Stockholm, 23 Juni 1999

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

SEKALI LAGI CONTOHLAH RASULULLAH DALAM MEMBANGUN DAULAH ISLAM DENGAN UNDANG UNDANG MADINAH-NYA.
Ahmad Sudirman
Modular Ink Technology Stockholm - SWEDIA.

 

Jawaban untuk saudara Iin Nur Hidayat, Pri.S dan Miftahul Bayan (Indonesia).

Alhamdulillah, ditengah kesibukan (di kerja, rumah dan masyarakat), saya masih diberi kekuatan dan kesempatan oleh Allah untuk sedikit memberikan buah pikiran dalam bentuk tanggapan dan jawaban terhadap tanggapan dan pertanyaan yang disampaikan oleh ikhwan-ikhwan dimanapun berada kepada saya langsung melalui ahmad@dataphone.se

Untuk tulisan hari ini, saya berusaha menjawab tanggapan yang disampaikan oleh saudara Iin Nur Hidayat, saudara Pri.S dan saudara Miftahul Bayan yang disampaikan pada tanggal 22 Juni 1999.

Beberapa kesimpulan dari tanggapan mereka saya ringkaskan dibawah sebagai berikut,

"Setelah saya membaca beberapa artikel dan tanggapan saudara atas beberapa pertanyaan dari beberapa orang terhadap anda, maka saya memiliki beberapa argumen sebagai berikut. Pertama, berkaitan dengan Masyumi, anda terkesan bahwa perjuangan Masyumi tidak sesuai dengan apa yang anda namakan Undang-undang Madinah dan Daulah Rasulullah (UUM & DR). Padahal bukankah Masyumi memperjuangkan nilai Islam, sedangkan mengenai tingkat kesempurnaannya, memang segala sesuatu butuh proses. Saya menganggap bahwa andaikata anda hidup pada zaman Masyumi anda akan menentang apa yang diperjuangkan Masyumi. Kedua, berkaitan dengan Darul Islam, anda terkesan memilih sikap yang sama terhadap Masyumi. Andaikata anda hidup pada zaman DI, maka andapun akan menentang DI. Jadi sebenarnya Indonesia sekarang ini adalah Indonesia yang sesuai dengan cita-cita anda, karena dari setiap perjuangan Islam yang muncul, anda selalu menentang, meskipun kadar penentangan anda berbeda dengan yang lain, akan tetapi secara praktis memiliki dampak yang sama yaitu gagalnya perjuangan demi tegaknya Islam (Iin Nur Hidayat, 22 Juni 1999).

Dari berbagai sudut pandang kayaknya cuma cari menang sendirti, bukan ngurusin rakyat yang nyoblos, malah cari kuasa sendiri-sendiri. Dari 48 partai, nomor satu sampai nomor empat delapan, sebelum kampanye dimulai sudah berkoar, apalagi pada saat kampanye para jurkam dan jurkim saling jual dagangannya yaitu partai partai, pertanyaannya apa betul ? Para anggota DPR yang nantinya duduk dikursi empuk dengan penghasilan yang nota bene lebih dari cukup, nyatanya yang ada aja dari dulu kala sudah tiga puluh tahun, selalu menjawab setuju apabila Presiden minta persetujuan dan yang paling ngetop kalau sidang sambil 'molor' alias ngantuk. Bagaimana dengan partai yang tiga biji yang sudah tiga puluh tahun itu, apa masih ngantuk? Karena tiga partai yang sudah berngantuk-ngantuk dan bersetuju-setujuan selama tigapuluh tahun, hanya satu yang punya jago yaitu, BJ Habibie (Golkar) dan yang lucu PDI Suryadi dan PPP tidak punya jago. Kenapa terahir PPP hanya mengatakan bahwa Putra terbaik dan beragama Islam. Jadi kalau cuma gitu yah gimana (Putra terbaik banyak dan yang beragama Islam juga banyak). Tolong sampaikan kepada PPP, tunjukan jiwa besar anda dan juga PDI Budiharjono jagonya jangan nebeng (Pri.S, 22 Juni 1999).

Dengan ikut ambil bagian dalam pemilu yang pada kenyataannya sekarang tidak lain adalah sebagai suatu legitimasi bagi pemerintahan Orde Bangkrut (orba dan orla) untuk berkuasa kembali, ada yang menjadi golongan yang panik karena kemenangan  PDI-P, Golkar, PKB yang  mencederai demokrasi buatanya sendiri. Yang dapat saya lihat ada semacam sikap eksklusif dan egoisme partai, bukan memikirkan bagaimana menyelamatkan mereka, umat Islam yang tidak tahu atau bingung, dimana akhirnya lari ke partai sekuler. Ketika saya tanya, apakah dengan ikut pemilu umat Islam bisa mencapai tujuan hidupnya?. Mereka menjawab dengan dalil sejarah Umar RA bahwa, pemilu adalah jalan terbaik dari yang terburuk (ketika Umar menyodorkan dua pilihan yang buruk yang harus dipilih terbaik diantara keduanya). Dalam hal  ini tidak tepat dalil tersebut karena pilihan  yang diberikan Umar bersifat teknis (cabang )  bukan prinsipil seperti yang diberikan JIbril kepada Nabi Muhammmad SAW, arak atau susu?. Tetapi dalam kasus bangsa Indonesia pilihan itu tepatnya Mensens (alkohol ringan ) atau Vodka (alkohol  berat), artinya pilihan yang keduanya haram selama akar prinsipil-nya haram. Singkat kata mereka, partai-partai Islam bukan saja terjebak dalam demokrasi buatannya sendiri tetapi telah mencoreng nilai-nilai Islam dengan berbuat tidak fair dalam penyelenggaraan pemilu. Saya setuju dengan tanggapan pak Ahmad (dalam tulisan "[990617] Kita lihat mampukah Megawati dengan PDIP-nya yang sekuler mengeluarkan Daulah Pancasila dengan UUD'45-nya yang sekuler dari kebangkrutan") yaitu, siapapun yang menang dalam pemilu itulah yang harus diterima karena rakyat yang tinggal di Republik ini telah bersepakat sebelumnya dengan kemusyrikan yaitu menghamba pada konsepsi buatan manusia dan bersyahadah VOX POPPULI VOX DEI (suara rakyat adalah suara Tuhan). Bukankah Allah telah berfirman "dan kebanyakan manusia tidak akan beriman  kecuali dalam keadaan menserikatkan Aku". Lalu bagaimanakah jalan keluarnya menyelamatkan  rakyat bangsa ini dari perbudakan ditengah perpecahan yang dialami umat Islam bangsa ini? (Miftahul Bayan, 22 Juni 1999)

Baiklah, saudara Iin Nur Hidayat, saudara Pri S. dan saudara Miftahul Bayan.

Dalam tulisan "[990503] Darul Islam dan Masyumi dipandang dari Undang Undang Madinah Daulah Islam Rasulullah". Dimana saya menulis,

"Sekarang, bagaimana menurut pandangan Undang Undang Madinah terhadap Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia, 7/11/1945 - 17/8/1960) dan Darul Islam?.

Dari hasil uraian singkat diatas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa "Masyumi hendak mencapai maksudnya melalui jalan yang sesuai dengan Undang Undang Dasar dan semua Undang Undang Negara RI dan tidak dengan jalan kekerasan, atau dengan jalan membentuk Negara dalam Negara RI" (Hikmah, 1952) adalah jelas bertentangan dengan metode Rasulullah dalam membangun Daulah Islam Rasulullah dengan Undang Undang Madinah-nya, yaitu  Rasulullah tidak mengajarkan dan mencontohkan Sistem Islam digabungkan dan atau dicampurkan adukan dengan sistem ideologi lain, seperti pancasila yang dijadikan falsafah dan dasar negara RI dan UUD'45-nya yang sekuler atau sistem demokrasi barat yang dianut oleh hampir semua negara-nagara sekuler di dunia sekarang ini.

Sedangkan terhadap NII, seperti yang telah saya tulis dalam tulisan "[990427] Apakah benar kebangkitan ummat Islam di Indonesia yang benar dimulai lima belas tahun terakhir ini ?". Dimana saya mengatakan bahwa,

"Dimana menurut NII Kekuasaan jang tertinggi membuat hukum, dalam Negara Islam Indonesia, ialah Madjlis Sjuro (Parlemen). Seperti tercantum dalam Bab I Negara, Hukum dan Kekuasaan. Pasal 3. Ayat 1. Kekuasaan jang tertinggi membuat hukum, dalam Negara Islam Indonesia, ialah Madjlis Sjuro (Parlemen). Ayat 2. Djika keadaan memaksa, hak Madjlis Sjuro boleh beralih kepada Imam dan  Dewan Imamah. Sedangkan keputusan diambil dengan suara terbanyak. Seperti tercantum dalam Anggaran Dasar Bab II. Madjlis Sjuro. Pasal 4. Ayat 4. Keputusan Madjlis Sjuro diambil dengan suara terbanjak.

Sedangkan menurut Undang Undang Madinah dalam hal penentuan dan pengambilan hukum dalam Undang Undang Madinah Bab IV PERSATUAN SEGENAP WARGANEGARA pasal 23 disebutkan bahwa apabila timbul perbedaan pendapat di antara kamu di dalam suatu soal, maka kembalikanlah penyelesaiannya pada (hukum) Tuhan dan (keputusan) Muhammad SAW.

Jadi apapun persoalan dan hukum yang akan dibuat, maka harus dikembalikan kepada (hukum) Allah dan (keputusan) Muhammad SAW, inilah yang disebut dengan kedaulatan ada ditangan Allah, jadi bukan dengan melalui pengambilan suara terbanyak seperti yang terdapat dalam Kanun Azasy NII diatas.

Jadi kesimpulan akhir adalah marilah kita luruskan kembali metode perjuangan dengan metode perjuangan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dalam membangun Daulah Islam Rasulullah dengan Undang Undang Madinah-nya".

Nah, dari tulisan diatas, saya bukan "menentang apa yang diperjuangkan Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia, 7/11/1945 - 17/8/1960) (dan)... menentang DI", seperti yang dikatakan oleh saudara Iin Nur Hidayat, tetapi memberikan suatu pandangan dan pemikiran bahwa Rasulullah tidak mengajarkan dan mencontohkan Sistem Islam digabungkan dan atau dicampurkan adukan dengan sistem ideologi lain, seperti pancasila yang dijadikan falsafah dan dasar negara RI dan UUD'45-nya yang sekuler atau sistem demokrasi barat yang dianut oleh hampir semua negara-nagara sekuler di dunia sekarang ini, seperti perjuangan Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia, 7/11/1945 - 17/8/1960). Juga apapun persoalan dan hukum yang akan dibuat, maka harus dikembalikan kepada (hukum) Allah dan (keputusan) Muhammad SAW, inilah yang disebut dengan kedaulatan ada ditangan Allah, jadi bukan dengan melalui pengambilan suara terbanyak seperti yang terdapat dalam Kanun Azasy NII.

Sebagai tambahan dapat dibaca tulisan,
[990506] Islam tidak mengajarkan pemeluknya untuk menetapkan dan membuat suatu hukum harus selalu melalui pengambilan suara mayoritas seperti yang diajarkan oleh sistem demokrasi barat.
[990510] Sekali lagi tentang Islam tidak mengajarkan pemeluknya untuk menetapkan dan membuat suatu hukum harus selalu melalui pengambilan suara mayoritas seperti yang diajarkan oleh sistem demokrasi barat.
Tulisan-tulisan itu dapat dibaca di http://www.dataphone.se/~ahmad/daftar.htm

Nah sekarang, kalau pandangan dan pikiran saya ini tidak diterima oleh para penerus Masyumi dan DI yang masih ada sekarang, maka perbedaan ini tidak berarti akan menjadikan suatu pertentangan, melainkan, mari kita sama-sama saling lurus-meluruskan dan tetap mengikuti metode perjuangan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dalam membangun Daulah Islam Rasulullah dengan Undang Undang Madinah-nya.

Kemudian saudara Pri S menyinggung tentang "Para anggota DPR yang nantinya duduk dikursi empuk dengan penghasilan yang nota bene lebih dari cukup, nyatanya yang ada aja dari dulu kala sudah tiga puluh tahun, selalu menjawab setuju apabila Presiden minta persetujuan dan yang paling ngetop kalau sidang sambil 'molor' alias ngantuk".

Tanggapan saya adalah, apabila kedudukan, kekuasaan dan kekayaan yang menjadi tujuan dari para anggota dan pemimpin partai-partai politik yang berhasil masuk kedalam lembaga trias politika ini, saya pikir tidak ada bedanya, walaupun ada pergantian anggota lembaga legislatif  melalui pemilu. Karena memang tujuan untuk masuk kedalam lembaga legislatif ini adalah untuk memperoleh kedudukan, kekuasaan dan kekayaan (walaupun Indonesia sudah bangkrut), bukan benar-benar memperjuangkan nasib rakyat yang telah memilih partainya, seperti yang disinyalir oleh saudara Pri S.

Terakhir saudara Miftahul Bayan menyatakan bahwa "Dengan ikut ambil bagian dalam pemilu yang pada kenyataannya sekarang tidak lain adalah sebagai suatu legitimasi bagi pemerintahan Orde Bangkrut (orba dan orla) untuk berkuasa kembali, ada yang menjadi golongan yang panik karena kemenangan  PDI-P, Golkar, PKB yang  mencederai demokrasi buatanya sendiri. Yang dapat saya lihat ada semacam sikap eksklusif dan egoisme partai, bukan memikirkan bagaimana menyelamatkan mereka, umat Islam yang tidak tahu atau bingung, dimana akhirnya lari ke partai sekuler".

Tanggapan saya untuk saudara Miftahul Bayan adalah, memang itu adalah harga demokrasi barat yang harus dibayar. Mereka mengerti dan paham apa itu demokrasi barat, tetapi ketika dipraktekan, mereka merasa telah dihajar habis-habisan oleh demokrasi, karena mereka masih belum sadar dan merasakan bagaimana pahit dan kerasnya demokrasi barat itu. Nasi sudah menjadi bubur. Apapun yang terjadi, itu harus diterima. Karena memang hasil perjanjian bersama sebagian besar rakyat Indonesia. Demokrasi barat harus tegak, dipertahankan dan diterapkan. Kendatipun dibayar dengan harga yang mahal dengan otak yang akan diisi oleh racun sekuler.

Inilah sedikit jawaban dari saya untuk saudara Iin Nur Hidayat, saudara Pri.S dan saudara Miftahul Bayan.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se