Stockholm, 27 Agustus 2004

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

RASJID ITU PERTUMBUHAN & PERKEMBANGAN ACHEH & RI MELALUI JALUR POLITIK, HUKUM, DIPLOMASI & PERTAHANAN
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

KELIHATAN JELAS RASJID PRAWIRANEGARA ITU PERTUMBUHAN & PERKEMBANGAN NEGERI ACHEH & NEGARA RI TELAH MELALUI JALUR POLITIK, HUKUM, DIPLOMASI & PERTAHANAN

"Kalau anda berbicara bahwa keberadaan RI tidak ada hukumnya, apalagi keberadaan Negara Aceh, dasar hukumnya apa ? Aceh Merdeka itu berdasarkan pengetahuan saya baru ada thn 1976 ? (diproklamasikan oleh Pak Hasan Tiro). Sebelumnya tidak ada ? Kalau Kerjaan kerajaan yang mana ? Yang pasti Sebagaimana anda ketahui RI kemudian diakui keberadaanya oleh PBB secara hukum tahun 1950. Meskipun secara the Facto Republik Indonesia sudah ada sejak 17 Agustus tahun 1945 dan memiliki pemerintahan yang pada waktu itu melingkupi Sumatera dan Jawa. Dan Aceh berjuang dari tahu 1945, dibawah Tengku Daud, dalam rangka Pembentukan dan Pengakuan Republik Indonesia secara international. Dan Maaf Pak Hasan pada waktu itu belum memiliki Nama. Bukti lain dari perjuangan Aceh untuk RI, Aceh menyumbang Pesawat Terbang ke RI dalam rangka memperjuangkan negara kesatuan RI. Pak Daud bersebrangan jalan dengan
Sukarno pada tahun 1953." (Rasjid Prawiranegara , rasjid@bi.go.id , Fri, 27 Aug 2004 09:00:29 +0700)

Baiklah saudara Rasjid Prawiranegara di Jakarta, Indonesia

Membaca dari apa yang saudara Rasjid kemukakan: "Kalau anda berbicara bahwa keberadaan RI tidak ada hukumnya, apalagi keberadaan Negara Aceh, dasar hukumnya apa ? Aceh Merdeka itu berdasarkan pengetahuan saya baru ada thn 1976 ? (diproklamasikan oleh Pak Hasan Tiro). Sebelumnya tidak ada ? Kalau Kerjaan kerajaan yang mana ?"

Ternyata saudara Rasjid masih mengalami kesulitan untuk memahami proses pertumbuhan dan perkembangan satu negara yang melalui jalur baik lewat jalur politik, hukum, diplomasi, maupun jalur kekuatan sejata.

Buktinya masih menampilkan suatu pemikiran yang berbentuk pertanyaan: "Kalau anda berbicara bahwa keberadaan RI tidak ada hukumnya, apalagi keberadaan Negara Aceh, dasar hukumnya apa ?"

Jelas, saudara Rasjid jalur proses pertumbuhan dan perkembangan satu negara, seperti Negara RI adalah didasari oleh salah satunya adalah adanya legalitas hukum yang diperoleh apakah itu melalui dialog, perundingan, diplomasi, ataupun melalui kekuatan senjata yang menghasilkan kesepakatan untuk penetapan batas-batas negara yang bisa diakui bersama dan diakui oleh pihak ketiga.

Begitu juga ketika melihat proses pertumbuhan dan perkembangan negara RI ini. Tidak berarti begitu Negara RI diproklamasikan oleh Soekarno dan Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945 langsung otomatis berdiri dengan megah yang melingkupi seluruh nusantara, ada pemerintah dan ada rakyatnya.

Tetapi itu Negara RI melalui jalur proses pertumbuhan dan perkembangan, baik itu melalui berbagai jalur perundingan, atau melalui angkat senjata. Seperti misalnya dalam bidang politik dan diplomasi diantaranya melalui perundingan Linggajati 25 Maret 1947, Perundingan Renville 17 Januari 1948, Resolusi PBB No.67(1949) tanggal 28 Januari 1949, Terbentuknya Pemerintah Darurat RI, hilangnya secara de-jure dan de-facto Negara RI, Perundingan Roem Royen 7 Mei 1949, KMB yang ditandatangani pada 2 November 1949, RI masuk menjadi Negara bagian RIS dengan menandatangani Piagam Konstitusi RIS 14 Desember 1949, Penyerahan Kedaulatan kepada RIS oleh Belanda 27 Desember 1949.

Itu semua merupakan dasar hukum yang melandasi lajunya pertumbuhan dan perkembangan Negara RI hingga sampai sekarang ini.

Lihat saja fakta, bukti, dasar hukum dan sejarah yang menyangkut legalitas de-facto wilayah kekuasaan Negara RI. Ketika diawal Proklamasi 17 Agustsu 1945 itu Soekarno telah mengklaim wilayah Negara RI dari Sabang sampai Merauke. Tetapi akhirnya setelah melalui jalur proses pertumbuhan dan perkembangan dengan mengikuti jalur hukum seperti melalui perundingan, ternyata setelah Perjanjian Renville ditandatangani pada 17 Januari 1948, itu wilayah de-facto dan de-rue Negara RI adalah hanya di Yogyakarta dan daerah sekitarnya. Dan itu yang diakui dan dituliskan dalam Resolusi PBB No.67(1949) tanggal 28 Januari 1949.

Kemudian tidak sampai disitu saja, melainkan Negara RI adalah merupakan Negara Bagian Republik Indonesia Serikat diantara 16 Negara-Negara Bagian RIS lainnya. Dan yang oleh Belanda diakui dan diserahkan kedaulatannya. Kedaulatan diserahkan Belanda kepada RIS, bukan kepada Negara RI. Negara RI adalah merupakan Negara Bagian RIS. Bahkan Kedaulatan Negara RI pada tanggal yang sama yaitu 27 Desember 1949 diserahkan kepada RIS. Jadi praktis Negara RI itu tidak memiliki kedaulatan sejak 27 Desember 1949.

Selanjutnya bagaimana itu Soekarno yang dipilih sebagai Presiden RIS menjadikan RIS sebagai medan perjuangan untuk menelan dan memasukkan Negara-Negara Bagian RIS lainnya kedalam tubuh Negara RI. Misalnya melalui pembuatan dan penetapan dasar hukum Undang-Undang Darurat No 11 tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS yang dikeluarkan pada tanggal 8 Maret 1950.

Pada 14 Agustus 1950 Parlemen dan Senat RIS mensahkan Rancangan Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986, hal. 42).

Lalu Pada tanggal 14 Agustus 1950 ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah Propinsi oleh Presiden RIS Soekarno yang membagi Negara RI-Jawa-Yogya menjadi 10 daerah propinsi yaitu, 1.Jawa - Barat, 2.Jawa - Tengah, 3.Jawa - Timur, 4.Sumatera - Utara, 5.Sumatera - Tengah, 6.Sumatera - Selatan, 7.Kalimantan, 8.Sulawesi, 9.Maluku, 10.Sunda - Kecil apabila RIS telah dilebur menjadi Negara RI-Jawa-Yogya.

Selanjutnya menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.5 tahun 1950 tentang pembentukan Propinsi Sumatera-Utara, yang termasuk didalamnya wilayah daerah Aceh yang melingkungi Kabupaten-Kabupaten 1. Aceh Besar, 2. Pidie, 3. Aceh-Utara, 4. Aceh-Timur, 5. Aceh-Tengah, 6. Aceh-Barat, 7. Aceh-Selatan dan Kota Besar Kutaraja masuk kedalam lingkungan daerah otonom Propinsi Sumatera-Utara.

Seterusnya pada 15 Agustus 1950 16 Negara-Negara bagian RIS secara resmi dinyatakan melebur kedalam tubuh Negara Republik Indonesia yang menurut perjanjian Renville, wilayah daerah de-facto dan de-jur-nya sekitar Yogyakarta. Tetapi pada tanggal 15 Agustus 1950 ternyata Daerah Istimewa Kalimantan Barat, Negara Indonesia Timur, Negara Madura, Daerah Banjar, Bangka, Belitung, Dayak Besar, Jawa Tengah, Negara Jawa Timur, Kalimantan Tenggara, Kalimantan Timur, Negara Pasundan, Riau, Negara Sumatra Selatan, dan Negara Sumatra Timur, (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.243-244) ditelan dan masuk kedalam tubuh Negara RI yang menjelma menjadi NKRI.

Kemudian kalau RIS dihubungkan dengan Negeri Acheh, maka akan terlihat jalur proses hukum yang dibuat Soekarno melalui bangunan RIS-nya seperti ditetapkannya PP RIS No.21/1950 Tentang Pembentukan Daerah Propinsi oleh Presiden RIS Soekarno, dan PERPPU No.5/1950 tentang pembentukan Propinsi Sumatera Utara

Seterusnya kalau dilihat dari isi bangunan Negara RIS ternyata itu Negeri Acheh tidak masuk didalamnya. Hal ini memberikan fakta dan bukti secara hukum bahwa Negeri Acheh itu berada diluar wilayah de-facto dan de-jure RIS dan juga diluar wilayah de-facto dan de-jure Negara RI.

Sehingga Soekarno sebagai Presiden RIS untuk membuat legalitas atas pengakuan hak terhadap Negeri Acheh , maka dibuatlah PP RIS No.21 tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Propinsi oleh Presiden RIS Soekarno, dan PERPPU No.5/1950 tentang pembentukan Propinsi Sumatera Utara. Walaupun Soekarno ketika membuat itu dasar hukum tidak mendapat kerelaan, keikhlasan dan keridhaan dari seluruh rakyat Acheh dan pemimpin rakyat Acheh.

Jadi Soekarno hanya menelan dan mencaplok itu wilayah Aceh Besar, Pidie, Aceh-Utara, Aceh-Timur, Aceh-Tengah, Aceh-Barat, Aceh-Selatan dan Kota Besar Kutaraja dimasukkan kedalam tubuh wilayah Negara RI yang merupakan Negara Bagian RIS, yang menjelma menjadi NKRI.

Kemudian menurut fakta, bukti, sejarah dan dasar hukum ternyata Teungku Muhammad Daud Beureueh melakukan tindakan penentuan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan Negara Pancasila dalam bentuk proklamasi Negara Islam Indonesia di daerah Acheh pada tanggal 20 September 1953, yang setelah melalui berbagai proses baik melalui jalur perjuangan politik, seperti membangun Negara Federasi Republik Persatuan Indonesia pada 8 Februari 1960 bersama M Natsir, Safruddin Prawiranegara dan Kahar Muzakkar, mendirikan Republik Islam Acheh pada tanggal 15 Agustus 1961, dua hari sebelum RPI menyerah pada Soekarno 17 Agustus 1961, maupun melalui jalur perjuangan angkat senjata, akhirnya pada bulan Desember 1962 terjerat oleh taktik dan strategi Soekarno dalam bentuk Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh yang diikuti oleh Teungku Muhammad Daud Beureueh yang diselenggrakan Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel M.Jasin.

Ketika Teungku Muhammad Daud Beureueh dinyatakan menyerah melalui jaring Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh yang dipasang Soekarno melalui Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel M.Jasin, maka Teungku Muhammad Daud Beureueh secara de-facto dan de-jure menyerah kepada Soekarno dan RIA hilang dari Acheh.

Tetapi, 14 tahun kemudian ketika Teungku Hasan Muhammad di Tiro pertama kalinya, setelah 25 tahun di exil di Amerika, menginjakkan kakinya di bumi Acheh pada tanggal 30 Oktober 1976 mulailah perjuangan rakyat Acheh kembali menggelora, sebagai penerus perjuangan para nenek moyangnya dulu yang telah menentang penjajah Belanda, dan sekarang menghadapi pihak penjajah NKRI.

Sebagaimana yang telah diketahui bersama pada tanggal 4 Desember 1976, deklarasi ulangan Negara Acheh yang berdaulat dibacakan di satu tempat yang dinamakan Tjokkan Hill atau bukit Tjokkan oleh Teungku Hasan Muhammad di Tiro sebagai ketua ASNLF dan sekaligus sebagai pemimpin perang dan wali negara, sedangkan wakil wali negara dipegang Dr. Muchtar Hasbi. Dan pada saat itu diumumkan kabinet pertama. Dimana anggota kabinet menteri yaitu Dr. Muchtar Hasbi Menteri Dalam negeri dan wakil Menetri Luar negeri, Dr. Husaini Hasan Menteri Pendidikan dan Penerangan, Dr. Zaini Abdullah Menteri Kesehatan, Dr. Zubir Mahmud Menteri Sosial dan menjabat Gubernur Peureulak, Dr. Asnawi Ali Menteri Tenaga Kerja dan Industri, Mr. Amir Ishak Menteri Perhubungan, Muhammad Daud Husin Komandan Angkatan perang, Teungku Ilyas Leube Menteri Kehakiman, Teungku Muhammad Usman Lampoih Awe Menteri Keuangan, Mr. Amir Rashid Mahmud Menteri Perdagangan, dan Malik Mahmud Menteri Negara (berada diluar negeri). Tetapi acara pelaksanaan sumpah atau baiat para menteri kabinet baru dapat dilaksanakan pada tanggal 30 Oktober 1977. (The Price of Freedom: the unfinished diary of Tengku Hasan di Tiro, National Liberation Front of Acheh Sumatra, 1984, page 85, 109).

Tentang tanggal deklarasi Negara Aceh 4 Desember, merupakan simbol jatuhnya Negara Acheh dibawah pimpinan pemimpin perang Teungku Tjhik Maat yang satu hari sebelumnya, 3 Desember 1911 ditembak oleh pasukan Belanda dalam perang di Alue Bhot, Tangse. Jadi pada tanggal 4 Desember 1911 merupakan hilangnya kemerdekaan Negara Acheh. Berdasarkan tanggal inilah Teungku Hasan Muhammad di Tiro secara simbolis menghidupan dan meneruskan kembali kedaulatan Negara Acheh yang telah lenyap karena diduduki dan dijajah Belanda. Dan setelah Negara Acheh dinyatakan merdeka dan berdaulat kembali, tidak menjadikan Negara Acheh sebagai bentuk kerajaan, melainkan sebagai negara kesatuan.

Jadi kalau dilihat secara hukum atau de-jure dan de-facto itu Negara Acheh yang diproklamasikan ulang oleh Teungku Hasan Muhammad di Tiro ada dasar hukumnya dan dinyatakan sah.

Selanjutnya saudara Rasjid Prawiranegara menyinggung: "Yang pasti Sebagaimana anda ketahui RI kemudian diakui keberadaanya oleh PBB secara hukum tahun 1950. Meskipun secara the Facto Republik Indonesia sudah ada sejak 17 Agustus tahun 1945 dan memiliki pemerintahan yang pada waktu itu melingkupi Sumatera dan Jawa."

Mengenai soal pengakuan Negara RI oleh PBB, itu proses hukumnya setelah RIS dilebur kedalam Negara RI yang menjelma menjadi NKRI pada 15 Agustus 1950, yang didalamnya telah dimasukkan Negeri Acheh kedalam Propinsi Sumatera Utara.

Kemudian itu Soekarno setelah melahap 15 Negara/Daerah bagian RIS, lalu Soekarno Cs menyiapkan satu delegasi RI untuk mengikuti Sidang Umum PBB pada tanggal 27 September 1950 guna mendaftarkan Negara RI menjadi anggota PBB, yang dipimpin oleh Ketua delegasi Mr. Moh.Roem, didampingi oleh Wakil Ketua L.N. Palar, dengan disertai para anggota delegasi Dr. Darmasetiawan, Mr. Soedjono, Mr.Tambunan, Mr.Soemanang, dan Prawoto.

Tentu saja sebelum diterima dan disyahkan keanggotaan oleh Sidang Umum PBB, terlebih dahulu DK PBB harus memberikan rekomendasi kepada SU PBB, karena itu pada tanggal 26 September 1950 Dewan Keamanan PBB melalui Resolusi DK PBB No. 86 tahun 1950 yang menyatakan "Admision of New Members To the United Nations 86(1950). Resolution of 26 September 1950. The Security Council. Finds that the Republic of Indonesia is a peace-loving State which fulfils the conditons laid down in Article 4 of the Charter of the United Nations, and therefore recommends to the General Assembly that the Republic of Indonesia be admitted to membership of the United Nations.Adopted at the 503rd meeting by 10 voters to none, with 1 abstention (China)

Adapun apa yang dijadikan dasar dalam "Article 4 of the Charter of the United Nations" yaitu "1. Membership in the United Nations is open to all other peace-loving states which accept the obligations contained in the present Charter and, in the judgment of the Organization, are able and willing to carry out these obligations. 2. The admission of any such state to membership in the United Nations will be effected by a decision of the General Assembly upon the recommendation of the Security Council." (Article 4 of the Charter of the United Nations)

Tentu saja agar Negara RI dimasukkan kedalam golongan "a peace-loving State", maka itu Soekarno Cs menjadikan untaian kata yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai daya tarik untuk mengikat para anggota Dewan Keamanan PBB yang berbunyi "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan" (Pembukaan UUD 1945), sehingga akhirnya diterima Negara RI yang telah gemuk karena memakan 15 Negara/Daerah bekas RIS, dan ditambah dengan menelan dan mencaplok Negeri Acheh dan Negeri Maluku Selatan, menjadi anggota PBB yang ke-60 dengan gelar "the Republic of Indonesia is a peace-loving State".

Memang dari Resolusi DK PBB No. 86 tahun 1950 yang diadopsi pada tanggal 26 September 1950 telah terpancar gambar peta wilayah RI yang batas-batasnya diwujudkan dalam gambar peta yang menyangkut beberapa Negara dan Daerah yang telah dilebur kedalam isi perut Negara RI, yaitu di Pulau Jawa meliputi wilayah Negara Pasundan, wilayah Negara Jawa Timur, dan Daerah Yogyakarta (Daerah wilayah kekuasaan RI-Jawa-Yogya, menurut perjanjian Renville) Jawa Tengah. Terus meluas ke wilayah Negara Indonesia Timur, kemudian wilayah Negara Madura, tembus ke Pulau Sumatra yang meliputi wilayah Negara Sumatra Selatan dan Negara Sumatera Timur. Lalu masuk wilayah Daerah Riau, menjalar ke wilayah Daerah Bangka, masuk ke wilayah Daerah Belitung. Seterusnya masuk Kalimantan yang meliputi wilayah Daerah Istimewa Kalimantan Barat, Daerah Dayak Besar, Daerah Banjar, Daerah Kalimantan Tenggara dan Daerah Kalimantan Timur.

Itulah gambar peta wilayah RI secara de facto dan de jure menurut perjanjian yang telah ditandatangani sampai tanggal 19 Mei 1950 antara Negara Indonesia Timur, Negara Sumatera Timur dengan pihak RI dalam tubuh RIS. Selanjutnya pada tanggal 15 Agustus 1950 Soekarno sebagai Presiden RIS medeklarkan piagam dijelmakannya RI menjadi NKRI, kemudian pada tanggal 26 September 1950 DK PBB mengeluarkan Resolusi No.86 tahun 1950 yang menyatakan dan memberikan rekomendasi kepada Sidang PBB untuk menerima RI-Jawa-Yogya sebagai anggota PBB ke-60.

Nah sekarang jelaslah sudah bahwa dilihat dari sudut hukum mengenai wilayah kekuasaan Negara RI yang diakui oleh DK PBB dan Sidang Umum PBB adalah wilayah-wilayah Negara-Negara/Daerah-Daerah bekas negara bagian RIS yang diakui dan diserahkan kedaulatan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda. Tetapi oleh Soekarno disisipkan Negeri Acheh dan Negeri Maluku Selatan yang dicaplok dari Negara Indonesia Timur.

Seterusnya saudara Rasjid Prawiranegara menulis: "Dan Aceh berjuang dari tahu 1945, dibawah Tengku Daud, dalam rangka Pembentukan dan Pengakuan Republik Indonesia secara international. Dan Maaf Pak Hasan pada waktu itu belum memiliki Nama. Bukti lain dari perjuangan Aceh untuk RI, Aceh menyumbang Pesawat Terbang ke RI dalam rangka memperjuangkan negara kesatuan RI. Pak Daud bersebrangan jalan dengan Sukarno pada tahun 1953."

Saudara Rasjid, apa yang saudara kemukakan ini, itu tidak bisa dijadikan sebagai landasan hukum yang menyatakan bahwa Negeri Acheh menjadi bagian Negara RI. Fakta, bukti, hukum dan sejarahnya telah saya kemukakan dan uraikan di atas.

Lalu itu soal rakyat Acheh menyumbang "Pesawat Terbang ke RI dalam rangka memperjuangkan negara kesatuan RI.". Itu kalau dilihat dari sudut hukum, adalah sangat lemah sekali. Mengapa ? Karena soal menyumbang itu adalah soal bantu membantu, bukan soal dasar hukum. Sebagaimana halnya sekarang, kalau ada satu Negara yang menyumbang bantuan kepada negara lain, tidak bisa dijadikan dasar hukum yang menyatakan bahwa negara yang menyumbang itu merupakan negara bagian atau termasuk negara bagian Negara yang disumbang.

Selanjutnya Saudara Rasjid masih menulis: "Perjuangan Tengku Daud menentang RI bukan karena bertujuan untuk lepas dari RI tetapi untuk agar Negara RI ini khususnya Aceh dapat menikmati kemerdekaan ini dengan sebaik-baiknya. Pembagian kekayaan yang adil, dan agar RI diperintah oleh mereka yang jujur.

Saudara Rasjid Prawiranegara apa yang saudara katakan itu sangat lemah, tidak ada dasar fakta, bukti, dan dasar hukumnya yang jelas dan kuat.

Itu Teungku Muhammad Daud Beureueh telah medeklarkan berdirinya NII di wilayah Acheh yang berbunyi:

Dengan Lahirnja Peroklamasi Negara Islam Indonesia di Atjeh dan daerah sekitarnja, maka lenjaplah kekuasaan Pantja Sila di Atjeh dan daerah sekitarnja, digantikan oleh pemerintah dari Negara Islam.Dari itu dipermaklumkan kepada seluruh Rakjat, bangsa asing, pemeluk bermatjam2 Agama, pegawai negeri, saudagar dan sebagainja.

1. Djangan menghalang2i gerakan Tentara Islam Indonesia, tetapi hendaklah memberi bantuan dan bekerdja sama untuk menegakkan keamanan dan kesedjahteraan Negara.

2. Pegawai2 Negeri hendaklah bekerdja terus seperti biasa, bekerdjalah dengan sungguh2 supaja roda pemerintahan terus berdjalan lantjar.

3. Para saudagar haruslah membuka toko, laksanakanlah pekerdjaan itu seperti biasa, Pemerintah Islam mendjamin keamanan tuan2.

4. Rakjat seluruhnja djangan mengadakan Sabotage, merusakkan harta vitaal, mentjulik, merampok, menjiarkan kabar bohong, inviltratie propakasi dan sebagainja jang dapat mengganggu keselamatan Negara. Siapa sadja jang melakukan kedjahatan2 tsb akan dihukum dengan hukuman Militer.

5. Kepada tuan2 bangsa Asing hendaklah tenang dan tentram, laksanakanlah kewadjiban tuan2 seperti biasa keamanan dan keselamatan tuan2 didjamin.

6. Kepada tuan2 yang beragama selain Islam djangan ragu2 dan sjak wasangka, jakinlah bahwa Pemerintah N.I.I. mendjamin keselamatan tuan2 dan agama jang tuan peluk, karena Islam memerintahkan untuk melindungi tiap2 Umat dan agamanja seperti melindungi Umat dan Islam sendiri. Achirnja kami serukan kepada seluruh lapisan masjarakat agar tenteram dan tenang serta laksanakanlah kewadjiban masing2 seperti biasa.

Negara Islam Indonesia
Gubernur Sipil/Militer Atjeh dan Daerah sekitarnja.
MUHARRAM 1373
Atjeh Darussalam
September 1953

Jadi saudara Rasjid, dari apa yang telah dimaklumatkan oleh Teungku Muhammad Daud Beuereuh itu tidak terlihat seperti apa yang saudara Rasjid tulis yakni: "Perjuangan Tengku Daud menentang RI bukan karena bertujuan untuk lepas dari RI tetapi untuk agar Negara RI ini khususnya Aceh dapat menikmati kemerdekaan ini dengan sebaik-baiknya. Pembagian kekayaan yang adil, dan agar RI diperintah oleh mereka yang jujur."

Justru dari maklumat NII itu terlihat jelas sikap penentuan nasib sendiri bebas dari pengaruh pancasila atau pengaruh Pemerintah Negara Pancasila atau Negara RI.

Seterusnya lagi saudara Rasjid menulis: "Sepanjang yang saya ketahui Bapak Daud tidak pernah bercita-cita mendirikan negara Aceh. Pak Daud ikut dalam perjuangan PRRI. Yang saya ketahui perjuangan PRRI tidak bertujuan untuk memisahkan diri dari RI. Buktinya Natsir, Syaruddin, Burhanuddin Harap dan terakhir Bpk Daud dan lainnya, turun dari gunung untuk menyerahkan diri dan mengakui RI sebagai negaranya, meskipun sepengetahun saya ada kesempatan bagi tokoh-tokoh itu melarikan diri keluar negeri. Mereka dapat hidup mewah di Swiss atau dimana saja diluar negeri. Banyak negara yang bersedia memberikan perlindungan pada mereka."

Saudara Rasjid diatas telah sedikit dikupas itu proses perjuangan politik yang dilalui oleh Teungku Muhammad Daud Beureueh.

Itu menyinggung PRRI dalam proses berikutnya erat hubungannya dengandiputuskannya pembentukan Republik Persatuan Indonesia (RPI) yang berbentuk federasi yang anggota Negaranya adalah Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara dan M. Natsir Cs, NII Teungku Muhammad Daud Beureueh, Perjuangan Semesta (Permesta). Dimana RPI ini dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara, yang dibentuk pada tanggal 8 Februari 1960.

Ternyata kelihatan bangunan Negara yang berbentuk federasi yang didalamnya terdiri dari berbagai aliran yang terdapat dalam setiap Negara bagian Federasi, yang disponsori oleh M.Natsir dan Sjafruddin Prawiranegara adalah bertujuan untuk menampung sebanyak mungkin Daerah-Daerah lainnya yang menginginkan berdiri sendiri dan bergabung dalam RPI sebagai alternatif dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dibawah Soekarno. Ide yang dilontarkan oleh M.Natsir ini memang disetujui oleh Teungku Muhammad Daud Beureueh. Sehingga NII masuk menjadi Negara bagian RPI.

Terakhir saudara Rasjid Prawiranegara menulis: "Tetapi karena kecintaannya pada RI. Mereka lebih baik hidup dipenjara Republik Indonesia dari pada melarikan keluar negeri. Hal ini karena sebagai warga negara RI, tokoh-tokoh tersebut adalah bagian dari memperjuangkan berdirinya Negara Republik Indonesia. Dan mereka itu adalah tokoh-tokoh yang paling tidak mau melihat Republik Indonesia itu terpisah dan terpecah, termasuk Tengku Daud Beureueh, pejuang Aceh."

Saudara Rasjid, kalau Teungku Muhammad Daud Beureueh diasingkan ke Jakarta, itu bukan berarti beliau merupakan "bagian dari memperjuangkan berdirinya Negara Republik Indonesia", Tetapi karena apa yang telah diperjuangkan Teungku Muhammad Daud Beureueh yang menuntut penentuan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan Negara pancasila yang telah menduduki dan menjajah Negeri Acheh sampai detik sekarang ini.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad.swaramuslim.net
ahmad@dataphone.se
----------

From: "Rasjid Prawiranegara" rasjid@bi.go.id
To: "Ahmad Sudirman" <ahmad@dataphone.se>
Subject: RE: RASJID ITU PENUNJUKKAN WAKIL PM SJAFRUDDIN DI KUTARAJA SAAT KMB BUKAN DASAR HUKUM
Date: Fri, 27 Aug 2004 09:00:29 +0700

Kalau anda berbicara bahwa keberadaan RI tidak ada hukumnya, apalagi keberadaan Negara Aceh, dasar hukumnya apa ? Aceh Merdeka itu berdasarkan pengetahuan saya baru ada thn 1976 ? (diproklamasikan oleh Pak Hasan Tiro). Sebelumnya tidak ada ? Kalau Kerjaan kerajaan yang mana ?

Yang pasti Sebagaimana anda ketahui RI kemudian diakui keberadaanya oleh PBB secara hukum tahun 1950. Meskipun secara the Facto Republik Indonesia sudah ada sejak 17 Agustus tahun 1945 dan memiliki pemerintahan yang pada waktu itu melingkupi Sumatera dan Jawa. Dan Aceh berjuang dari tahu 1945, dibawah Tengku Daud, dalam rangka Pembentukan dan Pengakuan Republik Indonesia secara international. Dan Maaf Pak Hasan pada waktu itu belum memiliki Nama. Bukti lain dari perjuangan Aceh untuk RI, Aceh menyumbang Pesawat Terbang ke RI dalam rangka memperjuangkan negara kesatuan RI. Pak Daud bersebrangan jalan dengan
Sukarno pada tahun 1953.

Perjuangan Tengku Daud menentang RI bukan karena bertujuan untuk lepas dari RI tetapi untuk agar Negara RI ini khususnya Aceh dapat menikmati kemerdekaan ini dengan sebaik-baiknya. Pembagian kekayaan yang adil, dan agar RI diperintah oleh mereka yang jujur. Sepanjang yang saya ketahui Bapak Daud tidak pernah bercita-cita mendirikan negara Aceh. Pak Daud ikut dalam perjuangan PRRI. Yang saya ketahui perjuangan PRRI tidak bertujuan untuk memisahkan diri dari RI. Buktinya Natsir, Syaruddin, Burhanuddin Harap dan terakhir Bpk Daud dan lainnya, turun dari gunung untuk menyerahkan diri dan mengakui RI sebagai negaranya, meskipun sepengetahun saya ada kesempatan bagi tokoh-tokoh itu melarikan diri keluar negeri. Mereka dapat hidup mewah di Swiss atau dimana saja diluar negeri. Banyak negara yang bersedia memberikan perlindungan pada mereka.

Tetapi karena kecintaannya pada RI. Mereka lebih baik hidup dipenjara Republik Indonesia dari pada melarikan keluar negeri. Hal ini karena sebagai warga negara RI, tokoh-tokoh tersebut adalah bagian dari memperjuangkan berdirinya Negara Republik Indonesia. Dan mereka itu adalah tokoh-tokoh yang paling tidak mau melihat Republik Indonesia itu terpisah dan terpecah, termasuk Tengku Daud Beureueh, pejuang Aceh.

Rasyid

rasjid@bi.go.id
Bank Indonesia
Jakarta, Indonesia
----------