Sandnes, 28 Juli 2005

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalamu'alaikum wr wbr.


MUNAFIQNYA ORANG YANG BERSEKONGKOL DALAM SYSTEM THAGHUT PANCASILA

Muhammad Al Qubra

Sandnes - NORWEGIA.



KETUA MPR HIDAYAT NURWAHID MEMANG BASYAR BERKELIT DENGAN JURUS MUNAFIQ SYSTEM THAGHUT PANCASILA-NYA

 

Kita dapat memprediksi tujuan DPR Gadongan itu. Mereka ingin menjajah terus bangsa Acheh - Sumatra. Memang yang duduk disitu adalah basyar - basyar semua.  Mereka mengedepankan nafsu syaithannya. Mereka ingin supaya orang Acheh di bunuh terus oleh serigala-serigala haus darah itu.

 

Sayangnya kaum dhu'afa di pulau Jawa tidak memiliki pemimpin yang dapat menyadarkan mereka bahwa basyar-basyar yang "memainkan wayang ketoprak" di gedung yang bersimbol orang perempuan terlentang itu bukan wakilnya melainkan penipu atau pembohong. Mereka takpernah memikirkan nasib kaum dhu'afa melainkan hanya memikirkan perut mereka dan keluarganya sendiri. Justru itulah makanya hati mereka tertutup untuk memikirkan penderitaan orang lain. "Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. (QS. 2:10)

 

Keberadaan DPR yang hanya memikirkan kelanggengan penjajahan mereka terhadap bangsa-bangsa lain di sekeliling negara RI Jawa Yokya, agar perut mereka dan keluarga mereka tetap buncit, sudah exis semenjak Sukarno peletak dasar system Thaghut Pancasila Dhalim dan Munafiq itu sampai hari ini -- sedang dicoba untuk diperbaiki oleh Yudhoyono dan Jusuf Kalla. Namun sepertinya tidak akan berhasil.  Sebab untuk merobah suatu system yang sudah demikian komplek kedhalimannya, membutuhkan sebuah Revolusi.  Untuk membuat suatu revolusi tidak boleh tidak membutuhkan seorang Imam yang tidak akan tunduk patuh  kepada siapapun kecuali kepada Allah, RasulNya, Ulama warasatul ambia, penjeru-penjeru kebenaran dan orang-orang yang benar-benar beriman.

 

Andaikata mereka menggunakan 'akalnya tentu dapat mengalahkan nafsunya bahwa mereka hanya dapat membunuh sebahagian orang Acheh yang sudah sadar, namun mereka tidak akan pernah mampu membunuh bangsa Acheh yang kini sudah bertebaran di seluruh Dunia. Sudah di jelaskan oleh orang-orang yang mau berfikir bahwa perang fisik itu tidak akan berakhir. Justru itu diusahakan dengan "Perang politiK", Namun yang namanya orang-orang munafiq memang makhluk yang paling berbahaya bagi kelansungan hidup manusia di planet ini.

 

Selanjutnya mari kita perhatikan bagaimana sepakterjang ketua MPR, Hidayat Nurwahid: "Ketua MPR Hidayat Nurwahid mendesak pemerintah untuk meminta persetujuan DPR terlebih dahulu sebelum menandatangani nota kesepahaman (MoU) RI-GAM. Sebab, walau ini masalah domestik, tapi ada keterlibatan internasional."

 

Kenapa ketua basyar ini meminta persetujuan DPR sebelum menanda tangani nota kesepahaman ? Bukankah sudah diadakan rapat  konsultasi pemerintah dengan pimpinan DPR dan fraksi-fraksinya ? Apakah itu tidak cukup ?

 

Mereka takut kehilangan Acheh sebagaimana kehilangan Timor Larose. Apakah Bangsa Acheh dan Timor Larose itu milik mereka ?  Kalau Hidayah Nurwahid termasuk orang yang beriman (bukan basyar) sudah pasti memahami bahwa jangankan Suatu Bangsa seperti Acheh - Sumatra, Timor Larose, Maluku, West Papua dan puluhan bangsa lainnya yang belum sadar bahwa mereka sesungguhnya dijajah, seorang manusiapun tidak boleh dimiliki kecuali Allah lah sebagai Pemiliknya.  Jadi manusia yang memiliki manusia samadengan penjajah. Sedangkan manusia yang dimilikinya itu sama dengan "hamba sahaya"

 

Yang jelas itu Hidayah Nurwahid buta mata hatinya untuk melihat bagaimana penderitaan kaum dhu'afa di Acheh di timpa dua tragedi, dimana tragedi penjajahan Indonesia Jawa Munafiq lebih kejam daripada tragedi Tsunami. Andaikata tidak dihalang halangi kaki tangan penjajah, yaitu Serigala-serigala Haus darah (baca TNI/POLRI), tragedi Tsunami sudah selesai dalam waktu yang relatif singkat.

 

Jadi persoalan sekarang adalah Munafiq nya orang-orang yang bersekongkol dalam system Thaghut Pancasila itu. Justru itulah makanya persoalan menentukan nasib sendiri bagi semua bangsa bangsa di kepulauan Nusantara itu menjadi sukar dan berlarut-larut.

 

Beberapa tahun yang lalu jutaan orang Acheh - Sumatra turun ke Banda Acheh untuk menyatakan bahwa mereka tidak ingin dijajah lagi oleh Hindunesia munafiq. Mereka tidak membawa senjata, namun serigala-serigala haus darah itu yang dikendalikan oleh basyar-basyar dari Jakarta melawan argumentasi kami dengan peluru. Itu adalah ciri-ciri manusia yang tidak memiliki otak, hanya badannya saja yang kuat. Beraninya hanya dengan orang yang tidak bersenjata. Kalau dengan TNA menjerit, kecuali berani main koroyok seperti sekarang ini berani masuk kawasan TNA secara tidak jentelmen (50 TNI vs 5 TNA), hah ha

 

Allah telah mengaruniai manusia dengan fasilitas alat fikir agar manusia itu dapat berfikir untuk tidak membunuh manusia yang lain. Sebab semua manusia mempunyai hak yang sama untuk hidup di planet Bumi ini.

 

Allah berfirman : Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk isi neraka jahanam kebanyakan dari golongan jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami ayat-ayat Allah, dan mereka mempunyai mata, tetapi tidak dipergunakan untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah, dan mereka mempunyai telinga, tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar ayat-ayat Allah.Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang yang lalai (Q.S. Al-A'raf ayat : 179)

 

Andaikata mereka  bukan munafiq sudah barang pasti mereka tidak akan menjajah bangsa Acheh - Sumatra, mereka tidak akan membunuh penduduk sipil Acheh yang terdiri dari anak - anak, orang perempuan dan orang tua. Justru orang yang benar-benar berimanlah yang meyakini ayat-ayat Allah yang mengatakan: "Membunuh seorang manusia sama dengan membunuh manusia seluruh nya"(Q.S ,5:32).

 

Allah juga berfirman "Dan siapa yang membunuh Mukmin dengan sengaja maka balasannya Neraka Jahanam, kekal padanya. Allah memarahinya dan mengutuknya serta menyediakan baginya siksaan yang besar" (Q.S, 4:93). Mau lari kemana mereka  ?

 

Billahi fi sabililhaq

 

Muhammad Al Qubra

 

acheh_karbala@yahoo.com

Sandnes, Norwegia.

----------

 

From: indonesia teroris indonesia_teroris@yahoo.com

Date: 28 juli 2005 13:19:02

To: LAN TAK <lantak@yahoogroups.com>, PPDI GROUPS <ppdi@yahoogroups.com>, susilo bambang yodohono presiden@ri.go.id

Subject: «PPDi» DPR MINTA MOU DIUMUMKAN OELEH PEMERINTAH

 

Ketua MPR : MoU RI-GAM Harus Dapat Persetujuan DPR, Umumkna Hasil Perundingan Helsinki

Jakarta (SIB)

 

Ketua MPR Hidayat Nurwahid mendesak pemerintah untuk meminta persetujuan DPR terlebih dahulu sebelum menandatangani nota kesepahaman (MoU) RI-GAM. Sebab, walau ini masalah domestik, tapi ada keterlibatan internasional.

 

“Memang Pak Jusuf Kalla (Wapres) menyatakan itu masalah domestik. Tapi ini masalah yang menjadi internasional. Tempat perundingannya kan di Helsinki, melibatkan orang asing, dan melibatkan pemantau dari Uni Eropa,” kata Hidayat.

 

Menurut Hidayat, yang ditemui wartawan usai membuka sebuah seminar di Hotel Gren Melia, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (27/7), persetujuan DPR ini bisa diberikan dalam sidang paripurna istimewa DPR. Sebab DPR saat ini sedang reses.

 

Apakah rapat konsultasi saja tidak cukup? “Landasan tata tertibnya tidak kokoh. Betul lembaga tinggi negara perlu saling berkonsultasi, tapi tidak dalam rangka mengambil keputusan. Untuk Helsinki, ini terkait dengan pengambilan keputusan. Ini juga supaya DPR tidak merasa dilangkahi,” jelas Hidayat.

 

Hidayat juga mengharapkan pemerintah untuk membuka secara transparan tentang proses perundingan di Helsinki dan hasil-hasilnya. “Terutama dibicarakan dengan DPR supaya tidak terjadi kesimpangsiuran informasi. Kita akan menghadirkan kedamaian di Aceh, tapi kita tidak ingin terjadi tidak damai antara pemerintah dan DPR,” katanya.

 

Menurut Hidayat, dari keterangan yang diberikan Wapres Jusuf Kalla memang tidak ada pelanggaran UUD dalam proses perundingan RI-GAM di Helsinki. Namun penjelasan Kalla kepada para pimpinan parpol dan fraksi-fraksi di DPR tidak cukup.

 

“Faktornya ya transparansi itu tadi. Pemerintah katanya akan menyampaikan ke DPR segera sebelum ditandatanganinya perjanjian tersebut. Saran saya, segera lakukan pertemuan dengan DPR, kalau perlu ada sidang paripurna istimewa sebelum penandatanganan tanggal 15 Agustus,” tandas Hidayat.

 

BUKA HASIL PERUNDINGAN HELSINKI KEPADA DPR

 

Ketua MPR Hidayat Nurwahid meminta pemerintah untuk segera membuka atau mengumumkan hasil perundingan Helsinki kepada  DPR secara transparan, jujur dan terbuka, agar tidak terjadi kesimpangsiuran dan kesalahpahaman antara pemerintah dengan DPR.

 

“Kata kuncinya sederhana, segera lakukan pertemuan dengan DPR. Pemerintah harus membuka secara lebih transparan, jujur apa adanya, tentang yang dibicarakan di Helsinki, Finlandia itu apa saja dan hasilnya apa saja,” katanya menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Rabu, usai memberi sambutan pada seminar bertema “Fungsi Anggota Dewan di Masa Depan” yang diselenggarakan dalam rangka Munas I Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

 

Menurut dia, kalau perlu ada Sidang Paripurna Istimewa DPR, sebelum penandatanganan tanggal 15 Agustus 2005 mendatang.

 

Mantan Presiden PKS itu menambahkan, semua pihak memang tidak boleh berburuk sangka berlebihan, tetapi semua juga tidak boleh tidak waspada dan tetap harus waspada karena Indonesia tidak mau kehilangan wilayahnya lagi seperti kasus Sipadan-Ligitan maupun kehilangan Timor Timur.

 

“Kita tak mau gara-gara ketidakwaspadaan, sesuatu yang diperkirakan tidak melanggar UUD menjadi melanggar UUD, yakni ketika NKRI menjadi pecah karena ada separatisme. Amandemen UUD 1945 sudah disepakati untuk tidak mengubah NKRI,” katanya.

 

Ketika ditanya apakah rapat konsultasi pemerintah dengan pimpinan DPR dan fraksi-fraksi tidak cukup, Hidayat Nurwahid mengatakan bahwa landasan “konstitusional” atau landasan tata tertib dari rapat konsultasi itu tidak kokoh.

 

“Memang betul pimpinan lembaga negara perlu saling berkonsultasi tetapi dalam rapat konsultasi itu tidak dalam rangka untuk mengambil keputusan, padahal ini jelas sekali memerlukan sesuatu yang terkait dengan keputusan, yaitu sebelum penandatanganan perundingan RI-GAM 15 Agustus nanti,” katanya.

 

Hidayat juga mengatakan bahwa tidak ada halangan apa pun untuk terselenggaranya rapat dengan DPR untuk menyampaikan hasil pertemuan Helsinki, apakah itu melalui Komisi I atau melalui sidang paripurna.

 

“Kalau itu dilakukan akan elegan untuk semua. DPR menjadi tahu bahwa tidak ada sesuatu yang disembunyikan, dan DPR tidak merasa seolah-olah dilangkahi. Kalau DPR merasa dilangkahi, saya khawatir Aceh bisa damai, tetapi gonjang-ganjing di Jakarta. Jangan sampai GAM memecah-belah Jakarta,” katanya.

 

“Jadi sekali lagi, kita tidak ingin sudah ada perdamaian dengan GAM tetapi kemudian terjadi ketidakdamaian antara DPR dengan Pemerintah di Jakarta,” demikian Hidayat Nurwahid.

----------