Stockholm, 13 Juli 2004

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

SUMITRO MENGANALISA ACHEH PAKAI KACAMATA MBAK MEGA HASILNYA GOMBAL
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

JELAS SUMITRO YANG PAKAI KACAMATA PINJAMAN PUNYA MBAK MEGA UNTUK DIPAKAI MENGANALISA ACHEH TENTU SAJA HASILNYA GOMBAL

"Kemudian pada tahun 1977 bulan Mei Daud Beureueh kembali memproklamasikan GAM (Gerakan Aceh Merdeka ) .Gerakan Aceh Merdeka (GAM) diproklamasikan sebagai reaksi atas kebijakan pemerintah Presiden Soeharto yang mendirikan projek-projek multinasional di Aceh sejak 1970. Gerakan ini baru mencuat ke publik 1989 ketika desertir berpangkat kopral, Robert menyebut diri Panglima Perang Angkat Gerakan Aceh Merdeka (AGAM) dan mencuri 18 pucuk senjata ABRI yang mengadakan aksi ABRI Masuk Desa (AMD). Dan pada bulan dan tahun yang sama Para tokoh GAM membentuk kabinet dan Daud Beureueh mengusulkan Hasan Tiro Sebagai Ketua GAM dan Wali Negara Aceh. Penunjukan sempat ditentang tokoh GAM lain karena Hasan Tiro tidak hadir di pertemuan. Namun, akhirnya forum bisa menerima usulan Daud Beureueh (belakangan Hasan Tiro berjuang diliar jalur perjuangan dari Daud Beureueh yang istilah kerennya memberontak atau menghianati perjuangan utama )." (Sumitro mitro@kpei.co.id , Tue, 13 Jul 2004 10:19:16 +0700)

Baiklah saudara Sumitro di Jakarta, Indonesia.

Kelihatannya saudara Sumitro ini mencaplok dan meniru apa yang ditulis dalam buku karangan Neta S Pane yang berjudul Sejarah dan Kekuatan Gerakan Aceh Merdeka: Solusi, Harapan, dan Impian, yang diterbitkan oleh Grasindo, Jakarta, tahun 2001. Dimana Neta S Pane ini adalah sebagai Ketua Presidium Gamatpol (Lembaga Pengamat Polri).

Sebelum saya luruskan sejarah yang telah diputar balikkan oleh Neta S Pane yang disadur oleh saudara Sumitro, perlu saya tekankan disini bahwa akar utama konflik di Negeri Acheh adalah karena Presiden RIS Soekarno yang telah menelan, mencaplok, menduduki, dan menjajah Negeri Acheh pada tanggal 14 Agustus 1950 dengan menetapkan Peraturan Pemerintah RIS Nomor 21 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah Propinsi oleh Presiden RIS Soekarno yang membagi Negara RI-Jawa-Yogya menjadi 10 daerah propinsi yaitu, 1.Jawa - Barat, 2.Jawa - Tengah, 3.Jawa - Timur, 4.Sumatera - Utara, 5.Sumatera - Tengah, 6.Sumatera - Selatan, 7.Kalimantan, 8.Sulawesi, 9.Maluku, 10.Sunda - Kecil apabila RIS telah dilebur menjadi Negara RI-Jawa-Yogya. Dan menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.5 tahun 1950 tentang pembentukan Propinsi Sumatera-Utara, yang termasuk didalamnya wilayah daerah Aceh yang melingkungi Kabupaten-Kabupaten 1. Aceh Besar, 2. Pidie, 3. Aceh-Utara, 4. Aceh-Timur, 5. Aceh-Tengah, 6. Aceh-Barat, 7. Aceh-Selatan dan Kota Besar Kutaraja masuk kedalam lingkungan daerah otonom Propinsi Sumatera-Utara, tanpa persetujuan, keikhlasan, dan keridhaan dari seluruh rakyat Acheh dan pimpinan rakyat Acheh.

Nah, dari dasar akar masalah utama inilah timbulnya konflik di Acheh yang telah berlangsung lebih dari setengah abad ini.

Sekarang, kembali kepada pembelokkan sejarah Acheh yang ada hubungannya dengan NII Acheh dan ASNLF atau GAM. Sebenarnya isi cerita buku itu telah saya luruskan dalam tulisan saya sebelum ini yang berjudul "Neta S Pane mencoba membelokkan sejarah Acheh kedalam sangkar NKRI" ( www.dataphone.se/~ahmad/040603.htm )

Dalam rangka meluruskan sejarah Acheh yang menyangkut GAM ini juga, perlu saya disini menjelaskan bahwa nama ASNLF hubungannya dengan nama GAM. Dimana menurut Teungku Hasan Muhammad di Tiro: "The most popular name used by the people for the NLFAS (National Liberation Front of Acheh Sumatra ) is the "AM" which stands for "Atjeh Meurdehka" that is "Free Acheh" ". (The Price of Freedom: the unfinished diary of Tengku Hasan di Tiro, National Liberation Front of Acheh Sumatra, 1984, page 75). Jadi sebenarnya pengertian nama ASNLF atau NLFAS atau GAM adalah sama.

Seterusnya kita telusuri apa yang ditulis oleh saudara Sumitro: "Kemudian pada tahun 1977 bulan Mei Daud Beureueh kembali memproklamasikan GAM (Gerakan Aceh Merdeka ) .Gerakan Aceh Merdeka (GAM) diproklamasikan sebagai reaksi atas kebijakan pemerintah Presiden Soeharto yang mendirikan projek-projek multinasional di Aceh sejak 1970. Gerakan ini baru mencuat ke publik 1989 ketika desertir berpangkat kopral, Robert menyebut diri Panglima Perang Angkat Gerakan Aceh Merdeka (AGAM) dan mencuri 18 pucuk senjata ABRI yang mengadakan aksi ABRI Masuk Desa (AMD)."

Nah disini, seperti yang telah saya jelaskan diatas, nama ASNLF atau NLFAS atau GAM adalah sama. Jadi, tidak benar apa yang dikatakan saudara Sumitro yang menyadur tulisan Neta S Pane , yakni "pada tahun 1977 bulan Mei Daud Beureueh kembali memproklamasikan GAM (Gerakan Aceh Merdeka). Gerakan Aceh Merdeka (GAM) diproklamasikan sebagai reaksi atas kebijakan pemerintah Presiden Soeharto yang mendirikan projek-projek multinasional di Aceh sejak 1970"

Karena deklarasi Negara Acheh merdeka dideklarasikan pada tanggal 4 Desember 1976 yang sebagian isinya berbunyi: "We, the people of Acheh, Sumatra, exercising our right of self- determination, and protecting our historic right of eminent domain to our fatherland, do hereby declare ourselves free and independent from all political control of the foreign regime of Jakarta and the alien people of the island of Java. (Kami bangsa Acheh Sumatra, telah melaksanakan hak hak kami untuk menentukan nasib sendiri, dan melaksanakan tugas kami untuk melindungi hak suci kami atas tanah pusaka peninggalan nenek moyang, dengan ini menyatakan diri kami dan negeri kami bebas dan merdeka dari penguasaan dan penjajahan regime asing Jawa di Jakarta.)" (The Price of Freedom: the unfinished diary of Tengku Hasan di Tiro, National Liberation Front of Acheh Sumatra, 1984, page 15).

Adapun ASNLF atau NLFAS atau GAM didirikan pada tanggal 29 November 1976, yaitu 30 hari setelah Teungku Hasan Muhammad di Tiro sampai ke Acheh, 30 Oktober 1976. Dimana Teungku Hasan Muhammad di Tiro sebagai Ketua dan Dr. Muchtar Hasbi sebagai Wakil Ketua. (The Price of Freedom: the unfinished diary of Tengku Hasan di Tiro, National Liberation Front of Acheh Sumatra, 1984, page 11, 19).

Dimana deklarasi ulangan Negara Acheh yang berdaulat dibacakan di satu tempat yang dinamakan Tjokkan Hill atau bukit Tjokkan oleh Teungku Hasan Muhammad di Tiro sebagai ketua ASNLF dan sekaligus sebagai pemimpin perang dan wali negara, sedangkan wakil wali negara dipegang Dr. Muchtar Hasbi. Dan pada saat itu diumumkan kabinet pertama. Dimana anggota kabinet menteri yaitu Dr. Muchtar Hasbi Menteri Dalam negeri dan wakil Menetri Luar negeri, Dr. Husaini Hasan Menteri Pendidikan dan Penerangan, Dr. Zaini Abdullah Menteri Kesehatan, Dr. Zubir Mahmud Menteri Sosial dan menjabat Gubernur Peureulak, Dr. Asnawi Ali Menteri Tenaga Kerja dan Industri, Mr. Amir Ishak Menteri Perhubungan, Muhammad Daud Husin Komandan Angkatan perang, Teungku Ilyas Leube Menteri Kehakiman, Teungku Muhammad Usman Lampoih Awe Menteri Keuangan, Mr. Amir Rashid Mahmud Menteri Perdagangan, dan Malik Mahmud Menteri Negara (berada diluar negeri). Tetapi acara pelaksanaan sumpah atau baiat para menteri kabinet baru dapat dilaksanakan pada tanggal 30 Oktober 1977. (The Price of Freedom: the unfinished diary of Tengku Hasan di Tiro, National Liberation Front of Acheh Sumatra, 1984, page 85, 109).

Tentang tanggal deklarasi Negara Aceh 4 Desember, merupakan simbol jatuhnya Negara Acheh dibawah pimpinan pemimpin perang Teungku Tjhik Maat yang satu hari sebelumnya, 3 Desember 1911 ditembak oleh pasukan Belanda dalam perang di Alue Bhot, Tangse. Jadi pada tanggal 4 Desember 1911 merupakan hilangnya kemerdekaan Negara Acheh. Berdasarkan tanggal inilah Teungku Hasan Muhammad di Tiro secara simbolis menghidupan dan meneruskan kembali kedaulatan Negara Acheh yang telah lenyap karena diduduki dan dijajah Belanda. Dan setelah Negara Acheh dinyatakan merdeka dan berdaulat kembali, tidak menjadikan Negara Acheh sebagai bentuk kerajaan, melainkan sebagai negara kesatuan.

Jadi disini kelihatan berbeda beda sekali tanggal dan alasan deklarasi Negara Acheh merdeka yang dikemukakan oleh Neta S Pane yang disadur oleh saudara Sumitro diatas dengan apa yang ditulis oleh Teungku Hasan Muhammad di Tiro dalam buku hariannya "the unfinished diary of Tengku Hasan di Tiro".

Selanjutnya saudara Sumitro menyadur lagi dari buku Neta S Pane: "Sebagaimana kita ketahui pada sekitar akhir tahun 1949 Daud Beureueh bersikukuh untuk mendukung kemerdekaan RI. Bahkan, menggalang pengumpulan dana dari rakyat Aceh untuk membiayai pemerintah RI. Tempo dua bulan, terkumpul 500.000 dolar AS. Sebanyak 250.000 dolar AS disalurkan kepada angkatan perang RI, 50.000 dolar AS untuk perkantoran RI, 100.000 dolar AS untuk pengembalian pemerintah RI dari Yogyakarta ke Jakarta, dan 1000 dolar AS diserahkan kepada pemerintah pusat melalui AA Maramis. Kemudian rakyat Aceh mengumpulkan 5 kg emas untuk membeli obligasi pemerintah untuk membiayai perwakilan Indonesia di Singapura, pendirian Kedutaan Besar RI di India dan pembelian dua pesawat terbang untuk transportasi pejabat RI"

Nah, disinipun Neta S Pane telah menulis sejarah yang salah kaprah, mengapa ? Karena pada akhir tahun 1949, jelas itu Negara RI menjadi Negara Bagian Republik Indonesia Serikat (RIS). pada tanggal 14 Desember 1949 RI masuk menjadi anggota Negara Bagian RIS dengan menandatangani Piagam Konstitusi RIS di Pegangsaan Timur 56, Jakarta, yang ditandatangani oleh para utusan dari 16 Negara/Daerah Bagian RIS, yaitu Mr. Susanto Tirtoprodjo (Negara Republik Indonesia menurut perjanjian Renville), Sultan Hamid II (Daerah Istimewa Kalimantan Barat), Ide Anak Agoeng Gde Agoeng (Negara Indonesia Timur), R.A.A. Tjakraningrat (Negara Madura), Mohammad Hanafiah (Daerah Banjar), Mohammad Jusuf Rasidi (Bangka), K.A. Mohammad Jusuf (Belitung), Muhran bin Haji Ali (Dayak Besar), Dr. R.V. Sudjito (Jawa Tengah), Raden Soedarmo (Negara Jawa Timur), M. Jamani (Kalimantan Tenggara), A.P. Sosronegoro (Kalimantan Timur), Mr. Djumhana Wiriatmadja (Negara Pasundan), Radja Mohammad (Riau), Abdul Malik (Negara Sumatra Selatan), dan Radja Kaliamsyah Sinaga (Negara Sumatra Timur). (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.243-244). Kemudian pada tanggal 27 Desember 1949 Belanda telah mengakui kedaulatan RIS.

Jadi, apapula Teungku Muhammad Daud Beureueh pada akhir tahun 1949 sibuk mengumpuli uang dan emas untuk biaya Soekarno, pemerintah RI dan untuk beli pesawat. Sedangkan Negeri Acheh berada diluar wilayah kekuasaan de-facto dan de-jure RIS.

Celakanya itu Presiden RIS Soekarno dengan menggunakan PP RIS No.21/1950 dan PERPPU No.5/1950 untuk menelan, mencaplok, menduduki, dan menjajah Negeri Acheh oleh RIS, diteruskan oleh RI yang menjelma menjadi NKRI sampai sekarang ini.

Seterusnya saudara Sumitro menulis: "Bahkan pada tanggal 21 April 1953 Daud Beureueh terpilih sebagai Ketua Umum Kongres Alim Ulama se-Indonesia di Medan. Ia minta segenap ulama memperjuangkan dalam Pemilihan Umum (Pemilu 1955 supaya negara RI menjadi Negara Islam Indonesia (NII). Gagasan senada dicetuskan lebih dulu oleh Kartosoewirjo pada 7 Agustus 1949 di Jawa Barat, pasukannya dikenal DI/TII. Kemudian, ia menyusun 13 dasar pemerintah NII, yang selanjutnya pada tanggal 21 September 1953 Daud Beureueh memproklamasikan dukungan berdirinya NII yang dipelopori Kartosoewirjo."

Apa yang disadur oleh saudara Sumitro yang diambil dari sumber Neta S Pane itu salah besar, mengapa ? Karena, pertama, itu Negeri Acheh telah ditelan, dicaplok, diduduki, dan dijajah Soekarno melalui RIS. Kedua, ketika Kabinet Ali-Wongso yang dipimpin oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo dari PNI dan Wakil PM Wongsonegoro dari Partai Indonesia Raya (PIR) yang duduk didalamnya juga wakil dari NU (Nahdlatul Ulama), sedangkan dari Masyumi tidak ada wakilnya, dilantik pada tanggal 1 Agustus 1953, muncullah pada tanggal 20 September 1953 Maklumat Negara Islam Indonesia dari Teungku Muhammad Daud Beureueh di Acheh.

Dimana isi Maklumat NII di Acheh itu adalah:

Dengan Lahirnja Peroklamasi Negara Islam Indonesia di Atjeh dan daerah sekitarnja, maka lenjaplah kekuasaan Pantja Sila di Atjeh dan daerah sekitarnja, digantikan oleh pemerintah dari Negara Islam.Dari itu dipermaklumkan kepada seluruh Rakjat, bangsa asing, pemeluk bermatjam2 Agama, pegawai negeri, saudagar dan sebagainja.

1.Djangan menghalang2i gerakan Tentara Islam Indonesia, tetapi hendaklah memberi bantuan dan bekerdja sama untuk menegakkan keamanan dan kesedjahteraan Negara.
2.Pegawai2 Negeri hendaklah bekerdja terus seperti biasa, bekerdjalah dengan sungguh2 supaja roda pemerintahan terus berdjalan lantjar.
3.Para saudagar haruslah membuka toko, laksanakanlah pekerdjaan itu seperti biasa, Pemerintah Islam mendjamin keamanan tuan2.
4.Rakjat seluruhnja djangan mengadakan Sabotage, merusakkan harta vitaal, mentjulik, merampok, menjiarkan kabar bohong, inviltratie propakasi dan sebagainja jang dapat mengganggu keselamatan Negara. Siapa sadja jang melakukan kedjahatan2 tsb akan dihukum dengan hukuman Militer. 5.Kepada tuan2 bangsa Asing hendaklah tenang dan tentram, laksanakanlah kewadjiban tuan2 seperti biasa keamanan dan keselamatan tuan2 didjamin.
6.Kepada tuan2 yang beragama selain Islam djangan ragu2 dan sjak wasangka, jakinlah bahwa Pemerintah N.I.I. mendjamin keselamatan tuan2 dan agama jang tuan peluk, karena Islam memerintahkan untuk melindungi tiap2 Umat dan agamanja seperti melindungi Umat dan Islam sendiri. Achirnja kami serukan kepada seluruh lapisan masjarakat agar tenteram dan tenang serta laksanakanlah kewadjiban masing2 seperti biasa.

Negara Islam Indonesia
Gubernur Sipil/Militer Atjeh dan Daerah sekitarnja.
MUHARRAM 1373
Atjeh Darussalam
September 1953

Jadi kelihatan disini Teungku Muhammad Daud Beureueh telah menproklamasikan Negara Islam Indonesia di Atjeh dan daerah sekitarnja, bebas merdeka dari pengaruh kekuasaan Negara Pantja Sila di Atjeh dan daerah sekitarnja, digantikan oleh pemerintah dari Negara Islam.

Inilah yang dinamakan Proklamasi Kemerdekaan NII di Acheh. Negeri Acheh sejak 20 September 1953 dinyatakan secara de-jure dan de-facto bebas dari pengaruh kekuasaan Negara RI atau NKRI yang telah menelan, mencaplok, menduduki, dan menjajah sejak 14 Agustus 1950 melalui tangan Presiden RIS Soekarno.

Kemudian disinggung ada hubungannya dengan NII Imam SM Kartosoewirjo yang telah diproklamasikan lebih awal pada 7 Agustus 1949. Tetapi hubungan antara NII Acheh dan NII Jawa Barat ini tidak berlangsung lama.

Dalam langkah selanjutnya pada tanggal 8 Februari 1960 diputuskanlah pembentukan Republik Persatuan Indonesia (RPI) yang berbentuk federasi yang anggota Negaranya adalah Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara dan M. Natsir Cs, NII Teungku Muhammad Daud Beureueh, Perjuangan Semesta (Permesta) yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.

Kelihatan bahwa untuk membangun Negara yang berbentuk federasi yang didalamnya terdiri dari berbagai aliran yang terdapat dalam setiap Negara bagian Federasi, yang disponsori oleh M.Natsir dan Sjafruddin Prawiranegara adalah bertujuan untuk menampung sebanyak mungkin Daerah-Daerah lainnya yang menginginkan berdiri sendiri dan bergabung dalam RPI.sebagai alternatif dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dibawah Soekarno. Ide yang dilontarkan oleh M.Natsir ini memang disetujui oleh Teungku Muhammad Daud Beureueh. Sehingga NII masuk menjadi Negara bagian RPI.

Disamping itu kelihatan hubungan dan kerjasama antara NII Imam SM Kartosoewirjo dengan NII Teungku Muhammad Daud Beureueh kurang begitu terlihat, sehingga nampak dalam perjalanan kedua NII ini. Dan puncak dari ketidak ada kerjasama antara kedua NII ini adalah dengan masuknya NII Teungku Muhammad Daud Beureueh kedalam RPI. Adapun NII Imam SM Kartosoewirjo masih tetap berdiri sendiri berjuang menghadapi gempuran pasukan TNI dari Siliwangi jawa Barat. Sampai Imam SM Kartosoewirjo tertangkap pada tanggal 4 Juni 1962 dan mencapai syahidnya pada tanggal 16 Agustus 1962 ketika dijatuhkan hukuman mati terhadapnya.

Akhirnya sebelum Republik Persatuan Indonesia menyerah kepada Soekarno dan bubar pada tanggal 17 Agustus 1961, NII Teungku Muhammad Daud Beureueh keluar dari RPI dan membentuk Republik Islam Aceh pada tanggal 15 Agustus 1961.

Hanya pada bulan Desember tahun 1962, Teungku Muhammad Daud Beureueh dapat dijerat dengan Musyawarah Kerukunan Rakyat Acheh yang diselenggarakan oleh Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel M.Jasin.

Proses timbulnya Musyawarah Kerukunan Rakyat Acheh adalah ketika Soekarno memberikan amnesti dan abolisi kepada mereka yang dianggap memberontak kepada NKRI dengan batas akhir 5 Oktober 1961.

Diawali pada tanggal 4 Oktober 1961 datang 28 orang delegasi dari wakil-wakil semua lapisan masyarakat, para ulama, pemuda, pedagang, tokoh-tokoh adat, termasuk wakil pemerintah resmi sipil dan militer menjumpai Teungku Muhammad Daud Beureueh di Markasnya dengan misi meminta kepada Teungku Muhamad Daud Beureueh demi untuk kepentingan masyarakat Acheh seluruhnya agar sudi kembali ketengah-tengah masyarakat untuk memimpin mereka. Batas waktu tanggal 5 Oktober berakhir, dengan mempertimbangkan harapan rakyat Acheh yang tulus dan jaminan-jaminan kebebasan beliau untuk melanjutkan perjuangan telah membuka pintu untuk perundingan.

Dimana perundingan-perundingan ini berlangsung sampai sepuluh bulan. Dan pada 9 Mei 1962 Teungku Muhammad Daud Beureueh bersama stafnya kembali ketengah-tengah masyarakat . (S.S. Djuangga Batubara, Teungku Tjhik Muhammad Dawud di Beureueh Mujahid Teragung di Nusantara, Gerakan Perjuangan & Pembebasan Republik Islam Federasi Sumatera Medan, cetakan pertama, 1987, hal. 97-98).

Dengan kembalinya Teungku Muhammad Daud Beureueh ke Masyarakat dan mengikuti Musyawarah Kerukunan Rakyat Acheh yang diselenggarakan pada bulan Desember tahun 1962 oleh Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel M.Jasin, maka secara de-jure dan de-facto RIA yang diperjuangkannya telah hilang, karena telah dianggap menyerah dan kembali kepada NKRI.

Kemudian kalau membaca kesimpulan yang diambil oleh saudara Sumitro: "Kalau dilihat dari sejarahnya sebenarnya GAM nya Daud Baeureueh hanya menuntut berlakukannya Syariah Islam di Aceh namun Hasan Tiro bertentangan yakni GAM menuntut kemerdekaan. Daud Beureueh sangat jelas tuntutannya, Bergabung dengan Negara Islam Indonesia adalah sebagai akibat dari tuntutannya itu, bukan tujuan. Oleh karena itu, begitu tuntutannya dikabulkan pemerintah pusat, dengan serta merta beliau bisa diajak ke meja musyawarah, yang berakhir dengan penyelesaian pemberontakan. Itulah makanya saya berani menyatakan bahwa Daud Beureueh tidak menuntut kemerdekaan lepas dari NKRI. Tuntutan utama Daud Beureueh adalah terlaksanakannya Syariat Islam di Aceh atau otonomi Agama dalam Daerah Istimewa Aceh. Pemberontakan Daud Beureueh ini meletus pada bulan September 1953."

Nah, kesimpulan yang diambil oleh saudara Sumitro adalah salah besar. Mengapa ? Karena Teungku Muhammad Daud Beureueh telah menproklamasikan Negara Islam Indonesia di Atjeh dan daerah sekitarnja, bebas merdeka dari pengaruh kekuasaan Negara Pantja Sila di Atjeh dan daerah sekitarnja, digantikan oleh pemerintah dari Negara Islam. Kemudian itu soal hubungan dan bergabung dengan NII Jawa Barat, itu bukan menjadi alasan utama. Karena terbukti beberapa tahun kemudian NII Acheh dan NII Jawa Barat berjalan masing-masing.

Tuntutan Teungku Muhammad Daud Beureueh bukan otonomi Acheh dengan syariat islamnya, tetapi Teungku Muhammad Daud Beureueh telah memerdekakan Negeri Acheh dengan nama Negara Islam Indonesia yang bebas merdeka dari Negara Pancasila atau Negara RI atau NKRI.

Karena Teungku Muhammad Daud Beureueh dianggap telah menyerah dan kembali kepada NKRI 1962, maka 14 tahun kemudian ketika Teungku Hasan Muhammad di Tiro pertama kalinya, setelah 25 tahun di exil di Amerika, menginjakkan kakinya di bumi Acheh pada tanggal 30 Oktober 1976 mulailah perjuangan rakyat Acheh kembali menggelora, sebagai penerus perjuangan para nenek moyangnya dulu yang telah menentang penjajah Belanda, dan sekarang menghadapi pihak penjajah NKRI, pada tanggal 4 Desember 1976, mendeklarasikan ulang Negara Acheh yang berdaulat

Jadi, perjuangan rakyat Acheh yang telah sadar untuk menentukan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan Negara Pancasila akan terus berlangsung selama pihak Pemerintah RI, DPR, MPR, TNI/POLRI terus menduduki, dan menjajah Negeri Acheh.

Sayangnya pihak Pemerintah RI, DPR, MPR, TNI/POLRI tidak mau menerima dan tidak ingin mengakui bahwa sebenarnya Negeri Acheh itu memang ditelan, dicaplok, diduduki, dan dijajah oleh pihak RIS pada tanggal 14 Agustus 1950 yang diteruskan oleh pihak RI yang menjelma menjadi NKRI sejak 15 Agustus 1950.

Kemudian, itu saudara Sumitro menghubung-hubungkan dengan Amerika, itu analisa melantur. Mengapa ? Karena saudara Sumitro sama dengan pihak Pemerintah RI, DPR, MPR, TNI/POLRI tidak mau menerima dan tidak ingin mengakui bahwa sebenarnya Negeri Acheh itu memang ditelan, dicaplok, diduduki, dan dijajah oleh pihak RIS pada tanggal 14 Agustus 1950 yang diteruskan oleh pihak RI yang menjelma menjadi NKRI sejak 15 Agustus 1950. Jadi agar supaya analisa saudara Sumitro itu dianggap kental, maka dikutak-katiklah Amerika dan lainnya.

Terakhir, saudara Sumitro menyinggung: "Politik adu domba yang memang telah menjadi strategi politik imperialis sejak dahulu kala, tentu akan dimainkan mereka terhadap GAM Aceh dengan pemerintah pusat. Apalagi GAM Aceh Islam dan mayoritas rakyat Indonesia Islam, jelas merupakan musuh kapitalis dan komunis yang mau dihancurkan mereka sejak dahulu kala, dengan berbagai cara."

Jelas, jawabannya bukan politik adu domba pihak luar, melainkan karena pihak Pemerintah RI, DPR, MPR, TNI/POLRI yang terus menduduki Negeri Acheh secara ilegal dan sepihak. Itu saja.
Memang sudah bejad itu pemimpin Pemerintah RI yang didukung penuh oleh DPR, MPR, TNI/POLRI untuk terus menduduki, dan menjajah Negeri Acheh.

Tetapi, karena memang pihak Pemerintah RI, TNI/POLRI yang didukung DPR dan MPR ini bloon dan bodoh, tidak mau mengerti dan tidak mau menerima kenyataan apa yang telah dilakukan oleh pihak Soekarno terhadap Negeri Acheh itu sebagai suatu kejahatan hukum internasional karena telah merampas, menelan, mencaplok, menduduki, dan menjajah Negeri Acheh, maka untuk menutupi kekerasn kepalannya karena kebodohannya itu dipropagandakanlah dengan gerakan separatis, pemberontak, makar, dan sebagainya. Padahal yang benar menurut fakta, bukti, sejarah dan dasar hukum adalah pihak RI yang menduduki dan menjajah Negeri Acheh. Inilah akar utama konflik Acheh.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad.swaramuslim.net
ahmad@dataphone.se
----------

From: Sumitro mitro@kpei.co.id
To: Ahmad Sudirman <ahmad@dataphone.se>, Serambi Indonesia <serambi_indonesia@yahoo.com>, Aceh Kita <redaksi@acehkita.com>, ahmad jibril <ahmad_jibril1423@yahoo.com>, balipost <balipost@indo.net.id>, waspada <newsletter@waspada.co.id>, PR <redaksi@pikiran-rakyat.com>, Pontianak <editor@pontianak.wasantara.net.id>, Hudoyo <hudoyo@cbn.net.id>, JKT POST <jktpost2@cbn.net.id>, Redaksi Detik <redaksi@detik.com>, Redaksi Kompas <redaksi@kompas.com>, Redaksi Satu Net <redaksi@satunet.com>, Redaksi Waspada <redaksi@waspada.co.id>, Waspada waspada@waspada.co.id
Cc: rokh-mawan@plasa.com, rokh_mawan@yahoo.com, ahmad@dataphone.se
Subject: Hasan Tiro sebagai pemberonta di GAM dan NKRI
Date: Tue, 13 Jul 2004 10:19:16 +0700

Bapak-bapak dan Ibu2.

Sebagaimana kita ketahui pada sekitar akhir tahun 1949 Daud Beureueh bersikukuh untuk mendukung kemerdekaan RI. Bahkan, menggalang pengumpulan dana dari rakyat Aceh untuk membiayai pemerintah RI. Tempo dua bulan, terkumpul 500.000 dolar AS. Sebanyak 250.000 dolar AS disalurkan kepada angkatan perang RI, 50.000 dolar AS untuk perkantoran RI, 100.000 dolar AS untuk pengembalian pemerintah RI dari Yogyakarta ke Jakarta, dan 1000 dolar AS diserahkan kepada pemerintah pusat melalui AA Maramis. Kemudian rakyat Aceh mengumpulkan 5 kg emas untuk membeli obligasi pemerintah untuk membiayai perwakilan Indonesia di Singapura, pendirian Kedutaan Besar RI di India dan pembelian dua pesawat terbang untuk transportasi pejabat RI.

Bahkan pada tanggal 21 April 1953 Daud Beureueh terpilih sebagai Ketua Umum Kongres Alim Ulama se-Indonesia di Medan. Ia minta segenap ulama memperjuangkan dalam Pemilihan Umum (Pemilu 1955 supaya negara RI menjadi Negara Islam Indonesia (NII). Gagasan senada dicetuskan lebih dulu oleh Kartosoewirjo pada 7 Agustus 1949 di Jawa Barat, pasukannya dikenal DI/TII. Kemudian, ia menyusun 13 dasar pemerintah NII, yang selanjutnya pada tanggal 21 September 1953 Daud Beureueh memproklamasikan dukungan berdirinya NII yang dipelopori Kartosoewirjo.

Kemudia pada tanggal 15 februari 1958 Daud Beureueh bergabung dengan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan Permesta, serta memutus hubungan dengan DI/TII Kartosoewirjo. Dua tahun kemudian tepatnya tanggal 8 februari 1960 Republik Persatuan Indonesia didirikan dengan Presiden Syafruddin Prawiranegara dan Wakil Tengku Daud Beureueh. Ikut bergabung mantan Perdana Menteri RI M. Natsir dan Burhanuddin Harahap. Bahkan Sumitro Djojohadikusumo bergabung, hanya di dalam tubuh PRRI. Soekarno membalas dan mengadakan Operasi 17 Agustus dan Operasi Merdeka.Dan pada tanggal 25 agustus1961 Presiden Republik Persatuan Indonesia, Syafruddin Prawiranegara menyerah kepada RI di Padang Sidempuan, Sumatera Utara. Diikuti oleh M. Natsir. Daud Beureueh yang diajak melalui surat dua kali, menolak jejak presidennya. Bahkan, ia memproklamasikan Republik Islam Aceh, menggantikan Republik Persatuan Indonesia. Menteri Pertahanan dan Keamanan Jenderal TNI A.H. Nasution membujuk Daud Beureueh untuk kembali ke pangkuan RI dan menjanjikan hak penuh rakyat Aceh melaksanakan syariat Islam. Satu tahun kemudian yakni tahun 1962 diadakannya rekonsiliasi dalam momen Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh (MKRA) dan lahir Ikrar Blangpadang. Daud Beureueh menerima perdamaian dan mengakhiri (1964) pemberontakan gagasan NII atau Republik Islam Aceh. Rakyat Aceh sementara menikmati damai dengan ongkos 4.000-5.000 nyawa saudara mereka.

Kemudian pada tahun 1977 bulan Mei Daud Beureueh kembali memproklamasikan GAM (Gerakan Aceh Merdeka ) .Gerakan Aceh Merdeka (GAM) diproklamasikan sebagai reaksi atas kebijakan pemerintah Presiden Soeharto yang mendirikan projek-projek multinasional di Aceh sejak 1970. Gerakan ini baru mencuat ke publik 1989 ketika desertir berpangkat kopral, Robert menyebut diri Panglima Perang Angkat Gerakan Aceh Merdeka (AGAM) dan mencuri 18 pucuk senjata ABRI yang mengadakan aksi ABRI Masuk Desa (AMD). Dan pada bulan dan tahun yang sama Para tokoh GAM membentuk kabinet dan Daud Beureueh mengusulkan Hasan Tiro Sebagai Ketua GAM dan Wali Negara Aceh. Penunjukan sempat ditentang tokoh GAM lain karena Hasan Tiro tidak hadir di pertemuan.

Namun, akhirnya forum bisa menerima usulan Daud Beureueh (belakangan Hasan Tiro berjuang diliar jalur perjuangan dari Daud Beureueh yang istilah kerennya memberontak atau menghianati perjuangan utama ).

Perkembangannya, pemimpin GAM tidak hanya Hasan Tiro. Di antaranya Tengku Ahmad Dewi (1949-1991) dan Tengku Bantaqiah (1952-1999). Ahmad Dewi berseberangan dengan Hasan Tiro, hilang tidak diketahui pasti rimbanya. Ada rumor dihabisi TNI pada 1991 dan ada tuduhan oleh pendukung Hasan Tiro karena tokoh ini pernah mengeluarkan fatwa hukum mati. Tengku Bantaqiyah ditembak secara membabi-buta oleh 200 pasukan TNI pada 23 Juli 1999 di Masjid Pondok Pesantren Al Bantaqiyah.

Kalau dilihat dari sejarahnya sebenarnya GAM nya Daud Baeureueh hanya menuntut berlakukannya Syariah Islam di Aceh namun Hasan Tiro bertentangan yakni GAM menuntut kemerdekaan.Daud Beureueh sangat jelas tuntutannya, Bergabung dengan Negara Islam Indonesia adalah sebagai akibat dari tuntutannya itu, bukan tujuan. Oleh karena itu, begitu tuntutannya dikabulkan pemerintah pusat, dengan serta merta beliau bisa diajak ke meja musyawarah, yang berakhir dengan penyelesaian pemberontakan. Itulah makanya saya berani menyatakan bahwa Daud Beureueh tidak menuntut kemerdekaan lepas dari NKRI. Tuntutan utama Daud Beureueh adalah terlaksanakannya Syariat Islam di Aceh atau otonomi Agama dalam Daerah Istimewa Aceh. Pemberontakan Daud Beureueh ini meletus pada bulan September 1953.

Berbeda dengan pemberontakan-pemberontakan lain yang diilhami Darul Islam, pemberontakan yang khusus ini berakhir secara damai melalui permusyawarahan ketimbang kekalahan militer. Hal ini terjadi sesudah pemerintah pusat pada tahun 1959 akhirnya memenuhi tuntutan rakyat Aceh dan satu lagi, bahwa Daud Beureueh, pemimpin pemberontakan yang benar-benar terpenting ini, yang merupakan salah seorang pemberontak terakhir yang kembali dari hutan pada tahun 1962, tidak tewas dalam pertempuran atau dihukum mati, tetapi diberi ampun.

Pada umumnya umat Islam Aceh berpegang kepada tuntutan Daud Beureueh. Karenanya, ketika pemerintah pusat memberikan otonomi khusus bagi Aceh (NAD) dan diberlakukannya Syariat Islam, rakyat Aceh menyambut dengan sangat antusias. Kalaulah Daud Beureueh masih hidup, bisa dipastikan, beliau juga menyambut dengan penuh rasa syukur ke khadirat Allah Subhanahuwa Ta'ala.

Lain Daud Beureueh, lain pula GAM nya Hasan Tiro. Tuntutan pemberontakan Daud Beureueh dapat membuka ruang musyawarah seluas-luasnya karena masih dalam ruang lingkup NKRI dan tidak pernah melibatkan negara asing, sangat kontras dengan apa yang dilakukan oleh Hasan Tiro dan Ahmad Sudirman CS.

Mereka dengan gigihnya melobi dunia Internasional diantaranya para anggota2 senat Amerika seperti yang disampaikan oleh Ahmad Sudirman sebelumnya.Tuntutan GAM, sesuai dengan nama gerakan mereka, yaitu: Gerakan Aceh Merdeka alias GAM, maka jelas tujuan akhir mereka adalah merdeka, lepas dari NKRI. Tuntutan GAM ini tentu saja sangat irasional untuk dapat dibawa ke meja perundingan atau musyawarah. Lain halnya bila, tuntutan merdeka GAM itu, hanya sebagai taktis politik untuk mendapatkan konsisi yang besar dari pemerintah RI. Bila demikian, membuka meja perundingan dengan GAM akan menjadi rasional, walaupun bagaimana alotnya.

Namun, pemerintah dengan iktikad baiknya, telah berkali-kali membuka perundingan dengan GAM. Pemerintah tentu saja mengharapkan GAM mengubah tuntutan pemberontakannya. Belakangan ini, pemerintah tampaknya lebih bersikap sangat toleran sehingga mengikuti kemauan GAM untuk melakukan perundingan di luar negeri dengan ditengahi oleh HDC, sebuah SLM asing.
Namun, hasilnya nihil.

Kegagalan perundingan-perundingan dengan GAM, dapat dipahami, sebagaimana telah kita kemukakan di atas tadi karena GAM belum bersedia mengubah tujuan pemberontakannya. Kunci permasalahannya di sini. Jika GAM, menaruh harga mati pada tuntutan merdeka dan pemerintah menaruh harga mati pada keutuhan NKRI, dapat dipastikan upaya perundingan akan sia-sia belaka.

Kesia-siaan perundingan, senang atau tidak senang akan mengundang perang, apa pun bahasa yang digunakan untuk menghaluskannya, seperti operasi pemulihan keamanan terpadu dan atau semacamnya. Dengan kata lain, perang antara GAM dan TNI merupakan konsekuensi logis dalam upaya menyelesasikan masalah Aceh yang berlarut-larut dan telah gagal di meja perundingan.

Sementara itu, GAM telah berhasil mengangkat pemberontakannya ke forum internasional, baik dalam perundingan Jenewa maupun forum-forum lainnya. Berhasilnya GAM membentuk opini internasional dapat mengundang campur tangan negara-negara asing yang berwatak kapitalis ataupun komunis.

Politik adu domba yang memang telah menjadi strategi politik imperialis sejak dahulu kala, tentu akan dimainkan mereka terhadap GAM Aceh dengan pemerintah pusat. Apalagi GAM Aceh Islam dan mayoritas rakyat Indonesia Islam, jelas merupakan musuh kapitalis dan komunis yang mau dihancurkan mereka sejak dahulu kala, dengan berbagai cara.

Tambahan lagi, bagi negara-negara kapitalis, Indonesia itu adalah negara yang kaya sumber daya alamnya, baik di atas bumi maupun di dalam perut bumi, yang sangat penting untuk mereka kuasai.

Disini saya menyimpulkan bahwa Hasan Tiro dan ahmad sudirman CS memang berkeinginan ke arah itu dimana mereka sebenarnya TIDAK ada sedikitpun berkeinginan membantu rakyat Aceh tapi justru mereka memperjuangkan kedudukan, harta dan kepentingan pribadi mereka.

Jelaslah, Indonesia memenuhi dua syarat penting untuk dikuasai oleh imperialisme dan kapitalisme Barat, yaitu mayoritas Islam untuk dihancurkan dan kekayaan sumber daya alam untuk dieksploitasi. Gedung Putih Amerika Serikat (AS) telah menugaskan kalangan intel mereka untuk melakukan penyelidikan dengan seksama sekitar gerakan Islam di seluruh dunia (Washington Post, Maret 1979), di masa pemerintahan Jimmy Carter, dengan penasihat keamanannya Brizinsky. Jauh sebelum invasi mereka ke Afganistan dan Irak serta jauh sebelum ustaz Abu Bakar Ba'asyir ditangkap dengan tuduhan teroris.

Tentulah apa yang terjadi di Aceh tidak luput dari pengamatan dan campur tangan operasi intel AS. Melihat alasan-alasan AS untuk melakukan invasi ke Afganistan dan Irak, pemberontakan GAM melawan pemerintah pusat, cukup menjadi dalih bagi AS, untuk ikut campur tangan, baik alasan politik HAM maupun ekonomi, serta alasan terrsembunyi untuk menghancurkan Islam, disinilah saya sangsi apakah hasan tiro dan ahmad sudirman tidak menyadari akan hal itu atau memang malah mengharapkan seperti itu ?

Campur tangan operasi intelijen asing, utamanya AS, harus benar-benar diwaspadai. Harus dicermati, Singapura merupakan pangkalan militer AS (pindahan dari Subik dan Clark Filipina), di depan hidung kita, yang siap untuk bertindak sesuai dengan asumsi mereka tentang situasi Asia Tenggara, bukan asumsi kita. Asumsi kita bagi AS dianggap angin lalu. Tidak hanya asumsi kita, asumsi Prancis, Jerman, Rusia, dan PBB, juga dianggap angin lalu oleh AS. Oleh karena itu, jangan percaya kepada pandangan AS tentang masalah Aceh.

Percayalah, bila kita keseleo persepsi tentang pandangan AS terhadap Indonesia dalam hal penyelesaian masalah pemberontakan GAM Aceh, harus bersiaplah kita untuk diirakkan oleh AS dan sekutunya. Berfirman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Walan tardha 'ankal yahuudu walan nashaaraa hatta tattabi'amil latahum." (Q.S. 2/120).

Demikian dan semoga rakyat aceh dan Indonesia sadar dan tetap waspada selalu karena kalau tidak bukan Indonesia ( NKRI ) saja yang hancur tapi Islam seluruhnya.

Wassallam.

Sumitro

mitro@kpei.co.id
Jakarta, Indonesia
----------