Stockholm, 30 Juli 2003

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

MEGAWATI AKAN COBA BUKTIKAN GAM ORGANISASI TERORIS MELALUI PENGADILAN JURU RUNDING GAM
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

KARENA SAMPAI DETIK INI DUNIA INTERNASIONAL SECARA MENYELURUH TIDAK MENGGOLONGKAN GAM KEDALAM ORGANISASI TERORIS, MAKA MEGAWATI CS AKAN MENCOBA MEMBUKTIKAN GAM ORGANISASI TERORIS MELALUI PENGADILAN PARA JURU RUNDING GAM

"Kalau bung Ahmad punya keyakinkan bahwa mereka (juru runding GAM) tidak bersalah, datang aja kepengadilan negeri Aceh, dan tunjukan semua jurus yang anda miliki di depan persidangan, siapa tahu ada yang mendengar dan bisa membebaskan mereka dari jerat hukum yang menurut anda kontroversi itu. Soal pengadilan untuk menutupi pendudukan, itupun tidak berdasar, karena tidak ada yang perlu ditutupi. Dan memang tidak ada yang ditutup-tutupi, semua berjalan sesuai dengan peraturan yang ada/berlaku. Toh kalau masih ada sekelompok orang yang beranggapan Aceh dalam pendudukan, itupun sangat mudah untuk ditebak yakni kelompok yang sekarang berada di Swedia (Tgk di Tiro cs)"
(MT Dharminta, mr_dharminta@yahoo.com , Tue, 29 Jul 2003 20:41:24 -0700 (PDT))

Baiklah saudara wartawan Matius Dharminta dari Jawa Pos Surabaya.

Secara tidak sadar saudara Matius Dharminta ini telah dijadikan benteng pertahanan oleh Presiden Megawati, Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono Cs, Menlu Noer Hassan Wirajuda, KASAD Jenderal TNI Ryamizard, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, Ketua DPR Akbar Tandjung, Ketua MPR Amien Rais, Ketua Komisi I DPR Ibrahim Ambong, Mayjen TNI Endang Suwarya untuk mempertahankan dari serangan semua fakta, sejarah dan hukum yang mendasari waktu berlangsungnya sejarah pendudukan negeri Aceh.

Memang Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto yang telah menetapkan Brigjen TNI Endang Suwarya sebagai Panglima Kodam Iskandar Muda yang baru menggantikan Mayjen TNI Djali Yusuf, dan yang dilantik oleh KASAD Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu pada tanggal 13 Mei 2003, dan dinaikkan pangkat dari Brigjen ke Mayjen, menganggap bahwa Mayjen TNI Endang Suwarya sebagai seorang yang cocok dan sesuai untuk jabatan Panglima Kodam Iskandar Muda.

Ternyata dalam kenyataannya Panglima Kodam Iskandar Muda yang baru dan juga sekaligus merangkap sebagai Penguasa Darurat Militer Daerah Aceh Mayjen TNI Endang Suwarya begitu kelabakan dan tidak mampu mempertahankan dari serangan semua fakta, sejarah dan hukum yang mendasari waktu berlangsungnya sejarah pendudukan negeri Aceh.

Terbukti ketika Mayjen TNI Endang Suwarya yang telah menduduki kursi Penguasa Darurat Militer Daerah Aceh lebih dari dua bulan menyatakan bahwa "Tidak mungkin menghilangkan idiologi GAM dari masyarakat, bila masyarakat masih dalam kondisi miskin dan ketidak pastian. Disuatu sisi operasi pemulihan keamanan harus dituntaskan disisi lain yang mendasar adalah menuntaskan masalah masyarakat miskin. Kalau masyarakat miskin bisa teratasi dengan diberikan penghidupan yang layak, maka pengaruh yang berkaiatan dengan pemberontakkan GAM mudah dituntaskan."
( http://pdmd-nad.info/index.php?fuseaction=news.view&newsID=230720031717127&chanID=4&Lang=ID )
( http://www.dataphone.se/~ahmad/030724.htm )

Nah jelas, terlihat secara langsung, bahwa Mayjen TNI Endang Suwarya tidak memiliki kemampuan dan pengetahuan yang mendalam mengenai semua fakta, sejarah dan hukum yang mendasari waktu berlangsungnya sejarah pendudukan negeri Aceh. Sehingga yang keluar dari pikirannya adalah berupa bentuk rangkaian kata yang tidak bersambung, seperti "Tidak mungkin menghilangkan idiologi GAM dari masyarakat, bila masyarakat masih dalam kondisi miskin dan ketidak pastian."

Nah, kalau dipertanyakan kepada Mayjen TNI Endang Suwarya, apakah itu yang dinamakan "idiologi GAM", saya yakin, ia tidak akan mampu memberikan jawabannya yang jelas, benar dan betul.

Nah selanjutnya, mengenai adanya semua fakta, sejarah dan hukum yang mendasari waktu berlangsungnya sejarah pendudukan negeri Aceh yang membuktikan bahwa memang benar Soekarno mencaplok dan menduduki negeri Aceh, ternyata sampai detik sekarang ini pihak Presiden Megawati, Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono Cs, Menlu Noer Hassan Wirajuda, KASAD Jenderal TNI Ryamizard, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, Ketua DPR Akbar Tandjung, Ketua MPR Amien Rais, dan Ketua Komisi I DPR Ibrahim Ambong tidak mampu memberikan jawabannya yang benar, jelas dan ditunjang oleh bukti-bukti yang secara hukum bisa diterima oleh kedua belah pihak, yaitu pihak Rakyat Aceh dan pihak Pemerintah Megawati Cs.

Seterusnya, disaat Presiden Megawati, Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono Cs, Menlu Noer Hassan Wirajuda, KASAD Jenderal TNI Ryamizard, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, Ketua DPR Akbar Tandjung, Ketua MPR Amien Rais, Ketua Komisi I DPR Ibrahim Ambong, Mayjen TNI Endang Suwarya sedang kelabakan dalam usaha mempertahankan diri dari serangan semua fakta, sejarah dan hukum yang mendasari waktu berlangsungnya sejarah pendudukan negeri Aceh, tiba-tiba seorang wartawan Jawa Pos Surabaya saudara Matius Dharminta mengacungkan tangan sambil terus memberikan berbagai komentar yang ternyata semua isinya tidak bisa dijadikan sebagai salah satu alat pertahanan dari serangan semua fakta, sejarah dan hukum yang mendasari waktu berlangsungnya sejarah pendudukan negeri Aceh.

Lihat saja buktinya, saudara wartawan Matius Dharminta menulis: "Soal pengadilan untuk menutupi pendudukan, itupun tidak berdasar, karena tidak ada yang perlu ditutupi. Dan memang tidak ada yang ditutup-tutupi, semua berjalan sesuai dengan peraturan yang ada/berlaku. Toh kalau masih ada sekelompok orang yang beranggapan Aceh dalam pendudukan, itupun sangat mudah untuk ditebak yakni kelompok yang sekarang berada di Swedia (Tgk di Tiro cs)"

Coba perhatikan dan telaah secara mendalam apa yang ditulis oleh saudara Matius Dharminta: " Dan memang tidak ada yang ditutup-tutupi, semua berjalan sesuai dengan peraturan yang ada/berlaku"

Saudara Matius Dharminta menulis bahwa pendudukan negeri Aceh oleh Soekarno "semua berjalan sesuai dengan peraturan yang ada/berlaku".

Nah sekarang, "peraturan yang ada/berlaku" yang mana yang dipakai oleh Soekarno? Apakah peraturan Soekarno yang telah berulang kali saya jelaskan dan tulis dalam tulisan-tulisan saya sebelum ini?.

Tentu saja, saya yakin seribu yakin, saudara wartawan Matius Dharminta ini tidak akan sanggup memberikan jawabannya yang benar, jelas, terang dan bisa diterima secara hukum oleh kedua belah pihak, pihak rakyat Aceh dan pihak Soekarno Cs termasuk Presiden Megawati Cs, mengenai apa yang ditulisnya "peraturan yang ada/berlaku".

Selanjutnya, mengenai pengadilan perdana para juru runding GAM di Pengadilan Negeri Banda Aceh pada hari Selasa, tanggal 29 Juli 2003 yang berada dibawah payung Keputusan Presiden RI nomor 28 tahun 2003 tentang pernyataan keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dikeluarkan pada tanggal 18 Mei 2003 dan diberlakukan pada tanggal 19 Mei 2003 selama 6 bulan dan Keputusan Presiden Republik Indonesia selaku Penguasa Darurat Militer Pusat Nomor 43 Tahun 2003 Tentang Pengaturan kegiatan Warga Negara Asing, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Jurnalis di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang ditetapkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 Juni 2003.

Jelas seperti yang didakwakan oleh pihak Jaksa Penuntut Umum yang dakwaannya mengarah semuanya ke jurusan tindak pidana terorisme. Memang hal itu disengaja untuk menggiring para juru runding GAM ini ke jurusan yang bisa menjerumuskan Gerakan Aceh Merdeka ke jurang gerakan terorisme yang bisa dijerat oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 serta bisa dijadikan alat untuk memutuskan hubungan garis komando antara Pimpinan Tertinggi GAM di Swedia dengan GAM dan rakyat di Aceh. Disamping sebagai suatu alat ropaganda pihak Presiden Megawati CS yang mengarah pada GAM sebagai satu organisasi teroris yang berusaha melepaskan dari Negara RI-Jawa-Yogya. ( http://www.dataphone.se/~ahmad/030729c.htm )

Nah, ternyata saudara wartawan Matius Dharminta dari Jawa Pos Surabaya mencoba untuk menjadi benteng pertahanan pihak Presiden Megawati, Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono Cs, Menlu Noer Hassan Wirajuda, KASAD Jenderal TNI Ryamizard, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, Ketua DPR Akbar Tandjung, Ketua MPR Amien Rais, Ketua Komisi I DPR Ibrahim Ambong, Mayjen TNI Endang Suwarya dengan melalui cara pembelaannya yang dirangkai dalam bentuk untaian kata: "Kalau bung Ahmad punya keyakinkan bahwa mereka (juru runding GAM) tidak bersalah, datang aja kepengadilan negeri Aceh, dan tunjukan semua jurus yang anda miliki di depan persidangan, siapa tahu ada yang mendengar dan bisa membebaskan mereka dari jerat hukum yang menurut anda kontroversi itu. Soal pengadilan untuk menutupi pendudukan, itupun tidak berdasar, karena tidak ada yang perlu ditutupi."

Coba perhatikan secara teliti, rakyat Aceh yang dipimpin oleh Teungku Muhammad Hasan di Tiro menuntut keadilan melalui tuntutan negeri Aceh yang diduduki Soekarno dikembalikan lagi kepada rakyat Aceh, karena tidak sesuai dan melanggar Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan "Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan".

Kemudian sebagian kecil rakyat Aceh itu, diantaranya para juru runding GAM didakwa dengan dakwaan tindak pidana makar yang melanggar Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi Undang-Undang, pasal 6,7,8,9,10,11,12,15 juga Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan dipidana sebagai pelaku tindak pidana: mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta (KUHP, pasal 55, ayat 1 ke-1). Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana. Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancam terhadap perbuatan itu, tetapi boleh lebih dari maksimum pidana yang trerberat ditambah sepertiga. (KUHP, pasal 65, ayat 1, ayat 2).

Nah, dari sini saja sudah terlihat bahwa rakyat Aceh yang menuntut keadilan melalui tuntutan negeri Aceh yang diduduki Soekarno dikembalikan lagi kepada rakyat Aceh, karena tidak sesuai dan melanggar Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Kemudian pihak Presiden Megawati Cs menjawab dengan menerapkan Keputusan Presiden RI nomor 28 tahun 2003 tentang pernyataan keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Keputusan Presiden Republik Indonesia selaku Penguasa Darurat Militer Pusat Nomor 43 Tahun 2003 Tentang Pengaturan kegiatan Warga Negara Asing, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Jurnalis di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Juga dengan melalui Pengadilan dalam bentuk dakwaan tindak pidana terorisme karena melanggar Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi Undang-Undang, pasal 6,7,8,9,10,11,12,15.

Padahal kalau pihak Presiden Megawati, Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono Cs, Menlu Noer Hassan Wirajuda, KASAD Jenderal TNI Ryamizard, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, Ketua DPR Akbar Tandjung, Ketua MPR Amien Rais, Ketua Komisi I DPR Ibrahim Ambong, Mayjen TNI Endang Suwarya mau berbuat jujur dan ikhlas, maka jelas itu akar masalah mengenai mengapa rakyat Aceh yang menuntut keadilan melalui tuntutan negeri Aceh yang diduduki Soekarno dikembalikan lagi kepada rakyat Aceh, karena tidak sesuai dan melanggar Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, tentu akan di bicarakan secara terbuka, jujur dan penuh keikhlasan.

Tetapi, persoalannya sekarang adalah karena dari pihak Presiden Megawati, Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono Cs, Menlu Noer Hassan Wirajuda, KASAD Jenderal TNI Ryamizard, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, Ketua DPR Akbar Tandjung, Ketua MPR Amien Rais, Ketua Komisi I DPR Ibrahim Ambong, dan Mayjen TNI Endang Suwarya tidak mau mengakui secara terbuka, jujur dan ikhlas mengenai tuntutan negeri Aceh yang diduduki Soekarno dikembalikan lagi kepada rakyat Aceh, karena tidak sesuai dan melanggar Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, maka pihak Presiden Megawati Cs akan terus berusaha untuk menutupi apa yang telah dijalankan dan dibuat oleh Soekarno tentang pendudukan negeri Aceh ini.

Nah dalam usaha penutupan pendudukan negeri Aceh inilah yang terus gencar dijalankan oleh pihak Presiden Megawati, Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono Cs, Menlu Noer Hassan Wirajuda, KASAD Jenderal TNI Ryamizard, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, Ketua DPR Akbar Tandjung, Ketua MPR Amien Rais, Ketua Komisi I DPR Ibrahim Ambong, dan Mayjen TNI Endang Suwarya, termasuk saudara wartawan Matius Dharminta.

Karena itu apapun usaha dan cara dari pihak luar yang mengarah kepada terbukanya semua fakta, sejarah dan hukum yang mendasari waktu berlangsungnya sejarah pendudukan negeri Aceh, maka pihak Presiden Megawati, Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono Cs, Menlu Noer Hassan Wirajuda, KASAD Jenderal TNI Ryamizard, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, Ketua DPR Akbar Tandjung, Ketua MPR Amien Rais, Ketua Komisi I DPR Ibrahim Ambong, dan Mayjen TNI Endang Suwarya akan berusaha sekuat tenaga untuk menutupinya, termasuk salah satunya melalui jalur pengadilan.

Karena itu tidak heran kalau saudara wartawan Matius Dharminta mengatakan: "Kalau bung Ahmad punya keyakinkan bahwa mereka (juru runding GAM) tidak bersalah, datang aja kepengadilan negeri Aceh, dan tunjukan semua jurus yang anda miliki di depan persidangan, siapa tahu ada yang mendengar dan bisa membebaskan mereka dari jerat hukum yang menurut anda kontroversi itu"

Jadi kesimpulannya adalah seperti yang telah saya katakan diatas bahwa yang didakwakan oleh pihak Jaksa Penuntut Umum yang dakwaannya mengarah semuanya ke jurusan tindak pidana terorisme. Memang hal itu disengaja untuk menggiring para juru runding GAM ini ke jurusan yang bisa menjerumuskan Gerakan Aceh Merdeka ke jurang gerakan terorisme yang bisa dijerat oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 serta bisa dijadikan alat untuk memutuskan hubungan garis komando antara Pimpinan Tertinggi GAM di Swedia dengan GAM dan rakyat di Aceh. Disamping sebagai suatu alat ropaganda pihak Presiden Megawati CS yang mengarah pada GAM sebagai satu organisasi teroris yang berusaha melepaskan dari Negara RI-Jawa-Yogya.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se
----------

From: matius dharminta <mr_dharminta@yahoo.com>
To: Ahmad Sudirman <ahmad_sudirman@hotmail.com>
Cc: PPDI@yahogroups.com
Subject: TIDAK PERLU DITUTUPI
Date: Tue, 29 Jul 2003 20:41:24 -0700 (PDT)

Gitu sudah tahu & hapal peraturan / perundangan + pasal-pasalnya, tapi kenapa tidak di ikuti / dipatuhi, malahan dilanggar & ditentang. Nah sekarang tahu akibatnya.

Kalau bung Ahmad punya keyakinkan bahwa mereka (juru runding GAM) tidak bersalah, datang aja kepengadilan negeri Aceh, dan tunjukan semua jurus yang anda miliki di depan persidangan, siapa tahu ada yang mendengar dan bisa membebaskan mereka dari jerat hukum yang menurut anda kontroversi itu.

Soal pengadilan untuk menutupi pendudukan, itupun tidak berdasar, karena tidak ada yang perlu ditutupi. Dan memang tidak ada yang ditutup-tutupi, semua berjalan sesuai dengan peraturan yang ada/berlaku. Toh kalau masih ada sekelompok orang yang beranggapan Aceh dalam pendudukan, itupun sangat mudah untuk ditebak yakni kelompok yang sekarang berada di Swedia (Tgk di Tiro cs)

MT Dharminta

Surabaya, Indonesia
mr_dharminta@yahoo.com
----------