Stockholm, 9 Juni 2003

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

BELANDA MENGAKUI KEDAULATAN RIS TANPA NEGARA/DAERAH ACEH
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

TIDAK PERLU BERTANYA KEPADA RATU BELANDA UNTUK MEMBUKTIKAN BELANDA MENGAKUI KEDAULATAN RIS TANPA NEGARA/DAERAH ACEH, CUKUP BACA FAKTANYA SAJA, JANGAN BODOH

Kalau benar apa yang meneer Sudirman tulis di bawah, atas DASAR APA apa Aceh terlepas dari jajahan Londo? Atas dasar APA? Apakah hari kemerdekaan di Aceh yang dirayakan? Sejak 17 Agustus 1945 atau Desember 5, hari Sinterklaas?

Kalau benar Aceh tidak termasuk Dutch East Indies yang di serahkan oleh Belanda kepada Indonesia, pada waktu hari penyerahan kekuasaan dari Londo kepada siapa Aceh diserahkan? Kepada Saudi Arabia? Begitu?

Apakah hari kemerdekaan yang dirayakan di Aceh? Hari lebaran? Begitu?

Saya rasa meneer Sudirman harus tanya LANGSUNG kepada raja Belanda. Tanya kepada siapa Aceh diserahkan pada waktu penyerahan kekuasaan dari Londo dulu. Kepada Jakarta atau kepada Arab? Tanpa tanya langsung kepada raja Belanda, dan dapat jawaban dari raja Belanda, meneer Sudirman belum tahu apa-apa mengenai sejarah.

Beginilah caranya menyelesaikan soal Aceh. TANYA DULU KEPADA RAJA BELANDA SEBELUM BERKOAR-KOAR!. (Fisjona , fisjona@aol.com , Re: MEMANG BENAR ACEH DIJAJAH RI, Jun 09 2003 16:37:33)

Kalau memang Fisjona tidak mau disebut bodoh, coba buka mata dan baca itu fakta mengenai pengakuan kedaulatan RIS dari pemerintah Belanda pada tanggal 27 Desember 1949 di negeri Belanda bertempat diruang tahta Istana Kerajaan Belanda , Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Drees, Menteri Seberang Lautan Mr. A.M.J.A. Sassen dan ketua delegasi RIS Drs. Moh.Hatta, bersama-sama membubuhkan tandatangannya pada naskah perngakuan kedaulatan tersebut. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.251)

Nah negara-negara bagian mana saja yang merupakan bagian RIS dan menandatangani Piagam Konstitusi RIS di Pegangsaan Timur 56, Jakarta, pada tanggal 14 Desember 1949. Piagam tersebut ditandatangani oleh wakil-wakil dari Negara/Daerah yang akan menjadi bagian dari RIS, yaitu Mr. Susanto Tirtoprodjo (Republik Indonesia), Sultan Hamid II (Kalimantan Barat), Ide Anak Agoeng Gde Agoeng (Indonesia Timur), R.A.A. Tjakraningrat (Madura), Mohammad Hanafiah (Banjar), Mohammad Jusuf Rasidi (Bangka), K.A. Mohammad Jusuf (Belitung), Muhran bin Haji Ali (Dayak Besar), Dr. R.V. Sudjito (Jawa Tengah), Raden Soedarmo (Jawa Timur), M. Jamani (Kalimantan Tenggara), A.P. Sosronegoro (Kalimantan Timur), Mr. Djumhana Wiriatmadja (Pasundan), Radja Mohammad (Riau), Abdul Malik (Sumatra Selatan), dan Radja Kaliamsyah Sinaga (Sumatra Timur). (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.244).

Nah sekarang jelaslah sudah bahwa tidak ada itu Negara/Daerah Aceh dalam bagian RIS (Republik Indonesia Serikat) yang diakui kedaulatannya oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949 di negeri Belanda.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se

----------

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se

Stockholm, 9 Juni 2003

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

MEMANG BENAR ACEH DIJAJAH RI
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.
 

SAMPAI DETIK INI MEMANG BENAR NEGERI ACEH DIDUDUKI DAN DIJAJAH RI

Yth. Mas Ahmad Sudirman.
Saya serng memperhatikan tulisan mas melalui situs pribadi anda. Saya tertarik dengan wacana yang dikembangkan mas. Saya punya sejumlah pertanyaan yang mungkin bisa secepatnya dijawab oleh mas. Saya seorang wartawan, mungkin, analisis mas bisa saja jadikan referensi tulisan saya.

1. Siapa sejatinya mas Ahmad Sudirman dan mengapa tinggal di Swedia.
2. Adakah hubungan mas ahmad dengan GAM, jika ya, mengapa, jika tidak, mengapa anda begitu peduli dengan GAM.
3. Apakah mas ahmad juga tetap memperjuangkan Darul Islam Indonesia, apakah hubungan DI dengan GAM, apakah bentuk perjuangannya sama, berbeda, mengapa berbeda.
4. Apa kepentingan DI dengan GAM.
5. Jika GAM merdeka, apa keuntungan DI, jika GAM tetap seperti ini bahkan bisa ditumpas TNI, apa kerugian DI, apakah garis perjuangan GAM dan DI itu sejalan, seiring seperti saat Tengku Daud Beureueh dengan Kartosuwiryo dulu.
6. Bagaimana sebaiknya GAM dan DI di Indonesia, apa yang seharunsya dilakukan pemerintahan Mega?

Saya juga mohon mas Al Chaidar menjawab pertanyaan saya. terima kasih. saya tunggu secepatnya. (Habe Arifin, habearifin@yahoo.com , mohon bertanya , Sat, 7 Jun 2003 06:03:45 -0700 (PDT))

Baiklah, mengenai jati saya adalah seorang muslim yang tetap berusaha untuk membangun satu masyarakat muslim dan non muslim didalam satu kekuasaan pemerintahan Islam dimana Allah yang berdaulat, yang menerapkan musyawarah dan menjalankan hukum-hukum Allah dengan adil dalam naungan Daulah Islam Rasulullah dengan Undang Undang Madinah-nya, yang berdasarkan akidah Islam yang tidak mengenal nasionalitas, kebangsaan, kesukuan dan ras dengan tujuan untuk beribadah dan bertakwa kepada Allah SWT.

Dan ketika saya tinggal di Mesir, pada bulan Februari 1981 telah meluncurkan satu tulisan yang berjudul "Dibawah Belenggu Rezim Penguasa" (Februari 1981, Cairo Republik Arab Mesir) yang ternyata tulisan tersebut membuat muka rezim diktator militer Soeharto dan kaki tangannya yang ada di Mesir merah padam dan badannya menggelupur karena tepat terkena pukulan senjata tulisan "Dibawah Belenggu Rezim Penguasa" tersebut.

Selanjunta tindakan yang dilakukan oleh pihak rezim jenderal militer Soeharto pada waktu itu adalah mendeklarkan sikap konfrontasi terhadap saya dengan meluncurkan senjata racun tuduhan yang berisikan bahwa tulisan tersebut berisikan fitnah, penghinaan dan hasutan kepada pembaca untuk menentang Pemerintah RI.

Tentu saja, dari saat keluarnya deklarasi konfrontasi yang diluncurkan pihak PRI terhadap saya, dan saya tetap melakukan pertahanan diri serta terus melakukan kontak diplomasi dengan beberapa pihak pemerintah negara asing, ternyata akhirnya usaha diplomasi ini membukakan pemerintah Swedia untuk memberikan tempat berpijak bagi saya dan keluarga untuk meneruskan usaha membela diri dari serangan dan pukulan rezim militer diktator Soeharto. Sehingga pada tanggal 29 Juli 1981 saya dan keluarga meninggalkan negeri Mesir menuju Swedia. Dan dari sejak tanggal itulah kewarganegaraan saya dicabut oleh rezim militer diktator Soeharto yang diumumkan pada tanggal 8 September 1981 melalui KBRI di Cairo Mesir. Hanya tentu saja, dari sejak tanggal 11 Juni 1986 saya telah diterima menjadi warganegara Swedia.

Selanjutnya selama di Swedia memang saya mengenal GAM dan para tokohnya, tetapi tidak mempunyai garis hubungan formal. Hanya tentu saja saya melihat bahwa apa yang telah dan sedang diperjuangkan oleh GAM dan Teungku Hasan di Tiro cs memang benar bila dilihat dari sudut sejarah, hukum dan hasil penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan RIS oleh Belanda dalam upacara pengakuan kedaulatan RIS pada tanggal 27 Desember 1949.

Dan tentu saja saya menganggap bahwa memang benar sampai detik ini Aceh diduduki dan dijajah oleh RI, mengapa ?

Karena kalau saya melihat dari sudut sejarah Aceh bahwa sebenarnya dari sejak Belanda mendeklarkan perang melawan Aceh tanggal 26 Maret 1873 dan berakhir tahun 1904, ternyata pihak Aceh tidak pernah menandatangani naskah pengakuan penyerahan diri sebagai satu negara yang kalah perang kepada pihak Belanda, yang ada adalah hanya berupa surat pendek penyerahan ciptaan Van Heutz yang harus ditandatangani oleh para pemimpin Aceh yang telah tertangkap dan menyerah. Dimana isi dari surat pendek penyerahan diri itu berisikan, Raja (Sultan) mengakui daerahnya sebagai bagian dari daerah Hindia Belanda. Raja berjanji tidak akan mengadakan hubungan dengan kekuasaan di luar negeri. Berjanji akan mematuhi seluruh perintah-perintah yang ditetapkan Belanda. (RH Saragih, J Sirait, M Simamora, Sejarah Nasional, 1987)

Kemudian kalau saya melihat dari sudut pengakuan kedaulatan dari pihak Belanda kepada RIS (Republik Indonesia Serikat), ternyata negeri Aceh tidak dimasukkan kedalam wilayah kedaulatan yang diakui oleh pihak Belanda kepada pihak RIS pada tanggal 27 Desember 1949.

Karena negara-negara bagian yang termasuk bagian negara federal ciptaan Van Mook itu yang meliputi seluruh Indonesia yaitu yang terdiri dari,

1. Negara RI, yang meliputi daerah status quo berdasarkan perjanjian Renville.
2. Negara Indonesia Timur.
3. Negara Pasundan, termasuk Distrik Federal Jakarta
4. Negara Jawa Timur
5. Negara Madura
6. Negara Sumatra Timur, termasuk daerah status quo Asahan Selatan dan Labuhan Batu
7. Negara Sumatra Selatan
8. Satuan-satuan kenegaraan yang tegak sendiri, seperti Jawa Tengah, Bangka-Belitung, Riau, Daerah Istimewa Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara dan Kalimantan Timur.
9. Daerah.daerah Indonesia selebihnya yang bukan daerah-daerah bagian.

Kemudian yang terpilih menjadi Presiden RIS adalah Soekarno dalam sidang Dewan Pemilihan Presiden RIS pada tanggal 15-16 Desember 1949. Pada tanggal 17 Desember 1949 Presiden Soekarno dilantik menjadi Presiden RIS. Sedang untuk jabatan Perdana Menteri diangkat Mohammad Hatta. Kabinet dan Perdana Menteri RIS dilantik pada tanggal 20 Desember 1949.

Nah ternyata negeri Aceh tidak termasuk dari negara bagian Federal ciptaan Van Mook itu, ketika Belanda dibawah Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Drees, Menteri Seberang Lautnan Mr AMJA Sassen dan ketua Delegasi RIS Moh Hatta membubuhkan tandatangannya pada naskah pengakuan kedaulatan RIS oleh Belanda dalam upacara pengakuan kedaulatan RIS pada tanggal 27 Desember 1949. Pada tanggal yang sama, di Yogyakarta dilakukan penyerahan kedaulatan RI kepada RIS. Sedangkan di Jakarta pada hari yang sama, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota AHJ Lovink dalam suatu upacara bersama-sama membubuhkan tandangannya pada naskah penyerahan kedaulatan. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986)

Selanjutnya, pada tanggal 8 Maret 1950 Pemerintah RIS dengan persetujuan Parlemen (DPR) dan Senat RIS mengeluarkan Undang-Undang Darurat No 11 tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS. Dimana berdasarkan Undang-Undang Darurat itu, beberapa negara bagian menggabungkan ke RI, sehingga pada tanggal 5 April 1950 yang tinggal hanya tiga negara bagian yaitu, RI, NST (Negara Sumatera Timur), dan NIT (Negara Indonesia Timur).

Pada tanggal 14 Agustus 1950 Parlemen dan Senat RIS mengesahkan Rancangan Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia hasil panitia bersama. Dimana pada rapat gabungan Parlemen dan Senat RIS pada tanggal 15 Agustus 1950, Presiden RIS Soekarno membacakan piagam terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan pada hari itu juga Presiden Soekarno kembali ke Yogya untuk menerima kembali jabatan Presiden RI dari Pemangku Sementara Jabatan Presiden RI Mr. Asaat. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986)

Nah sekarang, karena memang secara de facto dan de jure, negeri Aceh tidak pernah masuk dan menggabungkan diri kedalam RI, maka 3 tahun setelah RIS bubar dan kembali menjadi RI, Daud Beureueh di Aceh memaklumatkan Negara Islam Indonesia pada tanggal 20 September 1953.

Isi Maklumat NII di Aceh adalah, Dengan Lahirnja Peroklamasi Negara Islam Indonesia di Atjeh dan daerah sekitarnja, maka lenjaplah kekuasaan Pantja Sila di Atjeh dan daerah sekitarnja, digantikan oleh pemerintah dari Negara Islam.Dari itu dipermaklumkan kepada seluruh Rakjat, bangsa asing, pemeluk bermatjam2 Agama, pegawai negeri, saudagar dan sebagainja.

1. Djangan menghalang2i gerakan Tentara Islam Indonesia, tetapi hendaklah memberi bantuan dan bekerdja sama untuk menegakkan keamanan dan kesedjahteraan Negara.
2. Pegawai2 Negeri hendaklah bekerdja terus seperti biasa, bekerdjalah dengan sungguh2 supaja roda pemerintahan terus berdjalan lantjar.
3. Para saudagar haruslah membuka toko, laksanakanlah pekerdjaan itu seperti biasa, Pemerintah Islam mendjamin keamanan tuan2.
4. Rakjat seluruhnja djangan mengadakan Sabotage, merusakkan harta vitaal, mentjulik, merampok, menjiarkan kabar bohong, inviltratie propakasi dan sebagainja jang dapat mengganggu keselamatan Negara.
Siapa sadja jang melakukan kedjahatan2 tsb akan dihukum dengan hukuman Militer.
5. Kepada tuan2 bangsa Asing hendaklah tenang dan tentram, laksanakanlah kewadjiban tuan2 seperti biasa keamanan dan keselamatan tuan2 didjamin.
6. Kepada tuan2 yang beragama selain Islam djangan ragu2 dan sjak wasangka, jakinlah bahwa Pemerintah N.I.I. mendjamin keselamatan tuan2 dan agama jang tuan peluk, karena Islam memerintahkan untuk melindungi tiap2 Umat dan agamanja seperti melindungi Umat dan Islam sendiri. Achirnja kami serukan kepada seluruh lapisan masjarakat agar tenteram dan tenang serta laksanakanlah kewadjiban masing2 seperti biasa.

Negara Islam Indonesia
Gubernur Sipil/Militer Atjeh dan Daerah sekitarnja.

MUHARRAM 1373
Atjeh Darussalam
September 1953

Seterusnya, pada bulan Desember 1962, 7 bulan setelah Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo Imam NII tertangkap (4 Juni 1962) di atas Gunung Geber di daerah Majalaya oleh kesatuan-kesatuan Siliwangi dalam rangka Operasi Bratayudha, Daud Beureueh di Aceh menyerah kepada Penguasa Negara Pancasila setelah dilakukan "Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh" atas prakarsa Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel M.Jasin. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986).

Hanya, 14 tahun kemudian setelah Daud Beureue menyerah kepada Penguasa Negara Pancasila, Hasan Muhammad di Tiro pada tanggal 4 Desember 1976 mendeklarasikan kemerdekaan Aceh Sumatra. Dimana bunyi deklarasi kemerdekaan Negara Aceh Sumatra yang dikutif dari buku "The Price of Freedom: the unfinished diary of Tengku Hasan di Tiro" (National Liberation Front of Acheh Sumatra,1984) yang menyangkut " Declaration of Independence of Acheh Sumatra" (hal: 15-17) adalah,

"To the people of the world: We, the people of Acheh, Sumatra, exercising our right of self- determination, and protecting our historic right of eminent domain to our fatherland, do hereby declare ourselves free and independent from all political control of the foreign regime of Jakarta and the alien people of the island of Java....In the name of sovereign people of Acheh, Sumatra. Tengku Hasan Muhammad di Tiro. Chairman, National Liberation Front of Acheh Sumatra and Head of State Acheh, Sumatra, December 4, 1976". ("Kepada rakyat di seluruh dunia: Kami, rakyat Aceh, Sumatra melaksanakan hak menentukan nasib sendiri, dan melindungi hak sejarah istimewa nenek moyang negara kami, dengan ini mendeklarasikan bebas dan berdiri sendiri dari semua kontrol politik pemerintah asing Jakarta dan dari orang asing Jawa....Atas nama rakyat Aceh, Sumatra yang berdaulat. Tengku Hasan Muhammad di Tiro. Ketua National Liberation Front of Acheh Sumatra dan Presiden Aceh Sumatra, 4 Desember 1976") (The Price of Freedom: the unfinished diary of Tengku Hasan di Tiro, National Liberation Front of Acheh Sumatra,1984, hal : 15, 17).

Jadi, sebenarnya, apa yang telah dideklarkan oleh Daud Beureueh di Aceh dengan Negara Islam Indonesia-nya, dan Tengku Hasan di Tiro dengan National Liberation Front of Acheh Sumatra-nya adalah suatu usaha dan sikap yang memang benar kalau dilihat dari sudut sejarah, hukum dan pengakuan kedaulatan Belanda kepada pihak RIS pada tanggal 27 Desember 1949.

Dan inilah yang menjadi dasar hukum, sejarah dan pengakuan kedaulatan Belanda kepada RIS yang dijadikan alasan kuat saya untuk membenarkan pihak Daud Beureueh di Aceh dengan Negara Islam Indonesia-nya, dan Tengku Hasan di Tiro dengan National Liberation Front of Acheh Sumatra-nya.

Sampai detik ini saya masih belum menemukan alasan lain yang lebih kuat dari alasan tersebut diatas yang dilihat dari sudut sejarah, hukum dan pengakuan kedaulatan RIS oleh Belanda agar pikiran saya berubah menjadi orang yang punya pikiran mendukung tindakan perampasan, pendudukan dan penjajahan negeri Aceh oleh pihak RI.

Selanjutnya, saya tetap terus memperjuangkan usaha menegakkan kembali Daulah Islam Rasulullah (DIR) dengan Undang Undang Madinah-nya. Dan sayapun tetap membenarkan dan mendukung usaha yang telah dilaksanakan oleh imam Almarhum Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo dengan Negara Islam Indonesia (NII). Dimana sebenarnya pendirian Negara Islam Indonesia (NII) oleh Almarhum Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo pada tanggal 7 agustus 1949 / 12 Syawal 1368 di daerah Malangbong, Garut, Jawa Barat yang dikuasi oleh Kerajaan Belanda menurut perjanjian Renville yang ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 adalah syah baik secara de facto maupun de jure walaupun ada perbedaan Qanun Azasy NII dengan Undang Undang Madinah Daulah Islam Rasulullah dalam sistem kenegaraan dan cara pembuatan hukum.

Pemikiran saya ini bisa dibaca kembali dalam tulisan
[990512] Pendirian NII adalah syah baik secara de facto atau de jure walaupun ada perbedaan dengan Undang Undang Madinah Daulah Islam Rasulullah dalam cara pembuatan hukum.
( http://www.dataphone.se/~ahmad/990512.htm )

Juga saya masih menganggap bahwa NII masih dijajah oleh RI, dan pendapat saya ini juga bisa dibaca dalam tulisan [991103] Apa NII dijajah RI?
( http://www.dataphone.se/~ahmad/991103a.htm )

Sedangkan bagaimana hubungan antara DIR dan NII imam Almarhum Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo Bisa juga diungkap dan dibaca kembali dalam tulisan saya
990417] Tentang NII dan hubungannya dengan Daulah Islam Rasulullah dan Undang Undang Madinah ( http://www.dataphone.se/~ahmad/990417.htm )

Mengenai perjuangan GAM yang dipimpin oleh Tengku Hasan di Tiro adalah perjuangan pembebasan negeri dari perampasan, pendudukan dan penjajahan pihak RI yang telah melanggar apa yang telah ditandatangani dalam naskah pengakuan kedaulatan RIS oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949.

Jelas mengenai kepentingan GAM adalah melaksanakan hak menentukan nasib sendiri, dan melindungi hak sejarah istimewa nenek moyang negara Aceh, dengan mendeklarasikan bebas dan berdiri sendiri dari semua kontrol politik pemerintah asing Jakarta, sebagaimana yang telah dideklarkan oleh Tengku Hasan di Tiro tanggal 4 Desember 1976.

Begitu juga kepentingan pihak Negara Islam Indonesia (NII) yang dideklarkan oleh Almarhum Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo pada tanggal 7 agustus 1949 / 12 Syawal 1368 di daerah Malangbong, Garut, Jawa Barat adalah seperti apa yang telah dirangkumkan dalam Muqaddimah Kanun Azasy Negara Islam Indonesia yaitu "Sedjak mula pertama Ummat Islam berdjuang, baik sedjak masa kolonial Belanda jang dulu, maupun pada zaman pendudukan Djepang, hingga pada zaman Republik Indonesia, sampai pada saat ini, selama itu mengandung suatu maksud jang sutji, menudju suatu arah jang mulia, ialah: "Mentjari dan mendapatkan Mardhotillah,' jang merupakan hidup didalam suatu ikatan dunia baru, ja'ni Negara Islam lndonesia jang Merdeka".

Sebenarnya maksud dan tujuan Negara Islam Indonesia (NII) yang dideklarkan oleh Almarhum Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo adalah mentjari dan mendapatkan Mardhotillah dibawah naungan dan ikatan dunia baru, yaitu Negara Islam lndonesia yang Merdeka. Begitu juga GAM dibawah pimpinan Tengku Hasan di Tiro berusaha dan bertujuan untuk membebaskan diri dari belenggu semua kontrol politik pemerintah asing Jakarta.

Tentu saja, apabila GAM berhasil membebaskan diri akan memicu NII untuk juga terus bangkit dan berjuang demi lahirnya Negara Islam lndonesia yang Merdeka dengan mencari dan mendapatkan mardhotillah.

Dan tentu saja, saya melihat sampai detik ini bahwa GAM tidak akan mudah dihancurkan TNI, buktinya dari sejak tahun 1976 sampai detik ini GAM masih tetap tegak berdiri walaupun telah dibombardir dan dibunuh rakyat-rakyat Aceh oleh rezim diktator militer Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid dan sekarang Megawati. Apapun yang akan menimpa GAM tidak akan memberikan pengaruh negatif kepada perjuangan NII

Memang ada kesamaan garis perjuangan GAM dan NII imam Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo yaitu garis perjuangan untuk membebaskan diri dari belenggu negara pancasila dan membangun negara yang bebas merdeka yang secara hukum, khususnya untuk GAM, memang tidak disalahkan karena memang mempunyai alasan yang benar dan jelas menurut sejarah, hukum dan pengakuan kedaulatan RIS oleh pihak Belanda, sedangkan untuk pihak NII adalah sevcara de pacto dan de jure memang bisa diterima, sebagaimana yang telah saya kupas dalam tulisan "[980629] Negara Islam Indonesia telah diproklamirkan empat puluh sembilan tahun yang lalu " ( http://www.dataphone.se/~ahmad/980629.htm ).

Nah sekarang, apa yang sebaiknya dilakukan oleh pihak pemerintah Megawati adalah kalau mengenai Aceh, perlu ditinjau kembali dan dipelajari sampai mendalam mengenai sejarah Aceh, hukum yang mendasari didudukinya Aceh dan pengakuan kedaulatan RIS oleh pihak Belanda. Kalau mereka para penguasa PRI telah menyadari hal tersebut saya yakin apa yang telah dilakukan oleh pihak PRI terhadap rakyat dan negeri Aceh memang telah menyimpang dan menyalahi dari sejarah, hukum dan pengakuan kedaulatan RIS oleh Belanda.

Tetapi kalau pihak PRI masih tidak mau belajar tentang Aceh secara mendalam, maka akibatnya sampai kapanpun itu istilah perampasan, perampokan, pendudukan dan penjajahan RI terhadap negeri dan rakyat Aceh akan terus berlangsung dan tentu saja GAM akan terus berjuang, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh para nenek moyangnya sejak 26 Maret 1873 melöawan penjajah Belanda.

Begitu juga terhadap NII imam Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo karena kalau ditinjau secara de pacto dan de jure sewaktu proklamasi NII pada tanggal 7 agustus 1949 di daerah Malangbong, Garut, Jawa Barat diucapkan oleh Imam Negara Islam Indonesia Almarhum Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, daerah kekuasaan NII memang masih dalam genggaman kekuasaan penjajah Belanda. Karena daerah Jawa Barat yang ditinggalkan oleh TNI (Tentara Nasional Indonesia) ke Jogya, hanya terdiri dari Yogyakarta dan kurang lebih 7 Kabupaten saja . Menurut fakta-fakta perundingan/kompromis dengan Kerajaan Belanda; perjanjian Linggarjati tahun 1947 hasilnya de-facto R.I. tinggal pulau Jawa dan Madura, sedang perjanjian Renville pada tahun 1948, de-facto R.I. adalah hanya terdiri dari Yogyakarta. Seluruh kepulauan Indonesia termasuk Jawa Barat kesemuanya masih dikuasai oleh Kerajaan Belanda.

Terhadap NII imam Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo ini pihak pemerintah Megawati harus secara jujur mau mendalami dan menghayati tentang sejarah lahirnya NII ini baik secara de pacto maupun de jure. Karena kalau tidak ada pemahaman yang mendalam tentang masalah NII ini, jelas, rakyat akan terus dikelabui bahwa NII imam Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo adalah gerakan gerombolan yang mau memisahkan diri dari RI dan harus dihancurkan. Padahal yang sebenarnya bahwa pihak RI-lah yang merampas dan menduduki daerah kekuasaan NII imam Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di Jawa Barat.

Inilah pandangan dan jawab saya untuk saudara Habe Arifin di Bandung.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se