Stockholm, 13 Nopember 1999

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

APA PERSATUAN DIR RENTAN TERHADAP DISINTEGRASI?
Ahmad Sudirman
XaarJet Stockholm - SWEDIA.

 

Jawaban untuk saudara Dewanto Odeara Kartika Surya (Indonesia).

PEMIKIRAN DEWANTO

Assalamu'alaikum.Wr.Wb. Bapak Ahmad.

Saya terus mengikuti tulisan bapak melalui milis Sabili ( sabili@egroups.com ,  http://www.egroups.com/list/sabili/ ) mengenai Daulah Islam Rasulullah.

Pada prinsipnya saya mendukung segala upaya yang ditujukan untuk mensosialisasikan gagasan DIR, yang pada  akhirnya mempunyai tujuan akhir terbentuknya DIR tersebut.

Saya memang tidak mengikuti dari awal, ketika bapak mulai kegiatan penulisan ini, sehingga ada beberapa poin yang rasanya perlu penjelasan lebih lanjut. Diantaranya adalah mengenai konsep persatuan yang setiap saat Bapak ungkapkan, yaitu persatuan yang didasarkan pada aqidah islam dengan menghormati para pemeluk agama lain.

Apakah tali persatuan itu cukup kokoh untuk menyatukan berbagai macam umat beragama yang ada di dunia ini? Sedangkan dasarnya adalah hanya aqidah Islam.

Logikanya begini : Pada suatu masyarakat yang majemuk seperti di Indonesia ini, yang bersatu hanyalah umat islam saja sedangkan umat yang lain tercerai - berai, karena aqidah mereka bukan aqidah islam. Apakah ini lantas tidak menjadikan DIR rentan terhadap disintegrasi. Mohon keterangan dari Bapak. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih.

Wassalamu'alaikum.Wr.Wb. (Dewanto Odeara Kartika Surya, 12 Nopember 1999).

JAWABAN AHMAD

Wa'alaikumsalam, saudara Dewanto.

Letak keluwesan dan kekuatan daya ikat aqidah Islam dengan menghormati agama lain untuk membangun masyarakat muslim dan non muslim adalah terletak pada toleransi Islam kepada agama lain dan tidak adanya paksaan kepada seseorang atau penganut agama lain untuk masuk Islam.

Dimana toleransi Islam terhadap agama lain yang didasarkan kepada "lakum diinukum waliyadiin", untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku. (Al Kaafiruun,109: 6) dan tidak ada paksaan untuk memasuki Islam yang didasari kepada "laa ikraha fiddiin" (Al Baqarah,2: 256) inilah yang dijelaskan dan ditawarkan oleh Islam kepada seluruh umat manusia dan yang tidak pernah ditawarkan oleh falsafah negara pancasila.

Selanjutnya, kalau ditelusuri dalam Undang Undang Madinah yang telah dibuat Rasulullah bersama kaum Muhajirin, Anshar dan kaum Yahudi di Yatsrib sebagai suatu pakta pertahanan bersama yang dijadikan sebagai konstitusi Daulah Islam Rasulullah, dimana ditegaskan bahwa "Kaum Yahudi bebas memeluk agama mereka, sebagai kaum Muslimin bebas memeluk agama mereka. Kebebasan ini berlaku juga terhadap pengikut-pengikut/sekutu-sekutu mereka, dan diri mereka sendiri." (UUM, BAB V Golongan Minoritas, pasal 25, ayat 2-3). "Segala tetangga yang berdampingan rumah, harus diperlakukan sebagai diri-sendiri, tidak boleh diganggu ketenteramannya, dan tidak diperlakukan salah" (UUM, BAB VII Melindungi Negara, pasal 40).

Dimana dalam Undang Undang Madinah diatas disebutkan bahwa diberikan kebebasan kepada kaum Yahudi dan pengikut-pengikut/sekutu-sekutu mereka untuk memeluk agama mereka, sebagaimana kaum muslimin, maka kalau diterapkan di daerah atau wilayah yang mempunyai berbagai ajaran agama, maka dengan berdasarkan kepada UUM, BAB V Golongan Minoritas, pasal 25, ayat 2-3 diatas, semua penganut agama-agama yang ada tersebut diberikan kebebasan untuk memeluk dan melaksanakan peribadatannya dalam Daulah Islam Rasulullah, dan mereka tidak akan diganggu ketenteramannya, sebagaimana dijamin dalam UUM, BAB VII Melindungi Negara, pasal 40 diatas.

Itulah dasar tali pengikat dari akidah Islam dan dari Undang Undang Madinah untuk menjadi pengikat persatuan rakyat muslim dan non muslim dalam Daulah Islam Rasulullah.

Jadi, tidak ada alasan bagi para penganut agama lain untuk khawatir dan takut akan dipaksa baik dengan cara halus atau kasar untuk meninggalkan agamanya kemudian masuk Islam apabila Daulah Islam Rasulullah kembali berdiri.

Karena itu logika-nya saudara Dewanto yang berbunyi :"Pada suatu masyarakat yang majemuk seperti di Indonesia ini, yang bersatu hanyalah umat Islam saja sedangkan umat yang lain tercerai-berai, karena aqidah mereka bukan aqidah Islam. Apakah ini lantas tidak menjadikan DIR rentan terhadap disintegrasi" adalah tidak sesuai dengan apa yang telah diajarkan Islam dan telah dicontohkan Rasulullah dalam Undang Undang Madinahnya.

KESIMPULAN

1. Toleransi Islam terhadap agama lain yang didasarkan kepada "lakum diinukum waliyadiin", untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku. (Al Kaafiruun,109: 6) dan tidak ada paksaan untuk memasuki Islam yang didasari kepada "laa ikraha fiddiin" (Al Baqarah,2: 256) inilah yang dijelaskan dan ditawarkan oleh Islam kepada seluruh umat manusia dan yang tidak pernah ditawarkan oleh falsafah negara pancasila.

2. logika yang menyatakan bahwa tali ikatan persatuan yang berdasarkan kepada aqidah Islam dengan menghormati para pemeluk agama lain "menjadikan DIR rentan terhadap disintegrasi" adalah logika yang kurang benar.

3. Tidak ada alasan bagi para penganut agama lain untuk khawatir dan takut akan dipaksa baik dengan cara halus atau kasar untuk meninggalkan agamanya kemudian masuk Islam, apabila Daulah Islam Rasulullah kembali berdiri.

Inilah sedikit jawaban saya untuk saudara Dewanto Odeara Kartika Surya (Indonesia).

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se