Stockholm, 31 Juli 2005

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalamu'alaikum wr wbr.


AIDI NGAKU PUTERA BUGIS TETAPI HANYA PANDAI MAKAN GORENGAN MITOS ACHEH CIPTAAN MBAH SOEKARNO

Ahmad Sudirman

Stockholm - SWEDIA.



ITU MUHAMMAD AIDI NGAKU PUTERA BUGIS TETAPI HANYA PANDAI MAKAN GORENGAN MITOS ACHEH CIPTAAN MBAH SOEKARNO

 

“Saya sangat tertarik dengan pendapat dari tulisan-tulisan saudara Ahmad yang selalu mengistilahkan NKRI sebagai bentuk kolonialisme atau penjajah RI terhadap Aceh. Tetapi sungguh saya tidak mengerti makna kolonialisme atau penjajahan yang dipahami oleh saudara Ahmad, atau sebaliknya saudara Ahmad sendiri yang tidak paham tentang makna kolonialisme atau penjajahan tersebut. Propinsi Aceh adalah bagian NKRI yang telah diproklamirkan sejak tanggal 17 Agustus 1945 dan mendapatkan pengakuan secara sah dari masyarakat Internasional. Coba saudara tunjukkan bangsa mana di dunia ini yang tidak mengakui secara hukum keberadaan NKRI yang wilayahnya terbentang dari Sabang sampai Merauke ! Kecuali orang yang bernama Hasan Tiro, Ahmad Sudirman, Jaini Abdullah, Zakaria Zaman dan pengikut-pengikut lainnya yang tidak waras.” (Nararya Aiandani, aiandani1107@yahoo.co.id , Sat, 30 Jul 2005 23:37:26 +0700 (ICT))

 

Baiklah saudara Muhammad Aidi di Jakarta, Indonesia.

 

Membaca apa yang ditulis saudara Aidi yang mengaku putera Bugis, yang berdomisili di Jakarta, dan mengaku pemerhati kondisi sosial bangsa, yang mengabdikan seluruh jiwa dan raganya demi keutuhan dan kedaulatan NKRI. Ternyata kelihatan dengan jelas, bahwa itu Aidi memang tidak mengerti dan tidak paham proses jalur pertumbuhan dan perkembangan RI. Karena yang kelihatan terbayang didepan Aidi adalah bayangan mitos Acheh dan RI ciptaan mbah Soekarno yang diajarkan di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi.

 

Mengapa Aidi hanya menelan mitos RI yang dihubungkan dengan Acheh ?

 

Karena terbukti, dengan Aidi mengatakan: “Propinsi Aceh adalah bagian NKRI yang telah diproklamirkan sejak tanggal 17 Agustus 1945 dan mendapatkan pengakuan secara sah dari masyarakat Internasional.“

 

Nah, dari apa yang diungkapkan Aidi ini, sudah bisa digambarkan, bahwa memang itu Aidi buta tentang jalur proses pertumbuhan dan perkembangan RI dihubungkan dengan Acheh.

 

Kemudian, menyinggung masalah kolonisasi Acheh atau tanah wilayah Acheh yang dijadikan wilayah RI tanpa melalui kesepakatan atau perjanjian atau plebisit atau referendum antara kedua belah pihak.

 

Proses kolonisasi Acheh yang seterusnya penganeksasian Acheh kedalam wilayah RI tanpa melalui jalur hukum yang disepakati oleh kedua belah pihak, yaitu pihak bangsa Acheh dan pihak RI inilah yang melahirkan pendudukan dan penjajahan RI atas tanah wilayah Acheh.

 

Kemudian, taktik dan strategi pihak RI yang telah melakukan penganeksasian tanah wilayah Acheh kedalam wilayah RI, untuk dapat terus menguasai dan menduduki tanah wilayah Acheh, maka taktik dan strategi Christiaan Snouck Hurgronje yang dijalankan pihak RI.

 

Dimana diusahakan pemisahan agama dari segi sosial dan politik. Dalam bidang politik harus ditumpas bentuk-bentuk usaha yang mengarah kepada pembebasan, baik yang dihubungkan dengan Agama ataupun yang dihubungkan dengan pembebasan negeri. Jika diperlukan penumpasan dilakukan dengan kekerasan dan kekuatan senjata. Apabila telah diperoleh ketenangan, pemerintah RI harus menyediakan pendidikan, kesejahteraan dan perekonomian, agar bangsa Acheh mempercayai maksud baik pemerintah RI, akhirnya rela diperintah oleh orang-orang RI.

 

Dalam masalah agama yang ditekankan hanya yang menyangkut masalah ibadah, sepanjang tidak mengganggu kekuasaan, maka pemerintah RI memberikan kemerdekaan kepada bangsa Acheh untuk melaksanakan ajaran agama Islam. Pemerintah RI harus memperlihatkan sikap seolah-olah memperhatikan agama Islam dengan memperbaiki tempat peribadatan, dan memberikan kemudahan dalam melaksanakan ibadah haji.

 

Dalam bidang sosial kemasyarakatan, pemerintah RI memanfaatkan adat kebiasaan yang berlaku, dan membantu menggalakkan bangsa Acheh agar tetap berpegang pada adat Acheh. Adapun penerapan hukum Islam harus diacukan kepada hukum nasional. Pelaksanaan hukum Islam tidak boleh menyimpang dari hukum nasional. Hukum cambuk misalnya, tidak bisa diterapkan diluar Acheh, karena bertentangan dengan pelaksanaan hukum nasional. Hukum cambuk hanya untuk bangsa Acheh. Dan tidak berlaku untuk militer.

 

Sejalan dengan itu, pemerintah RI menjalankan konsep perpecahan, dimana kelompok yang mendukung RI dengan kelompok yang telah sadar untuk menentukan nasib sendiri. Caranya dengan membentuk milisi-milisi, dengan tujuan untuk menghancurkan usaha-usaha bangsa Acheh yang telah sadar untuk menentukan nasib sendiri. Dan membina orang-orang Acheh yang telah di RI-kan melalui jalur pendidikan baik sipil ataupun militer. Sehingga kelompok-kelompok milisi dan orang Acheh yang telah di RI-kan menjadi ujung tombak untuk menghadapi bangsa Acheh yang telah sadar untuk menentukan nasib sendiri.

 

Misalnya contoh orang-orang Acheh yang telah berhasil di RI-kan melalui pendidikan militer diantaranya, Letnan Jenderal Fahrul Rozi, Mayor Jenderal Ilyas Yusuf, Mayor Jenderal Djalil Yusuf, Mayor Jenderal Tamlica Ali, Mayor Jenderal Nur Muis dan yang lainnya.

 

Adapun orang-orang Acheh yang telah di RI-kan melalui jalur pendidikan sipil diantaranya, Sarwan Hamid, Hasbalah M Saad, Ibrahim Hasan, Nazarudin Samsudin, Sofyan Djalil, dan seluruh pejabat pemerintah daerah dan kepala instansi pemerintah di Acheh.

 

Kemudian, orang Acheh yang diberikan kebebasan dalam masalah dunia seni agar terlupa negerinya yang dianeksasi RI, misalnya Cut Keke, Cut Mini, Teuku Riyan, Edwin, Ozi Saputra dan yang lainnya.

 

Seterusnya, dibawah ini akan dijelaskan secara singkat bagaimana terjadi proses kolonisasi Acheh, yang seterusnya dianeksasi kedalam wilayah RI tanpa melalui jalur hukum yang disepakati oleh kedua belah pihak.

 

Sebenarnya tentang proses kolonisasi Acheh ini telah dijelaskan berulang kali di mimbar bebas ini, tetapi tidak mengapa kita ulang kembali, karena kelihatannya saudara Muhammad Aidi belum memahami dan mengerti.

 

Dan dibawah ini akan dijelaskan secara singkat proses terjadinya kolonisasi yang menimbulkan kolonialisme model mbah Soekarno dengan RIS dan RI-nya.

 

Ketika RI diproklamasikan oleh Soekarno pada 17 Agustus 1945, itu secara de-jure RI berdiri. Tetapi secara de-facto, artinya wilayah kekuasaannya, masih belum jelas secara pasti batas-batasnya dimana. Dalam hal ini hanya mengikuti apa yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi "Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia".

 

Nah, bisa saja yang dimaksud dengan "seluruh tumpah darah Indonesia" itu, sekitar Jakarta saja, atau seluruh pulau Jawa, atau Pulau Sumatera saja, atau pulau Kalimantan saja, atau Pulau Maluku saja. Jadi yang dinamakan dengan "seluruh tumpah darah Indonesia" itu adalah relatif.

 

Dan hal itu terbukti dalam proses pertumbuhan dan perkembangan RI seterusnya. Dimana kelihatan dengan jelas kalau melihat dasar hukum yang dijadikan dasar proses pertumbuhan dan perkembangan RI yaitu hasil Perundingan Linggajati 25 Maret 1947. Dimana melihat de-facto RI hanya disekitar Sumatra, Jawa, dan Madura. Kemudian melihat dasar hukum Perjanjian Renville 17 Januari 1948, yang terlihat de-facto RI hanya sekitar dibelakang garis Van Mook, yaitu Yogyakarta dan sekitarnya saja.

 

Jadi, dari sini saja, sudah kelihatan bahwa jalur proses pertumbuhan dan perkembangan RI dilihat dari sudut wilayah de-facto-nya sampai tanggal 17 Januari 1948, hanya disekitar Yogyakarta dan daerah sekitarnya saja.

 

Karena itu, tidak ada fakta, bukti, sejarah dan dasar hukum yang bisa dijadikan argumentasi untuk menyatakan bahwa Acheh masuk wilayah RI. Jadi kalau melihat fakta, bukti, sejarah dan dasar hukum yang namanya RI dari sejak 17 Agustus 1945 sampai 17 Januari 1948 wilayah de-factonya di Yogyakarta dan sekitarnya. Dan wilayah inilah yang diakui oleh negara-negara di luar RI.

 

Bahkan sejak 19 Desember 1948, yang namanya RI secara de-jure dan de-facto hilang lenyap dari permukaan bumi. Soekarno dan Mohammad Hatta ditawan dan dibuang ke Bangka, yang muncul bentuk pemerintah lain, yaitu Pemerintah Darurat Republik Indonesia, yang dibentuk oleh Sjafruddin Prawiranegara berdasarkan dasar hukum mandat yang dibuat dalam Sidang Kabinet RI yang masih sempat dijalankan di Yogyakarta sebelum RI lenyap, yang sempat dikirimkan melalui radiogram kepada Sjafruddin Prawiranegara, yang waktu itu berada di Sumatera. Dan Sjafruddin Prawiranegara menjadi Presiden Pemerintah Darurat Republik Indonesia dalam pengasingan di Negeri Acheh, yang bebas dan tidak dijajah oleh Belanda dan sekutu.

 

Mengapa Negeri Acheh bebas tidak dijajah oleh Sekutu dan Belanda ?

 

Karena, ketika pasukan Sekutu (Inggris - Gurkha) yang diboncengi oleh tentara Belanda dan NICA (Netherland Indies Civil Administration) dibawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly mendarat di Medan pada tanggal 9 Oktober 1945. Dan pada tanggal 13 Oktober 1945 terjadi pertempuran pertama antara para pemuda dan pasukan Belanda yang dikenal dengan pertempuran "Medan Area". Pada tanggal 10 Desember 1945 seluruh daerah Medan digempur pasukan Sekutu dan NICA lewat darat dan udara. Kemudian Padang dan Bukittinggipun digempur pasukan Sekutu dan serdadu NICA. Sedangkan di Acheh, Sekutu menggerakkan pasukan-pasukan Jepang untuk menghadapi dan menghantam pejuang-pejuang Acheh, di Krueng Panjo/Bireuen, pada bulan November 1945. Disusul Sekutu mengirim lagi pasukan Jepang dari Sumatra Timur menyerbu Acheh dan terjadi pertempuran besar di Langsa/Kuala Simpang. Tetapi pejuang Acheh berhasil memukul pasukan Jepang. Dan wilayah Acheh tidak pernah diduduki dan dijajah kembali oleh Sekutu ataupun oleh Belanda.

 

Nah, berdasarkan fakta, bukti, sejarah dan dasar hukum inilah, membuktikan bahwa Acheh bebas dan berdiri sendiri. Oleh sebab inilah Pemerintah Darurat Republik Indonesia dalam pengasingan bisa dibentuk oleh Sjafruddin Prawiranegara di Acheh.

 

Melalui Pemerintah Darurat Republik Indonesia dalam pengasingan di Acheh inilah bisa dilangsungkan perundingan Roem Royen berdasarkan dasar hukum Resolusi PBB No.67(1949), yang hasilnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Jakarta. Dimana sebagian isi Perjanjian Roem Royen adalah turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag, dengan maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat. Dimana Belanda menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.

 

Nah, dari sinilah, bisa dilihat kembali, bahwa yang namanya RI yang telah hilang lenyap secara de-facto dan de-jure bisa tumbuh kembali, karena adanya hasil perundingan Roem Royen 7 Mei 1949 di Jakarta.

 

Hal ini disebabkan, pertama, Soekarno dan Mohammad Hatta dibebaskan dari Bangka, dan kembali ke Yogyakarta pada 6 Juli 1949.  Kedua, Sjafruddin Prawiranegara mengembalikan lagi mandat kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta pada tanggal 13 Juli 1949 di Jakarta. Nah, dari sejak 13 juli 1949, yang namanya RI hidup kembali. PDRI dalam pengasingan di Acheh dibubarkan.

 

Dan dalam Konferensi Meja Bundar yang dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus 1949 di Ridderzaal, Den Haag, Belanda, yang diikuti oleh empat utusan, yaitu:

 

Pertama, utusan dari Bijeenkomst voor Federal Overleg (BFO) atau Badan Permusyawaratan Federal dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Kalimantan Barat. Dimana BFO ini anggotanya adalah 15 Negara/Daerah Bagian, yaitu Daerah Istimewa Kalimantan Barat, Negara Indonesia Timur, Negara Madura, Daerah Banjar, Daerah Bangka, Daerah Belitung, Daerah Dayak Besar, Daerah Jawa Tengah, Negara Jawa Timur, Daerah Kalimantan Tenggara, Daerah Kalimantan Timur, Negara Pasundan, Daerah Riau, Negara Sumatra Selatan, dan Negara Sumatra Timur.

 

Kedua, utusan dari Republik Indonesia menurut perjanjian Renville 17 Januari 1948 yang anggota juru rundingnya adalah Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof. Dr. Mr. Soepomo, Dr. J. Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo, Ir. Djuanda, Dr. Soekiman, Mr. Soeyono Hadinoto, Dr. Soemitro djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim Pringgodigdo, Kolonel T.B. Simatupang, dan Mr. Soemardi.

 

Ketiga, utusan dari Kerajaan Belanda yang delegasinya diketuai oleh Mr. Van Maarseveen.

 

Keempat, utusan dari United Nations Commission for Indonesia (UNCI) dipimpin oleh Chritchley.

 

Dimana dalam perundingan KMB ini yang hasilnya ditandatangani pada tanggal 2 November 1949 telah disepakati bahwa Belanda akan menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) pada akhir bulan Desember 1949. Mengenai Irian barat penyelesaiannya ditunda selama satu tahun. Pembubaran KNIL dan pemasukan bekas anggota KNIL ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS), adanya satu misi militer Belanda di Indonesia, untuk membantu melatih APRIS dan pemulangan anggota KL dan KM ke Negeri Belanda.

 

Nah, dari KMB ini, sudah kelihatan, bahwa pihak RI dan Badan Permusyawaratan Federal yang dipimpin oleh Sultan Hamid II adalah dua lembaga kenegaraan yang sama status dan kedudukannya.

 

Kemudian, tentang Acheh, tidak ada dalam Badan Permusyawaratan Federal, dan tidak juga bagian dari RI. Karena memang Negeri Acheh negeri yang bebas dan berdiri sendiri.

 

Ketika Belanda menjajah Negeri Acheh sampai tahun 1942, itu Residen Acheh ditunjuk oleh Penjajah Belanda. Ketika Belanda menyerah kepada Jepang pada tahun 1942, dan Jepang menjajah Negeri Acheh, Residen Acheh ditunjuk oleh Penjajah Jepang, yang dijabat oleh S. Tino. Ketika Jepang menyerah kepada Amerika dan sekutu pada 14 Agustus 1945, maka Jepang menyerahkan kekuasaan dan tugas wewenangnya kepada Panglima South East Asia Command (SEAC) Lord Louis Mountbatten di Singapura yang menguasai wilayah Sumatera, Jawa, dan Madura. Karena Jepang telah menduduki dan menjajah Acheh, maka ketika Jepang menyerah kepada Amerika dan sekutu, maka yang mempunyai wewenang untuk mengatur wilayah Sumatera, Jawa, dan Madura adalah Panglima South East Asia Command (SEAC) Lord Louis Mountbatten. Secara hukum, ketika ketika T.Nyak Areif jadi Residen Acheh, menggantikan S.Tino, maka pihak Penguasa Panglima South East Asia Command (SEAC) Lord Louis Mountbatten yang menentukan.

 

Tetapi, sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, pasukan Sekutu dan Belanda tidak berhasil menduduki dan menguasai Acheh. Karena itu Acheh tetap menjadi wilayah Negeri yang bebas dan berdiri sendiri.

 

Kemudian, realisasi dari hasil hasil perundingan KMB ini yaitu, pada tanggal 14 Desember 1949 pihak RI masuk menjadi anggota Negara Bagian RIS dengan menandatangani Piagam Konstitusi RIS di Pegangsaan Timur 56, Jakarta, yang ditandatangani oleh para utusan dari 16 Negara/Daerah Bagian RIS, yaitu Mr. Susanto Tirtoprodjo (Negara Republik Indonesia menurut perjanjian Renville), Sultan Hamid II (Daerah Istimewa Kalimantan Barat), Ide Anak Agoeng Gde Agoeng (Negara Indonesia Timur), R.A.A. Tjakraningrat (Negara Madura), Mohammad Hanafiah (Daerah Banjar), Mohammad Jusuf Rasidi (Bangka), K.A. Mohammad Jusuf (Belitung), Muhran bin Haji Ali (Dayak Besar), Dr. R.V. Sudjito (Jawa Tengah), Raden Soedarmo (Negara Jawa Timur), M. Jamani (Kalimantan Tenggara), A.P. Sosronegoro (Kalimantan Timur), Mr. Djumhana Wiriatmadja (Negara Pasundan), Radja Mohammad (Riau), Abdul Malik (Negara Sumatra Selatan), dan Radja Kaliamsyah Sinaga (Negara Sumatra Timur).

 

Kemudian, pada tanggal 15-16 Desember 1949 diadakan sidang Dewan Pemilihan Presiden RIS dimana para anggota Dewan Pemilihan Presiden RIS memilih Soekarno untuk dijadikan sebagai pemimpin RIS. Pada tanggal 17 Desember 1949 Soekarno dilantik jadi Presiden RIS. Sedangkan untuk jabatan Perdana Menteri diangkat Mohammad Hatta yang dilantik pada tanggal 20 Desember 1949.

 

Seterusnya, jabatan Presiden RI diserahkan dari Soekarno kepada Mr. Asaat sebagai Pemangku Sementara Jabatan Presiden RI pada 27 Desember 1949.

 

Lalu, pada tanggal 27 Desember 1949 Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Drees, Menteri Seberang Lautnan Mr AMJA Sassen dan ketua Delegasi RIS Moh Hatta membubuhkan tandatangannya pada naskah pengakuan kedaulatan RIS oleh Belanda dalam upacara pengakuan kedaulatan RIS. Pada tanggal yang sama, di Yogyakarta dilakukan penyerahan kedaulatan RI kepada RIS. Sedangkan di Jakarta pada hari yang sama, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota AHJ Lovink dalam suatu upacara bersama-sama membubuhkan tandangannya pada naskah penyerahan kedaulatan.

 

Nah sekarang, kelihatan dengan jelas dan terang, bahwa RI yang diproklamirkan oleh Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945 yang daerah kekuasaannya di Yogyakarta dan daerah sekitarnya, ternyata pada tanggal 14 Desember 1949 secara resmi telah menjadi Negara bagian RIS. Dan kedaulatan RIS inilah yang diakui oleh Belanda, bukan RI. Adapun RI hanya Negara bagian RIS.

 

Kemudian, apakah taktik dan strategi Soekarno untuk merelisasikan kebijaksanaan politik, pertahanan, keamanan dan agresinya dengan memakai kendaraan RI ini selanjutnya?

 

Langkah Soekarno selanjutnya menetapkan dan mensahkan dasar hukum Undang-Undang Darurat No 11 tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS yang dikeluarkan pada tanggal 8 Maret 1950.

 

Selanjutnya pada 14 Agustus 1950 melalui Parlemen dan Senat RIS mensahkan Rancangan Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

Lalu pada tanggal 14 Agustus 1950 ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah Propinsi oleh Presiden RIS Soekarno yang membagi Negara RI menjadi 10 daerah propinsi yaitu, 1.Jawa - Barat, 2.Jawa - Tengah, 3.Jawa - Timur, 4.Sumatera - Utara, 5.Sumatera - Tengah, 6.Sumatera - Selatan, 7.Kalimantan, 8.Sulawesi, 9.Maluku, 10.Sunda - Kecil apabila RIS telah dilebur menjadi Negara RI.

 

Seterusnya Soekarno sebagai Presiden RIS menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.5 tahun 1950 tentang pembentukan Propinsi Sumatera-Utara, yang termasuk didalamnya wilayah daerah Acheh yang melingkungi Kabupaten-Kabupaten 1. Acheh Besar, 2. Pidie, 3. Acheh-Utara, 4. Acheh-Timur, 5. Acheh-Tengah, 6. Acheh-Barat, 7. Acheh-Selatan dan Kota Besar Kutaraja masuk kedalam lingkungan daerah otonom Propinsi Sumatera-Utara.

 

Dan pada tanggal 15 Agustus 1950, RIS lebur kedalam RI dan menjelma menjadi NKRI.

 

Nah sekarang, ternyata setelah dilihat, digali, diteliti, dianalisa, dan disimpulkan terbukti bahwa Presiden RIS Soekarno telah merampas dan sekaligus menelan Negeri Acheh memakai mulut Propinsi Sumatera Utara untuk selanjutnya setelah dicerna menjadi bahan tiang-tiang bangunan Negara RI yang pada waktu itu Negara RI ini adalah salah satu anggota Negara Bagian Republik Indonesia Serikat (RIS).

 

Nah disinilah, diperiode RIS inilah, itu Acheh dengan cara sepihak telah dicaplok, ditelan, diduduki, dianeksasi oleh Soekarno dengan RIS dan RI-nya. Dan inilah yang dinamakan dengan proses kolonisasi yang menjelma menjadi kolonialisme-nya mbah Soekarno melalui RIS dan RI-nya dengan memakai mulut Sumatera Utara.

 

Inilah fakta, bukti, hukum dan sejarah mengenai proses jalur pertumbuhan dan perkembangan RI yang diproklamasikan Soekarno pada 17 Agustus 1945 yang dihubungkan dengan Acheh, yang sampai kepada titik dengan nama NKRI, yang didalamnya terkurung Negeri Acheh, yang sampai detik ini masih terus diperjuangkan oleh bangsa Acheh yang sadar untuk menentukan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan RI.

 

Kemudian menyinggung perjuangan Teungku Muhammad Daud Beureueh yang telah memaklumatkan NII bebas dari pengaruh kekuasaan negara pancasila pada tanggal 20 September 1953. Jelas, itu didasarkan kepada adanya ekspansi politik Soekarno dengan RIS dan RI-nya yang diteruskan oleh NKRI-nya dalam bentuk penganeksasian wilayah Acheh masuk kedalam wilayah RI melalui mulut Sumatra Utara tanpa mendapat persetujuan, kerelaan, keikhlasan dari seluruh bangsa Acheh dan pimpinan bangsa Acheh. Dimana wilayah NII adalah wilayah Acheh yang dianeksasi RIS-RI-NKRI.

 

Adapun pimpinan NII dibawah Teungku Muhammad Daud Beureueh dengan pemerintahnya yang dinamakan pemerintah NII. Dan NII sah menjadi satu negara yang secara de-jure dan de-facto berdiri di wilayah Acheh, diwilayah yang di aneksasi RI. Sampai bulan Desember 1962, ketika Teungku Muhammad Daud Beureueh dapat dijerat sebelumnya oleh abolisi Soekarno, dan selanjutnya mengikuti Musyawarah Kerukunan Rakyat Acheh yang diselenggarakan oleh Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel M.Jasin.

 

Dengan menyerahnya Teungku Muhammad Daud Beureueh kepada Soekarno, maka habislah NII secara de-jure dan de-facto.

 

Nah ternyata, setelah NII habis,14 tahun kemudian, pada tanggal 4 Desember 1976, Teungku Hasan Muhammad di Tiro, mendeklarasikan ulang Negara Acheh sebagai lanjutan dari Negara Acheh yang telah dinyatakan lenyap kedaulatannya karena telah dijajah Belanda, Jepang dan RI. Artinya Deklarasi Negara Acheh Sumatera pada tanggal 4 Desember 1976 adalah deklarasi ulangan Negara Acheh Sumatera yang secara de-facto telah diduduki dan dijajah oleh Belanda, Jepang dan diteruskan oleh pihak RI.

 

Deklarasi ulangan Negara Acheh Sumatera pada 4 Desember 1976 ini adalah sebagai penerus dan pelanjut Negara Acheh Sumatera yang pada waktu itu dipimpin oleh Panglima Perang Teungku Tjheh Maat yang meninggal dalam perang Alue Bhot, Tangse tanggal 3 Desember 1911. Dimana Teungku Tjheh Maat ini adalah cucu dari Teungku Tjhik di Tiro atau paman dari Teungku Hasan Muhammad di Tiro.

 

Sejak gugurnya Panglima Perang Teungku Tjheh Maat ditembak serdadu Belanda pada tanggal 3 Desember 1911, berakhirlah secara de-jure dan de-facto kekuasaan Panglima Perang Teungku Tjheh Maat yang memimpin Negara Acheh Sumatera dan jatuh secara de-facto dan de-jure ke tangan Belanda.

 

Dan, dilihat dari sudut estapet Negara Acheh, memang Negara Acheh Sumatera yang dideklarasikan ulang pada tanggal 4 Desember 1976 adalah merupakan tindakan politis yang tepat, sebagai negara Acheh penerus Negara Acheh yang dijajah Belanda, Jepang, dan RI.

 

Terakhir, mengenai kedaulatan RI dari Sabang sampai Merauke ternyata masih dipertanyakan keabsahannya. Contohnya mengenai masalah Papua. Dimana pelaksanaan penentuan pendapat rakyat Papua pada tahun 1969 ternyata sekarang dipertanyakan oleh Kongres Amerika. Dengan kata lain, bahwa kedaulatan RI atas Papua dipertanyakan dan belum dianggap final. Adapun tentang Acheh, juga kedaulatan RI atas Acheh masih juga dipertanyakan, hal ini disebabkan konflik Acheh yang masih dalam proses penyelesaian. Walaupun telah disepakati dalam perundingan Helsinki, tetapi masalah kedaulatan RI atas Acheh masih belum terpecahkan.

 

Jadi, sebenarnya masalah kedaulatan RI dari Sabang sampai Merauke masih dipertanyakan dan belum final.

 

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad


Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*


Wassalam.


Ahmad Sudirman


http://www.dataphone.se/~ahmad

ahmad@dataphone.se

----------

 

Date: Sat, 30 Jul 2005 23:37:26 +0700 (ICT)

From: nararya aiandani aiandani1107@yahoo.co.id

Subject: Penjajahan versi Ahmad Sudirman

To: ahmad@dataphone.se

Cc: dityaaceh_2003@yahoo.com

 

Jakarta, 13 Juli 2005

 

KOLONIALISME / PENJAJAHAN INDONESIA VERSI AHMAD SUDIRMAN

 

Bissmillahirrahmanirrahiim.

Assalamau ’Alaikum Wr. Wb.

 

Saudara Ahmad Sudirman dan segenap pembaca di seluruh jagad yang sempat membaca tulisan ini, saya sangat tertarik dengan pendapat dari tulisan-tulisan saudara Ahmad yang selalu mengistilahkan NKRI sebagai bentuk kolonialisme atau penjajah RI terhadap Aceh. Tetapi sungguh saya tidak mengerti makna kolonialisme atau penjajahan yang dipahami oleh saudara Ahmad, atau sebaliknya saudara Ahmad sendiri yang tidak paham tentang makna kolonialisme atau penjajahan tersebut.

 

Setahu saya makna kolonialisme adalah penguasaan secara paksa dan tidak sah dari suatu bangsa tehadap bangsa lain dimana bangsa terjajah tidak pernah mendapatkan hak yang sama banyak dengan hak yang didapat oleh bangsa penjajah dan setiap kebijakan yang diberlakukan oleh penjajah terhadap bangsa jajahannya semata-mata untuk kepentingan penjajah dengan memeras harta, tenaga  bahkan jiwa raga jajahannya.

 

Tetapi fakta yang nyata dan berlaku di Aceh, sama sekali saya tidak menemukan suatu bentuk penjajahan. Tidak ada hak orang Aceh yang dirampas oleh NKRI sebaliknya orang Aceh memiliki hak yang sama dengan orang-orang di daerah lain di seluruh wilayah RI. Kalau jaman kolonial Belanda dan pendudukan Jepang, Bangsa Indonesia hanya boleh menuntut ilmu sampai batas tertentu yang ditentukan oleh penjajah selaku pemerintah.

 

Tetapi sekarang orang Aceh dapat menuntut ilmu seluas-luasnya dan setinggi-tingginya tanpa batas sebagaimana kesempatan itu diperoleh oleh orang dari daerah lain di seluruh wilayah NKRI, orang Aceh mendapat kurikulum pendidikan yang sama persis dengan kurikulum yang berlaku di seluruh wilayah NKRI. Demikian pula orang Aceh punya kesempatan mendapatkan pendidikan sesuai dengan bidang yang diminati dan dapat masuk ke lembaga-lembaga pendidikan nasional yang tersebar di seluruh wilayah NKRI dengan hak yang sama dengan warga negara lainnya. Pemuda Aceh dapat menempuh pendidikan di SMU Taruna Magelang, bisa masuk ITB di Bandung, Universitas Indonesia (UI) di Jakarta, UGM di Yogjakarta, UNSU di Medan, Akmil di Magelang, AAL, AAU dan AKPOl dengan persyaratan, hak dan kewajiban yang sama dengan pemuda lain yang berasal dari seluruh wilayah NKRI.

 

Demikian pula fasilitas pendidikan di Aceh sama dengan fasilitas yang berada di daerah lain sesuai taraf dan tingkatannya. Sehingga sebagaimana warga negara lain, orang Aceh dapat menjadi Insinyur, Arsitek, Dokter, Dosen, Jenderal dan lain-lain. Bahkan sebagian orang Aceh sempat memegang kendali pemerintahan baik di tingkat Nasional maupun tingkat daerah di Provinsi Aceh sendiri, baik dipemerintahan sipil maupun militer. Diantaranya contoh konkret adalah sebagai berikut :

 

aBidang Militer

1.Letnan Jenderal Fahrul Rozi.

2.Mayor Jenderal Ilyas Yusuf.

3.Mayor Jenderal Djalil Yusuf.

4.Mayor Jenderal Tamlica Ali.

5.Mayor Jenderal Nur Muis dan lain-lain.

 

b.Bidang Pemerintahan Sipil.

1.Sarwan Hamid (Menteri Dalam Negeri).

2.Hasbalah M Saad (Menteri HAM dan Humaniter)

3.Ibrahim Hasan (Gubernur Aceh dan Menteri Pertanian).

4.Nazarudin Samsusin (Ketua KPU) yang memegang peranan penting dalam proses pemilihan tampuk pimpinan Negara di NKRI.

5.Seluruh pejabat pemerintahan daerah dan kepala instansi pemerintahan di NAD mayoritas dijabat oleh Putera Aceh.

 

c.Bidang Artis dan Hiburan.

1.Cut Keke.

2.Cut Mini.

3.Teuku Riyan.

4.Edwin.

5.Ozi Saputra dan lain-lain.

 

d.Bidang Pengusaha.

-Surya Paloh dan lain-lain.

 

Justru sebaliknya GAM lah yang merampas hak anak-anak Aceh untuk menempuh pendidikan, Gam melarang anak-anak Aceh menempuh pendidikan di Lemdik-lemdik Nasional dan hanya boleh belajar di Madrasah, Dayah, dan meunasah-meunasah yang tingkatan dan mutunya sangat rendah, agar generasi muda Aceh tetap bodoh dan mudah dipengaruhi untuk bergabung dengan GAM. Sudah berapa ratus gedung sekolah yang dibakar oleh GAM, sudah berapa ratus pula guru-guru sekolah negeri yang diculik dan dibunuh oleh GAM, kepala-kepala sekolah didatangi dan dipaksa menyerahkan 20-40 % gaji guru-guru tiap bulan untuk pajak Nangroe, kalau tidak mau kepala sekolah tersebut dibunuh dan gedung sekolah dibakar. Ini semua adalah fakta dan kenyataan yang terjadi di Aceh, seluruh pembaca dapat melaksanakan cross cek langsung kepada guru-guru dan kepala sekolah yang berdinas di Aceh.

 

Dibidang Pembangunan.

Pada jaman pendudukan kolonial Belanda dan Jepang, semua sarana dan prasarana infrastruktur dibangun semata-mata demi kepentingan kaum penjajah dengan memaksa rakyat sebagai tenaga kerjanya tanpa digaji sepeserpun bahkan untuk makan saja mereka tidak cukup, hal itu kita kenal dengan istilah kerja Rodi dan Romusa. Pembangunan jalan, jembatan, rel dan gerbong kereta, pelabuhan dan lain-lain dibangun untuk memudahkan pengangkutan hasil bumi Indonesia untuk diangkut ke negeri penjajah. Beda halnya dengan di Aceh, sebagaimana yang berlaku di daerah lain di seluruh wilayah NKRI, pembangunan diperuntukkan bagi kepentingan dan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh, meskipun hasilnya belum dirasakan secara maksimal oleh seluruh rakyat Indonesia, hal ini salah satunya karena pemerintah Indonesia disibukkan dengan penanganan separatis ala GAM.

 

Pembangunan sarana transportasi yang telah menembus ke wilayah Aceh sampai ke pelosok-pelosok adalah untuk memperlancar jalur ekonomi dan membuka isolasi suatu wilayah dengan wilayah lain, jaringan listrik juga telah menembus ke pelosok-pelosok kampung dengan tarif yang tidak lebih mahal dengan yang berlaku di daerah lain, sarana telekomunikasi dan informasi juga sudah merambat sampai ke pelosok kampung, seluruh setasiun TV yang beroperasi di Indonesia dapat dinikmati di seluruh wilayah Aceh bahkan sampai ke pulau We dan Sabang. Saluran telepon kabel dan seluler dari berbagai operator juga dapat dimanfaatkan di seluruh wilayah Aceh. Sarana angkut darat, laut dan udara tidak lebih buruk dengan yang terdapat di luar Aceh bagian wilayah NKRI. Bahkan sebelum bencana tsunami yang melanda Provinsi Aceh mampu memberangkatkan jamaah Haji oleh Pemda NAD setiap tahun langsung dari Bandara Iskandar Muda.

 

Pendeknya tidak ada sedikitpun informasi yang tersembunyi dari Jakarta yang tidak dapat dikonsumsi oleh masyarakat Aceh, sehingga masyarakat Aceh punya hak dan kesempatan yang sama untuk bersuara bahkan mengoreksi pemerintah sekalipun kalau memang layak dikoreksi.

 

Ironisnya justru GAM yang telah menghancurkan sarana-sarana tersebut di atas dengan memutuskan jembatan-jembatan penghubung, merobohkan tiang-tiang listrik tegangan tinggi sehingga selama berbulan-bulan masyarakat Aceh Utara, Aceh Timur dan Aceh Besar dalam keadaan gelap gulita. Pabrik-pabrik yang menampung hajat hidup orang banyak terpaksa harus ditutup karena dirusak dan dibakar oleh GAM, seperti PT. Gruti, PT. Wiralano dan sebagainya yang mempekerjakan karyawan sampai ratusan orang dengan pendapatan terendah diatas UMR daerah lain terpaksa harus menganggur kehilangan mata pencaharian karena padriknya hancur dibakar GAM.

 

Kalau kita mau jujur dengan membuka mata dan telinga serta pikiran kita yang sehat dan jernih, marilah kita menengok saudara-saudara kita di pelosok-pelosok Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Pedalaman Kalimantan, Sulawesi dan beberapa bagian wilayah Sumatera justru belum dapat menikmati fasilitas sebagus yang dinikmati oleh masyarakat Aceh.

 

Karena saya adalah orang punya hoby jalan-jalan ke daerah-daerah pelosok di seluruh wilayah Indonesia sehingga saya benar-benar bisa membandingkan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya yang tidak lebih baik nasibnya dengan masyarakat di wilayah Aceh. Tersebutlah misalnya daerah Wonosari di Jawa Tengah, Suka Bumi dan Lembang di Jawa Barat, pedalaman Pontianak dengan suku Dayaknya di Kalimantan, Sarolangon Bangko dengan suku Anak Dalamnya serta lereng Kerinci di Propinsi Jambi, pedalaman Sulawesi dan lain-lain sebagainya. Wilayah tersebut masih banyak yang belum terjangkau aliran listrik dan sarana penghubung antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Terus dari sisi mana masyarakat Aceh merasa terjajah menurut versi Hasan Tiro, Ahmad Sudirman, Jaini Abdullah, Zakaria Zaman, Malik Mahmud, Muzakir Manaf, Sofyan Dawood, Sanusi Bin Malih yang bergelar Tengku, padahal tidak lulus Madrasah Tsanawiyah, Ridwan Abu Bakar dan konco-konconya yang serakah dan tidak pandai bersyukur serta tidak tahu diuntung.

 

Dibidang Pemerintahan.

Masyarakat Aceh juga punya kesempatan yang sama dengan masyarakat lain di wilayah NKRI, baik pemerintahan sipil maupun militer, baik tingkat nasional maupun tingkat daerah Aceh. Gubernur dan kepala-kepala instansi pemerintahan di wilayah Aceh pada umumnya dijabat oleh putera-putera Aceh, bukan putera dari daerah lain kecuali bagi mereka yang munafik dan pengecut mangkir dari tanah kelahirannya sendiri dan menjadi cecungut di negeri orang karena tidak sanggup bersaing dengan saudaranya yang ada di dalam negeri.

 

Dibidang Ekonomi.

Masyarakat Aceh dapat membeli beras dengan harga yang sama yang dibeli oleh masyarakat di luar Aceh. Tarif listrik, Air dan Telepon bahkan relatif lebih murah dibandingkan dengan daerah lain di luar Aceh apalabi di Jakarta. Bahan-bahan pokok yang sulit di dapat di Aceh seperti gula dan lain-lain, dapat didatangkan dengan mudah dari luar Aceh dengan harga yang relatif sama dengan daerah asalnya. Pegawai Negeri di Aceh mendapatkan gaji dengan tingkatan dan golongan yang sama persis dengan pegawai negeri lainnya di luar Aceh. Kemudian sekian banyak orang karyawan PT Atakana yang terletak di kecamatan Rantau Peureulak kabupaten Aceh Timur yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit dan merupakan karyawan warga lokal sempat saya elisaiting beberapa waktu yang lalu. Buruh rendah yaitu tukang panen sawit dapat mengumpulkan rejeki antara Rp. 75.000,- s.d 150.000,- per hari sesuai dengan kegigihan dan ketekunan mereka bekerja.

 

Beda halnya dengan karyawan yang sama misalnya di daerah Sousa, Pekanbaru propinsi Riau, yang hanya mampu mendapatkan hasil berkisar Rp. 40.000,- s.d 80.000,- per hari. Hal ini menunjukkan bahwa kalau mau rajin dan giat bekerja, kesejahteraan masyarakat Aceh tidak lebih buruk dari masyarakat di luar Aceh. Sayangnya aktivitas masyarakat Aceh mencari nafkah sangat terganggu oleh ulah separatis GAM yang meresahkan rakyat dengan selalu memeras dengan dalih pajak Nangroe. Bahkan tidak segan-segan mereka membunuh, menculik dan menyandera rakyat untuk minta tebusan sampai ratusan juta.

 

Fakta dan kenyataan ini saudara Ahmad tidak bisa pungkiri karena saya dan rekan-rekan saya pemerhati kondisi sosial bangsa telah turun langsung ke lapangan dan tidak hanya melihat-lihat masalah dari satu pihak. Segenap pembaca yang budiman, dapat membuktikan langsung ke lapangan tidak perlu mendengar suara-suara busuk dari mulut Ahmad Sudirman yang bahkan tidak pernah menginjakkan kaki di NAD karena jiwa pengecutnya.

 

Bidang Seni, Budaya dan Olah Raga.

Masyarakat Aceh terutama pemuda-pemudi juga mampu menunjukkan karya dan prestasinya dengan tidak dipandang sebelah mata oleh publik Nasional. Seperti misalnya Bambang Mauludin, seorang atlit olah raga beladiri Karate yang telah berhasil meraih juara Nasional dan juara Asean padahal wasit dan jurinya bukan orang Aceh. Baru-baru ini juga Televisi Pendidikan Indoensia (TPI) telah menyelenggarakan Kontes Dangdut Indoneisa (KDI) dimana salah satu kontestannya adalah ADI putera Meulaboh Aceh Jaya yang baru saja digusur oleh bencana Tsunami berhasil keluar sebagai juara kedua, padahal penentuan juara ditentukan oleh banyaknya pendukung yang memgirim SMS yang berasal dari seluruh rakyat Indonesia di berbagai daerah. Bahkan yang cukup mengharukan adalah lembaga olah raga beladiri Institut Karate-Do Indonesia (INKAI) saat terjadi bencana Tsunami telah memberikan beasiswa kepada atlit-atlit Karateka INKAI yang berasal dari NAD sebagai bentuk solidaritas sebangsa dan setanah air. Hal tersebut menunjuukan bahwa masyarakat Aceh tidak dipandang sebelah mata oleh rakyat Indonesia sebaliknya masyarakat Aceh dipandang dan dihormati selaku saudara senasib sepenanggungan dengan ikatan jiwa sebangsa dan setanah air dalam kaidah NKRI.

 

Saudara Ahmad Sudirman yang saya hormati, meskipun saudara tidak sanggup menghormati dirinya sendiri yang hidup hanya mendompleng di bawah pantat orang-orang Swedia, hidup dengan menjilat dubur orang-orang Swedia demi sesuap nasi sepengisi perut yang penting bisa berkoar-koar memprovokasi masyarakat untuk menciptakan konflik-konflik di wilayah Aceh. Mengapa saudara tidak mau membuka mata, telinga dan akal pikiran yang sehat dan jernih dengan secara jujur menyimak fakta dan kenyataan yang ada, sadarkah saudara bahwa konflik berdarah yang anda ciptakan telah menguras harta dan merenggut nyawa ribuan orang-orang Aceh tak terkecuali orang-orang di Republik ini ? Sampai kapankah kegiatan ini anda lanjutkan dan sampai kapankah anda membiarkan rakyat Aceh hidup menderita karena ulah saudara. Sementara saudara dan konco-konco saudara di sana semakin gemuk menghisap pajak Nangroe yang ditarik secara paksa dan tidak halal dari rakyat Aceh yang menderita, sebagai lauk pauk saudara yang memakan kotoran orang-orang kafir Swedia ?

 

Saudara Ahmad mengatakan bahwa Soekarno telah mencaplok Negara yang telah diproklamirkan oleh Daud Beureueh pada tanggal 20 September 1953 dan diakui secara De Facto, dimanakah saudara Ahmad belajar tentang Tata Negara yang demikian dangkal dan kelirunya ? Tahukah saudara Ahmad bahwa persyaratan berdirinya suatu negara adalah adanya Rakyat, Wilayah, Pemerintah serta pengakuan Dunia Internasional ? Kalau NII  punya rakyat, dimanakah rakyatnya ? Kecuali sekelompok perampok yang dikepalai seorang penyamun yang bernama Daud Beureueh  serta cecungutnya Hasan Tiro, Ahmad Sudirman dan lain-lain.

 

Kalau NII punya wilayah, dimanakah wilayahnya ? Propinsi Aceh adalah bagian NKRI yang telah diproklamirkan sejak tanggal 17 Agustus 1945 dan mendapatkan pengakuan secara sah dari masyarakat Internasional. Coba saudara tunjukkan bangsa mana di dunia ini yang tidak mengakui secara hukum keberadaan NKRI yang wilayahnya terbentang dari Sabang sampai Merauke ! Kecuali orang yang bernama Hasan Tiro, Ahmad Sudirman, Jaini Abdullah, Zakaria Zaman dan pengikut-pengikut lainnya yang tidak waras.

 

Tahukah saudara Ahmad bahwa Nusantara ini pernah mencapai puncak kejayaannya pada jaman Majapahit, Sriwijaya dan Samudera Pasai yang wilayahnya terbentang jauh sampai Semenanjung Malaya hingga pulau Papua. Saat itu Nusantara sangat dihormati dan disegani oleh seluruh bangsa di Dunia, namun semuanya sirna karena bangsa-bangsa Nusantara yang terpecah-pecah menjadi bagian-bagian kecil, sehingga memberi peluang bagi kekuatan asing masuk dan menguasai Nusantara dengan cara mengadu domba anatara satu dengan lainnya dengan memanfaatkan pengkhianat-pengkhianat bangsa yang serakah yang sangat mirip dan serupa dengan Daud Beureueh, Hasan Tiro, Ahmad Sudirman, Jaini Abdullah, Zakarai Zaman, Malik Mahmudin dan cecungut lainnya yang dengan mengingat namanya saja kita ingin muntah.

 

Selanjutnya dari Segi Pengakuan.

Hukum Internasional mana yang telah mengakui NII/ANSLF saudara Ahmad ? Coba tunjukkan dokumennya kepada saya dan kepada Dunia, sampai monyet lebaran sekalipun pengakuan itu saudara Ahmad tidak pernah dapatkan. Bahkan yang terakhir, saat perundingan Helsinki di Finlandia nyata-nyata Dunia mengakui bahwa Aceh adalah bagian dari NKRI.

 

Demikianlah ungkapan hati dari saya, semoga kita semua mendapat hidayah dari Allah SWT.

 

Wassalam.

 

Muhammad Aidi putera Bugis

 

domisili di Jakarta

Pemerhati Kondisi Sosial Bangsa

Yang mengabdikan seluruh jiwa dan raganya demi keutuhan dan kedaulatan NKRI

aiandani1107@yahoo.com

----------