Stockholm, 18 Mei 2004

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

TGK LAMKARUNA ITU KELUARGA TIRO BAIAT PADA RI BUKAN DASAR HUKUM ACEH MASUK RI
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

TGK LAMKARUNA ITU KELUARGA TIRO BAIAT PADA PIMPINAN RI BUKAN DASAR HUKUM ACEH MASUK KEDALAM RI

"Selanjudnya saat kemerdekaan RI, Hasan Tiro masih tinggal di lamlo sekita tahun 1945-1946. ketika itu ia sebagai ketua BPI sebagaimana yang telah saya jelaskan sebleumnya. Pada tanggal 24 September 1945, penarikan bendera merah putih dipimpin oleh Teungku Umar Tiro dan Hasan Muhammad Tiro sedangkan yang menggerek bendera adalah Muhammad saleh (Ayahwa Leh), mungkin nama ini masih asing bagi Bapak ahmad Sudirman. Pada kesempatan itu Tgk. Umar Tiro selaku pewaris satu-satunya keluarga Tiro bersumpah setia atas nama keluarga Tiro terhadap RI. Keluarga Tiro, dengan menaikkan bendera mereh putih, telah mengesahkan ijab kabul terjualnya Aceh kepada Indonesia. Dan itu menunjukkan respeksi keluarga Tiro terhadap RI yang baru lahir.
Saya tidak mempersoalkan apakah Hasan Tiro waktu sudah matang berfikir atau terkontaminasi oleh pemikiran RI, akan tetapi fakta sejarah Keluarga tiro telah membai'ah terhadap RI." (Tgk. Lamkaruna Putra, abupase@yahoo.com , Tue, 18 May 2004 05:06:34 -0700 (PDT))

Baiklah Teungku Lamkaruna Putra di Medan, Indonesia.

Setelah saya membaca tanggapan Teungku Lamkaruna Putra tentang sikap keluarga Tiro terhadap RI yang dikirimkan hari ini, Selasa, 18 Mei 2004. Ternyata sebagian besar isi dari tanggapan Teungku Lamkaruna ini hanyalah merupakan penggiringan baiat keluarga Tiro pada pimpinan RI kedalam jalur RI, atau seperti yang ditulis oleh Teungku Lamkaruna: "Umar Tiro selaku pewaris satu-satunya keluarga Tiro bersumpah setia atas nama keluarga Tiro terhadap RI. Keluarga Tiro, dengan menaikkan bendera merah putih, telah mengesahkan ijab kabul terjualnya Aceh kepada Indonesia. Dan itu menunjukkan respeksi keluarga Tiro terhadap RI yang baru lahir."

Penggiringan melalui baiat keluarga Tiro pada pimpinan RI, yaitu Soekarno Cs kedalam jalur RI ini diawali ketika pada "tanggal 24 September 1945 dilakukan penarikan bendera merah putih yang dipimpin oleh Teungku Umar Tiro dan Hasan Muhammad Tiro sedangkan yang menggerek bendera adalah Muhammad saleh", seperti yang ditulis Teungku Lamkaruna.

Dimana tujuan dari pengungkapan sejarah baiat keluarga Tiro pada pimpinan RI oleh Teungku Lamkaruna ini adalah untuk menjerat Teungku Hasan Muhammad di Tiro kedalam sangkar RI. Artinya, karena Teungku Hasan Muhammad di Tiro bersama Teungku Umar Tiro telah bersumpah setia atas nama keluarga Tiro terhadap RI pada tanggal 24 September 1945, maka Teungku Hasan Muhammad di Tiro, yang pada saat itu berusia 15 tahun, telah mengakui dan menjadi bagian dari RI.

Kalau memang benar Teungku Hasan Muhammad di Tiro bersama Teungku Umar Tiro pada tanggal 24 September 1945 bersumpah setiap kepada pimpina RI, maka secara hukum keluarga Tiro adalah bagian dari RI. Tetapi, sumpah setia keluarga Tiro pada pimpinan RI bukan merupakan dasar hukum masuknya Negeri Aceh kedalam RI.

Apalagi kalau ditelusuri jalan pertumbuhan dan perkembangan Negara RI dari sejak diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 sampai pada tanggal 27 Desember 1949, yaitu sampai pengakuan kedaulatan RIS oleh Belanda, dimana Negara RI merupakan Negara Bagian RIS.

Kemudian kalau ditelusuri sampai mendalam dari sejak 27 Desember 1949 sampai 13 Agustus 1950. Jelas, sekali bahwa sebenarya Negeri Aceh berada diluar daerah wilayah kekuasaan de-facto dan de-jure RI. Apalagi setelah ditandatangani perjanjian Renville yang dilaksanakan pada tanggal 17 Januari 1948, yang sebagian isi perjanjiannya menyangkut gencatan senjata disepanjang garis Van Mook dan pembentukan daerah-daerah kosong militer. Dimana secara de jure dan de facto kekuasaan RI hanya sekitar daerah Yogyakarta saja. Perjanjian Renville ini ditandatangani oleh Perdana Mentri Mr. Amir Sjarifuddin dari Kabinet Amir Sjarifuddin, yang disaksikan oleh H.A. Salim, Dr.Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo.

Dan baru dari sejak 14 Agustus 1950 itu Negeri Aceh dimasukkan oleh Presiden RIS Soekarno dalam tubuh RIS melalui penetapan Peraturan Pemerintah RIS Nomor 21 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah Propinsi dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.5 tahun 1950 tentang pembentukan Propinsi Sumatera-Utara.

Jadi, Teungku Lamkaruna, itu sejarah mengenai Teungku Hasan Muhammad di Tiro bersama Teungku Umar Tiro bersumpah setia atas nama keluarga Tiro terhadap RI pada tanggal 24 September 1945 ketika dilangsungkan penaikkan bendera merah putih tidak bisa dijadikan sebagai dasar hukum pemasukan Negeri Aceh kedalam tubuh RI, melainkan hanya sebagai suatu pengakuan politik dari keluarga Tiro atas wujud RI yang telah diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Nah, pengakuan politik, baiat, sumpah setia dari keluarga Tiro pada pimpinan RI, Soekarno ini tidak bisa dijadikan sebagai suatu sumpah setia, baiat, pengakuan politik yang langgeng terhadap pimpinan RI, khususnya Soekarno Cs. Bisa saja setiap saat itu sumpah setia, baiat, pengakuan politik terhadap pimpinan RI, Soekarno Cs berobah. Tergantung dari Soekarno itu sendiri.

Kemudian perlu diperhatikan juga bahwa RI yang diproklamasikan oleh Soekarno itu bukan Negara Islam. Soekarno itu presiden sekular. Jadi istilah baiat itu sendiri hanya sekedar bentuk sumpah setia pada pimpinan RI Seokarno yang sekular dan mengakui wujud RI yang baru diproklamasikan yang juga berdasarkan sumber hukum sekular, yaitu pancasila. Tidak ada itu sangsi hukum kalau sumpah setia atau baiat politis yang dibacakan oleh keluaraga Tiro pada Soekarno dilanggar. Tidak berdosa kalau melanggar pancasila, paling kena gebuk Soekarno dengan TNI-nya.

Selanjutnya perlu diketahui juga bahwa itu Soekarno memang mengetahui secara pasti bahwa memang benar secara de-facto dan de-jure Negeri Aceh itu berada diluar RIS. Karena itulah Presiden RIS Soekarno ini pada tanggal 14 Agustus 1950 menetapkan dasar hukum Peraturan Pemerintah RIS Nomor 21 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah Propinsi dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.5 tahun 1950 tentang pembentukan Propinsi Sumatera-Utara.

Nah sekarang, dengan bukti dasar hukum tersebut diatas, jelas, itu Teungku Hasan Muhammad di Tiro bersama Teungku Umar Tiro pada tanggal 24 September 1945 bersumpah setiap kepada pimpinan RI sambil menaikkan bendera merah putih tidak punya kekuatan hukum sedikitpun yang bisa mengikat Negeri Aceh masuk kedalam RI. Karena itu sumpah setia keluarga Tiro hanyalah sumpah mengakui wujud RI dan pimpinan RI Soekarno saja.

Jadi, logis dan masuk akal kalau beberapa tahun kemudian itu Teungku Hasan Muhammad di Tiro menentang kepada kebijaksaan Kabinet Ali-Wongso dibawah Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo (PNI) dan Wakil Perdana Menteri Wongsonegoro (Partai Indonesia Raya), yang direstui oleh Soekarno untuk memerangi rakyat Aceh dibawah NII Pimpinan Teungku Muhammad Daud Beureueh, rakyat Jawa Barat dengan NII dibawah Imam Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, rakyat di Sulawesi Selatan dibawah Abdul Kahar Muzakar dan Kaso A. Ghani, rakyat daerah Kalimantan Selatan dibawah Ibnu Hajar.

Selanjutnya, kalau Teungku Hasan Muhammad di Tiro mengatakan kepada pihak Soekarno jahil atau bodoh memang masuk diakal. Bagaimana tidak, masa itu rakyat Aceh dibawah NII Pimpinan Teungku Muhammad Daud Beureueh, rakyat Jawa Barat dengan NII dibawah Imam Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, rakyat di Sulawesi Selatan dibawah Abdul Kahar Muzakar dan Kaso A. Ghani, rakyat daerah Kalimantan Selatan dibawah Ibnu Hajar, habis-habisan dihancurkan oleh Soekarno.

Itu taktik dan strategi Soekarno yang ingin menelan dan mencaplok semua Negeri yang masih berada diluar kekuasaan de-facto dan de-jure RIS yang dilebur menjadi RI kemudian menjelma menjadi NKRI pada tanggal 15 Agustus 1950.

Nah akibat tindakan bodoh Soekarno yang mencaplok Negeri Aceh, Papua, dan Maluku Selatan inilah yang sekarang menjadi bumerang bagi kehidupan RI yang menjelma menjadi NKRI ini.

Dan memang benar itu RI dalam awal pertumbuhan dan perkembangannya memasuki tahap RI-Jawa-Yogya. Dan memang itu ditunjang oleh dasar hukum yang jelas. Silahkan baca kembali tulisan-tulisan saya sebelum ini yang menyangkut mengapa RI dinamakan RI-Jawa-Yogya, di www.dataphone.se/~ahmad/opini.htm

Lalu kalau menyinggung soal siapa yang menjual Negeri Aceh pada RI, jelas dimimbar bebas ini juga ada, misalnya Teuku Mirza, kalau dulu ada itu yang namanya Apha Maop, sekarang sudah menghilang dari mimbar bebas ini.

Begitu juga dari sejak Aceh ditelan, dicaplok, diduduki, dan dijajah oleh Presiden RIS Soekarno, tidak semua pimpinan rakyat Aceh yang tampil melawan Soekarno. Teungku Lamkaruna kan mengetahui sendiri. Tetapi, sekarang Teungku Lamkaruna saja kan sudah oke dengan Mbak Megawati dan TNI-nya.

Begitu juga beberapa ulama baru-baru ini sudah menyatakan persetujuannya untuk memperpanjang Keppres No.28/2003 yang berisiskan darurat militer di Aceh dihadapan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Ryamizard Ryacudu. Itu kan sama saja dengan menjual Negeri Aceh kepada Mbak Mega dan Ryacudu, alasan Negeri Aceh sakit karena takut GAM.

Bagi Teungku Lamkaruna sendiri, bagaimana mau berjuang menegakkan Negara Islam di Aceh, kalau hanya mengikut dan mengiyakan pada kebijaksanaan politik, keamanan, pertahanan Mbak Mega yang didukung oleh TNI dibawah Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Ryamizard Ryacudu, dan Menko Polkam ad interim Hari Sabarno.

Nah terakhir, Teungku Lamkaruna menulis: "Tentang berita proklamsi ke Aceh pertama diketahui oleh Teuku Panglima Polem Muhammad Ali, kemudian berita tersebut dicatat oleh Teuku Teungoh Hanafiah.. lewat kedua tokoh ini, bayangan tentang persatuan dan kesatuan terteimakan di Aceh sehingga mereka lupa dengan Negara Islam Aceh yang sebenarnya masih berdaulat dan tidak tergabung dengan Indonesia."

Disini saya ingin bertanya, Negara Islam Aceh yang sebenarnya masih berdaulat dan tidak tergabung dengan Indonesia itu Negara Islam yang mana ?.

Apakah memang ada Negara Islam Aceh diluar NII dpimpinan Imam Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, NII Pimpinan Teungku Muhammad Daud Beureueh, Negara Islam di Sulawesi Selatan pimpinan Abdul Kahar Muzakar dan Kaso A. Ghani, Negara Islam di daerah Kalimantan Selatan pimpinan Ibnu Hajar, Republik Islam Aceh (RIA) jelmaan dari NII setelah keluar dari Republik Persatuan Indonesia (RPI) dibawah pimpinan Teungku Muhammad Daud Beureueh ?.

Atau memang itu Republik Islam Aceh (RIA) jelmaan dari NII Teungku Muhammad Daud Beureueh masih tetap hidup secara de-facto dan de-jure di Negeri Aceh sampai detik sekarang ini, walaupun pada bulan Desember 1962 Teungku Muhammad Daud Beureueh di Aceh kena jerat dan tipuan Soekarno yang menyodorkan umpan "Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh" yang dijalankan oleh Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel M.Jasin. Kalau memang RIA secara de-facto dan de-jure masih hidup siapa itu imam dari RIA ini ? Kalau ada Imamnya apakah ia tinggal di Aceh atau di Jakarta ? Jangan-jangan RIA sudah dikontrol pula oleh Ryacudu dan Sutarto atau oleh Badan Intelijen Negara (BIN) pimpinan AM Hendropriyono.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk,
amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad.swaramuslim.net
ahmad@dataphone.se
----------

Date: Tue, 18 May 2004 05:06:34 -0700 (PDT)
From: abu pase <abupase@yahoo.com>
Subject: SIKAP KELUARGA TIRO TERHADAP RI
To: Lucia <lwithers@amnesty.org>, lukman hakim <dr_lukmanulhakim@yahoo.com>, megawati <megawati@gmx.net>, mimbarbebas <mimbarbebas@egroups.com>, Norsk Achenisk Sumatra Forening <norskachenisk@yahoo.no>, om puteh <om_puteh@hotmail.com> , ahmad@dataphone.se

Dalam tulisan Ahmad Sudirman yang berjudul Tgk. Lamkaruna Mencoba membelokkan jalur perjuangan Tgk. Hasan Tiro tanggal 12 Mei 2004 akan saya tanggapi sebagai berikut :
SIKAP KELUARGA TIRO TERHADAP KEMERDEKAAN RI (Tanggapan Terhadap Tulisan Ahmad Sudirman)

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

Baiklah Bapak Ahmad Sudirman yang saya hormati,
saya akan menangapi sebahagiaan komentar bapak yang insya allah akan saya tanggapi beberapa tulisan yang lain secara gradual.

Saya tidak mencoba membelokkan jalur perjuangan Hasan Tiro, akan tetapi saya hanya meluruskan sejarah yang banyak telah diselewengkan. Tentang semangat nasionalisme Hasan Tiro bahkan keluarga Tiro terhadap NKRI telah tercatat dalam sejarah, hal ini tidak bisa diabaikan walaupun pada akhirnya Hasan Tiro berxeberangan dengan RI, akan tetapi wujud kesetiaan keluarga Tiro terhadap RI telah tercatat dalam sejarah, ini yang harus kita luruskan terlebuih dahulu terlepas pada akhirnya Hasan Tiro tidak mengakuinya.

Bapak Ahmad Sudirman yang saya hormati.

Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, ratusan tahun Aceh bergulat dalam kemelut perlawanan menentang penjajahan dengan satu teriakan "Allahu Akbar". Tapi tiba-tiba sebuah suara di jakarta berkumandang dengan nada yang sumbang: Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dengan tidak memakai basmallah maupun takbir termasuk proklamasi Aceh Merdeka. Tiba-tiba pula, dengan proklamasi negara sekular itu, suara islam nyaris tak terdengar. Maka wajarlah, pada saat Soekarno -Hatta memproklamsi berdirinya Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 semua rakyat Aceh masih enggan menyambutnya. Kecuali sebagian tokoh yang didadanya telah tersemai nasionalisme, bermaksud menerimanya dengan segala "suka cita".

Hal ini disebabkan kerinduan bebasnya negeri mereka dari keterjajahan telah mengental, mereka ingin menghirup alam yang bebas merdeka lepas dari belenggu penjajahan. Sebagian elite aceh, tanpa Tgk. Muhammad daud Beureueh ikut serta di dalamnya, tidak lagi mempersoalkan perbedaan suku, agama, ras dan kepentingan golongan. Mereka semua terhanyut dalam gelombang besar integrative revolution Indonesia di tahun 1945. semua sentimen primordial ditinggalkan dibelakang, yang dikedepankan hanyalah persatuan.

Tentang berita proklamsi ke Aceh pertama diketahui oleh Teuku Panglima Polem Muhammad Ali, kemudian berita tersebut dicatat oleh Teuku Teungoh Hanafiah.. lewat kedua tokoh ini, bayangan tentang persatuan dan kesatuan terteimakan di Aceh sehingga mereka lupa dengan Negara Islam Aceh yang sebenarnya masih berdaulat dan tidak tergabung dengan Indonesia.
Bapak ahmad sudirman , ini adalah bukti sejarah!!!!

Selanjudnya saat kemerdekaan RI, Hasan Tiro masih tinggal di lamlo sekita tahun 1945-1946. ketika itu ia sebagai ketua BPI sebagaimana yang telah saya jelaskan sebleumnya. Pada tanggal 24 September 1945, penarikan bendera merah putih dipimpin oleh Teungku Umar Tiro dan Hasan Muhammad Tiro sedangkan yang menggerek bendera adalah Muhammad saleh (Ayahwa Leh), mungkin nama ini masih asing bagi Bapak ahmad Sudirman. Pada kesempatan itu Tgk. Umar Tiro selaku pewaris satu-satunya keluarga Tiro bersumpah setia atas nama keluarga Tiro terhadap RI. Keluarga Tiro, dengan menaikkan bendera mereh putih, telah mengesahkan ijab kabul terjualnya Aceh kepada Indonesia. Dan itu menunjukkan respeksi keluarga Tiro terhadap RI yang baru lahir.

Saya tidak mempersoalkan apakah Hasan Tiro waktu sudah matang berfikir atau terkontaminasi oleh pemikiran RI, akan tetapi fakta sejarah Keluarga tiro telah membai'ah terhadap RI.

Jadi menurut hemat saya, melihat bukti sejarah di atas tanpa ada unsur subjektivitas, dan kita berbicara secara rasionalitas, sungguh tidak logis jika pada akhirnya Hasan Tiro menuding bahwa pemerintah RI adalah pemerintah jahiliyah, kafir Indonesia Jawa. Dan yang paling ironis adalah telah menuduh ulama-ulama Aceh adalah ulama munafik yang telah menjual Aceh kepada RI.

Tuduhan yang sangat rendah ini pada akhirnya telah menghantarkan dirinya sebagai orang yang kontroversial diAceh. Allah telah menggambarkan dirinya sifat orang yang seperti dalam surat Al Baqarah, ayat 8-9 yang berbunyi : "Dan diantara manusia ada yang berkata kami beriman kepada Allah dan hari kiamat, padahal bukanlah mereka orang yang beriman"

Selanjudnya Saya tidak setuju kalau dikatakan bahwa timbulnya GAM tidak ada hubungan dengan Abu Beureueh, melihat pemaparan Bapak Ahmad Sudirman, sangat jelas bahwa bapak Ahmad belum mengetahui benar tentang sejarah GAM dan sejarah timbulnya GAM. Insyaallah pada tulisan yang lain tentang hal ini akan saya tanggapi

Wassalam

Ttd
Tgk. Lamkaruna Putra

abupase@yahoo.com
Medan, Indonesia
----------