Stockholm, 11 Agustus 2006
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
GEOPOLITIK & GEOSTRATEGI INDONESIA
LAHIR DARI STRATEGI SOEKARNO DENGAN RI-NYA UNTUK MENGUASAI DAERAH-DAERAH DILUAR
RI.
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.
SEKILAS MENGGALI GEOPOLITIK & GEOSTRATEGI INDONESIA YANG MENGACU
KEPADA STRATEGI SOEKARNO DENGAN RI-NYA UNTUK MENGUASAI DAERAH-DAERAH YANG ADA
DILUAR RI.
“Bang Ahmad Soedirman, saya hanya menganjurkan Abang memperdalam teori
geopolitik dan geostrategi (saya juga tahu secara global saja) nanti memang
kita akan sampai pada kesimpulaan bahwa agar bangsa-bangsa di kepulauan
Nusantara ini bisa survive menghadapi lingkungan strategis yang ingin memecah
belah Nusantara agar mudah dikuasai, maka kita semua memang harus bersatu padu dalam NKRI. Bang jangan marah ini hanya
mengecek daya ingat saja, ingat-ingat pada tahun 70-80 an pernah ada seorang pelajar dari Indonesia
belajar di Mesir, kalau tidak salah namanya Soedirman. Baca polimik abang
dengan Mirah Pati yang menyebut abang orang Sunda saya jadi ingin tahu apakah
dia yang di Mesir dulu adalah abang ? Atau Abang adalah Soedirman yang dulu di
Mesir ? Sebab yang di Mesir dulu juga pandai
dan galak. Tetapi yang di Mesir dulu terkenal karena anti Orde Baru dan
sepertinya beraliran politik keagamaan.” (Soedibyo S, m_sdby@yahoo.com
, Fri, 11 Aug 2006 03:29:11 -0700 (PDT))
Terimakasih
saudara Soedibyo S di Jakarta, Indonesia.
Setelah
membaca apa yang dianjurkan oleh saudara Soedibyo yang menyangkut geopolitik
dan geostrategi Indonesia yang oleh pihak Departemen Pertahanan telah dibuat
buku putih pertahanan-nya, ternyata baik oleh saudara Soedibyo atau oleh pihak
Departemen Pertahanan tidak dikupas latar belakang yang menyebabkan lahirnya
konsepsi geopolitik dan geostrategi Indonesia ini.
Nah,
kalau ingin mengetahui mengapa lahir konsep geopolitik dan geostrategi
Indonesia, maka perlu membongkar kembali ke alam kejadian yang muncul dan
berkembang dalam tubuh RI pada tahun 1957.
Sekarang,
pada awalnya konsep geopolitik atau politik tentang geografi yang ada kaitannya
dengan letak dan kedudukan wilayah geografi RI lahir ketika Soekarno dengan
RI-nya menghadapi kekuatan luar yang melemahkan dan meruntuhkan kekuatan RI.
Dimana
sejarahnya adalah ketika Kabinet Ali II dibawah pimpinan Perdana Menteri Ali
Sastroamidjojo jatuh dan menyerahkan mandatnya kepada Presiden Soekarno pada
tanggal 14 Maret 1957, maka Soekarno menyatakan seluruh wilayah RI dalam
keadaan darurat perang. Selanjutnya keadaan darurat perang itu ditingkatkan
menjadi keadaan bahaya tingkat keadaan perang pada tanggal 17 Desember 1957.
(30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.109).
Nah,
yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, mengapa Soekarno setelah Kabinet Ali
II jatuh, langsung menyatakan wilayah RI dinyatakan dalam keadaan bahaya
tingkat keadaan perang ?
Karena,
pada waktu itu pihak Soekarno dengan RI-nya sedang menjalankan taktik dan
strategi penelanan semua daerah yang masih dianggap berada diluar kekuasaan
de-facto dan de-jure RI. Terutama wilayah Acheh dibawah NII-Teungku Muhammad
Daud Beureueh, wilayah NII-SM Kartosoewirjo, wilayah Republik Maluku
Selatan-nya- CH. R. Soumokil dan wilayah Papua Barat (Irian Barat).
Untuk
menjalankan strategi geopolitik RI model Soekarno ini, pihak Soekarno
menjalankan konsepsi geostrategi Indonesia, yaitu suatu konsep pertahanan batas
perairan dalam wilayah geografi RI yang merupakan suatu negara kepulauan.
Nah,
konsepsi geostrategi Indonesia model Soekarno ini dilahirkan pada tanggal 13
Desember 1957, setelah Kabinet Djuanda atau disebut juga Kabinet Karya dibawah
pimpinan Perdana Menteri Djuanda dilantik pada tanggal 9 April 1957
menggantikan Kabinet Ali II. Dimana dalam program Kabinet Djuanda atau Kabinet
Karya dirumuskan lima karya yang dinamakan pancakarya yang berisikan, pertama,
membentuk Dewan Nasional. Kedua, Normalisasi keadaan RI. Ketiga, melanjutkan
pembatalan KMB. Keempat, memperjuangkan Irian Barat. Kelima mempercepat
pembangunan. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI,
1986, hal.109, 121).
Sekarang,
kelihatan dengan jelas, bahwa Soekarno dengan Kabinet Karya-nya ini menjalankan
konsep geopolitik dan geostrategi Indonesia melalui program normalisasi keadaan
RI dan melanjutkan pembatalan Konferensi Meja Bundar (KMB).
Nah,
yang dimaksud dengan normalisasi keadaan RI adalah menelan semua daerah yang
masih berada secara de-facto dan de-jure diluar RI, seperti wilayah Acheh dibawah
NII-Teungku Muhammad Daud Beureueh, wilayah NII-SM Kartosoewirjo dan wilayah
Republik Maluku Selatan-nya- CH. R. Soumokil.
Sedangkan
yang dimaksud dengan pembatalan Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah untuk
menelan wilayah Papua Barat (Irian barat). Dimana sebenarnya pembatalan
Perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) secara sepihak telah dijalankan oleh
Soekarno pada tanggal 3 Mei 1956 dengan Undang-Undang No.13 Tahun 1956 dibawah
Kabinet Ali II. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI,
1986, hal.99).
Jadi,
sebenarnya konsepsi geopolitik dan geostrategi Indonesia yang dijalankan oleh
pihak RI sampai detik sekarang ini adalah pada awalnya ditujukan untuk
menguasai seluruh wilayah yang secara de-facto dan de-jure masih berada diluar RI.
Dan memang strategi Soekarno dengan RI-nya dijalankan dari sejak awal melalui
jalur ekspansi perluasan wilayah melalui penelanan daerah-daerah yang secara
de-facto dan de-jure berada diluar RI. Misalnya melalui jalur Republik
Indonesia Serikat, dengan menelan 15 Negara Bagian RIS dengan memakai kedok
perundingan antara Negara Bagian RI dengan Negara-Negara Bagian lainnya yang
tergabung dalam RIS. Melalui kekuatan angkatan bersenjata seperti yang
dilancarkan terhadap NII-Teungku Muhammad Daud Beureueh, NII-SM Kartosoewirjo
dan Republik Maluku Selatan-CH. R. Soumokil serta Papua Barat (Irian barat).
Kemudian,
kalau ada pihak lain, misalnya saudara Soedibyo yang menyatakan bahwa ”dengan
memperdalam geopolitik dan geostrategi nantinya akan sampai pada kesimpulaan
bahwa agar bangsa-bangsa di kepulauan Nusantara ini bisa survive
menghadapi lingkungan strategis yang
ingin memecah belah Nusantara agar mudah dikuasai, maka kita semua memang harus
bersatu padu dalam NKRI”.
Nah,
dari apa yang dinyatakan oleh saudara Soedibyo diatas itu, menunjukkan bahwa
saudara Soedibyo tidak mengerti dan tidak memahami latar belakang dari lahirnya
konsepsi geopolitik dan geostrategi model Soekarno dengan RI-nya. Mengapa ?
Karena,
kalau saudara Soedibyo mengerti dan memahami latar belakang dan maksud dengan
dilahirkannya konsepsi geopolitik dan geostrategi model Soekarno dengan RI-nya
ini, maka yang sebenarnya menjadi akar utama ketidakstabilan RI adalah
disebabkan oleh adanya konsepsi geopolitik
dan geostrategi model Soekarno yang menelan dan menganeksasi daerah-daerah yang
secara de-facto dan de-jure berada diluar RI. Misalnya Acheh, Maluku Selatan
dan Papua Barat.
Jadi,
bukan karena adanya pihak luar yang ingin ”memecah belah Nusantara agar mudah
dikuasai” dan karena ”keadilan dalam membagai kesejahteraan ekonomi kurang
merata” seperti yang dinyatakan oleh saudara Soedibyo, melainkan karena akibat
dari politik ekspansi Soekarno dengan RI-nya melalui penerapan konsepsi
geopolitik dan geostrategi model Soekarno dengan RI-nya yang menelan dan
menganeksasi daerah-daerah yang secara de-facto dan de-jure berada diluar RI.
Selanjutnya,
tentang apa yang disampaikan oleh saudara Soedibyo yang menyangkut ”Sultan
Iskandar Muda dari Aceh dalam melawan Belanda selalu bekerjasama dengan Raja-raja
di Jawa. Sejak dulu yang namanya Teuku Umar itu adalah Pahlawan Indonesia,
seperti juga Tuanku Pattimura dari Maluku, atau Imam Bonjol dari Minang,
Sisinga Mangaraaja dari Batak dll.
Sejak saya kecil sudah begitu pengertiannya” adalah tidak ada fakta,
bukti, sejarah dan hukumnya yang kuat. Mengapa ?
Karena,
Sultan Iskandar Muda, gelar marhum mahkota alam berkuasa di Acheh adalah dari
tahun 1607 sampai tahun 1636, dimana pada periode tersebut Belanda belum datang
ke Acheh. Belanda mendeklarkan perang kepada
Acheh pada tanggal 26 Maret 1873. Sejak tahun 1873 tidak pernah terjadi
kerjasama antara Sultan Machmud Syah, Sultan Muhammad Dawot, Teuku Umar,
Panglima Polem, Cut Nya' Dien, Teungku Tjhik di Tiro Muhammad Saman, Teungku
Tjhik di Tiro Muhammad Amin, Teungku Tjhik di Tiro Ubaidullah, Teungku Tjhik di
Tiro Lam Bada, Teungku Tjhik di Tiro Muhammad Ali Zainul Abidin, Teungku Tjhik
di Tiro Muhyiddin, Teungku Tjhik Maat di Tiro dengan raja-raja di Jawa untuk
bersama-sama melawan Belanda.
Juga Raja Sisingamangaraja XII
dari Tapanuli yang berkuasa dari tahun 1877 sampai 17 juni 1907 tidak pernah
melakukan kerjasama dengan raja-raja Jawa dalam menghadapi Belanda.
Begitu juga, Haji Sumanik, Haji
Piobang, Haji Miskin, Tuanku Malim Basa atau yang dikenal Imam Bonjol, Tuanku
Nan Renceh dan Tuanku Pasaman di Sumatera Barat yang memimpin perang Paderi
yang berlangsung dari tahun 1821 sampai tahun 1837 tidak pernah kerjasama
dengan raja-raja dari Jawa ketika melawan Belanda.
Sama juga Kapitan Pattimura yang
nama aslinya adalah Thomas Matulessy, yang lahir di Negeri Haria, Pulau
Saparua-Maluku, tahun 1783, dan meninggal di Benteng Victoria, Ambon, 16
Desember 1817. Ketika di Saparua, Thomas Matulessy dipilih oleh rakyat untuk
memimpin perlawanan dan diberi gelar Kapitan Pattimura. Pada tanggal 16 mei
1817 dalam suatu pertempuran, Kapitan Pattimura berhasil merebut benteng
Duurstede. Tetapi akhirnya di sebuah rumah di Siri Sori, Kapitan Pattimura
berhasil ditangkap pasukan Belanda dan dibawa ke Ambon kemudian duijatuhi
hukuman gantung padanya. Dimana Kapitan Pattimura ini tidak pernah bekerjasama
dengan raja-raja Jawa ketika melawan Belanda.
Jadi, berdasarkan fakta, bukti
dan sejarah diatas membuktikan bahwa pernyataan saudara Soedibyo yang
menyatakan bahwa ”Sultan Iskandar Muda dari Aceh dalam melawan Belanda selalu
bekerjasama dengan Raja-raja di Jawa” adalah salah total.
Terakhir, memang benar seperti
yang ada dalam ingatan saudara Soedibyo bahwa Ahmad Sudirman yang di Stockholm
adalah Ahmad Sudirman yang sebelumnya berada di Mesir.
Bagi
yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada
ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk
membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam
dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP
http://www.dataphone.se/~ahmad
Hanya
kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon
petunjuk, amin *.*
Wassalam.
Ahmad
Sudirman
http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se
----------
Date: Fri, 11 Aug 2006 03:29:11
-0700 (PDT)
From: Soedibyo S m_sdby@yahoo.com
Subject: Aceh memang anti penjajahan tetapi tidak pernah merupakan
negara sendiri.
Bang Ahmad Soedirman, assalamu alaikum wr wb.
Sebenarnya sudah lama saya baca beberapa kutipan tulisan oleh seseorang
yang bernama Ahmad Soedirman yang tinggal di Stockholm. Bang jangan marah ini
hanya mengecek daya ingat saja, ingat-ingat pada tahun 70-80 an pernah ada seorang pelajar dari Indonesia
belajar di Mesir, kalau tidak salah namanya Soedirman. Baca polimik abang
dengan Mirah Pati yang menyebut abang orang Sunda saya jadi ingin tahu apakah
dia yang di Mesir dulu adalah abang ? Atau Abang adalah Soedirman yang dulu di
Mesir ? Sebab yang di Mesir dulu juga pandai
dan galak. Tetapi yang di Mesir dulu terkenal karena anti Orde Baru dan
sepertinya beraliran politik keagamaan.
Kalau saya yang penting, saya
tidak bela dan pro siapa-siapa kecuali
kepada bangsa Indonesia dan NKRI. Teman saya banyak dan sejak dulu waktu saya
muda saya sudah merasa sebagai bangsa Indonesia dan seorang teman saya yang namanya Teuku Syahmidan orangya ganteng bukan main kok tidak pernah
dianggap orang Aceh, malah tahunya
kami-kami Teuku Syahmidan itu dari
Medan.
Jadi kalau bang Ahmad tanya bukti Aceh itu bagian dari Indonesia memang
secara struktural sulit diketemukan, tetapi
sejarah membuktikan bahwa Sultan Iskandar Muda dari Aceh dalam melawan
Belanda selalu bekerjasama dengan Raja-raja di Jawa. Sejak dulu yang namanya
Teuku Umar itu adalah Pahlawan Indonesia, seperti juga Tuanku Pattimura dari
Maluku, atau Imam Bonjol dari Minang, Sisinga Mangaraaja dari Batak dll. Sejak saya kecil sudah begitu pengertiannya.
Saya hanya menganjurkan Abang
memperdalam teori geopolitik dan geostrategi (saya juga tahau secara global
saja) nanti memang kita akan sampai pada kesimpulaan bahwa agar bangsa-bangsa di kepulauan Nusantara
ini bisa survive menghadapi lingkungan
strategis yang ingin memecah belah Nusantara agar mudah dikuasai, maka kita
semua memang harus bersatu padu dalam
NKRI. Janganlah kita bicara Jawa
menjajah Aceh menjajah Papua dsb. Orang Jawa memang jumlahnya kebetulan banyak
jadi memang nalurinya bertransmigrasi,
itu saja. Bahkan seperti saya bilang Pak Omar Abdala orang Aceh yang pandai pernah memimpin Bank Bumi Daya seluruh Indonesia, sekarang juga ada oanak muda
namanya Adnan Ganto kebetulan
menantunya alm Moh Rum (Masyumi)
sekarang adalah Staf Ahlinya Menhankam.
Jadi sebenarnya kita pernah
bangga karena Nusantara secara etnis bersatu secara religius rukun, tetapi
karena kecelakaan-kecelakaan muncul
gerakan-gerakan pemisahan diri dan konflik antara agama. Kesalahannya
adalah keadilan dalam membagai kesejahteraan ekonomi kurang merata. Kesalahan ini marilaah kita
perbaiki. Menurut UUPA Aceh dengan aturan baru tersebut benar-benar akan
mempunyai uang yang sangat banyak untuk memnagun Aceh.
Silakan
saja, yang penting Aceh tetap NKRI.
Begitulah
sedikit berdakwah, untuk memberitahu
bang Ahmad bahwa saya tidak membela suku Jawa, suku Sunda atau suku Aceh,
tetapi ingin Indonesia bersatu. Saya
pernah mengalami beberapa saat Indonesia bersatu, ah memang indah rasanya.
Begitulah bang, apakah tidak
rindu dengan Jawa Barat ?
Wassalam,
Sdby
Jakarta, Indonesia
----------