Haugesund, 25 Agustus 2005
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr
wbr.
TIDAK ADA DASAR HUKUMNYA PIMPINAN GAM HARUS MEMBERIKAN
PENJELASAN MOU DI DEWAN
Abusisia
Haugesund - NORWEGIA.
GAM
TIDAK TUNDUK KEPADA DEWAN DAN PEMERINTAH RI, TETAPI TUNDUK KEPADA HASIL
KESEPAKATAN MOU
Sebaiknya
niat anggota Dewan ini perlu difikirkan sejuta kali. Karena dalam MOU yang
ditanda tangani RI-GAM tidak ada satupun point yang menyarankan atau yang
mewajibkan bahwa GAM perlu menjelaskan kepada Dewan. Karena GAM tidak tunduk
kepada Dewan atau RI tetapai tunduk kepada perjanjian yang ada. Hal ini juga
menunjukkan betapa tidak seiya sekatanya antara DPR dan Pemerintah RI dalam
memutuskan satu perkara, sehingga bisa jadi aplikasinya dilapangan akan dapat
menimbulkan gejolak yang dapat menjurus kepada ketidak patuhan terhadap MOU
yang telah disepakati.
Sebagaimana yg tertera dalam MOU
bahwa :
"3.1.1. Pemerintah RI, sesuai
dengan prosedur konstitusional akan memberikan amnesti kepada semua orang yang
telah terlibat dalam kegiatan GAM sesegera mungkin dan tidak lewat dari 15 hari
sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini.
3.1.2. Narapidana dan tahanan
politik yang ditahan akibat konflik akan dibebaskan tanpa syarat secepat
mungkin dan selambat-lambatnya 15 hari sejak penandatanganan Nota Kesepahaman
ini."
Jadi jelas bahwa mau tidak mau RI
harus memeberikan amnesti kepada siapa saja yg sesuai dalam perjanjian tsb
tanpa syarat dan tanpa harus melihat kepada sejumlah anggora DPR yang tidak
puas.
Sekali lagi bahwa tidak ada
tertuang dalam MOU bahwa anggota GAM harus dipanggil dan untuk memberi jaminan
kepada RI bahwa GAM berfikir kembali untuk merdeka. Karena pada dasarnya
kemerdekaan Acheh bukan ditentukan dari amnesti dan abolisi atau semacamnya.
Karena pada dasarnya perjanjian (baca:MOU) ini merupakan salah satu bentuk
perjuangan untuk mencapai kemerdekaan Acheh yang sebenarnya.
Pernyataan yang ngaco dari Anggota
Komisi III Panda Nababan yang menunjukkan bahwa beliau tidak memahami bahkan
mungkin belum membaca MOU RI-GAM bahwa : tidak ada satu point pun yang
menyatakan GAM harus dibubarkan. Tambahan lagi bahwa selama perjanjian ini dilaksankan
maka GAM tetap akan berdiri sebagai wakilnya rakyat Acheh secara formal. Dan
sebaliknya bila GAM dibubarkan maka artinya secara otomatis MOU tidak berlaku
lagi.
Pendapat Panda tampaknya semakin
kacau. Karena dalam MOU tidak pernah tertulis bahwa GAM harus menjaga keutuhan
NKRI. Dan yang lebih lebih kacau lagi bahwa GAM harus disumpah setia. Karena
sesungguhnya GAM harus dan telah bersumpah setia kepada negerinya sendiri,
yaitu untuk membebaskan dari setiap upaya penjajahan. Dimana sumpah setianya
telah diterapkan dengan bentuk perjuangan yang sudah dan sedang dijalankan dan
disesuaikan dengan kondisi dan keadaan zaman.
Itu artinya Mensekneg RI Yusril
Ihza Mahendra sudah mengetahui bahwa anggota Dewan memang tidak memahami apa
yang terkandung dalam MOU, sehingga pemerintah tidak mau tau dengan usulan
pemanggilan dan yang lainnya.
Salah satu yang menjadi perhatian
berat dari MOU adalah pelanggaran pelanggaran HAM yang telah dan sedang terjadi
di Acheh. Banyak pihak di RI yang merasa takut bila sampai pengadilan HAM
dilakukan berlaku surut. Karena mereka meyakini dengan seyakin yakinnya bahwa
RI melalui tangan TNInya atau angakatan perangnya telah banyak melakukan
pelanggaran HAM di Acheh, sehingga sangat sulit untuk tidak membuktikan bahwa
TNI telah melakukan kejahatan kemanusiaan yang sangat sangat besar.
Sebenarnya menurut MOU point 3.1
(Amnesti) bahwa siapa saja yang tersangkut dengan penahanan karena
keterlibatnnya dengan GAM maka, tanpa melihat alasan alasan lain, secara mutlak
harus dibebaskan Jadi alasan alasan lain yg tidak tertera dalam MOU merupakan
bentuk pelanggaran.
Betapa sudah bencinya anggota
Dewan atau siapa saja yang selama ini tidak tenang melihat perdamaian di Acheh
serta mereka yang ketakutan atas kemerdekaan Acheh, berusaha mengupah orang yg
tidak waras untuk berunjuk rasa di
gedung dewan untuk menyampaikan unek uneknya.
Abusisia
abusisia@yahoo.com
Haugesund , Rogaland, Norwegia
----------
DPR Berencana Panggil Pimpinan
GAM-- Diminta Bersumpah Setia pada NKRI
Jakarta (Bali Post) – DPR
berencana memanggil tokoh yang menjadi juru runding Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
di Swedia untuk memberi penjelasan di Dewan. Niat tersebut muncul setelah
adanya kekhawatiran sejumlah anggota legislatif bahwa mantan anggota separatis
ini akan berpikir kembali merdeka setelah amnesti diberikan. Terhadap rencana tersebut,
pemerintah mempersilakannya.
Demikian
pembicaraan yang mengemuka dalam rapat kerja Komisi III DPR dan Menkum dan HAM
Hamid Awaluddin bersama Mensekneg Yusril Ihza Mahendra di Jakarta, Rabu (24/8)
kemarin. Rapat mengagendakan mendengar
penjelasan pemerintah tentang rencana pemberian amnesti dan abolisi kepada
mantan anggota GAM. Namun, sejumlah anggota DPR merasa tidak puas atas
penjelasan pemerintah.
Tidak adanya jaminan pemerintah
bahwa mantan anggota GAM yang diberi amnesti dan abolisi akan berpikir kembali
merdeka, menimbulkan niat anggota Komisi III DPR memanggil petinggi GAM di
Swedia untuk memberi kepastian.
Anggota Komisi III Panda Nababan
mempertanyakan tidak adanya jaminan pemerintah bahwa GAM benar-benar bubar
setelah amnesti diberikan. Hingga saat ini, katanya, penjelasan Menkum dan HAM
menyatakan bahwa GAM masih eksis karena eksistensi GAM masih diperlukan untuk
menyelesaikan persoalan antara lain pengumpulkan senjata, dan lainnya hingga
proses MoU benar-benar settle. ''Pertanyaannya, apakah setelah amnesti
diberikan tidak terpikir lagi untuk merdeka. Karena itulah saya haqul yakin
mengusulkan memanggil tokoh GAM untuk kita dengar,'' katanya.
Selain itu, Panda menambahkan,
untuk memastikan agar mantan anggota GAM memiliki komitmen menjaga keutuhan
NKRI dan mematuhi MoU, maka ia mengusulkan perlu kiranya semua mantan anggota
GAM diambil sumpah setia kepada negara.
Wakil Ketua Komisi III Akil
Mochtar yang memimpin rapat mengatakan, penjelasan pemerintah akan segera
dibahas dan diputuskan Komisi III hari ini. Rekomendasi Komisi III selanjutnya
diserahkan kepada piminan Dewan dan diputuskan di rapat paripurna sebagai bahan
pertimbangan Dewan kepada Presiden. Usulan memanggil Malik Abdullah cs. di luar
negeri itu, lanjut Akil, juga akan dibahas sekaligus dalam internal Komisi III
itu.
Menanggapi rencana tersebut,
Menteri Sekreataris Negara (Mensekneg) Yusril Ihza Mahendra mempersilakannya.
''Ini kewenangan DPR untuk RDPU, kami persilakan tokoh GAM yang ada di Swedia
untuk dihadirkan ke sini (DPR-red). Tetapi, pemerintah tidak mengambil
inisiatif mengambil hal itu,'' tandasnya.
Namun, ingat Yusril, jika
pemanggilan itu akan dilakukan, maka pemerintah meminta yang dipanggil adalah
tokoh GAM yang menjadi juru runding dan ikut menandatangani MoU. ''Yang hadir
adalah yang terlibat dalam perundingan dan menandatangani MoU, sebagaimana
Saudara Hamid (Menkum dan HAM) yang berunding dan dihadirkan ke sini. Jangan
sampai mendengar GAM dari jalanan, kita panggil ke sini kemudian ngomong yang
aneh-aneh. Susah
kita nantinya,'' imbuhnya.
Sementara
itu, Menkum dan HAM Hamid Awaluddin mengatakan, banyak kekhawatiran yang selama
ini dipersepsikan salah. Misalnya, menyangkut pelanggaran HAM oleh TNI. Menurut
Hamid, sanksi terhadap pelanggaran HAM berlaku ke depan. Penyelesaian masalah
masa lalu dilakukan melalaui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
Hamid
mengatakan, sejauh ini, pemerintah telah menetapkan sebanyak 1.424 anggota GAM
yang akan mendapat amnesti. Jumlah tersebut diperoleh setelah dilakukan verifikasi terhadap sekitar 2.000
anggota GAM yang ditahan. Untuk anggota GAM yang ditahan karena merampok,
membunuh dan melakukan kejahatan selain makar tidak akan mendapat amnesti.
Rapat
kemarin sempat dikejutkan oleh kericuhan yang ditimbulkan oleh orang stres.
Menjelang rapat di-break untuk istirahat dan makan siang, tiba-tiba seorang
lelaki setengah baya maju mendekati meja pimpinan. Sambil menyampaikan selebaran, ia berteriak-teriak agar
Aceh tidak lepas dari NKRI. ''Indonesia tidak boleh kalah dengan pemberontak.
Kita tidak boleh kalah dengan GAM. Aceh harus tetap dalam NKRI,'' teriaknya
sambil mengepalkan tangan. Teriakan lelaki itu, membuat Menkum dan HAM,
Mensekneg beserta anggota Komisi III terperangah. Dengan sigap anggota Komisi
III Victor Laiskodat menarik orang tersebut keluar untuk selanjutnya
digelandang petugas pamdal DPR. (kmb4)
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2005/8/25/n5.htm
----------