Stockholm, 26 Juni 1999

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

MAJLIS SYURO BUKAN LEMBAGA TERTINGGI PEMBUAT HUKUM.
Ahmad Sudirman
Modular Ink Technology Stockholm - SWEDIA.

 

Jawaban untuk saudara Jefri Ferli (Indonesia).

Tulisan "[990623] Sekali lagi contohlah Rasulullah dalam membangun Daulah Islam dengan Undang Undang Madinah-nya" telah ditanggapi dan dipertanyakan oleh saudara Jefri Ferli pada tanggal 25 Juni 1999. Tanggapan dan pertanyaan saudara Jefri Ferli adalah,

(Ahmad Sudirman menulis) "Dimana menurut NII Kekuasaan jang tertinggi membuat hukum, dalam Negara Islam Indonesia, ialah Madjlis Sjuro (Parlemen). Seperti tercantum dalam Bab I Negara, Hukum dan Kekuasaan. Pasal 3. Ayat 1. Kekuasaan jang tertinggi membuat hukum, dalam Negara Islam Indonesia, ialah Madjlis Sjuro (Parlemen). Ayat 2. Djika keadaan memaksa, hak Madjlis Sjuro boleh beralih kepada Imam dan  Dewan Imamah. Sedangkan keputusan diambil dengan suara terbanyak. Seperti tercantum dalam Anggaran Dasar Bab II. Madjlis Sjuro. Pasal 4. Ayat 4. Keputusan Madjlis Sjuro diambil dengan suara terbanjak.

Sedangkan menurut Undang Undang Madinah dalam hal penentuan dan pengambilan hukum dalam Undang Undang Madinah Bab IV PERSATUAN SEGENAP WARGANEGARA pasal 23 disebutkan bahwa apabila timbul perbedaan pendapat di antara kamu di dalam suatu soal, maka kembalikanlah penyelesaiannya pada (hukum) Tuhan dan (keputusan) Muhammad SAW".

Apakah menurut Pak Ahmad, seharusnya bunyi dari Anggaran Dasar Bab II. Madjlis Sjuro. Pasal 4. Ayat 4. adalah "Keputusan Madjlis Sjuro dikembalikan kepada (hukum) Tuhan dan (keputusan) Muhammad SAW"? Jika demikian, dapatkah Pak Ahmad menjelaskan secara gamblang bagaimana implementasi dari ayat tsb? Mengingat Allah tidak secara langsung memberikan keputusan kepada Madjlis Sjuro dan Muhammad SAW pun tidak lagi bersama-sama kita untuk bisa memutuskan. Jadi pada akhirnya ditangan Madjlis Sjuro-lah (wujud) keputusan itu dibuat, bukan oleh Qur'an dan Sunnah.

Jika bukan demikian, bagaimanakah bunyi (koreksi) ayat tsb seharusnya menurut Pak Ahmad? Terus terang saya masih bingung dengan kedudukan Allah, Rasul, dan Madjlis Sjuro di dalam pembuatan hukum dalam Daulah Islam Rasulullah".

Terimakasih saya ucapkan kepada saudara Jefri Ferli atas tanggapan dan pertanyaannya.

Baiklah, harus dibedakan dahulu antara sistem trias politika yang dianut oleh hampir semua negara-negara yang ada didunia sekarang dengan sistem Khilafah Islam yang telah dibangun oleh Rasulullah SAW yang diteruskan dan dikembangkan oleh Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar bin Khattab, Khalifah Usman bin Affan, Khalifah Ali bin Abi Thalib (11 H-40 H, 632 M-661 M). Yang mendasari Negara Islam atau Khilafah islam ini adalah akidah Islam, dimana segala sesuatu yang menyangkut masalah struktur, sistim, dan pertanggungjawaban masalah kenegaraan bersumber dari aqidah Islam.

Dalam Khilafah Islam tidak dikenal nama lembaga legislatif pembuat undang undang dengan melalui pengambilan suara mayoritas seperti yang ada dalam sistem trias politika. Karena dalam Khilafah Islam adalah Allah yang berdaulat. Artinya segala sesuatu harus didasarkan kepada hukum-hukum Allah (Al Qur'an) dan Rasul-Nya (Sunnah). Jadi, Khalifah sebagai kepala tertinggi dalam Khilafah Islam hanyalah mengangkat dan menerapkan serta melaksanakan hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah. Bukan pembuat hukum. Sedangkan Majlis Syuro yang merupakan Ulil Amri yang anggotanya dipilih oleh rakyat bukan sebagai lembaga tertinggi pembuat undang undang atau hukum, seperti yang terdapat dalam sistem trias politika, melainkan suatu badan musyawarah tempat membicarakan segala urusan baik yang disampaikan oleh rakyat maupun yang timbul dari para anggota majlis syuro yang nantinya dikonsultasikan dengan Khalifah.

Apabila urusan-urusan yang disampaikan oleh rakyat atau yang timbul dari para anggota Majlis Syuro tidak ada nas-nya (dasar Al Qur'an dan hadist) yang kuat, maka para mujtahid dan para akhli dalam bidang masing-masing dari anggota Majlis Syuro melakukan ijtihad untuk mencari hukum dengan membandingkan dan meneliti ayat-ayat dan hadist-hadist yang umum serta menyesuaikan dan mempertimbangkan dengan perkara yang sedang dibicarakan kemudian diqiaskan dengan hukum yang sudah ada yang berdekatan dengan perkara yang sedang dibicarakan itu.

Apabila dalam melakukan ijtihad ini timbul beberapa pendapat yang berbeda, dimana masing-masingnya memiliki ayat-ayat dan hadist-hadist yang umum yang kuat, maka jalan keluarnya adalah sebagaimana yang difirmankan Allah "Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (An Nisaa',4:59).

Artinya, berdasarkan surat An Nisaa',4: 59 diatas menggambarkan salah satu peranan Pimpinan Daulah Islam atau Khalifah di Khilafah Islam sebagai kepala pimpinan (yang harus ditaati) diatas ulil amri dan semua rakyat yaitu  menentukan dan mengambil suatu keputusan dari beberapa pendapat yang berbeda dari para anggota Majlis Syuro untuk diputuskan berdasarkan keyakinannya dengan ditunjang oleh dasar nas yang kuat.

Jadi apabila sampai ke jalan buntu dalam mencapai keputusan, maka penyelesaiannya bukan melalui pemungutan suara, tetapi diserahkan kepada Khalifah untuk memutuskan pendapat mana yang akan dipakai dan ditetapkan yang nantinya akan diterapkan di Khilafah Islam untuk ditaati oleh seluruh rakyat termasuk Khalifah dan seluruh penguasa di Khilafah Islam.

Nah, tentu saja akan timbul suatu pemikiran dari orang-orang yang mendukung sistem trias politika, yaitu karena kedaulatan rakyat telah diganti oleh kedaulatan Allah dimana lembaga legislatif telah hilang sehingga rakyat melalui wakil-waklinya yang duduk dilembaga tersebut tidak lagi mempunyai hak suara untuk memilih dan menetapkan suatu hukum, melainkan didasarkan kepada Al Qur'an dan Hadist dan apabila timbul perbedaan pendapat dari para anggota penyelesaiannya diserahkan kepada Khalifah, maka menjadilah Khalifah seorang diktator.

Kesimpulan dari pemikiran orang-orang pendukung trias politika tersebut adalah tidak benar. Mengapa? Karena Khalifah bukanlah pembuat undang undang atau hukum melainkan hanya sebagai pengangkat dan pelaksana hukum-hukum yang telah digariskan oleh Allah (Al Qur'an) dan Rasul-nya (sunnah). Apabila perbuatan Khalifah telah menyimpang dari apa yang telah digariskan oleh Allah (Al Qur'an) dan Rasul-nya (sunnah), maka dengan segera harus diturunkan dari kedudukannya sebagai Khalifah.

Nah sekarang, apa yang tercantum dalam Qanun Asasy NII  dalam Bab I Negara, Hukum dan Kekuasaan. Pasal 3. Ayat 1. Kekuasaan jang tertinggi membuat hukum, dalam Negara Islam Indonesia, ialah Madjlis Sjuro (Parlemen). Ayat 2. Djika keadaan memaksa, hak Madjlis Sjuro boleh beralih kepada Imam dan  Dewan Imamah. Bab II. Madjlis Sjuro. Pasal 4. Ayat 4. Keputusan Madjlis Sjuro diambil dengan suara terbanjak. Menurut sistem Khilafah Islam adalah bertentangan, karena dalam Khilafah Islam tidak ada lembaga tertinggi pembuat undang undang atau hukum, yang ada hanyalah pelaksana hukum-hukum Allah (Al Qur'an) dan Rasul-Nya (sunnah). Karena itu menurut saya dalam Qanun asasy NII Bab I  Pasal 3. Ayat 1. Kekuasaan jang tertinggi membuat hukum, dalam Negara Islam Indonesia, ialah Madjlis Sjuro (Parlemen). Bab II. Madjlis Sjuro. Pasal 4. Ayat 4. Keputusan Madjlis Sjuro diambil dengan suara terbanjak. Semuanya harus diganti dengan Majlis Syuro adalah badan musyawarah bersama, apabila ada sesuatu perkara yang tidak ada nas-nya (dasar Al Qur'an dan hadist) yang kuat, maka para mujtahid dan para akhli dalam bidang masing-masing dari anggota Majlis Syuro melakukan ijtihad untuk mencari hukum dengan membandingkan dan meneliti ayat-ayat dan hadist-hadist yang umum serta menyesuaikan dan mempertimbangkan dengan perkara yang sedang dibicarakan kemudian diqiaskan dengan hukum yang sudah ada yang berdekatan dengan perkara yang sedang dibicarakan itu. Apabila timbul perbedaan pendapat dari para anggota Majlis Syuro, maka penyelesaiannya diserahkan kepada Khalifah untuk diputuskan.

Inilah sedikit jawaban dari saya untuk saudara Jefri Ferli.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se