Stockholm, 2 Nopember 2001

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

SEKULARIS MEGA GEBUK ACEH PAKAI INPRES NO 7 TAHUN 2001
Ahmad Sudirman
XaarJet Stockholm - SWEDIA.

 

INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 7 TAHUN 2001 ADALAH SALAH SATU DASAR HUKUM UNTUK GEBUK ACEH

Kalau diteliti, tidak ada bedanya apa yang telah diinstruksikan oleh sekularis Gus Dur yang bernama Instruksi Presiden nomor 4 tahun 2001 dengan Instruksi Presiden nomor 7 tahun 2001 yang dikeluarkan oleh sekularis Mega.

Keduanya adalah sebagai dasar hukum untuk mengikat Aceh agar jangan terpisah dan memisahkan diri dari kerangka tubuh Negara sekular pancasila yang dikenal dengan nama Negara Kesatuan Republik Indonesia atau disingkat dengan nama Republik Indonesia.

Dari apa yang dipidatokan oleh sekularis Mega didepan Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat, kemarin, Kamis, tanggal 1 Nopember 2001 yang menyangkut masalah yang terjadi di daerah Aceh disebutkan bahwa :

"Berdasar Sumpah Jabatan yang saya ucapkan bulan Juli yang lalu untuk memegang teguh Undang Undang Dasar dan undang-undang lainnya, serta berdasar perjuangan kebangsaan yang kita mulai sejak awal abad ke-20 yang lalu. Dalam keadaan apapun, dengan alasan apapun dan bagaimanapun, Pemerintah tidak akan pernah -dan juga tidak boleh-menyetujui pemisahan suatu daerah dari keseluruhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam kaitannya dengan permasalahan yang terjadi di daerah Aceh, pemerintah telah mengembangkan kebijaksanaan komprehensif yang terdiri dari enam agenda di bidang politik, ekonomi, sosial, hukum dan ketertiban, pemulihan keamanan serta komunikasi dan informasi sebagaimana tertuang di dalam Instruksi Presiden Nomor 4 tahun 2001, yang telah diperbaharui menjadi Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 2001." (Presiden RI Megawati Soekarnoputri, Pidato Presiden tentang Laporan Pelaksanaan Putusan MPR pada Sidang Tahunan MPR 2001, 1 Nopember 2001)

Jelas dari apa yang diungkapkan sekularis Mega tentang Aceh adalah sampai kapanpun, dan dengan alasan bagaimanapun Aceh tidak akan dibiarkan lepas dari tangan negara sekular Pancasila.

Nah, jelas bagi rakyat Aceh yang menghendaki penentuan nasibnya sendiri, apa yang dinyatakan oleh sekularis Mega diatas merupakan satu batu penghalang yang besar yang mendindingi cita-cita rakyat Aceh untuk menentukan nasibnya sendiri tanpa diatur dan dibawahi oleh negara sekular Pancasila.

Tentu saja, bagi pihak rezim negara sekular Pancasila, untuk membendung gelombang usaha rakyat Aceh yang bercita-cita dan bertujuan untuk bebas dan menentukan nasib dan hidupnya sendiri perlu digiring dan disalurkan dengan Undang Undang RI nomor 18 tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi provinsi daerah istimewa Aceh sebagai provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang diperkuat dengan Intruksi Presiden nomor 4 tahun 2001 ciptaan sekularis Gus Dur yang sudah diperbaharui dengan Instruksi Presiden nomor 7 tahuin 2001 ciptaan sekularis Mega yang dibantu oleh staf kabinet gotong royongnya.

Sebenarnya dari agenda-agenda yang tercantum dalam Instruksi Presiden nomor 7 tahun 2001 tersebut tidak jauh berbeda dengan apa yang tertuang dalam Instruksi Presiden nomor 4 tahun 2001 ciptaaan Sekularis Gus Dur.

Bedanya hanya sedikit saja, yaitu dalam Inpres nomor 7 tahun 2001 ini adalah diberlakukannya Undang Undang Otonomi Khusus bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam kedalam agenda politik, disamping memfasilitasi dialog dengan seluruh komponen masyarakat Aceh, dan mempercepat pemberdayaan instansi dan aparat pemerintahan sampai desa dalam rangka meningkatkan fungsi pelayanan umum masyarakat.

Jadi agenda politik ini sudah ada dasar hukumnya yaitu UU Nomor 18 tahun 2001 yang disosialisasikan melalui dialog dengan seluruh lapisan masyarakat Aceh.

Persoalan sekarang adalah, apakah seluruh rakyat Aceh mau dan sudah menerima UU Nomor 18 tahun 2001 ini sebagai undang-undang yang bisa diterima, bukan undang-undang yang dipaksakan dengan moncong senjata dan pengawasan alat keamanan ?.

Adapun agenda-agenda yang lainnya, terutama agenda dibidang keamanan dan ketertiban masyarakat tidak jauh berbeda dengan Inpres nomor 4 tahun 2001 yaitu masih menggunakan aparat-aparat keamanan dari unsur kepolisian negara Republik Indonesia dibantu unsur TNI dalam menghadapi ganngguan keamanan oleh gerakan separatis bersenjata.

Begitu juga dengan agenda dibidang pemulihan keamanan tidak jauh berbeda dengan Inpres nomor 4 tahun 2001 hasil karya sekularis Gus Dur yaitu melalui penanggulangan gerakan separatis bersenjata dengan sasaran terpilih dan tetap memperhatikan dan mematuhi hukum, ketentuan dan prosedur yang berlaku serta menghormati hak asasi manusia.

Jadi sebenarnya apa yang digariskan sebagai jalan pemecahan dari pihak sekularis Mega dalam mengatasi persoalan Aceh adalah tidak berbeda dengan apa yang telah dilakukan oleh rezim-rezim sebelumnya yaitu:

"Sambil memberikan ruang gerak yang sebesar-besarnya bagi masyarakat daerah-daerah yang bergolak itu untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri dalam format otonomi khusus, kita mengupayakan pemecahan ketidakpuasan masyarakat yang berkaitan dengan kesejahteraan, keadilan dan kehormatan. Seperti kita ketahui, bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Pemerintah telah menyusun, membahas dan mengundangkan Undang-undang yang diperlukan untuk mewujudkan kebijakan dasar pertama ini, untuk Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Propinsi Irian Jaya. Kita telah memberikan ruang gerak otonomi yang amat luas serta pengakuan konstitusional yang kokoh terhadap identitas budaya kedua daerah itu, yang secara historis memang layak untuk kita lakukan." (Presiden RI Megawati Soekarnoputri, Pidato Presiden tentang Laporan Pelaksanaan Putusan MPR pada Sidang Tahunan MPR 2001, 1 Nopember 2001)

Artinya, sampai kapanpun dan siapapun yang memegang kekuasaan selama masih memegang UUD 1945 dengan preambulnya yang berisikan sumber hukum pancasila, maka rakyat Aceh tidak akan diberikan kemerdekaannya. Seperti yang dikatakan sekularis Mega yaitu:

"Pemisahan suatu wilayah negara merupakan tindakan penyimpangan terhadap prinsip kenegaraan yang sangat mendasar, dan jelas menjadi hak berdaulat negara manapun juga untuk mengatasinya, (dan berdasarkan) Undang Undang Dasar dan undang-undang lainnya, serta berdasar perjuangan kebangsaan yang kita mulai sejak awal abad ke-20 yang lalu." (Presiden RI Megawati Soekarnoputri, Pidato Presiden tentang Laporan Pelaksanaan Putusan MPR pada Sidang Tahunan MPR 2001, 1 Nopember 2001).

Nah sekarang, disinilah letak perbedaan yang sangat mendasar yaitu, pihak rezim sekularis Mega dan rezim-rezim sebelumnya adalah tidak akan membebaskan rakyat Aceh untuk menentukan nasibnya sendiri. Sedangkan dari pihak rakyat Aceh menuntut hak-hak untuk menentukan nasibnya sendiri tanpa campur tangan pihak negara sekular pancasila.

Dimana kedua-duanya saling berbenturan. Dan ini telah berjalan puluhan tahun. Tanpa ada penyelesaian. Dan kemungkinan besar, tidak akan pernah ada penyelesaian. Akhirnya yang sengsara adalah rakyat negara sekular pancasila secara menyeluruh.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se