Stockholm, 17 Agustus
2005
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum
wr wbr.
PEMERINTAH ACHEH & LEGISLATIF ACHEH
BUKAN PEMERINTAHAN DAERAH OTONOMI KHUSUS
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.
ITU
PEMERINTAH ACHEH & LEGISLATIF ACHEH BUKAN PEMERINTAHAN DAERAH OTONOMI
KHUSUS SEBAGAIMANA TERCANTUM DALAM UU NO.18/2001 & UU NO.32/2004
"Ada dua pandangan di
masyarakat mengenai MoU. Pandangan itu adalah mereka yang berpikiran negatif
dan pesimis yang menganggap MoU sebagai kekalahan. Sedangkan bagi yang
berpikiran optimis, hal ini berarti sebuah kemajuan. MoU yang ditandatangani
itu semua isinya terdapat dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan
Daerah. Dalam UU itu, telah diberikan batasan yang tegas mengenai kewenangan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Yang paling pokok saya katakan bahwa
soal pemerintahan itu dilaksanakan seluruhnya oleh Pemda Aceh kecuali 6 hal.
Enam hal itu adalah soal luar negeri, keamanan nasional, fiskal, moneter, agama
dan peradilan. Kewenangan terhadap enam hal ini, lanjut Kalla, merupakan
kewenangan penuh pemerintah pusat. Ini gaya bahasa orang yang tidak baca UU.
Padahal ini sama dengan UU Nomor 32 mengenai Pemda. Di luar enam itu semuanya
kewenangan masyarakat Aceh" (Wakil Presiden Jusuf Kalla, Kantor DPP
Golkar, Slipi Jakarta Barat, Selasa 16 Agustus 2005)
Ketika Jusuf Kalla menerangkan
bahwa Memorandum of Understanding Helsinki 15 Agustus 2005 semua isinya
terdapat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah adalah salah besar dan penuh kebohongan.
Bagi orang yang membaca dan
mengerti isi Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah yang disahkan pada tanggal 15 Oktober 2004 oleh Presiden Megawati di
Jakarta dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Oktober 2004 oleh Sekretaris
Negara Bambang Kesowo, itu memang jelas-jelas apa yang diterangkan Jusuf Kalla
adalah salah besar. Mengapa ?
Karena, menurut MoU 15 Agustus
2005 telah dicantumkan secara jelas dan nyata bahwa Undang-undang baru tentang
Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh akan didasarkan pada prinsip-prinsip
sebagai berikut:
a)
Aceh akan melaksanakan kewenangan dalam semua sektor publik, yang akan
diselenggarakan bersamaan dengan administrasi sipil dan peradilan, kecuali
dalam bidang hubungan luar negeri, pertahanan luar, keamanan nasional, hal
ikhwal moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman dan kebebasan beragama, dimana
kebijakan tersebut merupakan kewenangan Pemerintah Republik Indonesia sesuai
dengan Konstitusi.
b)
Persetujuan-persetujuan internasional yang diberlakukan oleh Pemerintah
Indonesia yang terkait dengan hal ikhwal kepentingan khusus Aceh akan berlaku
dengan konsultasi dan persetujuan legislatif Aceh.
c)
Keputusan-keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang terkait
dengan Aceh akan dilakukan dengan konsultasi dan persetujuan legislatif Aceh.
d)
Kebijakan-kebijakan administratif yang diambil oleh Pemerintah Indonesia
berkaitan dengan Aceh akan dilaksanakan dengan konsultasi dan persetujuan
Kepala Pemerintah Aceh.
Nah,
memang kewenangan Pemerintah Republik Indonesia mencakup enam hal, yaitu bidang
hubungan luar negeri, pertahanan luar, keamanan nasional, hal ikhwal moneter
dan fiskal, kekuasaan kehakiman dan kebebasan beragama. Dan ini tercantum dalam
UU No.32 Tahun 2004 BAB III, PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN, Pasal 10, (3).
Tetapi
masalah yang menyangkut Persetujuan-persetujuan internasional yang diberlakukan
oleh Pemerintah Indonesia yang terkait dengan hal ikhwal kepentingan khusus
Aceh akan berlaku dengan konsultasi dan persetujuan legislatif Aceh. Dan
Keputusan-keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang terkait
dengan Aceh akan dilakukan dengan konsultasi dan persetujuan legislatif Aceh.
Juga Kebijakan-kebijakan administratif yang diambil oleh Pemerintah Indonesia
berkaitan dengan Aceh akan dilaksanakan dengan konsultasi dan persetujuan
Kepala Pemerintah Aceh.
Nah
disinilah perbedaannya antara MoU Helsinki 15 Agustus 2005 dengan UU
No.32/2004.
Jadi,
sebagaimana yang dijelaskan Ahmad Sudirman sebelum ini bahwa apapun perjanjian
internasional yang akan dilakukan pihak Pemerintah RI yang didalamnya ada
melibatkan kepentingan Acheh, maka pihak Pemerintah RI harus mendapat
persetujuan dari Legislatif Acheh. Kalau pihak Legislatif Acheh tidak
menyetujui materi-materi Acheh yang akan disampaikan dalam perjanjian
internasional, maka materi-materi tentang Acheh tersebut harus dihilangkan dari
materi yang akan diperjanjikan itu. Dan dalam hal ini Lembaga Legislatif Acheh
memiliki secara langsung hak veto tentang masalah Acheh seandainya mau
dibicarakan oleh pihak Pemerintah RI dengan pihak luar.
Begitu
juga kewenangan pihak DPR RI dalam masalah penetapan undang-undang yang
menyangkut masalah Acheh terlebih dahulu harus dikonsultasikan dan disetujui
oleh Legislatif Acheh. Dan juga apabila Pemerintah RI akan mengambil
kebijaksanaan-kebijaksanaan administrasi yang didalamnya ada menyangkut masalah
Acheh, maka terlebih dahulu Pemerintah RI harus berkonsultasi dan mendapat
persetujuan dari Pemerintah Acheh. Nah disini juga, Pemerintah Acheh secara
langsung memiliki hak veto terhadap masalah-masalah Acheh yang akan diambil
oleh pihak Pemerintah RI.
Karena
itu dengan melihat kepada kewenangan yang dimiliki Pemerintah Acheh dan
Legislatif Acheh dihadapkan kepada kewenangan pihak Pemerintah RI dan Lembaga
DPR RI tentang masalah Acheh, jelas itu kewengan Pemerintah Acheh dan
Legislatif Acheh sangat mutlak, dan jauh berbeda dengan apa yang tertuang dalam
UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Begitu
juga dalam masalah ekonomi, dimana Pemerintah Acheh berhak memperoleh dana
melalui hutang luar negeri. Dan Pemerintah Acheh berhak untuk menetapkan tingkat
suku bunga berbeda dengan yang ditetapkan oleh Bank Sentral Republik Indonesia
(Bank Indonesia). Juga Pemerintah Acheh berhak melakukan perdagangan dan bisnis
secara internal dan internasional serta menarik investasi dan wisatawan asing
secara langsung ke Aceh.
Nah
masalah dalam bidang ekonomi ini juga yang menyangkut tentang penetapan tingkat
suku bunga berbeda dengan yang ditetapkan oleh Bank Sentral Republik Indonesia,
dan melakukan perdagangan dan bisnis secara internal dan internasional serta
menarik investasi dan wisatawan asing secara langsung ke Aceh, adalah tidak ada
tertuang dalam UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Jadi
dari sini saja sudah kelihatan bahwa Pemerintahan Acheh adalah bukan
Pemerintahan Otonomi Khusus, melainkan Pemerintahan Sendiri Acheh sebagaimana
yang telah disepakati dan diparaf oleh ketua delegasi jurun runding Pemerintah
Republik Indonesia dan ketua delegasi juru runding Pemerintah Negara Acheh
dalam hal ini ASNLF/GAM di Helsinki 17 Juli 2005 yang ditandatangani pada
tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki Finlandia.
Karena
itu tidak benar dan salah besar apabila Jusuf Kalla menyatakan bahwa Memorandum
of Understanding Helsinki 15 Agustus 2005 semua isinya terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Justru
yang benar adalah Memorandum of Understanding Helsinki 15 Agustus 2005 adalah
merupakan dasar hukum acuan bagi Undang Undang baru yang akan ditetapkan,
disahkan dan dundangkan paling lambat tanggal 31 Maret 2006 guna dipakai sebagai
dasar hukum Penyelenggaraan Pemerintahan Sendiri atau Self-Government di Acheh.
Bagi
yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu
untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang
Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di
HP http://www.dataphone.se/~ahmad
Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan
dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*
Wassalam.
Ahmad Sudirman
http://www.dataphone.se/~ahmad
----------
Wapres: Tidak Ada MoU RI-GAM yang
Melanggar UU
Iqbal Fadil – detikcom
Jakarta - Memorandum of
Undestanding (MoU) antara RI dan GAM terus menuai kritik di sejumlah kalangan
karena melanggar undang-undang (UU). Namun, Wakil Presiden Jusuf Kalla justru
berpendapat tidak ada satu pasal pun dalam UU yang dilanggar terkait dengan
penandatanganan MoU itu.
"Tidak perlu dikhawatirkan,
karena tidak ada satu pun pasal undang-undang (UU) dilanggar" kata Kalla
dalam acara Tasyakuran 60 Tahun Kemerdekaan RI dan Penyelesaian Aceh Secara
Damai Dalam Bingkai NKRI yang diadakan oleh DPP Partai Golkar di Kantor DPP
Golkar, Slipi Jakarta Barat, Selasa (16/8/2005). Hadir pula dalam acara itu
sejumlah pengurus DPP Partai Golkar termasuk Ketua DPR Agung Laksono.
Kalla memberikan jawaban atas
berbagai komentar miring dan kritikan dari sejumlah masyarakat. Kritik itu
berupa isi dari MoU antara pemerintah RI dengan GAM yang bertentangan dengan
UU.
Menurut Kalla, ada dua pandangan
di masyarakat mengenai MoU. Pandangan itu adalah mereka yang berpikiran negatif
dan pesimis yang menganggap MoU sebagai kekalahan. Sedangkan bagi yang
berpikiran optimis, hal ini berarti sebuah kemajuan.
Kalla menyatakan, MoU yang
ditandatangani itu semua isinya terdapat dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 mengenai
Pemerintahan Daerah. Dalam UU itu, telah diberikan batasan yang tegas mengenai
kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
"Yang paling pokok saya
katakan bahwa soal pemerintahan itu dilaksanakan seluruhnya oleh Pemda Aceh
kecuali 6 hal," jelas Kalla.
Enam hal itu adalah soal luar
negeri, keamanan nasional, fiskal, moneter, agama dan peradilan. Kewenangan
terhadap enam hal ini, lanjut Kalla, merupakan kewenangan penuh pemerintah
pusat. "Ini gaya bahasa orang yang tidak baca UU. Padahal ini sama dengan
UU Nomor 32 mengenai Pemda. Di luar enam itu semuanya kewenangan masyarakat
Aceh," urai Kalla.
Dalam UU Otonomi NAD dan UU Otsus
Papua pun, menurut Kalla, ada pasal yang membolehkan lambang daerah dan hymne. "Teman-teman tidak baca
UU Nomor 18 Tahun 2001 mengenai Otonomi di Aceh dan UU Otsus di Papua itu. DKI kan ada lambangnya yang monas itu. Lagunya Jaya Raya.
Setiap HUT DKI dinyanyikan semua daerah dan ada lambangnya," jelas Kalla.
Seusai acara, rombongan Wapres
beserta Ketua DPR menuju bandara Soekarno-Hatta untuk menjemput delegasi
pemerintah RI yang kembali dari Helsinki, Finlandia.(atq)
----------