Stockholm, 22 Oktober 1998.

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

MENYERU KEPADA ISLAM, HUKUM ISLAM, PEMERINTAHAN ISLAM DAN KHILAFAH ISLAM TIDAK MENGENAL RUANG DAN WAKTU.
Ahmad Sudirman
Modular Ink Technology Stockholm - SWEDIA.

 

Jawaban untuk Saudara Sudiarto (ITB, Bandung, Indonesia), Saudari Teni Tresnawati (Salman ITB, Bandung, Indonesia) dan Saudara  Abdul Jundi (Indonesia).

Saudara Sudiarto, Saudari Teni Tresnawati dan Saudara Abdul Jundi pada tanggal 20 Oktober 1998 telah mengirimkan tanggapan dan pertanyaannya mengenai masalah "Khilafah Islam" yang menjadi topik diskusi dan pembicaraan sekarang ini. Saya mengucapkan terimakasih atas tanggapan-tanggapan dan pertanyaan-pertanyaannya.

Beberapa hal yang membuat saya gembira adalah kaum Indonesia yang diwakili oleh kelompok intelektual Muslim dan non Muslim telah memberikan suaranya yang cukup menggembirakan (terlepas dari pro dan kontra) dan membuka cakrawala bumi Indonesia yang sudah lama tertutup oleh naungan awan yang pekat hitam, dimana masalah Khilafah Islam atau Negara Islam tidak pernah kedengaran dan tidak pernah menjadi bahan pembicaraan umum, baik di kalangan biasa ataupun dikalangan kaum intelektual dan cendekiawan. Bahkan diantara kaum Indonesia ada yang beranggapan bahwa  nama Khilafah Islam atau Negara Islam telah lama dikubur dalam-dalam dan yang ada hanyalah dalam catatan-catatan buku sejarah.

Sebenarnya usaha dan kewajiban kaum Muslimin dimanapun berada adalah melaksanakan perintah-perintah Tuhan yang telah tertulis dalam Al Qur'an dan contoh-contoh Rasulullah yang telah tertulis dalam Sunnah, dimana pelaksanaannya tidak mengenal ruang dan waktu.

Jadi dalam membicarakan dan mendiskusikan tentang khilafah Islam atau negara Islam sekarang ini pun adalah merupakan salah satu kewajiban bagi kaum Muslimin dimanapun tinggal dan berada.

Diantara seratus delapan puluh juta kaum Muslimin di Indonesia terdapat seratus delapan puluh juta pendapat dan pandangan yang timbul tentang Khilafah Islam atau Negara Islam, jadi tidaklah semudah mengambil kesimpulan seperti dalam diskusi antara dua orang, sehingga menurut saya kurang benar apa yang disampaikan oleh Saudara Sudiarto dalam tanggapannya kepada saya, yaitu bahwa "Mengikuti diskusi anda tentang KHILAFAH ISLAM aku pikir kayak mengikuti debat kusir yang tanpa ujung pangkalnya".
 
Selanjutnya yang telah menjadi kebiasaan dari sebagian penguasa dan juga diantara para pengamat adalah adanya sikap dan pikiran yang menghubungkan antara pandangan dan pikiran seseorang yang menurut penguasa pandangan dan pikiran tersebut dianggap keras atau ekstrem dengan kekuatan politik dan kekuatan senjata. Inilah yang perlu dirubah. Kebiasaan tersebut adalah bertujuan untuk mengadakan penumpasan, karena dianggap mengancam kelanggengan kekuasaannya.

Dimana pandangan dan pemikiran yang demikian masih tetap melekat, sebagaimana yang dicontohkan dan diucapkan oleh Saudara Sudiarto dalam tanggapannya yaitu bahwa "untungnya belum ada kekuatan politik bersenjata yang mengikuti alur pemikiran ekstrem seperti anda lontarkan yang ada di Indonesia (entah dengan sel-sel Negara Islam Indonesia yang ada di bawah tanah), sehingga fenomena Ikhwamul Muslimin di Mesir, Hizbullah di Lebanon, Thaliban di Afghanistan, dan faksi- faksi radikal lainnya di Timur Tengah dan Afrika Utara tidak terjadi di sini. Kalau saja ada mungkin fenomena perpolitikan Indonesia akan semakin carut-marut dengan adanya milisi-milisi radikal yang menggunakan jalan kekerasan untuk memaksakan kehendaknya, di tengah kelaparan rakyat bumi pertiwi ini. Dan di mana-mana rakyat memang selalu menajdi korban pertentangan para penyeru ideologi".
 
Kebiasaan menghubungkan pemikiran sesorang yang dianggap keras atau ekstrim tersebut dengan kekuatan politik dan kekuatan senjata harus dibuang jauh-jauh, karena kebiasaan yang demikian justru yang menyebabkan timbulnya kekacauan dan kekeruhan didalam masyarakat, pemerintahan dan negara.

Saya pikir para penguasa dan mereka yang berusaha untuk menjadi penguasa harus mulai membuka pikiran untuk menerima dan memperdebatkan perbedaan pikiran, pandangan, opini dari pihak lain dan harus menganggap sebagai sesuatu hal yang lumrah dan wajar.

Selanjutnya adanya usaha untuk memasyarakatkan idea khilafah Islam atau Negara Islam, pemerintahan Islam dan hukum Islam sekarang ini harus dianggap sebagai usaha yang memang seharusnya atau sewajibnya dilakukan dan hasilnya itu tergantung dari kesungguhan dan kesiapan kaum Muslimin yang ada di Indonesia, apakah mereka memang mau menerima atau menolak dan keputusan yang terakhir ada di tangan Tuhan.

Islam sudah diturunkan Tuhan, negara Islam sudah pernah berdiri, umat Islam sudah tersebar keseluruh pelosok dunia. Tinggal sekarang sejauh mana usaha kaum Muslimin untuk menegakkan Islam, pemerintahan Islam, hukum Islam dan khilafah Islam. Jadi kalau ada yang masih mempertanyakan lagi yaitu dalam keadaan situasi yang bagaimana Islam itu diturunkan, pertanyaan tersebut sebenarnya sudah ketinggalan kereta api, sebagaimana yang dipertanyakan Saudara Sudiarto yaitu "apakah Islam diturunkan dalam keadaan vakum? Artinya, Islam turun begitu saja tanpa mempertimbangkan kondisi sosial-politik yang ada. Setiap agama dan setiap ideologi duniawi selalu lahir dari realitas masyarakatnya. Tuhan sendiri mengatakan bahwa untuk setiap kaum untuk setiap zaman selalu diturunkan rasul-rasul dan para mujaddid (reformis) mengemban amanat Tuhan. Kenapa? Karena setiap zaman dan setiap kaum menyimpan persoalan yang mesti diselesaikan, baik dengan intervensi wahyu maupun pemikiran duniawi belaka. Yang jelas, agama bukan diturunkan untuk mereka yang cuma bisa mengkhayalkan negeri surgawi. Tetapi agama dan pemikiran apapun harus didialektikakan dengan konteks sosial politik yang ada. Kalau tidak, agama hanya akan menjadi alat bagi golongan ektrem (penyebutan "ekstrem" ini tanpa konotasi jelek apapun model-model rejim Orde Baru, cuma untuk menggambarkan paham yang sangat keras) untuk memaksakan kehendaknya kepada kelompok lain".

Disini kelihatan bagaimana pandangan, pikiran dan sikap dari sebagian kaum intelektual muslim terhadap pemikiran, pandangan dan opini tentang khilafah Islam dan pendiriannya yaitu dengan menganggap sebagai usaha untuk memaksakan kehendak kepada kelompok lain.

Inilah akibat adanya pengaruh dari pemikiran para penguasa yang mempunyai idea kekuasaan yang menganggap pihak lain yang tidak seide, tidak sepemikiran, tidak seideologi sebagai penantangnya, dan pemikiran ini masih tetap melekat pada sebagian kaum Indonesia.
 
Baiklah, kita kembali kepada pembicaraan Khilafah Islam ini dimana prinsip dasar utama dari Khilafah Islam adalah "Khilafah Islam berdasarkan akidah Islam, dimana struktur, sistem, administrasi, managemen dansemua yang ada hubungannya dengan alat dan perangkat negara dan pemerintahanharus bersumberkan dari akidah Islam".

Pada tahun kesepuluh hijrah ketika Rasulullah menyampaikan hutbah yang bersejarah di Arafah, dimana setelah selesai hutbah turunlah ayat "...Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam itu menjadi agama bagimu..."(Al-Maidah, 3). Menyatakan kepada seluruh kaum Muslimin dan umat manusia bahwa Islam sebagai agama telah sempurna dan telah diridhai.

Jadi akidah Islam yang menjadi dasar khilafah Islam memang telah sempurna. Nah sekarang, untuk membuat hukum-hukum baik pidana maupun perdata yang berhubungan dengan seluruh kehidupan manusia haruslah bersumberkan dari Al Qur'an dan Sunnah. Disinilah tugas berat dari para intelektual dan akhli-akhli hukum Islam untuk menggali dan membuat hukum-hukum yang akan diterapkan dalam masyarakat di khilafah Islam.

Usaha untuk mendirikan Islam, hukum Islam, pemerintahan Islam dan khilafah Islam memang usaha yang berat dan panjang yang memerlukan waktu yang lama. Jadi bukan, sekarang kita bicara khilafah Islam, kemudian besok sudah mau mendirikan Khilafah Islam. Misalnya, seperti yang dipertanyakan Saudari Teni Tresnawati yaitu "apakah menurut bapak Ahmad S, sekarang ini kita sudah siap? Kalau sudah, mana perangkat2 yg kita perlukan untuk itu, salah satunya ya sumber hukum yg komplit tadi?".

Terakhir Saudara Abdul Jundi mempertanyakan yaitu "menurut saudara, bagaimana cara/pola perjuangan untuk mencapai tegaknya al-Islam di Indonesia, apakah melalui parlemen, apakah melalui perjuangan bawah tanah, atau yang lainnya. tentunya semuanya harus merujuk pada pola rasulullah".

Apabila kita mengikuti contoh Rasulullah, maka usaha untuk menegakkan Islam, pemerintah Islam, hukum Islam dan khilafah Islam adalah memperkuat diri dan keluarga dalam keimanan, tidak melibatkan diri didalam pemerintahan yang bersumberkan hukumnya, peraturan negaranya dan undang undang negaranya dari yang bukan akidah Islam, melakukan dakhwah secara terang-terang-an menurut kemampuan masing-masing (karena periode sekarang bukan lagi periode mekah), membina ukhuwah Islamiyah, melalui pendidikan (pesantren, sekolah agama dan umum, universitas agama dan umum), mengadakan kerjasama dengan organisasi-organisasi Islam didalam negeri dan diluar negeri untuk menyamakan tujuan dan cita-cita perjuangan Islam, mengadakan kerjasama dengan partai-partai Islam didalam dan diluar negeri untuk menyamakan tujuan dan cita-cita perjuangan Islam, membangun usaha-usaha untuk memberikan pekerjaan, pengumpulan dana (lewat usaha-usaha, bukan mengemis), apabila ada perbedaan yang dapat menimbulkan perpecahan dan gangguan harus dikembalikan kepada Al Quran dan Sunnah.

Inilah langkah-langkah awal untuk menuju kepada tegaknya Islam, pemerintahan Islam, hukum Islam dan khilafah Islam dengan mencari ridha Ilahi*.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se