Stockholm, 15 September 2004

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

RASJID PRAWIRANEGARA PERLU MEMAHAMI JALUR PROSES JATUHNYA PENAMAAN KAFIR
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

RASJID PRAWIRANEGARA PERLU MEMAHAMI LEBIH BANYAK MENGENAI JALUR PROSES JATUHNYA PENAMAAN KAFIR

"Pak Ahmad, Kalau Bapak berdiri di sini, di Indonesia maka 80 % masyarakat Indonesia adalah orang Islam dan setengah (50%) dari mereka adalah orang muslim. Mereka membaca Al Quran dan Hadist dan mereka membaca kitab Fiqh dan memahaminya sebagaimana Pak Ahmad Sudirman memahaminya, tetapi bagaimana Bpk dapat mengatakan bahwa mereka itu kafir karena berbeda pendapat?. Berbedaan pendapat itu biasa dan tidak dilarang oleh Agama. Menurut pengetahun saya dalam agama tidak ada pendapat manusia yang mutlak benar kecuali Wahyu yang disampaikan Allah. Sehingga saya sangat takut untuk mengkafirkan orang mukmin yang muslim, meskipun menurut saya ia telah melanggar Hukum Allah. Siapa yang dapat memastikan bahwa pendapat saya itu benar kecuali Allah ?."(Rasjid Prawiranegara , rasjid@bi.go.id , Wed, 15 Sep 2004 14:07:20 +0700)

Terimakasih saudara Rasjid Prawiranegara di Jakarta, Indonesia

Kalau Ahmad Sudirman membaca tanggapan-tanggapan saudara Rasjid Prawiranegara, baik mengenai masalah konflik Acheh ataupun masalah Islam, memang kelihatan serius. Ada keinginan untuk memberikan dan menampilkan fakta dan bukti, walaupun masih perlu diperdalam lagi. Kalau bisa dan ada waktu saudara Rasjid coba bongkar itu semua buku-buku atau sejarah-sejarah yang ada menyangkut dan hubungannya dengan pertumbuhan dan perkembangan Negara RI dan Negeri Acheh.

Tentang tanggapan yang menyangkut Islam-pun kelihatan saudara Rasjid ini ada arah dan tujuannya, walaupun masih perlu melihat kearah pandangan yang lebih luas, agar supaya tidak terfokus kepada sudut yang sempit saja.

Dalam tanggapan pagi inipun saudara Rasjid telah berusaha untuk menampilkan pikirannya yang sedikit mengarah kepada penggiringan Ahmad Sudirman agar supaya Ahmad Sudirman bisa tersudut kesudut meja lingkungan yang bernuansa atau berpolusi bau kafir.

Hanya sayang dalam menampilkan pemikirannya saudara Rasjid masih perlu lebih banyak memahami tentang apa yang telah dijelaskan Ahmad Sudirman mengenai aluran jalur proses terbentuknya dan jatuhnya hukuman atau vonis kafir terhadap seseorang.

Disini memang saudara Rasjid masih perlu banyak belajar dan mendalaminya.

Contohnya seperti yang dilambungkankan saudara Rasjid: "Pak Ahmad, Kalau Bapak berdiri di sini, di Indonesia maka 80 % masyarakat Indonesia adalah orang Islam dan setengah (50%) dari mereka adalah orang muslim. Mereka membaca Al Quran dan Hadist dan mereka membaca kitab Fiqh dan memahaminya sebagaimana Pak Ahmad Sudirman memahaminya, tetapi bagaimana Bpk dapat mengatakan bahwa mereka itu kafir karena berbeda pendapat?."

Dari apa yang dilambungkan oleh saudara Rasjid ini tergambar bahwa saudara Rasjid memang belum bisa mencerna dan mengunyahnya bahan-bahan yang telah dijelaskan Ahmad Sudirman dengan baik. Mengapa ?

Karena kalau saudara Rasjid sudah mampu mengunyah dan mencernanya dengan baik apa yang dijelaskan Ahmad Sudirman sebelum ini, maka tidak akan mungkin muncul hasil pemikiran Rasjid yang berbunyi: "tetapi bagaimana Bpk dapat mengatakan bahwa mereka itu kafir karena berbeda pendapat?."

Nah, kelihatan disini saudara Rasjid mengambil jalan pintas yang pendek dengan menyimpulkan: "mereka itu kafir karena berbeda pendapat?."

Padahal tidak pernah Ahmad Sudirman memberikan premis-premis yang bisa mengarah kearah kesimpulan yang diambil oleh saudara Rasjid ini.

Tidak ada dalam tulisan-tulisan Ahmad Sudirman yang memberikan penjelasan bahwa karena adanya perbedaan pendapat maka Ahmad Sudirman mengatakan kafir.

Nah, yang justru selalu ditampilkan oleh Ahmad Sudirman di mimbar bebas ini adalah negara yang dasar dan sumber hukum negaranya tidak mengacu kepada Islam, maka negara itu disebut negara kafir. Contohnya seperti Negara kafir RI. Kerajaan kafir Swedia. Kerajaan kafir Inggris. Negara Federasi kafir Amerika.

Nah, walaupun Negara itu negara kafir tetapi tidak berarti rakyatnya semuanya kafir dan para pelaksana lembaga negara semuanya kafir.

Untuk mengetahui apakah kafir para pelaksana lembaga negara itu, maka semuanya harus dikembalikan kepada dasar hukum yang diturunkan Allah SWT. Karena manusia tidak mempunyai hak untuk menjatuhkan vonis atau hukuman kafir kepada seseorang.

Adapun dasar hukum yang telah diturunkan Allah SWT yang dijadikan sebagai pegangan nash adalah sebagaimana yang telah Ahmad Sudirman jelaskan berulangkali adalah QS, At-Taubah, 9: 115 , QS, Al-Isra, 17: 15 , QS, Al-Maidah: 44 , QS, An-Nisa, 4: 115 .

Dimana dengan berpegang kepada dasar hukum dan nash inilah bisa dijadikan sebagai dasar pijakan untuk melihat apakah seseorang itu, baik itu pelaksana lembaga negara ataupun bukan, masuk dalam apa yang dikatakan kafir.

Sebagaimana yang telah diterangkan sebelumnya bahwa jatuhnya vonis kafir terhadap seseorang ini didasarkan kepada aqidah atau kepercayaan seseorang terhadap dasar hukum yang diturunkan Allah SWT atau Syariat Islam dalam penegakkan, pelaksanaan, dan penerapannya dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara.

Kemudian dengan berpijak kepada QS, At-Taubah, 9: 115 , QS, Al-Isra, 17: 15 , QS, Al-Maidah: 44 , QS, An-Nisa, 4: 115 ditambah dengan pegangan yang dikemukakan Syaikh Abdul 'Aziz bin Baz yang dihubungkan dengan dasar hukum yang dipakai dalam satu negara dan bagaimana sikap dari para pelaksana lembaga negara tersebut terhadap dasar hukum negara itu dibandingkan dengan dasar dan sumber hukum Islam.

Nah, dengan melalui jalur proses yang terbentuk dari dasar nash dan pegangan ulama Islam inilah yang bisa mencapai tujuan untuk melihat dan mengetahui apakah seseorang itu bisa dinamakan kafir.

Jadi untuk mengetahui hasil penelusuran jalur proses yang terbentuk dari dasar nash dan pegangan ulama Islam ini, maka sekarang kita akan masuki jalur: Pertama, seseorang mempunyai sikap dan pendapat dengan menyatakan: "Aku berhukum dengan hukum ini, karena hukum ini lebih utama dari syariat Islam," maka dia kafir dengan kekafiran yang besar. Kedua, seseorang mempunyai sikap dan pendapat dengan menyatakan: "Aku berhukum dengan hukum ini, karena hukum ini sama (sederajat) dengan syariat Islam, sehingga boleh berhukum dengan hukum ini dan boleh juga berhukum dengan syariat Islam," maka dia kafir dengan kekafiran yang besar. Ketiga, seseorang mempunyai sikap dan pendapat dengan menyatakan: "Aku berhukum dengan hukum ini namun berhukum dengan syariat Islam lebih utama, akan tetapi boleh-boleh saja untuk berhukum dengan selain hukum Allah," maka dia kafir dengan kekafiran yang besar. Keempat, seseorang mempunyai sikap dan pendapat dengan menyatakan: "Aku berhukum dengan hukum ini," namun dia dalam keadaan yakin bahwa berhukum dengan selain hukum Allah tidak diperbolehkan. Dia juga mengatakan bahwa berhukum dengan syariat Islam lebih utama dan tidak boleh berhukum dengan selainnya. Tetapi dia seorang yang bermudah-mudahan (dalam masalah ini) atau dia kerjakan karena perintah dari atasannya, maka dia kafir dengan kekafiran yang kecil, yang tidak mengeluarkannya dari keislaman dan teranggap sebagai dosa besar. (Asy-Syaikh Abdul 'Aziz bin Baz , Al-Hukmu Bighairima'anzalallahu wa Ushulut Takfir, hal. 71-72, dinukil dari At-Tahdzir Minattasarru' Fittakfir, karya Muhammad bin Nashir Al-Uraini hal. 21-22)

Nah sekarang, dengan dasar pegangan nash diatas inilah dapat memberikan gambaran dan pegangan yang jelas dalam usaha melihat apakah seseorang itu dinamakan kafir, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam nash Al-Maidah: 44 "Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS, Al-Maidah: 44)

Selanjutnya saudara Rasjid menyatakan: "Bapak tinggal di Swedia, (kerja di Swedia) negara itu berdasarkan penjelasan Bpk (dibawahini) adalah tegolong orang-orang kafir! Bagimana bapak dapat berlindung dan merasa aman dibawah orang-orang kafir ? dan Bapak mengikuti semua aturan orang-orang kafir buat. Dan Swedia adalah negara yang sangat bebas dalam pornographi Dalam kehidupan sehari-hari Bpk tunduk pada Hukum yng mana ? Islam atau tunduk pada hukum Negara Swedia ? yang dibangun berdasarkan Injil dan kitab lainnya dan bukan berdasarkan Al Quran dan Hadist ?

Sekarang, kalau kita berpijak dan mengembalikan semuanya kepada dasar dan sumber hukum yang diturunkan Allah SWT, maka tidak akan terperosok kedalam keracuan dalam berpikir menyangkut masalah takfir ini.

Jelas Ahmad Sudirman bukan berlindung dan mencari rasa aman dibawah orang-orang kafir, melainkan Ahmad Sudirman yang untuk sementara hidup di Kerajaan kafir Swedia tetap hidup berpegang kepada apa yang telah diturunkan Allah SWT dan apa yang telah dicontohkan Rasulullah saw agar bisa diterapkan sebaik mungkin walaupun situasi dan kondisi tidak mengizinkan seratus persen sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw ketika Rasulullah saw membangun dan memimpin Daulah Islam pertama di Yatsrib.

Jadi walaupun situasi dan kondisi di Kerajaan Swedia tidak memberikan ruang gerak yang luas untuk penerapan dasar dan sumber hukum Allah Swt dan Sunnah Rasulullah saw, tetapi diusahakan sebaik dan sekuat mungkin agar dasar dan sumber hukum Islam bisa dijalankan dalam diri pribadi, keluarga dan masyarakat muslim lainnya yang ada di wilayah kekuasaan Kerajaan Swedia.

Kemudian situasi dan kondisi yang memberikan peluang tumbuhnya pornographi walapun masalah pornographi inipun muncul dan tumbuh dengan suburnya di Negara RI, tetapi hal itu tidak menjadi suatu persoalan yang besar, selama diri kita, keluarga, dan masyarakat muslim lainnya menafikan dan menjauhi racun-racun perusak iman tersebut. Biarkan saja syaitan-syaitan yang berbaju pornographi berkeliaran didepan kita, tetapi mata kita jangan terkecoh.

Seterusnya soal tunduk pada hukum. Sebagai seorang muslim yang mukmin harus tunduk pada dasar dan sumber hukum Islam dimanapun berada. Adapun terhadap hukum yang berlaku dalam Kerajaan Swedia, jelas Ahmad Sudirman berusaha jangan sampai melanggar rambu-rambu hukum itu. Misalnya tetap membayar pajak pendapatan, pajak rumah, pajak kendaraan, tidak korupsi, tidak melanggar aturan lalu lintas, tidak melakukan tindak pidana kejahatan seperti pembunuhan, perampokan.

Dan tentu saja Ahmad Sudirman menyadari bahwa di Kerajaan Swedia ini adalah Kerajaan sekular, sebagaimana di Negara RI. Dimana dasar dan sumber hukum agama tidak dimasukkan kedalam dasar dan sumber hukum Kerajaan. Sama juga seperti di Negara RI. Mana itu dasar dan sumber hukum Islam dijadikan sebagai dasar dan sumber hukum Negara RI.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
www.ahmad-sudirman.com
ahmad@dataphone.se
----------

Date: Wed, 15 Sep 2004 14:07:20 +0700
From: "Rasjid Prawiranegara" <rasjid@bi.go.id>
To: "Ahmad Sudirman" <ahmad@dataphone.se>
Subject: RE: RASJID PRAWIRANEGARA ITU TENTANG BERSUMPAH DAN MEMVONIS KAFIR

Assalamu'alaikum wr wbr.

Pak Ahmad, Kalau Bapak berdiri di sini, di Indonesia maka 80 % masyarakat Indonesia adalah orang Islam dan setengah (50%) dari mereka adalah orang muslim. Mereka membaca Al Quran dan Hadist dan mereka membaca kitab Fiqh dan memahaminya sebagaimana Pak Ahmad Sudirman
memahaminya, tetapi bagaimana Bpk dapat mengatakan bahwa mereka itu kafir karena berbeda pendapat?. Berbedaan pendapat itu biasa dan tidak dilarang oleh Agama. Menurut pengetahun saya dalam agama tidak ada pendapat manusia yang mutlak benar kecuali Wahyu yang disampaikan Allah. Sehingga saya sangat takut untuk mengkafirkan orang mukmin yang muslim, meskipun menurut saya ia telah melanggar Hukum Allah. Siapa yang dapat memastikan bahwa pendapat saya itu benar kecuali Allah ?.

Bapak tinggal di Swedia, (kerja di Swedia) negara itu berdasarkan penjelasan Bpk (dibawah ini)adalah tegolong orang-orang kafir! Bagimana bapak dapat berlindung dan merasa aman dibawah orang-orang kafir ? dan Bapak mengikuti semua aturan orang-orang kafir buat. Dan Swedia adalah negara yang sangat bebas dalam pornographi Dalam kehidupan sehari-hari Bpk tunduk pada Hukum yng mana ? Islam atau tunduk pada hukum Negara Swedia ? yang dibangun berdasarkan Injil dan kitab lainnya dan bukan berdasarkan Al Quran dan Hadist ?

Jika di Indonesia, hukum itu dibangun berdasarkan hukum Belanda yang sudah ada namun kemudian dirubah dan disesuaikan dengan kepentingan Umat Islam dalam upaya persatuan NKRI. Umat Islam di Indonesia dalam hubungannya dengan masalah perkawinan, hukum harta waris dan dalam beribadah disesuaikan dengan hukum Islam. Sehingga orang Islam di Indonesia dapat lebih baik dalam menjalankan syariah Islamnya karena tidak dilarang dan di batasi. Kalau pun ada penyimpangan biasanya hal tersebut terbatas dalam hubungannya dengan sesama warga negara dalam kerangka keutuhan NKRI.

Wassalam

Rasyid Prawiranegara

rasjid@bi.go.id
Bank Indonesia
Jakarta, Indonesia
----------