Stockholm, 7 Desember 2005
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO MENCOBA KELUAR DARI MOU HELSINKI
YANG TELAH DISEPAKATI
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.
PRESIDEN
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO MEMELINTIRKAN MOU HELSINKI 15 AGUSTUS 2005.
"Kita
berpikir bagaimana di satu sisi Aceh tetap menjadi bagian NKRI, Merah Putih
tetap berkibar, di satu sisi Provinsi Nangroe Aceh Darussalam kita berikan
status otonomi khusus tetapi di sisi lain konflik ini segera berakhir"
(Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dialog di Balairung Pancasila Kompleks SMA
Taruna Nusantara di Magelang, Selasa, 6
Desember 2005)
Membaca
dari apa yang dikemukakan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang apa
yang telah disepakati dalam Memorandum of Understanding Helsinki 15 Agustus
2005 yang menyangkut Self-Government di Acheh, ternyata telah dipelintirkan
oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kearah yang jauh menyimpang dari apa
yang telah disepahami dan disepakati antara Pemerintah RI dan GAM di Helsinki,
Finlandia.
Mengapa Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono mencoba untuk mengalihkan dan meninggalkan apa yang telah disepakti
di Helsinki dengan mencoba meloncat ke jalur otonomi khusus ?
Kelihatan disini Susilo Bambang
Yudhoyono mencoba untuk menutupi dan memberikan tabir penutup diatas apa yang
telah disepakti dalam MoU Helsinki 15 Agustus 2005.
Tidak ada disepakati dalam MoU
Helsinki bahwa di Acheh akan dibangun otonomi khusus, melainkan
Self-Government. Justru karena Self-Government itulah akhirnya MoU Helsinki
ditandatanganani pada tanggal 15 Agustus 2005. Bukan karena otonomi khusus.
Apakah
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah lupa itu ? Dan apakah para tim juru runding RI sudah lupa itu semua ?
Ahmad Sudirman melihat bahwa
Susilo Bambang Yudhoyono telah melakukan penipuan besar-besaran mengenai apa
yang telah disepakati dalam MoU Helsinki 15 Agustus 2005 itu.
Yang sudah disepakati adalah
Self-Government yang akan dibangun di wilayah Acheh menurut perbatasan 1 juli
1956 menurut MoU Helsinki 2005, bukan otonomi khusus sebagaimana yang diputar
balikkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono. Self-Government itu sendiri tidak ada
dasar hukumnya dalam UUD 1945 dan tidak pernah terjadi sebelumnya dalam wilayah
negara kesatuan hasil leburan RIS dengan UUD Sementara 1950-nya. Justru yang
ada adalah wilayah Acheh pada tanggal 1 juli 1956 berada dalam penganeksasian
kedalam wilayah Provinsi Sumatra Utara oleh pihak RIS yang menjelma menjadi
NKRI dengan UUD Sementara 1950-nya.
Acheh
berdiri diwilayah perbatasan 1 Juli 1956
yang bukan berbentuk provinsi, melainkan berbentuk Self-Government atau
Pemerintahan Sendiri yang dasar hukumnya diatur dalam Undang Undang Tentang
Penyelenggaraan Pemerintahan Sendiri di Acheh yang mengacu kepada Nota
Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Acheh Merdeka
yang ditandatangi pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki. Dimana dengan
kewenangan-kewenangan pihak
Pemerintahan Republik Indonesia dan pihak Pemerintahan Acheh yang diacukan
kepada Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan
Acheh Merdeka yang ditandatangi pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki yang
kemudian dimasukkan kedalam Undang Undang Tentang Penyelenggaraan Pemerintahan
Sendiri di Acheh.
Dan
itu memang kalau dihubungkan dengan Undang Undang Nomor 24 Tahun 1956 Tentang
Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan
Propinsi Sumatera Utara ditetapkan pada tanggal 29 Nopember 1956 oleh Presiden
Republik Indonesia, Soekarno dan diundangkan pada tanggal 7 Desember 1956 oleh
Menteri Kehakiman, Muljatno dan Menteri Dalam Negeri, Sunarjo. Dimana wilayah
Acheh pada tanggal 1 Juli 1956 masih berada dalam wilayah Propinsi Sumatera
Utara, karena Acheh baru dipisahkan dari Propinsi Sumatera Utara menjadi Propinsi
Acheh yang otonom pada tanggal 29 Nopember 1956. Jadi, berdasarkan dasar hukum
inilah mengapa Acheh pada tanggal 1 Juli 1956 bukan propinsi dan bukan otonomi.
Sekarang
yang menjadi pertanyaan, mengapa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mau menipu
bangsa Acheh dan memelintirkan rakyat Indonesia lainnya termasuk siswa dan
siswi SMA Taruna Nusantara di Magelang ?
Bagi
yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu
untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang
Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di
HP http://www.dataphone.se/~ahmad
Hanya
kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon
petunjuk, amin *.*
Wassalam.
Ahmad Sudirman
http://www.dataphone.se/~ahmad
----------
MEDIA
INDONESIA
Rabu,
07 Desember 2005 04:45 WIB
Presiden:
Konflik di Aceh Telah Selesai
MAGELANG--MIOL:
Presiden Susilo Bambang Yudoyono mengatakan konflik di Naggroe Aceh Darussalam
telah dapat diakhiri. Saat ini mereka yang dulu ingin Aceh merdeka, telah
bergabung kembali dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Konflik
telah dapat kita akhiri, berarti NKRI tegak, Sang Saka Merah Putih berkibar,
mereka-mereka yang dulu menentang NKRI kembali bergabung dengan
saudara-saudaranya," katanya saat menjawab pertanyaan seorang siswi dalam
dialog di Balairung Pancasila Kompleks SMA Taruna Nusantara di Magelang, Selasa
(6/12).
Seluruh
komponen masyarakat, katanya, bersatu melakukan reintegrasi dan berbagai
langkah penting membangun Aceh menuju kehidupan yang lebih baik dalam kerangka
NKRI.
Ia
menyatakan pentingnya menjaga semangat nasionalisme dan patriotisme agar
Indonesia aman dan kehidupan bangsa menjadi lebih sejahtera pada masa
mendatang.
Presiden
mengemukakan, bila jajak pendapat tentang masalah Aceh dilakukan dengan
metodologi yang benar, sampling yang cukup dan obyektifitas tinggi tentu
hasilnya mencerminkan gambaran yang sesungguhnya tentang keinginan masyarakat
Aceh. "Harapan
saya seperti itu, tetapi seringkali di lapangan masih ada distorsi,"
katanya.
Pada
kesempatan itu Presiden menceriterakan tentang pengalamannya menangani masalah
Aceh sejak menjadi pejabat TNI, menteri hingga presiden. "Sudah cukup lama,
kurang lebih lima tahun memang ada elemen di Aceh yang berpikir untuk
kemerdekaan Aceh, tetapi banyak elemen yang dalam penglihatan saya lebih besar
lagi, ingin tetap bersatu dengan bangsa dan negaranya," katanya.
Harapannya,
katanya, tentu konflik segera berakhir, ketenteraman dan keamanan tercipta di
provinsi itu agar kehidupan semakin baik, dan keadilan semakin tegak. Jika
masyarakat harus memilih, katanya, mereka memilih bersama saudaranya di bawah
naungan Sang Saka Merah Putih.
"Dalam
perkembangannya memang mereka-mereka yang ingin melepaskan diri dari NKRI tentu
menyebarkan pengaruhnya dengan berbagai upaya, ada yang persuasif ada yang
dengan kekerasan dan paksaan. Akhirnya terjadilah perlawanan bersenjata yang
sudah berlangsung hampir 30 tahun," katanya.
Tetapi,
katanya, sebenarnya Bangsa Indonesia ingin menyelesaikan masalah Aceh secara
adil, bermartabat dan damai karena tidak ada gunanya perang terus menerus
dengan korban jiwa cukup besar dan tidak adanya kemajuan daerah itu.
Pemerintah
Indonesia, katanya, berpikir untuk menyelesaikan masalah Aceh dengan format
masih dalam kerangka NKRI dan berstatus sebagai daerah otonomi khusus. "Kita berpikir bagaimana di satu sisi Aceh tetap
menjadi bagian NKRI, Merah Putih tetap berkibar, di satu sisi Provinsi Nangroe
Aceh Darussalam kita berikan status otonomi khusus tetapi di sisi lain konflik
ini segera berakhir," katanya. (Ant/OL-06)
----------