Stockholm, 20 Oktober 2006

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalamu'alaikum wr wbr.

 

 

ALLAMAH SYARAFUDDIN AL-MUSAWI PANDAI MENGUTIP TETAPI TIDAK MENGERTI DAN TIDAK PAHAM APA YANG DIKUTIPNYA.

Ahmad Sudirman

Stockholm - SWEDIA.

 

 

CONTOH ORANG YANG HANYA PANDAI MENGUTIP TETAPI TIDAK MENGERTI DAN TIDAK PAHAM APA YANG DIKUTIPNYA.

 

Setelah membaca tulisan Allamah Syarafuddin Al-Musawi dari Sudan yang menulis buku berjudul “Kebenaran Yang Hilang“ dalam bagian “Sejarah Hidupku, Hari-Hari Masa Kecilku“ ( http://www.al-shia.com/html/id/books/Kebenaran-Hilang/index.htm ), ternyata ditemukan ketidak-logisan, kontradiksi dan tidak masuk akal dalam uraian cerita sejarah hidupnya di Sudan.

 

Nah, Allamah Syarafuddin Al-Musawi dalam tulisan “Sejarah Hidupku, Hari-Hari Masa Kecilku“ itu menulis sebagai berikut:

 

“Kebetulan, dekan fakultas kami adalah Profesor ’Alwan. Dia mengajar mata kuliah tafsir bagi kami. Pada suatu hari dia berbicara tentang tafsir firman Allah SWT yang berbunyi, “Seorang peminta telah meminta kedatangan azab yang bakal terjadi“, “Sesungguhnya Rasulullah saw tatkala berada di Ghadir khum dia menyeru manusia, maka mereka pun berkumpul. Lalu Rasulullah saw mengangkat tangan Ali as seraya berkata, ’Barangsiapa yang aku sebagai pemimpinnya maka inilah Ali sebagai pemimpinnya.’ Berita itu pun tersebar ke seluruh pelosok negeri, dan sampai kepada Harits bin Nukman al-Fihri. Lalu dia mendatangi Rasulullah saw dengan menunggang untanya. Kemudian dia menghentikan untanya dan turun darinya. Harits bin Nukman al-Fihri berkata, ’Hai Muhammad, kamu telah menyuruh kami tentang Allah, supaya kami bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa kamu adalah utusan-Nya, dan kami pun menerimanya. Kamu perintahkan kami untuk menunaikan salat lima waktu, dan kami pun menerimanya. Kamu perintahkan kami untuk menunaikan zakat, dan kami pun menerimanya. Kamu peritahkan kami untuk berpuasa di bulan Ramadhan, dan kami pun menerimanya. Kamu perintahkan kami untuk melaksakan ibadah haji, dan kami pun menerimanya. Kemudian kamu tidak merasa puas dengan semua ini sehingga kamu mengangkat tangan sepupumu dan mengutamakannya atas kami semua dengan mengatakan, ’Siapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya maka inilah Ali pemimpinnya. ’Apakah ini dari kamu atau dari Allah?’ Rasulullah saw menjawab, ’Demi Allah yang tidak ada Tuhan melainkan Dia, sesungguhnya ini berasal dari Allah SWT.’ Mendengar itu Hants bin Nukman al-Fihri berpaling dari Rasulullah saw dan bermaksud menuju ke kendaraannya sambil berkata, ’Ya Allah, seandainya apa yang dikatakan Muhammad itu benar maka hujanilah kami dengan batu dari langit atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.’ Maka sebelum Harits bin Nukman al-Fihri sampai ke kendara­annya tiba-tiba Allah menurunkan sebuah batu dari langit yang tepat mengenai ubun-ubunnya dan ke mudian tembus keluar dari duburnya, dan dia pun mati. Kemudian Allah SWT menurunkan firman-Nya, ’Seorang peminta telah meminta kedatangan azab yang bakal terjadi. Untuk orang-orang kafir, yang tidak seorangpun dapat menolaknya.’(Kitab Nur al-Abshar, karya asy-Syabalanji, hal. 75.) Setelah selesai pelajaran salah seorang teman saya menemuinya dan berkata kepadanya, "Apa yang telah Anda katakan adalah perkataan Syi'ah." Bapak dekan tertegun sejenak, kemudian memandang ke arah pemerotes seraya berkata, "Panggil Mu'tashim ke ruang kantor...!"

 

Nah, coba kita secara seksama menggali, meneliti dan menganalisa apa yang ditulis oleh Allamah Syarafuddin Al-Musawi tersebut diatas.

 

Ada dua faktor besar yang sangat bertentangan dan tidak masuk akal serta kontradiksi dalam tulisan tersebut yaitu, pertama, kalimat “Sesungguhnya Rasulullah saw tatkala berada di Ghadir khum dia menyeru manusia, maka mereka pun berkumpul.”. Kedua, kalimat  ”Kemudian Allah SWT menurunkan firman-Nya, ’Seorang peminta telah meminta kedatangan azab yang bakal terjadi. Untuk orang-orang kafir, yang tidak seorangpun dapat menolaknya.’ ”

 

Sekarang, kita teliti dan analisa sedikit lebih mendalam. Dalam kalimat “Sesungguhnya Rasulullah saw tatkala berada di Ghadir khum dia menyeru manusia, maka mereka pun berkumpul.” Dimana kalimat itu menceritakan kejadian pada tahun kesepuluh Hijrah setelah Rasulullah saw menjalankan ibadah Haji Wada. Sepulang dari Haji Wada Rasulullah saw berhenti di Ghadir khum dan menyeru manusia, menurut cerita tersebut diatas itu.

 

Adapun kalimat ”Kemudian Allah SWT menurunkan firman-Nya, ’Seorang peminta telah meminta kedatangan azab yang bakal terjadi. Untuk orang-orang kafir, yang tidak seorangpun dapat menolaknya.’ ”. Ternyata itu adalah bunyi ayat 1 dan ayat 2 surat Al-Ma'aarij yaitu ”Seseorang telah meminta kedatangan azab yang akan menimpa,” (QS Al-Ma'aarij, 70: 1) ”orang-orang kafir, yang tidak seorangpun dapat menolaknya,” (QS Al-Ma'aarij, 70: 2).

 

Nah sekarang yang dipertanyakan adalah apakah benar ayat 1 dan ayat 2 surat Al-Ma'aarij ini diturunkan setelah Rasulullah saw menjalankan ibadah Haji Wada pada tahun kesepuluh Hijrah?

 

Jawabannya adalah surat Al-Ma'aarij yang terdiri atas 44 ayat diturunkan di Mekkah sesudah surat Al-Haaqqah. Jadi ayat 1 dan ayat 2 surat Al-Ma'aarij ini diturunkan di Mekkan bukan setelah Rasulullah saw menjalankan ibadah Haji Wada seperti yang ditulis oleh Allamah Syarafuddin Al-Musawi dalam tulisan Sejarah Hidupku, Hari-Hari Masa Kecilku.

 

Jadi disini kelihatan dengan jelas dan nyata bahwa Allamah Syarafuddin Al-Musawi ketika menuliskan hubungan antara kejadian di Ghadir khum setelah Haji Wada dan turunnya ayat 1 dan ayat 2 surat Al-Ma'aarij ini tidak bisa diterima oleh akal yang sehat atau tidak logis atau kontradiksi. Atau dengan kata lain Allamah Syarafuddin Al-Musawi menuliskan cerita sejarah hidupnya itu penuh dengan  kebohongan dan memanipulasi fakta dan bukti.

 

Selanjutnya kita secara bersama-sama juga meneliti dan menganalisa kalimat: ” “Sesungguhnya Rasulullah saw tatkala berada di Ghadir khum dia menyeru manusia, maka mereka pun berkumpul. Lalu Rasulullah saw mengangkat tangan Ali as seraya berkata, ’Barangsiapa yang aku sebagai pemimpinnya maka inilah Ali sebagai pemimpinnya.’”

 

Nah, disini walaupun Allamah Syarafuddin Al-Musawi ketika menuliskan kejadian tersebut tidak memakai dan mendasarkan pada nash, tetapi kejadian tersebut dihubungkan dengan ayat 67 surat Al-Maidah.

 

Nah yang sekarang dipertanyakan adalah apakah ayat 67 surat Al-Maidah ini ada hubungan dengan Rasulullah saw mengangkat dan melantik Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah dalam pidato Rasulullah saw di lembah bernama Ghadir Khum sepulang Haji Wada?

 

Sebenarnya jawaban dari pertanyaan ini sudah ditulis dalam tulisan ”Menggali Al-Maidah 5:55,67 untuk melihat apakah Al-Wilayah adalah Ali bin Abi Thalib” ( http://www.dataphone.se/~ahmad/061007a.htm ). Tetapi untuk sekedar memperkuat, tidak mengapa kita tuliskan kembali jawaban tersebut, yaitu:

 

Dimana dalam ayat 67 surat Al-Maidah Allah SWT berfirman:

 

”Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS Al-Maidah 5:67)

 

Nah, sekarang mari kita kupas secara bersama-sama untuk menjawab pertanyaan diatas.

 

Kalau kita memperhatikan, membaca dan menelaah ayat 67 surat Al-Maidah ini, maka tidak ada ditemukan maksud dan tujuan pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Melainkan isinya merupakan tugas misi dakwah Rasulullah saw untuk menyampaikan risalah islam kepada ummat manusia, yaitu:

 

Pertama, ”Ya ayyuhar Rosulu balligh ma unjila ilaika mir Robbika…” (Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu…) yaitu sampaikan risalah Islam kepada ummat manusia.

 

Kedua, ”wa in lam taf ’al fa ma ballaghta risalatahu…” (Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya.) secara lengkap dan menyeluruh.

 

Ketiga, ”wallahu y’ashimuka minannas…” (Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia) yang mengancam ketika kamu menjalankan dan menyampaikan risalah Islam kepada ummat manusia.

 

Keempat, ”Innalloha la yahdil qaomal kafirin” (Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir) yaitu orang-orang yang mengingkari risalah yang kamu sampaikan kepada mereka.

 

Jadi, dalam ayat 67 surat Al-Maidah itu memang tidak ditujukan dan tidak dimaksudkan untuk pengangkatan dan pelantikan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah penerus Rasulullah saw.

 

Apabila memang Ali bin Abi Thalib diangkat sebagai khalifah penerus Rasulullah saw langsung oleh Allah SWT, mengapa tidak langsung ditujukan dan disebutkan sebagaimana Nabi Sulaiman mewarisi ke-khilafahan atau kerajaan Nabi Daud “Wa waritsa Sulaimanu Dawuda...“ (Dan Sulaiman telah mewarisi Daud)

 

”Dan Sulaiman telah mewarisi Daud, dan dia berkata: "Hai Manusia, kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu kurnia yang nyata." (QS An-Naml 27:16)

 

Atau ketika Allah SWT menunjuk dan mengangkat Nabi Daud sebagai khalifah:

 

“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan“. (QS Ash-Shaad 38:26)

 

Jadi, sebenarnya orang yang menghubungkan ayat 67 surat Al-Maidah dengan pengangkatan Ali bin Abi Thalib oleh Rasulullah saw adalah tidak memiliki kekuatan nash yang kuat.

 

Kemudian kalau ada orang yang menghubungkan ayat 67 surat Al-Maidah ini dengan perkataan Abu Sa‘id al-Khudri ra, yang menyatakan bahwa ayat tersebut diturunkan berhubungan dengan Ali bin Abi Thalib yang mengarah kepada pelantikan sebagai khalifah di Ghadir Khum. Dimana pelantikan ini dikenal dengan khutbah Ghadir Khum, maka perlu diteliti riwayat tersebut terlebih dahulu.

 

Nah, sebenarnya yang dirujuk oleh orang itu untuk memperkuat ayat 67 surat Al-Maidah bukan hadits Rasulullah saw, melainkan hanya ucapan dan kata-kata Abu Sa’id al-Khudri yang isinya: Daripada Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata: Diturunkan ayat ini: “Wahai Rasul Allah! Sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu” ke atas Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada Hari Ghadir Khum berkenaan Ali bin Abi Thalib.

 

Dimana, sanad riwayat ini adalah dha’if. Riwayat ini dikeluarkan oleh Ibn Abi Hatim di dalam Tafsir al-Quran al-Azhim – no: 6609 (tafsir ayat 67 surah al-Maidah), al-Wahidi di dalam Asbab al-Nuzul, ms. 233 (ayat 67 surah al-Maidah) dan Ibn Asakir di dalam Tarikh Dimasq al-Kubra, jld. 45, ms. 179 (biografi ‘Ali bin Abi Thalib), kesemuanya dengan sanad yang berpangkal kepada Ali bin Abas, daripada al-Amasy, daripada Athiyah, daripada Abu Sa‘id al-Khudri. Athiyah adalah Athiyah bin Sa’ad Abu al-Hasan al-Aufiy dari Kufah. Beliau dihukum dha’if oleh Hisyam, Yahya bin Sa’id al-Qathan, Ahmad bin Hanbal, Sufyan al- Tsauri, Abu Zar’ah al-Razi, Ibn Ma’in, Abu Hatim al-Razi, al-Nasa’i, al-Jauzajani, Ibn Adiy, Abu Daud, Ibn Hibban, al-Daruquthni dan lain-lain lagi. Selain itu beliau masyhur dengan sifat tadlis yang amat buruk. (Al-’Uqaili – al-Dhu’afa’ al-Kabir – biografi no: 1392; Ibn Hajar al-’Asqalani – Thabaqat al-Mudallisin – biografi no: 122 dan Syu’aib al-Arna’uth & Basyar ’Awwad Ma’ruf – Tahrir Taqrib al-Tahzib, biografi no: 4616.)

 

Jadi, kalau berdasarkan riwayat diatas, maka riwayat yang menyatakan bahwa ayat 67 surat Al-Maidah ada hubungannya dengan pengangkatan Ali bin Abi Thalib oleh Rasulullah saw di Ghadir Khum adalah tidak memiliki kekuatan nash yang kuat atau dha’if atau lemah.

 

Nah sekarang, kesimpulan yang bisa diambil dari apa yang dijelaskan diatas adalah ayat 67 surat Al-Maidah yang dihubungkan dengan pengangkatan dan pelantikan Ali bin Abi Thalib oleh Rasulullah saw sebagai khalifah adalah tidak memiliki kekuatan nash yang kuat. Begitu juga ayat 55 surat Al-Maidah yang menghubungkan dengan khalifah adalah sangat lemah. Karena itu baik dalam ayat 55 ataupun ayat 67 surat Al-Maidah adalah sama sekali tidak ada hubungannya yang kuat dengan pengangkatan dan pelantikan Ali bin Abi Thalib oleh Rasulullah saw sebagai khalifah penerus Rasulullah saw.

 

Terakhir, dengan adanya penjelasan diatas kita sekarang sudah bisa mendapatkan gambaran bahwa Allamah Syarafuddin Al-Musawi dalam tulisan “Sejarah Hidupku, Hari-Hari Masa Kecilku“ itu ternyata isinya kontradiksi, tidak logis dan tidak masuk akal. Ditambah tidak adanya nash yang sahih yang bisa dijadikan sandaran atas ceritanya mengenai kejadian di Ghadir Khum yang dihubungkannya dengan pengangkatan dan pelantikan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah penerus Rasulullah saw apabila Rasulullah saw telah menghadap Allah SWT.

 

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

 

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

 

Wassalam.

 

Ahmad Sudirman

 

http://www.dataphone.se/~ahmad

ahmad@dataphone.se

----------