Stockholm, 8 September 2001

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

HASIL OTAK PARA ANGGOTA DPR PEMBUAT UU RI NO.18/2001 NAD TIDAK LULUS
Ahmad Sudirman
XaarJet Stockholm - SWEDIA.

 

HASIL OTAK PARA ANGGOTA DPR PEMBUAT UU RI NO.18 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH SEBAGAI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Setelah saya baca, periksa, teliti dan analisa tersaringlah pasir-pasir yang terkandung dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Dimana diantara pasir-pasir UU RI No.18 Tahun 2001 itu yang tersaring oleh saya adalah:

Wali Nanggroe dan Tuha Nanggroe adalah lembaga yang merupakan simbol bagi pelestarian penyelenggaraan kehidupan adat, budaya, dan pemersatu masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. (BabVII, Pasal 10, Ayat 1). Wali Nanggroe dan Tuha Nanggroe bukan merupakan lembaga politik dan pemerintahan dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.(BabVII, Pasal 10, Ayat 2).

Kemudian Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam dipilih secara langsung setiap 5 (lima) tahun sekali melalui pemilihan yang demokratis, bebas, rahasia serta dilaksanakan secara jujur dan adil. (Bab VIII, Pasal 12, Ayat 1).

Untuk memenuhi kebutuhan hukum rakyat Aceh dibuat Peradilan Syariat Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai bagian dari sistem peradilan nasional dilakukan oleh Mahkamah Syar'iyah yang bebas dari pengaruh pihak mana pun. (Bab XII, Pasal 25, Ayat 1). Dimana kewenangan Mahkamah Syar'iyah sebagaimana dimaksud pada ayat (Bab XII, Pasal 25, Ayat 1), didasarkan atas syariat Islam dalam sistem hukum nasional, yang diatur lebih lanjut dengan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. (Bab XII, Pasal 25, Ayat 2). Adapun kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (Bab XII, Pasal 25, Ayat 2) diberlakukan bagi pemeluk agama Islam. (Bab XII, Pasal 25, Ayat 3).

Untuk memberikankan injeksi yang berupa sumber penerimaan diatur menurut sumber penerimaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang meliputi: a. pendapatan asli Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; b. dana perimbangan; c. penerimaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam rangka otonomi khusus; d. pinjaman Daerah; dan e. lain-lain penerimaan yang sah. (Bab IV, Pasal 4, Ayat 1).

Khusus untuk penerimaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam rangka otonomi khusus ini ditambah dengan penerimaan yang berupa tambahan penerimaan bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dari hasil sumber daya alam di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam setelah dikurangi pajak, yaitu sebesar 55% untuk pertambangan minyak bumi dan sebesar 40% untuk pertambangan gas alam selama delapan tahun sejak berlakunya undang-undang ini. (Bab IV, Pasal 4, Ayat 4).

Sedangkan dana perimbangan diperoleh dari sumber daya alam yang berupa pertambangan minyak bumi sebesar 15% dan pertambangan gas alam  sebesar 30% (Bab IV, Pasal 4, Ayat 3, Butir a).

Jadi secara keseluruhan jumlah penerimaan dari pertambangan minyak bumi sebesar 70%  dan dari pertambangan gas alam sebesar 70%.

Tetapi setelah delapan tahun, penerimaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam rangka otonomi khusus menjadi sebesar 35% untuk pertambangan minyak bumi dan sebesar 20% untuk pertambangan gas alam.(Bab IV, Pasal 4, Ayat 5).

Jadi sumber penerimaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara keseluruhan setelah tahun kesembilan dari  pertambangan minyak bumi sebesar 50% dan dari pertambangan gas alam sebesar 50%.

HASIL OTAK PARA ANGGOTA DPR DIATAS DINYATAKAN TIDAK LULUS

Dengan catatan yaitu:

Pertama, Wali Nanggroe dan Tuha Nanggroe yang merupakan simbol bagi pelestarian penyelenggaraan kehidupan adat, budaya, dan pemersatu masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan bukan merupakan lembaga politik dan pemerintahan dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tidak ada guna dan manfaatnya.

Kedua, Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam dipilih secara langsung setiap 5 (lima) tahun sekali melalui pemilihan tidak juga memberikan banyak manfaat.

Ketiga, Peradilan Syariat Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai bagian dari sistem peradilan nasional dilakukan oleh Mahkamah Syar'iyah yang bebas dari pengaruh pihak mana pun adalah juga tidak benar menurut Islam. Hukum-hukum Islam tidak dibenarnarkan dicampuradukkan dengan hukum yang bersumberkan kepada pancasila.

Keempat, penerimaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam rangka otonomi khusus ternyata hanyalah sebagai umpan untuk mengelabui dan membohongi rakyat Aceh.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se