh kelompok Gerakan Separatis Aceh (GSA) kepada TNI
dan pemerintah.
"Sejauh
yang kita tahu, peran pihak asing adalah mengawasi proses penyerahan senjata oleh GSA
dalam arti kata mereka melihat benar nggak GSA serahkan senjata sesuai kesepakatan, "
kata Panglima.
Selain itu,
pihak asing yakni ASEAN dan Uni Eropa berperan untuk memastikan bahwa selama proses
penyerahan senjata itu TNI dan pemerintah tidak akan memperlakukan mereka (GSA) sebagai
tawanan, tetapi sebagai warga biasa yang kembali kepada NKRI.
Endriartono
menegaskan, TNI tetap tidak berkeinginan ada gencatan senjata dengan kelompok GSA,
mengingat hal itu seringkali digunakan kelompok separatis itu untuk konsolidasi kekuatan
melawan pemerintah.
"Kami
tetap tidak ingin ada gencatan senjata, yang ada hanya penyerahan senjata dan mereka (GSA)
kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi serta kembali jadi warga negara biasa, " katanya.
TNI akan
berupaya untuk memfasilitasi proses penyerahan senjata oleh GSA itu dan dapat dilakukan
sesegera mungkin, untuk selanjutanya pada GSA itu kembali ke pangkuan NKRI.
Pada
kesempatan itu pula, Panglima TNI mengemukakan, sejak operasi pemulihan keamanan digelar
di NAD yakni mulai darurat militer (darmil) I hingga darurat sipil (darsip) II, pihak TNI
berhasil menyita 2.340 pucuk senjata berbagai jenis dan jumlah anggota GSA yang berhasil
ditangkap dan menyerahkan diri sekitar 9.593 orang.
Sementara
itu, selama operasi pemulihan keamanan dilaksanakan di Aceh, pihak TNI harus kehilangan
213 prajuritnya, 514 orang luka-luka dan 28 senjata hilang.(*)
----------