Sandnes, 25 Maret 2006

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalamu'alaikum wr wbr.

 

 

MASYARAKAT & MAHASISWA ACHEH SE-JAWA TIDAK MENGERTI BAHWA PEMERINTAHAN SENDIRI ACHEH TIDAK ADA DALAM UUD 1945.

Husaini Daud Sp

Sandnes - NORWEGIA.

 

 

KARENA MASYARAKAT & MAHASISWA ACHEH SE-JAWA TIDAK MENGERTI BAHWA SELF-GOVERNMENT ATAU PEMERINTAHAN SENDIRI ACHEH TIDAK ADA DALAM UUD 1945, AKHIRNYA MEREKA MASUK KEJURANG OTONOMI MODEL PASAL 18B (1) UUD 1945 YANG BERTENTANGAN DENGAN MOU HELSINKI 15 AGUSTUS 2005.

 

"Masyarakat dan Mahasiswa Aceh se-Jawa menyatakan hal-hal sebagai berikut : 1. Bahwa RUU PA diharapkan akan menjadi pintu untuk penyelesaian masalah Aceh yang sesuai dengan konstitusi dan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 2. Bahwa RUU PA diharapkan sejalan dengan semangat akan mencederai perdamaian yang telah dibangun dengan susah payah perdamaian dan MoU Helsinki yang apabila terjadi pengingkaran dikuatirkan akan mencederai perdamaian yang telah dibangun dengan susah payah. 3. Bahwa RUU PA versi DPRD Aceh dianggap telah cukup aspiratif dan mengakomodasi kepentingan berbagai pihak serta sejalan dengan MoU Helsinki dan menjamin Aceh tetap berada dalam NKRI.( Forum Masyarakat Aceh se-Jawa, Bandung, 18 Maret 2006)

 

Memang kelihatan dengan jelas, orang-orang yang membentuk kelompok Masyarakat dan Mahasiswa Acheh se Jawa di Bandung seperti orang-orang yang ngaur, itu disebabkan karena memang mereka tidak paham dan tidak mengerti bahwa Self Government atau Pemerintahan Sendiri Acheh tidak ada dalam UUD 1945, sehingga akhirnya mereka masuk kedalam perangkap Pasal 18B (1) UUD 1945 yang berlabel otonomi dengan kedok pemerintahan daerah khusus.

 

Kengauran mereka itu ditunjukkan dengan disatu sisi mereka mengharapkan agar RUU- PA sejalan dengan semangat perdamaian dan MoU Helsinki (baca poin nomor 2), namun di point nomor 1 mereka mengharapkan agar RUU - PA menjadi pintu penjelesaian masalah Acheh yang sesuai dengan konstitusi serta berada dalam kerangka NKRI.

 

Disini patut kita bertanya dalam hati, apakah mereka tidak memahami bahasa Indonesia ? Tidakkah mereka berfikir bahwa kalau memang untuk mengambil otonomi buat apa susah-susah berjuang. Ghazali Abbas saja bisa berjuang melalui DPRI pura-pura itu dan pasti mendapat dukungan Farhan Hamit, Muhammad Yus, Hasballah Sa'at dan lain-lainnya yang fokal tapi tak mampu melompat keluar dari orbit "berhala" Pancasila itu.

 

Kemudian di point ketiga mereka mengulangi lagi bahwa RUU - PA sejalan dengan MoU Helsinki, namun mereka minta jaminan Acheh agar tetap dalam bingkai NKRI.

 

Patut kita pertanyakan sekali lagi, apakah mereka itu sudah membaca seluruh point – point yang terkandung dalam MoU Helsinki itu ? Salahkah kalau saya katakan bahwa sesungguhnya mereka itu sedang berolok - olok ? Allah akan (membalas) olok – olokan mereka dan membiarkan mereka terombang ambing dalam kesesatan (yang nyata). Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk (Q.S, 2: 14,15 dan 16)

 

Ataukah kemungkinan besar mereka itu sudah tertutub mata hati disebabkan terlalu lama sudah bersekongkol dengan kaum dhalim dalam system Hindunesia munafiq (Khatamallahu 'ala qulu bihim wa 'ala sam'ihim wa 'ala absharihim ghisyawatue walahum 'azabun 'adhim (Q.S, 2 : 7)

 

Nah pembaca sekalian kalau suara manusia bolehlah membuat seribu satu alasan namun dapatkah kita membantah ayat Allah ? Sudah pasti hanya ada dua alternatif bertaubat atau bertambah -tambah penyakit nya (Q.S, 2:10).

 

Andaikata mereka takut kepada pemerintah Hindunesia, lalu membuat pernyataan yang menjenangkan mereka, itu adalah alasan yang terlalu dha'if. Kan lebih baik mereka diam saja tanpa pernyataan yang merusak Mou Helsinki itu sendiri.

 

Bilalhi fi sabilillah

 

Husaini Daud Sp

 

husaini54daud@yahoo.com

Sandnes, Norwegia.

----------

 

PERNYATAAN SIKAP MASYARAKAT DAN MAHASISWA ACEH SE-JAWA TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH

Bandung, 18 Maret 2006

 

Dengan senantiasa memanjatkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT serta shalawat dan salam ke Junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, masyarakat dan mahasiswa Aceh se-Pulau Jawa mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka yang telah melakukan penandatanganan MoU Helsinki pada tanggal 15 Agustus 2005. Terima kasih dan penghargaan ditujukan juga kepada Crisis Management Initiative di bawah kepemimpinan Marti Ahtisari yang telah memfasilitasi perdamaian tersebut dengan dukungan penuh Uni Eropa dan masyarakat internasional. Demikian pula disampaikan terima kasih dan penghargaan bagi seluruh komponen bangsa Indonesia yang telah turut memberikan perhatian dan dukungan bagi terciptanya perdamaian di bumi Aceh.

 

Perdamaian terwujud setelah melalui derita yang begitu panjang, tumpahan air mata bahkan simbahan darah yang seakan-akan tanpa akhir dan muncullah cahaya perdamaian di bumi Aceh serta menguak harapan bagi segenap masyarakat Aceh di Indonesia untuk menyongsong masa depan yang lebih baik, lebih bermartabat dan lebih sejahtera.

 

Tentunya perdamaian yang sangat indah ini yang lahir dari komitmen dan keikhlasan dari semua pihak memerlukan dukungan dan upaya yang sungguh-sungguh untuk diimplementasikan dan diharapkan mewarnai seluruh tekad, kebijakan dan program untuk membangun Aceh dimasa kini dan akan datang.

 

Mengingat bahwa fondasi perdamaian telah disemai melalui penandatanganan MoU Helsinki pada tanggal 15 Agustus 2005 maka tibalah saatnya untuk membangun gerbang perdamaian yang kokoh sebagai pintu masuk untuk membangun masyarakat Aceh yang lebih bermartabat dan sejahtera. Gerbang perdamaian dimaksud adalah Undang-Undang Pemerintahan Aceh yang saat ini masih berbentuk Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (RUU PA).

 

Upaya untuk menyusun RUU PA tersebut telah dilakukan secara seksama oleh berbagai komponen masyarakat maupun institusi formal. Sebagaimana diketahui secara luas DPRD Aceh telah melakukan penyusunan draft RUU PA dengan melibatkan sejumlah perwakilan masyarakat Aceh, perwakilan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan tokoh-tokoh maupun komponen bangsa Indonesia lainnya serta melakukan uji publik yang cukup komprehensif

sehingga berhasil mewujudkan RUU PA yang cukup aspiratif dan merujuk pada MoU helsinki serta memiliki visi yang kuat untuk membangun Aceh dimasa yang akan datang. Draft ini telah disampaikan kepada pemerintah melalui Depdagri untuk diajukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Namun demikian, ternyata RUU PA yang diajukan Depdagri kepada DPR RI memiliki substansi yang berbeda dengan RUU PA versi DPRD Aceh. Mengingat bahwa RUU PA saat ini telah berada di tangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk dikaji dan disahkan sebagai Undang Undang Pemerintahan Aceh (UU PA), maka Masyarakat dan Mahasiswa Aceh se-Jawa menyatakan hal-hal sebagai berikut :

 

1.Bahwa RUU PA diharapkan akan menjadi pintu untuk penyelesaian masalah Aceh yang sesuai dengan konstitusi dan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

 

2.Bahwa RUU PA diharapkan sejalan dengan semangat perdamaian dan MoU Helsinki yang apabila terjadi pengingkaran dikuatirkan akan mencederai perdamaian yang telah dibangun dengan susah payah.

 

3.Bahwa RUU PA versi DPRD Aceh dianggap telah cukup aspiratif dan mengakomodasi kepentingan berbagai pihak serta sejalan dengan MoU Helsinki dan menjamin Aceh tetap berada dalam NKRI

 

4.Bahwa UU PA adalah gerbang perdamaian yang merupakan pintu masuk untuk membangun Aceh dimasa depan sehingga harus disusun dengan memperhatikan aspirasi masyarakat Aceh khususnya dan Indonesia pada umumnya serta menjamin terwujudnya Aceh yang adil, sejahtera dan bermartabat.

 

Untuk itu, Masyarakat dan Mahasiswa Aceh se-Jawa mendesak DPR RI dan Pemerintah Republik Indonesia agar mengakomodir seluruh substansi RUU PA versi DPRD Aceh menjadi Undang Undang Pemerintahan Aceh.

 

Semoga ALLAH SWT meridhai kita semua. Amien Ya Rabbal Alamin.

 

Bandung, 18 Maret 2006

 

Atas nama Masyarakat dan Mahasiswa Aceh se-Pulau Jawa

Keluarga Masyarakat Aceh Bandung (KAMABA),

(Dr. Ir. Kamal A. Arif, M.Eng.)

 

Himpunan Masyarakat Aceh (HIMA) Yogyakarta,

(H. M. Djamil Mahmudi, S.H.)

 

Taman Iskandar Muda (TIM) Jakarta,

(Dr. Ir. Surya Dharma, M.B.A.)

 

Keluarga Tanah Rencong (KTR) Surabaya,

(Ilham Shah)

 

Ikatan Pemuda Aceh (IKAPA) Bandung,

(M. Mulyawan)

 

Ikatan Mahasiswa Pascasarjana (IMPS) Aceh- Bandung,

(Mahyuzar, M.Si.)

 

Ikatan Mahasiswa dan Pemuda (IMAPA) Jakarta,

(Agus Syahputra, S.Sos.I.)

 

Taman Pelajar Aceh (TPA) Yogyakarta,

(Mohd. Meidiansyah)

 

Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Aceh Yogyakarta (HIMPASAY),

(Fathurrahmi, S.Si.)

 

Pelajar Mahasiswa Kekeluargaan Tanah Rencong (PMKTR) Surabaya,

(Iswahyudi)

 

Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) Bogor,

(Faisal Syahputra)

 

Ketua Forum Masyarakat Aceh se-Jawa,

(Dr. Said Aziz, M.Sc.)

 

Ketua Steering Committee,

(Prof.Dr. Bachtiar Hasan, MSIE)

 

Sekretaris Steering Committee,

(Drs. T. Zilmahram, M.M., Psi.)

----------