Stockholm, 3 Nopember 1999

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

APA NII DIJAJAH RI ?
Ahmad Sudirman
XaarJet Stockholm - SWEDIA.

 

Tanggapan untuk saudara Ahmad Syahidan Ramadani (Bandung, Jabar, Indonesia).

Saudara Ahmad Syahidan Ramadani  yang berdomisili di Bandung, Jawa barat, Indonesia, telah menyampaikan tanggapan dan pertanyaan langsung kepada saya pada tanggal 2 Nopember 1999. Dimana isi tanggapan dan pertanyaannya adalah sebagai berikut:

"Assalammualaikum wr wb. Alhamdulillah, semoga kita semua masih selalu dalam bimbingan Allah swt. Membaca artikel – artikel  yang ditulis oleh saudara Ahmad Sudirman, saya mengharapkan agar saudara selalu istiqomah dalam memperjuangkan agar  hukum Allah bisa tegak dimuka bumi ini.

Dalam kesempatan ini saya ingin meminta pendapat anda tentang beberapa masalah yang kini sedang dihadapi oleh umat islam dibawah bendera Negara Islam Indonesia. Seperti kita semua tahu, Negara Islam Indonesia diproklamasikan pada tahun 1949. Sah secara dejure  defacto.

Kemudian setelah lk 10 tahun merdeka sebagai suatu negara, pada tahun 1962, Negara Kesatuan Republik Indonesia melakukan penjajahan atas Negara Islam Indonesia. Imam Kartosuwiryo dibunuh dan sampai sekarang pun tidak diketahui dimana makamnya. Sejak itulah Negara Islam Indonesia dijajah sampai sekarang.

Yang ingin saya pertanyakan adalah, bagaimanakah yang seharusnya dilakukan oleh umat ( warga negara ) Negara Islam Indonesia dalam menghadapi penjajahan tersebut, tentu saja dengan merujuk kitabullah dan sunnah Rosul.

Mudah – mudahan saya bisa mendapatkan jawaban dan mendapatkan keteguhan hati untuk tetap memperjuangkan kalimatillah LAILAHAILALLAH. Syukron,  wassalammualaikum wr wb". (Ahmad Syahidan Ramadani, 2 Nopember 1999).

Terimakasih saudara Ahmad Syahidan Ramadani atas tanggapan dan pertanyaannya.

Sebenarnya masalah NII ini telah saya bahas dalam tulisan saya yang berjudul "Negara Islam Indonesia telah diproklamirkan empat puluh sembilan tahun yang lalu" ( http://www.dataphone.se/~ahmad/980629.htm ) yang dipublisir pada tanggal 29 Juni 1998, setahun lebih yang lalu.

Dimana sebagian isinya berisikan informasi seperti yang saudara Ahmad Syahidan Ramadani tuliskan diatas.

Nah sekarang, yang menjadi permasalahan adalah, apakah benar Negara Islam Indonesia dijajah oleh Pemerintah Republik Indonesia ?.

Ini yang perlu diperjelas lebih dahulu. Sebelum melangkah lebih lanjut. Karena, kalau memang benar NII dijajah oleh RI, maka tentu saja, yang menjadi pokok persoalan adalah apakah benar NII ketika diproklamirkan adalah syah secara de facto dan de jure ?

Nah, untuk menjawabnya, saya kutif kembali apa yang telah saya tulis dalam tulisan diatas yaitu,

"Negara Islam Indonesia diproklamirkan di daerah yang dikuasai oleh Tentara Belanda, yaitu daerah Jawa Barat yang ditinggalkan oleh TNI (Tentara Nasional Indonesia) ke Jogya. Sebab daerah de-facto R.I. pada saat itu hanya terdiri dari Yogyakarta dan kurang lebih 7 Kabupaten saja ( menurut fakta-fakta perundingan/kompromis dengan Kerajaan Belanda; perjanjian Linggarjati tahun 1947 hasilnya de-facto R.I. tinggal pulau Jawa dan Madura, sedang perjanjian Renville pada tahun 1948, de-facto R.I. adalah hanya terdiri dari Yogyakarta). Seluruh kepulauan Indonesia termasuk Jawa Barat kesemuanya masih dikuasai oleh Kerajaan Belanda. Jadi tidaklah benar kalau ada yang mengatakan bahwa Negara Islam Indonesia didirikan dan diproklamirkan didalam negara Republik Indonesia. Negara Islam Indonesia didirikan di daerah yang masih dikuasai oleh Kerajaan Belanda". ( http://www.dataphone.se/~ahmad/980629.htm ).

Ternyata dari hasil kutifan diatas, berdirinya NII secara de facto adalah syah, karena memang berdiri di daerah yang masih di kuasai oleh Kerajaan Belanda.

Nah sekarang, yang menjadi persoalan adalah,

1. Ketika Imam Negara Islam Indonesia S.M. Kartosoewirjo tertangkap dan dijatuhi hukuman mati pada tahun 1962 oleh Rezim Soekarno, apakah daerah kekuasaan NII jatuh ketangan Pemerintah RI di bawah Soekarno sehingga secara de facto menjadi bagian dari RI dan seluruh Dewan Imamah, Dewan Syuro dan Dewan Fatwa NII menyerah kepada RI dengan melalui penandatanganan surat penyerahan?

2. Atau hanya yang tertangkap Imam Negara Islam Indonesia S.M. Kartosoewirjo dan dijatuhi hukuman mati, tetapi perlawanan masih terus dilanjutkan dibawah suatu pimpinan komando Eksekutif atau Dewan Imamah pengganti Imam karena Imam telah dihukum mati?

Nah jawabannya adalah, dari kenyataan dan fakta yang ada sampai detik ini bahwa NII yang diwakili oleh seluruh Dewan Imamah, Dewan Syuro dan Dewan Fatwa NII tidak melakukan penandatanganan surat penyerahan kepada pihak RI.

Fakta yang ada adalah hanya tertangkapnya dan dijatuhinya hukuman mati Imam SM Kartosoewirjo pada bulan Agustus 1962. Selain itu tidak diketemukan bukti yang nyata tentang surat penyerahan dari seluruh Dewan Imamah, Dewan Syuro dan Dewan Fatwa NII.

Nah sekarang, yang benar adalah Imam Negara Islam Indonesia S.M. Kartosoewirjo tertangkap dan dijatuhi hukuman mati, tetapi perlawanan masih tetap diteruskan oleh staff eksekutif NII yang memang diangkat menurut apa yang disebutkan dalam NII dengan nama Pedoman Dharma Bakti.

Perlu diingat juga karena semenjak NII diproklamirkan pada tanggal 7 agustus 1949 di daerah Malangbong, Garut, Jawa Barat, tetapi karena dalam keadaan situasi darurat perang maka yang berlaku adalah Undang Undang Darurat Perang. Artinya baik itu Dewan Imamah, Dewan Syuro, Dewan Fatwa dan Badan Kehakiman belum berjalan melaksanakan tugasnya dengan sempurna. Karena itu tidak heran kalau memang komando NII sebenarnya dipegang oleh Dewan Imamah.

Walaupun telah tertangkap dan dijatuhi hukuman mati Imam Negara Islam Indonesia S.M. Kartosoewirjo, tetapi undang undang darurat perang belum dicabut.

Jadi, selama undang undang darurat perang belum dicabut oleh Dewan Syuro atas pertimbangan dan masukan dari Dewan Fatwa dan belum dilaksanakan oleh Dewan Imamah atau staff Eksekutip sentral menurut istilah lainnya, maka selama itu undang undang darurat perang NII masih berlaku, atau dengan kata lain, NII masih tetap dalam keadaan perang melawan RI.

Nah sekarang, yang jadi persoalan besar adalah, benarkah NII masih memberlakukan Undang Undang Darurat Perang? Apabila masih terjadi, apa konsekuensinya? Dan bagaimana jalan keluarnya?

Insya Allah, dibawah ini sedikit akan dijelaskan ditinjau dari segi politik yang didasarkan kepada undang undang hukum (Straf-Recht) NII.

Apabila undang undang darurat perang masih belum dicabut oleh Dewan Syuro atas pertimbangan dan masukan dari Dewan Fatwa dan dilaksanakan oleh Dewan Imamah, maka yang berlaku adalah undang-undang hukum ini yang menunjuk kepada Bab I pasal 2 Hukum Islam dalam masa perang, ayat 5 yang berbunyi bahwa "Didalam masa perang dalam Negara Islam Indonesia, hanya ada dua golongan Ummat, ialah:
1. Ummat (rakjat) Negara Islam (Ummat Muslimin)
2. Ummat (rakjat) pendjadjah (Ummat Kafirin).

Kemudian, sekarang timbul pertanyaan, apabila masih tetap undang undang darurat perang NII masih berlaku, maka akibatnya,
1. RI dianggap penjajah dan sekaligus penguasanya dianggap kafirin.
2. Rakyat negara penjajah yaitu RI adalah rakyat yang kafir.

Nah, siapa rakyat dan penguasa RI ? Jawabannya adalah seluruh rakyat yang sekarang tinggal dan hidup di wilayah RI. Dan siapa penguasa RI? Jawabannya adalah Penguasa yang sekarang berada di bawah Gus Dur-Mega dengan ketua MPR-nya Amien dan Ketua DPR-nya Akbar.

Apa konsekuensi dari tetapnya dilaksanakan undang undang darurat perang NII ini sampai sekarang ?

Akibatnya adalah karena NII secara de facto sudah tidak ada wilayahnya lagi, maka rakyat NII yang sudah berada dan hidup di wilayah RI susah dibedakan, sehingga  kalau keadaan ini terjadi, maka siapapun yang tinggal dan hidup termasuk penguasa RI adalah kafirun.

Betapa hebatnya konsekuensi dari akibat undang undang darurrat perang NII menurut Straf-Recht NII Bab I, pasal 2, ayat 5 diatas itu.

Nah terakhir, bagaimana jalan keluarnya, tentu saja undang undang darurrat perang NII menurut Straf-Recht NII Bab I, pasal 2, ayat 5 itu harus segera dicabut dan harus segera mengadakan konsolidasi kedalam, sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah dengan ikrar Aqabah pertama dan keduanya. Hanya tentu saja, siapa yang akan mencabutnya, karena Dewan Syuro NII sudah tidak berfungsi secara baik, begitu juga dengan Dewan Fatwa, hanya kemungkinan satu-satunya jalan adalah melalui Dewan Imamah atau Eksekutif sentral yang kemungkinan besar pengurusnya masih ada sampai detik ini.

Mengapa undang undang darurat perang NII itu harus dicabut? Karena seperti yang saya sudah katakan diatas, bahwa konsekuensinya dari Straf-Recht NII Bab I, pasal 2, ayat 5 memang hebat. Siapa yang mau disebut seorang kafir, padahal ia adalah seorang muslim?.

Inilah sedikit tanggapan saya untuk saudara Ahmad Syahidan Ramadani (Bandung, Jabar, Indonesia).

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP
http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon
petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se