Stockholm, 30 Januari 2004

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

MEGAWATI, YUDHOYONO, SUTARTO, RYACUDU YANG MENGGUNAKAN KEKERASAN SENJATA
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

JUSTRU PIHAK MEGAWATI, YUDHOYONO, SUTARTO, RYACUDU YANG MENGGUNAKAN KEKERASAN SENJATA UNTUK MEMBUNGKAM RAKYAT ACEH YANG INGIN MENENTUKAN NASIB SENDIRI

"Bapak Ahmad Sudirman, untuk mewujudkan suasana kehidupan yang tenang, damai sejahtera itu apakah hanya bisa diwujudkan oleh RI saja atau GAM saja atau kedua belah pihak secara bersama-sama bergandeng tangan ? Pemimpin GAM dan mungkin juga Bapak Ahmad Sudirman bukan warga Aceh, bukan? yang saya tau, awalnya orang Aceh kemudian pindah menjadi Warga Negara Swedia. Kenapa Pindah jadi warga Swedia ? Takut mati? Dan membiarkan saudara-saudaramu yang masih di Aceh dibantai/dibunuh oleh GAM dan TNI/POLRI ?. Jika anda masih memiliki rasa peri kemanusiaan, kembalilah menjadi warga Aceh dan ajaklah teman-teman seperjuanganmu dan menyadari sepenuhnya bahwa sebuah masalah tidak akan dapat diselesaikan dengan kekerasan. Jika kekerasan sebagai alternatif untuk menyelesaikan masalah, hal itu sama dengan menyimpan jarum dalam daging yang selalu menusuk dan akan terasa sakit yang pada fase tertentu akan membengkak dan terjadi infeksi. Alangkah nistanya kita, ketika mengklaim Aceh adalah Daerah/kekuasaan kita, padahal sesungguhnya Aceh bahkan Dunia ini adalah ciptaan Allah dan Kekuasaan Allah. Kita hanya diberikan secuil kewenangan untuk menetap yang bersifat sementara sesudah itu berangkat menuju alam kubur. Berpijak pada konsep tersebut, wilayah Aceh tidak sepantasnya diperebutkan baik oleh RI ataupun GAM. Namun RI sudah terlanjur membangun walaupun masih terdapat kekurangan disana sini, maka berikanlah kesempatan kepada RI untuk memperbaiki pola pembangunannya dengan catatan harus melakukan perombakan secara total sistim Pembangunan baik mental, ideologi, ekonomi dll."
(Abdul Karim , karim@bukopin.co.id , Thu, 29 Jan 2004 10:54:15 +0700)

Terimakasih saudara Abdul Karim di Jakarta, Indonesia.

Baiklah.

Memang siapa manusia diatas dunia ini yang tidak mau damai. Tetapi, jelas dalam masalah kemelut di negeri Aceh ini, bukan terjadi baru setahun dua tahun tetapi telah melebih lima puluh tiga tahun, semenjak Soekarno secara sepihak memasukkan Negeri Aceh kedalam NKRI ketika awal NKRI dibangun diatas puing-puing Negara/Daerah bagian RIS.

Nah, jadi sebenarnya, perjuangan rakyat Aceh yang ingin menentukan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan NKRI sudah lama, dan tidak pernah mencapai keujung perdamaian yang memuaskan kedua belah pihak.

Lihat ketika masa Soekarno Teungku Muhammad Daud Beureueh sudah sedemikian berjuang lebih dari dua puluh lima tahun dari sejak Negara Islam Indonesia dimaklumatkan pada 20 September 1953 bebas dari pengaruh Kekuasaan negara Pantja Sila atau NKRI dengan pernyataan "Dengan Lahirnja Peroklamasi Negara Islam Indonesia di Atjeh dan daerah sekitarnja, maka lenjaplah kekuasaan Pantja Sila di Atjeh dan daerah sekitarnja, digantikan oleh pemerintah dari Negara Islam."

Mengapa teungku Muhammad Daud Beureueh memaklumat NII terpisah dari pengaruh kekuasaan NKRI atau Negara Pantja Sila pimpinan Soekarno Cs?

Karena, memang Teungku Muhammad Daud Beureueh telah menyadari bahwa Negeri Aceh telah dicaplok dan dimasukkan kedalam mulut Sumatera Utara oleh Soekarno Cs satu hari sebelum RIS dilebur menjadi NKRI atau jelmaan Negara RI-Jawa-Yogya. Kemudian pada tahun 1978 Teungku Muhammad daud Beureueh dimasukkan kedalam kamp konsentrasi tahanan Jenderal Soeharto di Jakarta.

Nah, saudara Abdul Karim, harus juga menyadari dan mengerti bahwa yang membuat akar masalah bukan rakyat Aceh, bukan teungku Muhammad Daud Beureueh, melainkan Soekarno Cs dan diteruskan oleh Jenderal Soeharto dengan menduduki negeri Aceh secara sepihak, ilegal dan tanpa restu serta persetujuan seluruh rakyat dan pimpinan rakyat Negeri Aceh.

Kemudian, jelas ketika Teungku Muhammad Daud Beureueh hilang ditelan Jendral Soeharto dalam kamp konsetrasi tahanannya, maka muncullah penerus estafet perjuangan rakyat Aceh yaitu teungku Hasan Muhammad di Tiro pada tangal 4 Desember 1976 dan bertahan sampai detik ini.

Inti masalahnya adalah sama, yaitu menentukan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan NKRI yang waktu dipimpin Soekarno telah melakukan tindakan sepihak dengan mengambil dan memasukkan Negeri Aceh kedalam NKRI tanpa kerelaan dan persetujuan penuh seluruh rakyat dan pimpinan rakyat Aceh.

Jadi itulah, saudara Abdul Karim, masalahnya. Bukan rakyat Aceh dan pimpinannya yang tidak mau damai, tetapi justru para pimpinan NKRI dari sejak Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid dan sekarang Presiden Megawati Cs yang didukung penuh oleh TNI/POLRI dan DPR/MPR-nya untuk tetap menduduki Negeri Aceh.

Coba saja perhatikan, dalam rangka penyelesaian Aceh ini saya mengajukan jalan keluar yaitu

Pertama, cabut itu Keputusan Presiden RI nomor 28 tahun 2003 tentang pernyataan keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dikeluarkan pada tanggal 18 Mei 2003 dan diberlakukan pada tanggal 19 Mei 2003 dan Keputusan Presiden Republik Indonesia selaku Penguasa Darurat Militer Pusat Nomor 43 Tahun 2003 Tentang Pengaturan kegiatan Warga Negara Asing, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Jurnalis di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang ditetapkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 Juni 2003.

Kedua, berilah kebebasan rakyat Aceh menentukan dan memberikan suaranya YA atau TIDAK untuk menentukan nasib mereka sendiri bebas di Negeri Aceh.

Mengenai jalan keluar penentuan jajak pendapat atau referendum ini sebenarnya telah juga diajukan kepada Presiden Abdurrahman Wahid oleh Musyawarah Ulama Dayah se Aceh tanggal 13-14 September 1999 di Komplek Makam Syiah Kuala Banda Aceh dalam Rekomendasinya yaitu:

Musyawarah Ulama Dayah se-Aceh yang diadakan tanggal 3-4 Jumadil Akhir 1420 Hijriah bertepatan dengan tanggal 13-14 September 1999 di Banda Aceh. Setelah membaca firman Allah SWT QS Assyura ayat 38 yang artinya: "Dan orang-orang yang mengijabah seruan Tuhan mereka, mendirikan shalat, mereka selalu bermusyawarah dalam urusan mereka, dan berinfaq dari rezeki yang diberikan kepada mereka". Setelah menerima berbagai macam masukan, serta mempertimbangkan situasi dan keadaan masyarakat Aceh akhir-akhir ini, maka seluruh peserta musyawarah sepakat dan merasa berkewajiban mengeluarkan rekomendasi sebagai berikut:

BIDANG REKOMENDASI DAN PERNYATAAN

1. Setelah mengamati dan memperhatikan aspirasi seluruh masyarakat Aceh yang berkembang dewasa ini dimana ada yang menghendaki otonomi dan ada yang menghendaki merdeka maka Musyawarah Ulama Dayah se-Aceh mendesak pemerintah pusat untuk segera melaksanakan Referendum/Jajak Pendapat di bawah pengawasan masyarakat internasional sesuai dengan permintaan mahasiswa/thaliban dan masyarakat Aceh lainnya.

2. Apabila pemerintah pusat tidak menanggapi suara rakyat Aceh dimaksud maka dikhawatirkan akan terjadi gejolak berkelanjutan yang jauh lebih besar dari gejolak yang terjadi saat ini.

3. Menyerukan kepada pihak-pihak yang bertikai agar dapat menciptakan suasana yang kondusif dan menghentikan segala bentuk kekerasan sehingga tercipta perasaan aman di kalangan masyarakat Aceh.

Banda Aceh, 14 September 1999

Presidium Sidang:

1. Tgk H Nuruzzahri H Yahya (ketua)
2. Tgk H Syamaun Risyad LC (sekretaris)
3. Drs Tgk HM Daud (anggota)
4. Tgk H Saifuddin Ilyas (anggota)
5. Tgk H Abdul Manan (anggota)

Nah sekarang, saudara Abdul Karim, setelah saudara mengetahui sikap rakyat Aceh dan para Ulama Dayah se Aceh telah sepakat memberikan rekomendasi untuk jalan pemecahan di Negeri Aceh yaitu melalui referendum demi masa depan rakyat Aceh dan rakyat di NKRI.

Tetapi apa yang terjadi, ternyata Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan dasar hukum Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2001 tentang Langkah-langkah komprehensif dalam rangka penyelesaian masalah Aceh yang dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 11 April 2001 yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid dan telah dimuat di berita negara oleh Sekretariat Kabinet RI, Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan II Edy Sudibyo diterapkan dan dijalankan di Negeri Aceh.

Kemudian Inpres No.4 tahun 2001 ini diperbaharui dan diperpanjang oleh Presiden Megawati dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2001 tentang Langkah-langkah komprehensif dalam rangka penyelesaian masalah Aceh yang dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 11 Oktober 2001 yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri dan telah dimuat di berita negara oleh Sekretariat Kabinet RI, Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan II Edy Sudibyo.

Tidak hanya sampai disini saja, Presiden Megawati dengan TNI/POLRI-nya dalam rangka penumpasan rakyat Aceh yang ingin menentukan nasib sendiri bebas merdeka dari pengaruh kekuasaan Negara RI-Jawa-Yogya makin gencar dengan dibuatnya dasar hukum Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 tentang Peningkatan langkah komprehensif dalam rangka percepatan penyelesaian masalah Aceh yang dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 10 Pebruari 2002 yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri dan telah disalin sesuai dengan aslinya oleh Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum dan Perundang-undangan, Lambock V.Nahattands.

Ternyata memang benar, Presiden Megawati penerus Soekarno Cs ini ingin terus sekuat tenaga menduduki Negeri Aceh yang didukung penuh oleh pihak TNI/POLRI dan DPR/MPR tidak hanya dengan menetapkan Inpres No.1 Tahun 2002 saja tetapi juga menetapkan dua dasar hukum baru yaitu Keputusan Presiden RI nomor 28 tahun 2003 tentang pernyataan keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dikeluarkan pada tanggal 18 Mei 2003 dan diberlakukan pada tanggal 19 Mei 2003 dan Keputusan Presiden Republik Indonesia selaku Penguasa Darurat Militer Pusat Nomor 43 Tahun 2003 Tentang Pengaturan kegiatan Warga Negara Asing, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Jurnalis di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang ditetapkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 Juni 2003.

Nah, saudara Abdul Karim, siapa yang terus tidak mau damai ?

Rakyat Aceh dengan para Ulama Dayah se Aceh mengajukan rekomendasi dalam usaha menyelesaikan kemelut di Aceh dengan cara referendum, tetapi pihak Presiden Abdurrahman Wahid bersama TNI/POLRI-nya menolaknya dan membalas dengan membuat dasar hukum Inpres No.4 Tahun 2001. Begitu juga pihak Presiden Megawati bersama TNI/POLRI-nya menolak memberikan kebebasan kepada rakyat Aceh untuk mengadakan referendum dengan dibuatnya dasar hukum Inpres No.7 Tahun 2001, Inpres No.1 Tahun 2002, Keppres No.28 Tahun 2003 dan Keppres No.43 tahun 2003.

Saudara Abdul Karim, mengenai diri saya, saya bukan orang Aceh, tetapi saya dilahirkan di Tanjung Pinang, Riau, Sumatera. Juga bukan karena kemauan saya pindah ke Swedia, melainkan karena Jenderal Soeharto menganggap bahwa saya adalah seorang yang menentang Pemerintah sah Jenderal Soeharto karena tulisan saya "Dibawah Belenggu Rezim Penguasa". Tidak sampai disitu saja Jenderal Soeharto mencabut kewarganegaraan saya.

Jadi, siapa yang salah, apakah Jenderal Soeharto yang sekarang masih hidup menghadapi hari-hari akhirnya, ataukah saya ?. Silahkan tanya mantan Presiden Soeharto atau tanya juga Menlu Noer Hassan Wirajuda.

Sekarang, mengapa saya mendukung perjuangan rakyat Aceh yang sadar untuk menentukan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan Pemerintah NKRI ? Karena memang saya memahami, mengerti, mendalami, menyadari bahwa, benar Soekarno cs telah mengambil dan menduduki serta memasukkan negeri Aceh kedalam mulut Propinsi Sumatera Utara tanpa kerelaan dan persetujuan seluruh rakyat dan pemimpin rakyat Aceh berdasarkan fakta dengan buktiu yang benar ditunjang oleh dasar hukum yang jelas dan terang dengan dasar sejarahnya yang benar.

Karena itulah, saya berusaha memberikan jalan keluar dalam penyelesaian kemelut Aceh ini, bukan dengan cara kekerasan senjata, melainkan dengan cara damai, dialog, perundingan, yaitu seperti yang telah saya tulis diatas:

Pertama, cabut itu Keputusan Presiden RI nomor 28 tahun 2003 tentang pernyataan keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dikeluarkan pada tanggal 18 Mei 2003 dan diberlakukan pada tanggal 19 Mei 2003 dan Keputusan Presiden Republik Indonesia selaku Penguasa Darurat Militer Pusat Nomor 43 Tahun 2003 Tentang Pengaturan kegiatan Warga Negara Asing, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Jurnalis di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang ditetapkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 Juni 2003.

Kedua, berilah kebebasan rakyat Aceh menentukan dan memberikan suaranya YA atau TIDAK untuk menentukan nasib mereka sendiri bebas di Negeri Aceh.

Inilah saudara Abdul Karim, jalan penyelesaian yang jujur, adil, dan bijaksana, kalau Pihak Presiden Megawati Cs, TNI/POLRI dan DPR/MPR ingin menyelesaikan kemelut Negeri Aceh.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se
----------

From: "Abdul Karim" <karim@bukopin.co.id>
To: padhang-mbulan@yahoogroups.com, PPDI@yahoogroups.com,
oposisi-list@yahoogroups.com, mimbarbebas@egroups.com,
politikmahasiswa@yahoogroups.com, kammi-malang@yahoogroups.com,
fundamentalis@eGroups.com, Lantak@yahoogroups.com,
kuasa_rakyatmiskin@yahoogroups.com, ahmad@dataphone.se
Cc: dityaaceh_2003@yahoo.com,
tang_ce@yahoo.com, melpone2002@yahoo.com,
teuku_mirza2000@yahoo.com, awakaway@telkom.net
Subject: Re: [padhang-mbulan] AMBISI AHMAD SUDIRMAN DUDUKI ACEH
Date: Thu, 29 Jan 2004 10:54:15 +0700

Bapak Ahmad Sudirman Yth
Assalamu'alaikum Wr. Wb

Aku yakin anda sependapat dengan saya bahwa semua manusia yang berada di seantero dunia termasuk RI dan Aceh mengharapkan suasana kehidupan yang tenang damai sejahtera dan bukan perang sana sini, bantai sana sini berontak sana sini, menguasai sana sini. Setuju ?.

Dalam kondisi kedua belah pihak baik RI yang mempertahankan Aceh mapun GAM yang mau merdeka sendiri yang sampai dengan saat ini belum menemukan sebuah titik temu, maka suasana kehidupan yang tenang damai sejahtera akan sama dengan kita mengharapkan kucing keluar tanduknya dan ayam tumbuh giginya.

Terlepas dari masalah sejarah yang sudah panjang lebar dipaparkan oleh Bapak Ahamad Sudirman, aku ingin bertanya, untuk mewujudkan suasana kehidupan yang tenang, damai sejahtera itu apakah hanya bisa diwujudkan oleh RI saja atau GAM saja atau kedua belah pihak secara bersama-sama bergandeng tangan ?

Pemimpin GAM dan mungkin juga Bapak Ahmad Sudirman bukan warga Aceh, bukan? yang saya tau, awalnya orang Aceh kemudian pindah menjadi Warga Negara Swedia. Kenapa Pindah jadi warga Swedia ? Takut mati? Dan membiarkan saudara-saudaramu yang masih di Aceh dibantai/dibunuh oleh GAM dan TNI/POLRI ?.

Jika anda masih memiliki rasa peri kemanusiaan, kembalilah menjadi warga Aceh dan ajaklah teman-teman seperjuanganmu dan menyadari sepenuhnya bahwa sebuah masalah tidak akan dapat diselesaikan dengan kekerasan. Jika kekerasan sebagai alternatif untuk menyelesaikan masalah, hal itu sama dengan menyimpan jarum dalam daging yang selalu menusuk dan akan terasa sakit yang pada fase tertentu akan membengkak dan terjadi infeksi.

Alangkah nistanya kita, ketika mengklaim Aceh adalah Daerah/kekuasaan kita, padahal sesungguhnya Aceh bahkan Dunia ini adalah ciptaan Allah dan Kekuasaan Allah. Kita hanya diberikan secuil kewenangan untuk menetap yang bersifat sementara sesudah itu berangkat menuju alam kubur. Berpijak pada konsep tersebut, wilayah Aceh tidak sepantasnya diperebutkan baik oleh RI ataupun GAM. Namun RI sudah terlanjur membangun walaupun masih terdapat kekurangan disana sini, maka berikanlah kesempatan kepada RI untuk memperbaiki pola pembangunannya dengan catatan harus melakukan perombakan secara total sistim Pembangunan baik mental, ideologi, ekonomi dll.

Renungkanlah kembali masalah Timor-Timor, walaupun sudah lepas dari RI tapi pemberontakan terus terjadi antara warga yang masih ingin mempertahankan tetap menjadi wilayah RI sampai dengan saat ini yang sebagian besar tidak diekspose.

Sama halnya dengan Aceh jika lepas dari RI dan dibawah pemerintahan GAM, belum tentu juga terciptanya suasana Tenang Aman dan Sejahtera dan aku yakin akan terjadi juga pemberontakan disana sini.

Wahai Pemimpin ( RI/GAM ) Berpikirlah secara jernih dengan mengharapkan petunjuk Allah, agar setiap keputusanmu tidak berfungsi sebagai Malaikat pencabut nyawa manusia.

Wassalam

Abdul Karim
karim@bukopin.co.id
----------