Stockholm, 18 Agustus 1999

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

UUM DIBICARAKAN (BAG 1)
Ahmad Sudirman
Modular Ink Technology Stockholm - SWEDIA.

 

Jawaban untuk saudara Wise.

Kembali saudara Wise yang berdomisili di wise@mailandnews.com telah memberikan tanggapannya terhadap tulisan "[990817] UUM dibicarakan". Dapat dibaca di http://www.dataphone.se/~ahmad/990817a.htm .

Memang maksud tulisan ini merupakan salah satu bagian dari usaha untuk memasyarakatkan Khilafah Islam, Pemerintahan Islam, Hukum-hukum Islam dan Undang Undang Madinah kepada sesama muslim dimanapun berada.

Tetapi karena diskusi yang diadakan di ahmad@dataphone.se adalah merupakan wadah diskusi untuk umum, maka siapapun bisa memberikan buahpikirannya untuk kebaikan umat Indonesia umumnya dan umat Islam khususnya serta umat agama-agama lainnya.

Dengan adanya tanggapan dari saudara Wise pemeluk Tao (Wise, 18 Agustus 1999) terhadap Undang Undang Madinah (UUM) Daulah Islam Rasulullah (DIR), diharapkan timbul keterbukaan untuk saling memberikan buah pikirannya diantara umat Indonesia yang berlainan agama tanpa didahului dengan adanya sikap negatif satu sama lain.

Nah sekarang, dalam lanjutan diskusi tentang UUM ini saya akan memberikan tanggapan kembali terhadap buah pikiran saudara Wise yang telah disampaikan kepada saya pada tanggal 18 Agustus 1999. Dimana tanggapan saudara Wise dan tanggapan saya, disimpulkan dibawah ini.

TANGGAPAN Ahmad:
Baiklah saudara Wise, jawaban saya terhadap kata pembukaan Wise diatas adalah berbicara Islam tidak bisa dipisahkan dari pada masalah individu, masyarakat, sosial, budaya, ekonomi, politik, pemerintahan dan negara. Dasar yang paling penting dalam Islam adalah aqidah Islam. Dalam rangka beribadah, bertaqwa dan mencari ridha Allah, saya berusaha salah satunya memasyarakatkan Khilafah Islam, Pemerintahan Islam, hukum-hukum Islam dan Undang Undang Madinah kepada sesama muslim dimanapun berada.

TANGGAPAN Wise:
Nah...Sdr. Ahmad, masalah itulah yang sering menimbulkan pertentangan di berbagai milis. Perkataan anda pada akhir kalimat, "kepada sesama muslim di manapun berada" itu mengandung visi yang bagus, hanya saja, masalahnya di Indonesia tidak semua rakyat adalah muslim, kalau anda tetap berpegang teguh pada kata-kata anda tersebut, tentunya hanya ada 2 kemungkinan solusi, dan keduanya akan mengandung kekerasan, yaitu:
1. Semua non-muslim harus pergi dari Indonesia , atau
2. Semua non-muslim harus menjadi muslim. BENARKAH INI YANG DIAJARKAN AGAMA ANDA?

Saya setuju dengan cara pikir anda, bahwa agama perlu diamalkan di segala sendi kehidupan, agar hidup kita tidak terjerumus. Perbedaan di antara kita adalah, bahwa anda mengartikannya dalam lingkup 'terbatas' pada aspek fisik.
Artinya harus ada wujud nyata, UU islam, Pemerintah Islam, Negara Islam, dst.

Sedangkan bagi saya (taoist), bukan wujud fisik itulah yang menjamin kehidupan beragama akan berhasil, melainkan kesadaran tiap umatnya. Karena itu, bila anda pernah melihat simbol IM-YANG, simbol itulah yang melambangkan cara berpikir, bertindak, ataupun mengambil putusan umat Tao, artinya kita selalu memperhatikan keseimbangan alam sekitar dan diri sendiri, serta berusaha selalu berpikir 'wajar / alami' serta logis. Untuk mencapai kehidupan beragama yang berhasil, kita memulainya dari diri sendiri (tiap individu), contohnya janganlah kita mengkritik polisi korup, tapi kita sendiri ikut memberi 'uang damai'. Artinya percuma dibuat UU melarang polisi korup, kalau diri kita sendiri memberi peluang 'pelecehan hukum' (seberat dan seketat apapun ancaman hukumannya akan tiada guna). Karena hukum (UU), pemerintahan,dan negara, itu adalah 'produk' manusia, maka sesungguhnya yang terpenting justru adalah 'manusia'nya sendiri (sebagai produk Tuhan).

TANGGAPAN Ahmad:
Memang karena adanya perbedaan berpijak, maka lahirlah perbedaan pandangan. Saudara Wise sebagai seorang Taoist melihat sesuatu berdasarkan IM-YANG-nya, sedangkan saya yang seorang muslim melihat sesuatu berdasarkan aqidah Islam-nya. Tentu saja adanya perbedaan dasar berpijak ini tidak diharapkan menjadi suatu alasan yang besar untuk tidak membuka dialog yang sehat dan baik. Misalnya perbedaan dalam pandangan apabila negara Islam berdiri, maka semua rakyat yang non muslim harus menjadi muslim. Jelas, pandangan ini adalah salah. Dalam Islam tidak ada paksaan untuk menjadi muslim. Agama kamu untuk kamu, agama kami untuk kami.

Dalam penerapan dan pelaksanaan nilai-nilai, ajaran-ajaran dan hukum-hukum perlu adanya suatu lembaga pelaksana dan peradilanhukumnya. Nah, dari apa yang telah dicontohkan Muhammad SAW dengan lahirnya Daulah Islam pertama di dunia, menunjukkan bahwa Islam bukan agama untuk individu yang terpisah dari masyarakat, pemerintahan dan negara. Jadi adanya usaha untuk membangun kembali Daulah Islam, pemerintahan Islam, Hukum-hukum Islam merupakan suatu usaha yang telah dicontohkan Muhammad SAW dalam rangka menerapkan nila-nilai, ajaran-ajaran dan hukum-hukum yang telah digariskan Allah. Jadi usaha tersebut bukan suatu usaha "dalam lingkup 'terbatas' pada aspek fisik" seperti yang saudara Wise sebutkan diatas.

Sekarang kita masuk ke UUM.

BAB I PEMBENTUKAN UMMAT
Pasal 1 Sesungguhnya mereka adalah satu bangsa negara (ummat), bebas dari (pengaruh dan kekuasaan) manusia lainnya.

TANGGAPAN Ahmad:
UUM lahir atas dasar aqidah Islam dan ukhuwah Islam. Itulah yang menyatukan umat (Muhajirin, Anshar dan kaum Yahudi) yang berada di daerah Yatsrib dalam Daulah Islam yang bebas dari pengaruh dan kekuasaan Daulah Quraish.

TANGGAPAN Wise:
Oleh karena itu, saya tidak setuju dengan usul anda, karena UUM 'hanya' mencakup urusan di daerah asalnya. Saya lebih setuju dengan judul tulisan anda, khususnya kata  "DIBICARAKAN", artinya UUM memang perlu dibicarakan / disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Dan saya pikir, pada akhirnya, setelah disesuaikan, hasilnya akan mirip / kurang lebih sama dengan Pancasila (yang notabene tidak anda kehendaki).

TANGGAPAN Ahmad:
Dalam membicarakan UUM ini yang terpenting adalah lahirnya UUM ini atas dasar aqidah Islam dan ukhuwah Islam. Jadi dimanapun kita membicarakan dan menerapkan UUM ini tidak menjadi masalah, karena memang aqidah Islam dan ukhuwah Islam dimanapun sama.

BAB II HAK ASASI MANUSIA
Pasal 2
Kaum Muhajirin dari Quraisy tetap mempunyai hak asli mereka, yaitu saling tanggung-menaggung, membayar dan menerima uang tebusan darah (diyat) di antara mereka (karena suatu pembunuhan), dengan cara yang baik dan adil di antara orang-orang beriman.

TANGGAPAN Ahmad:
UUM menjamin hukum-hukum yang biasa dipakai dalam setiap kabilah atau suku yang ikut dalam perjanjian dan penandatanganan UUM. Inilah salah satu dasar menghargai hak asasi setiap manusia yang hidup dalam masing-masing kabilah atau suku.

TANGGAPAN Wise:
Jawaban anda tidak jelas dan tidak secara tegas menjawab pertanyaan saya. Sebenarnya pertanyaan saya kan gampang menjawabnya, yaitu "benar" atau "salah". Setelah itu baru anda beri penjelasan / alasannya. OK, sekarang pertanyaan saya jadi makin bertambah nih. Berdasarkan jawaban anda, sebenarnya mana yang akan dipakai hukum suku atau hukum UUM, kok justru makin kacau balau? Dan bagaimana jika antara hukum suku yang satu dengan lainnya bertentangan, mana yang dipakai ?

TANGGAPAN Ahmad:
Hukum yang dihasilkan dari Bab II pasal 2 ini adalah hukum yang mengakui hukum yang biasa dipakai dalam setiap suku. Misalnya suku yang menggunakan hukum Kristen dalam masalah warisan. Maka menurut hukum yang berdasar kepada Bab II pasal 2 ini suku yang menerapkan hukum warisan berdasarkan agama Kristen itu bisa diterapkan hukum warisannya itu dalam sukunya.

BAB III PERSATUAN SEAGAMA

TANGGAPAN Ahmad:
Persatuan seagama berarti persatuan berdasarkan aqidah Islam bagi umat muslim dengan menghormati dan membebaskan penuh penganut agama lain untuk melaksanakan ajarannya.

TANGGAPAN Wise:
Sekali lagi, karena dalam konteks 'hukum' suatu kata bisa digunakan untuk memutarbalikkan keadaan, maka sebaiknya UUM disesuaikan dulu sebelum diusulkan, agar tidak timbul ambiguitas (makna ganda). Kalau maksudnya seperti perkataan anda, maka judulnyapun harus menggambarkan makna itu.

TANGGAPAN Ahmad:
Persatuan seaqidah Islam dengan menghormati agama lain..

Pasal 13
1. Segenap orang-orang beriman yang bertaqwa harus menentang setiap orang yang berbuat kesalahan, melanggar ketertiban, penipuan, permusuhan atau pengacauan di kalangan masyarakat orang-orang beriman.
2. Kebulatan persatuan mereka terhadap orang-orang yang bersalah merupakan tangan yang satu, walaupun terhadap anak-anak mereka sendiri.

TANGGAPAN Ahmad:
Inilah yang disebut dengan keadilan tanpa memandang orang.

TANGGAPAN Wise:
Tidak ada tanggapan.

Pasal 14
1. Tidak diperkenankan seseorang yang beriman membunuh seorang beriman lainnya karena lantaran seorang yang tidak beriman.
2. Tidak pula diperkenankan seorang yang beriman membantu seorang yang kafir untuk melawan seorang yang beriman lainnya.

TANGGAPAN Ahmad:
Itulah jaminan keselamatan jiwa yang melarang dengan mudah mengangkat sejata. Adapun kasus Soeharto harus dilihat dari BAB III pasal 13 diatas.

TANGGAPAN Wise:
Sdr. Ahmad, coba anda tanyakan ke ahli hukum, maka akan jelas bahwa pasal 14 itu justru membuat 'lubang' hukum, yang memberikan kesempatan penyelewengan hukum. Kalau maksudnya untuk menjamin keselamatan jiwa, maka harus dinyatakan dengan tegas, seperti maksud anda itu, bukan dengan kata-kata yang dapat diartikan lain. Atau dengan kata lain, pasal 14 UUM ini masih LEMAH. LAGIPULA pada ayat (1) di situ ada indikasi penganaktirian. YAITU "tidak boleh membunuh jika karena lantaran seorang yang tidak beriman", (tapi boleh membunuh jika karena lantaran orang beriman ?). Lantas, bagaimana jika ayat ini disalahgunakan oleh orang yang mengaku beriman, tapi berhati jahat. BUKANKAH INI SATU BUKTI LAGI KELEMAHAN UUM. Kalau maksudnya untuk melindungi semua orang, maka tidak perduli ia beriman atau kafir, kalau salah tetap salah, kalau benar tetap benar. Itulah hukum yang adil.

TANGGAPAN Ahmad:
Maksud ayat 1, orang beriman dilarang membunuh orang beriman lainnya karena alasan orang tidak beriman. Maksud ayat 2, orang beriman dilarang membantu orang kafir untuk melawan orang beriman lainnya. Contoh 1, muslim A disuruh (baik dengan dibayar atau dipaksa) oleh non-muslim C untuk membunuh muslim B. Contoh 2, muslim A membantu orang kafir C untuk melawan muslim B.
 
Pasal 15
1. Jaminan Tuhan adalah satu dan merata, melindungi nasib orang-orang yang lemah.
2. Segenap orang-orang yang beriman harus jamin-menjamin dan setiakawan sesama mereka daripada (gangguan) manusia lainnya.

TANGGAPAN Ahmad:
Memberikan perlindungan dan bantuan terhadap nasib orang-orang lemah tanpa melihat orangnya. Memberikan jaminan dan setia kawan kepada setiap warga yang memerlukan perlindungan dan pertolongan dalam hal kebaikan bukan keburukan.

TANGGAPAN Wise:
Nah....berarti memang pasal ini masih perlu penyempurnaan, agar maksudnya lebih jelas dan adil bagi semua warga seperti yang anda kemukakan.

TANGGAPAN Ahmad:
Hukum yang lahir dari BAB III pasal 15 ayat 1 diatas adalah perlindungan yang merata terhadap setiap warga yang lemah. Sedangkan dari ayat 2 adalah menjamin dan setiakawan terhadap sesama warga.

BAB IV PERSATUAN SEGENAP WARGANEGARA
Pasal 16
Bahwa sesungguhnya kaum-bangsa Yahudi yang setia kepada (negara) kita, berhak mendapatkan bantuan dan perlindungan, tidak boleh dikurangi haknya dan tidak boleh diasingkan dari pergaulan umum.

TANGGAPAN Ahmad:
Kebangsaan bukan dasar untuk menyatukan umat, melainkan aqidah Islam dan ukhuwah Islam yang menjadi dasar dan talipengikat persatuan, tanpa memandang suku, bangsa, ras dan nasionalitas. Setiap orang yang ingin dan setia yaitu mematuhi peraturan yang berlaku bisa tinggal dan hidup di Daulah Islam dengan aman.

TANGGAPAN Wise:
Apakah ini bukan berarti anda telah kembali bersikap apriori terhadap hal selain Islam ? Padahal negara seperti Amerika yang terdiri dari berbagai suku, bangsa, ras, agama, dan nasionalitas bisa tersatukan oleh "KEPENTINGAN DAN HARAPAN HIDUP BERSAMA SECARA DAMAI & MAKMUR".

COBA RENUNGKAN CONTOH BERIKUT:
1. Saat masih sekolah, ketika kelas anda bertarung dengan kelas lain, maka anak-anak dalam satu kelas akan bersatu mendukung kelasnya, dan menentang kelas lainnya, tapi..
2. Ketika sekolah berhadapan dengan sekolah lain, maka antar kelas tidak lagi terjadi pertentangan, tapi persatuan membela sekolah., dan..
3. Ketika daerah (misal kodya) bertanding dengan daerah lain, maka antar sekolah tidak lagi bertentangan, tapi justru bersatu....dst
JADI kesimpulannya persatuan lebih diakibatkan adanya HARAPAN / KEPENTINGAN yang sama pada kelompok tersebut (sebesar apapun kelompoknya).

Kalau lantas anda mengusulkan islam sebagai pengikat, itu bisa terjadi kalau semuanya berharap / berkepentingan bahwa islam sebagai tujuannya. Sedangkan kenyataannya di Indonesia agamanya majemuk. Maka harus ada tujuan / harapan / kepentingan lain yang bisa menjadi tali persatuan bagi seluruh kelompok (rakyat INDONESIA).

TANGGAPAN Ahmad:
Seperti yang saya sebutkan diatas bahwa lahirnya UUM ini atas dasar aqidah Islam dan ukhuwah Islam. Jadi dimanapun kita membicarakan dan menerapkan UUM ini tidak menjadi masalah, selama didalamnya ada hubungan dengan tali ikatan aqidah Islam dan ukhuwah Islam.

Pasal 17
1. Perdamaian dari orang-orang beriman adalah satu.
2. Tidak diperkenankan segolongan orang-orang yang beriman membuat perjanjian tanpa ikut sertanya segolongan lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Tuhan, kecuali atas dasar persamaan dan adil di antara mereka.

TANGGAPAN Ahmad:
Perdamaian adalah dilakukan dan mengikat seluruh umat yang hidup dan tinggal di Daulah Islam. Tidak ada perdamaian yang terpisah melainkan harus melibatkan seluruh umat yang ada di Daulah Islam. Begitu juga dalam menghadapi peperangan harus melibatkan semua umat atas dasar persamaan dan keadilan.

TANGGAPAN Wise:
Jadi anda lebih setuju jika cara 'ikut campur' itu diterapkan, meskipun diimbuhi kata "atas dasar persamaan dan keadilan?"

COBA ANDA RENUNGKAN:
1. Keadilan itu sangat relatif, adil bagi satu orang, bisa tidak adil bagi orang lain.
2. Persamaan itu juga sangat luas, 'sama' dalam hal apa.

SAYA AKAN SETUJU, jika persamaan itu dalam arti persamaan nasib dan
kepentingan, misalnya sama-sama dirugikan. Kalau kita tidak dirugikan dan tidak serang, kemudian ikut menyerang itu kan juga tidak benar / tidak adil.

BAHKAN, kalau prinsip seperti itu yang dianut, maka dunia akan rentan terhadap terjadinya perang dunia, karena jika ada satu saja negara islam perang, negara islam lainnya akan ikut membela, dan sebagai balasan, mungkin negara kristen akan melakukan hal yang sama, kemudian hindu juga, budha juga, dst...AKHIRNYA HANCURLAH PERADABAN MANUSIA

SEBAGAI BAHAN RENUNGAN:
Seandainya anak anda (A) berkelahi dengan anak orang lain (B), kemudian bapak si B ikut campur (karena merasa satu daulah islam dengan anaknya) dan menghajar anak anda, apa itu anda anggap BENAR ?

TANGGAPAN Ahmad:
Penjelasan dari BAB IV pasal 17 ayat 2 diatas adalah setiap warga Daulah Islam diperlakukan sama dan adil didepan hukum, dan apabila Daulah Islam menghadapi bahaya dari luar, maka semua warga muslim dan non-muslim bersatu membuat perjanjian dengan dasar persamaan dan adil dalam menghadapi musuh.

BAB V GOLONGAN MINORITAS
Pasal 25
2. Kaum Yahudi bebas memeluk agama mereka, sebagai kaum Muslimin bebas memeluk agama mereka.
3. Kebebasan ini berlaku juga terhadap pengikut-pengikut/sekutu-sekutu mereka, dan diri mereka sendiri.

TANGGAPAN Ahmad:
Kebebasan beragama di hormati dan dibenarkan dalam Daulah Islam.

TANGGAPAN Wise:
Tidak ada tanggapan.

BAB VI TUGAS WARGA NEGARA
Pasal 36
1. Tidak seorang pun diperbolehkan bertindak keluar, tanpa ijinnya Muhammad SAW.
2. Seorang warga negara dapat membalaskan kejahatan luka yang dilakukan orang kepadanya.
3. Siapa yang berbuat kejahatan, maka ganjaran kejahatan itu menimpa dirinya dan keluarganya, kecuali untuk membela diri.

TANGGAPAN Ahmad:
Setiap tindakan keluar dengan mengatasnamakan Daulah Islam harus melalui persetujuan Pimpinan Daulah Islam. Setiap kejahatan yang dilakukan seseorang terhadap warga lainnya, maka warga yang teraniaya dapat membalas kejahatan melalui tindakan hukum yang berlaku. Akibat tindakan kejahatan seseorang bisa mendatangkan hukuman bagi dirinya dan pengaruh negatif kepada keluarganya.

TANGGAPAN Wise:
NAH......berarti sekali lagi UUM masih lemah dan perlu disempurnakan, karena
yang tertulis dan pengertian anda jelas berbeda.

Tapi rasanya argumen terakhir anda itu mengada-ada deh. Masak UUM mengatur masalah 'pengaruh negatif'. Kalau UUM mengatakan "maka ganjaran kejahatan itu menimpa dirinya dan keluarganya, kecuali untuk membela diri", rasanya tidak mungkin konsekuensinya 'pengaruh negatif', karena UU itu konsekuensinya adalah sanksi hukuman, apakah denda, kurungan, atau bahkan hukum mati, DAN JELAS BUKAN 'pengaruh negatif'. Kalau agama atau etika, memang sanksinya 'pengaruh negatif', tapi kalau UU tentu sanksinya fisik/material. JADI argumen anda di atas belum mengubah persepsi saya bahwa UUM itu masih barbar (biadab) dan masih perlu banyak penyempurnaan. Alias lebih lemah/buruk dari PANCASILA.

TANGGAPAN Ahmad:
Jatuhnya hukuman terhadap seseorang yang berbuat jahat adalah setelah melalui proses pengadilan yang adil. Apabila ternyata terbukti, misalnya kepala keluarga yang melakukan kejahatan, maka ia akan mendapat hukuman atau ganjaran, sedangkan istri dan anaknya akan mendapat pengaruh negatif, artinya disamping kehilangan kepala keluarga karena harus dihukum juga keadaan keluarga yang tadinya punya pengaruh yang baik dimata dimasyarakat, menjadi negatif pengaruhnya dimata masyarakat.

BAB IX POLITIK PERDAMAIAN
Pasal 45
1. Apabila mereka diajak kepada perdamaian (dan) membuat perjanjian damai (treaty), mereka tetap sedia untuk berdamai dan membuat perjanjian damai.
2. Setiap kali ajakan perdamaian seperti demikian, sesungguhnya kaum yang beriman harus melakukannya, kecuali terhadap orang (negara) yang menunjukkan permusuhan terhadap agama (Islam).
3. Kewajiban atas setiap warganegara mengambil bahagian dari pihak mereka untuk perdamaian itu.

TANGGAPAN Ahmad:
Itu menggambarkan politik perdamaian yang aktif diminta atau tidak diminta untuk mencapai perdamaian. Setiap warga berkewajiban mengambil peran untuk menciptakan perdamaian.

TANGGAPAN Wise:
Lagi-lagi menunjukkan betapa lemahnya UUM. Hukum itu bukan ditafsirkan, seperti kitab suci, di mana ada arti tersirat dan tersurat. Hukum itu diartikan secara lugas, berdasarkan apa yang tertulis / tersurat. Maka jika yang tersurat tidak benar / tidak sesuai dengan maksud sebenarnya (masih banyak kelemahan), ya jangan diusulkan. Perbaiki dulu, supaya semua orang yang sadar dan mengerti hukum, tahu dengan pasti apa artinya dan tidak terjebak oleh arti yang tersirat.

TANGGAPAN Ahmad:
1. Apabila dalam keadaan perang masing-masing pihak memakai taktik strategi militer. Tidak ada istilah arogan (angkuh, congkak, merasa superior) ketika terjadi perang. Masing-masing berhati-hati mengikuti perkembangan militer musuh. Jika ada pihak ketiga untuk mengajukan jalan keluar melalui perdamaian, maka pihak Daulah Islam segera menyambutnya.

2. Menurut saya permusuhan terhadap Islam berarti mendeklarasikan perang terhadap Daulah Islam. Muslim tidak menganggap Kristen sebagai musuh. Itu hanya dugaaan dan pikira saudara Wise saja.

KESIMPULAN Wise:
1. KALAU UUM mau diusulkan, masih perlu banyak penyempurnaan dan penyesuaian dengan kondisi Indonesia.
2. Karena ternyata UUM masih lebih lemah /buruk dari Pancasila, maka adalah tidak tepat, jika UUM diusulkan untuk menggantikan Pancasila.
3. Mengingat bahwa Pancasila adalah dasar negara, maka sebaiknya tidak diganti-ganti, kecuali kalau negara Indonesia mau dibubarkan dahulu, setelah itu baru dibentuk negara baru.
4. Karena Pancasila telah mencakup berbagai aspek, termasuk yang ada dalam UUM, maka UUM (yang telah disempurnakan) cukup diusulkan sebagai penambahan bagi TAP MPR / UUD yang berlaku. Tak perlu dilebih-lebihkan.

KESIMPULAN Ahmad:
Undang Undang Madinah yang berdasarkan aqidah Islam dan ukhuwah Islam merupakan acuan bagi Undang Undang dasar yang akan dipakai dalam Daulah Islam. Perbedaan antara Undang Undang Madinah dengan Pancasila adalah dasar lahirnya. Dimana UUM lahir karena aqidah Islam dan ukhuwah Islam, sedangkan Pancasila lahir karena ide Soekarno dan Panitia sembilannya (Soekarno, Hatta, Maramis, Abikusno Cokrosuyoso, Agus Salim, Kahar Muzakkir, Wahid Hasyim, Ahmad Subardjo, Mohammad Yamin). Daulah Islam tidaklah sama dengan Daulah Pancasila. Tidaklah mungkin Undang Undang Madinah diterapkan di Daulah Pancasila.

Inilah tanggapan saya terhadap komentar Wise tentang UUM.

Bagi yang ingin melihat UUM yang lengkap silahkan lihat di http://www.dataphone.se/~ahmad/uudmadin.htm

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se