Stockholm, 14 Agustus 2007

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalamu'alaikum wr wbr.

 

 

PENURUNAN BENDERA MERAH PUTIH DI ACHEH TIDAK BERTENTANGAN DENGAN MOU HELSINKI 15 AGUSTUS 2005

Ahmad Sudirman

Stockholm - SWEDIA.

 

 

TIDAK ADA DALAM MOU HELSINKI 15 AGUSTUS 2005 LARANGAN BAGI RAKYAT ACHEH UNTUK MENURUNKAN BENDERA MERAH PUTIH

 

Kelihatan memang terlalu dibesar-besarkan secara politik oleh Ketua DPR RI Agung Laksono tentang penurunan bendera merah putih di Acheh. Kalau diselidiki secara mendalam tidak ada larangan hukum dan politik bagi rakyat di Acheh untuk menurunkan bendera merah putih di Acheh.

 

Hanya bagi orang-orang yang memang tidak mendalami dan tidak memahami serta tidak mengerti secara baik apa yang tertuang dalam MoU Helsinki 15 Agustus 2005 ataupun UUD 1945 saja yang menyuarakan suara-suara sumbang dan tuduhan macam-macam terhadap rakyat Acheh yang menurunkan bendera merah putih di Acheh.

 

Kalau hanya sekedar alasan seperti yang diungkapkan oleh  Ketua DPR RI Agung Laksono: "Kita harus menghargai lambang-lambang negara sebagai bentuk dedikasi kepada bangsa dan negara"  (Ketua DPR RI Agung Laksono, Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin 13 Agustus 2007), maka alasan itu adalah alasan yang tidak ditunjang baik secara hukum ataupun secara politik yang mengacu pada MoU Helsinki di Acheh.

 

Sebenanya kalau kita menyelidiki lebih mendalam mengenai apa yang sudah disepakati secara hukum dan politik di Acheh sebagaimana yang tertuang dalam MoU Helsinki 15 Agustus 2005, maka masalah penurunan bendera merah putih adalah masalah yang tidak mempunyai arti politik dan hukum sedikitpun, kecuali hanyalah sebagai alat yang dipakai oleh pihak DPR RI untuk menggebrak rakyat Acheh biar melupakan UU No.11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Acheh yang dibuat oleh Panitia Khusus DPR RI yang isinya masih banyak yang bertentangan dengan MoU Helsinki 15 Agustus 2005 ( http://www.dataphone.se/~ahmad/060719.htm )

 

Justru sebenarnya secara hukum dan politik, itu UU No.11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Acheh yang harus terlebih dahulu diamandemen, bukan ribut masalah penurunan bendera merah putih di Acheh.

 

Karena itu sebenarnya bagi setiap rakyat Acheh di Acheh adalah bebas mau menaikkan bendera merah putih atau menurunkan bendera merah putih, karena memang tidak ada larangan secara hukum dalam MoU Helsinki 15 Agustus 2005.

 

Dan tentu saja, mereka yang kegerahan dengan adanya penurunan bendera merah putih di Acheh adalah orang-orang yang jiwa dan pikirannya tidak memahami tentang apa itu bendera merah putih dikaitkan dengan MoU helsinki 15 Agustus 2005.

 

Terakhir, jadi orang-orang yang ribut tentang penurunan bendera merah putih di Acheh, seperti Ketua DPR RI Agung Laksono cs, maka orang-orang tersebut adalah orang-orang yang hanya mencari gara-gara atau pasal untuk menggagalkan perdamaian yang menyeluruh di Acheh dan merobek-robek MoU Helsinki 15 Agustus 2005.

 

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

 

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

 

Wassalam.

 

Ahmad Sudirman

 

http://www.dataphone.se/~ahmad

ahmad@dataphone.se

----------

 

 

http://www.acehkita.com/?dir=news&file=detail&id=2061

 

Selasa, 14 Agustus 2007, 01:24 WIB

Pencurian Bendera Merah Putih

KPA Bantah Terlibat

Reporter : AK News

 

Banda Aceh, acehkita.com. Komite Peralihan Aceh (KPA) membantah terlibat dalam aksi pencurian dan penurunan bendera merah putih yang dipasang di jalan dan depan rumah warga di Aceh Utara dalam rangka menyambut perayaan ulang tahun kemerdekaan Indonesia yang ke-62.

 

“KPA secara organisasi tidak terlibat dan tidak bertanggung jawab terhadap insiden bendera. Tudingan oknum KPA mencuri dan merusak bendera seperti disampaikan Komandan Kodim Aceh Utara perlu klarifikasi lebih lanjut,” kata Juru Bicara KPA Ibrahim bin Syamsuddin dalam pernyataan tertulis yang dikirim melalui pesan pendek ke wartawan, Senin (13/8).

 

Seperti diberitakan situs ini, puluhan bendera merah putih di Aceh Utara dan Lhokseumawe mendadak hilang Ahad dinihari. Bendera itu dipasang warga untuk menyambut ulang tahun republik ini pada Sabtu depan. Komandan Kodim Aceh Utara menyebutkan, tindakan penurunan dan pencurian bendera itu dilakukan sekelompok orang tak dikenal.

 

Ibrahim Syamsuddin menyebutkan, tidak ada alasan TNI menuduh anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) atau KPA di balik hilangnya puluhan bendera itu. “Alangkah daifnya bila kami dituding demikian. Kami bersedia memusnahkan senjata, yang susah payah kami dapatkan. Konon lagi hanya persoalan simbol bendera,” ujar pria yang akrab disapa Ibrahim KBS itu.

 

Kendati demikian, dia berjanji akan menindak anggotanya jika terbukti menurunkan bendera merah putih tersebut. “Kalau ada anggota kami yang melakukan, kami tidak akan melindungi,” kata dia sembari meminta pihak manapun tidak mempolitisasi masalah ini. “Lebih baik kasus ini dibawa ke jalur hukum, jangan ke wilayah politik. Perdamaian lebih penting dari kepentingan kelompok. Jangan menggunakan isu murahan menjadi alat untuk saling menjelek-jelekkan.”

 

Dia menyebutkan, tindakan pencurian bendera ini dilakukan orang-orang yang tidak menyukai perdamaian dan menjadikan perayaan tujuhbelasan sebagai momen untuk upaya merusak damai dan menciptakan saling curiga.

 

“KPA mengimbau kepada semua komponen untuk lebih meningkatkan upaya-upaya memelihara perdamaian,” imbaunya. “Anggota KPA kami imbau untuk lebih waspada dan proaktif menghindari upaya provokasi dari kelompok yang tidak senang Aceh aman.”

 

Ibrahim KBS berharap, polisi mencari dan mengungkap pelaku pencurian bendera tersebut. [dzie]

----------

 

http://www.gatra.com/artikel.php?id=106892

 

DPR Kecam Penurunan Bendera Merah Putih

 

Jakarta, 13 Agustus 2007 16:16

DPR menyatakan rasa prihatin terkait munculnya kasus penurunan Bendera Merah Putih di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan berharap kasus itu diselidiki hingga tuntas.

 

"Kita harus menghargai lambang-lambang negara sebagai bentuk dedikasi kepada bangsa dan negara," kata Ketua DPR RI Agung Laksono di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin (13/8).

 

Agung menilai tindakan penurunan bendera itu sebagai bentuk provokasi. Masyarakat diharapkan tidak terpancing provokasi itu. "Hendaknya kita tetap tenang dan tidak terprovokasi".

 

Kasus penurunan Bendera Merah Putih dilakukan orang tak dikenal tidak hanya terjadi di Kota Lhokseumawe, tapi juga di Kabupaten Aceh Utara dan Aceh Timur, Provinsi NAD.

 

"Selain di Lhokseumawe, kasus penurunan bendera Merah Putih dari halaman rumah penduduk itu juga terjadi di Aceh Utara dan Aceh Timur," kata Kabid Humas Polda NAD, Kombes (Pol) Jodi Heriyadi di Banda Aceh, Senin.

 

Aksi yang dilakukan sekelompok orang tak dikenal tersebut masuk kategori kriminal karena mereka menurunkan sebanyak 150 buah bendera Merah Putih di kawasan Hagu, Kota Lhokseumawe pada Minggu (12/8) dinihari.

 

Dia menegaskan, aparat kepolisian akan menindak tegas siapa pun pelaku penurunan bendera Merah Putih yang kini mulai dikibarkan di berbagai tempat sebagai rangkaian menyambut HUT ke-62 Proklamasi RI.

 

"Kami telah menyiapkan personil untuk meningkatkan patroli menjelang Proklamasi sebagai upaya antisipasi gangguan keamanan, termasuk menangkap pelaku penurunan bendera Merah Putih dan pelaku intimidasi terhadap warga," tambahnya.

 

Terkait dengan pelaku yang menurunkan sebanyak 150 lembar bendera dari tiang halaman rumah penduduk di Kota Lhokseumawe, Jodi menjelaskan kasus tersebut sedang dalam penyelidikan Polri.

 

"Kita terus mengembangkan penyelidikannya. Jika nantinya tertangkap maka akan diproses hukum sesuai ketentuan yang ada tanpa memandang siapa pelakunya," tambahnya.

 

Menurut dia, aksi penurunan bendera Merah Putih itu jelas-jelas dilakukan orang tak menginginkan situasi aman pasca penandatanganan kesepakatan damai Pemerintah dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki, 15 Agustus 2005.

 

"Aksi yang dilakukan sekelompok orang tak bertanggung jawab itu sebuah indikasi yang mengarah intimidasi dan teror kepada masyarakat menjelang perayaan HUT Proklamasi 17 Agustus 2007," jelasnya.

 

Dipihak lain, ia mengimbau semua pihak untuk tetap mewaspadai tindakan teror dan intimidasi menjelang 17 Agustus. Tindak kriminal itu dapat merusak perdamaian yang telah dirasakan masyarakat Aceh, katanya.

 

Jodi juga menyatakan, komitmen proses perdamaian di Aceh tetap dalam konteks negara kesatuan RI. Semua pihak harus menyadari itu, sehingga damai yang telah dirasakan masyarakat dapat dipertahankan. [EL, Ant]

----------