Stockholm, 24 Desember 2004

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

YUDHOYONO & KALLA ACUNGKAN HARGA PERTAMAX, PERTAMAX PLUS & ELPIJI KE LANGIT, RAKYAT JADI KALAP
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

ITULAH JANJI GOMBAL SUSILO BAMBANG YUDHOYONO DAN JUSUF KALLA TENTANG KESEJAHTERAAN RAKYAT, TERNYATA BELUM 100 HARI DIATAS PANGGUNG RI SUDAH AMBURADUL

Itu Pertamax yang memiliki kandungan oktan lebih tinggi dari premium, tetapi lebih rendah daripada Premix 99 yang mencapai 92, dan Pertamax Plus yang memiliki angka oktan 95 atau lebih tinggi dari Super TT merupakan produk tanpa timbal dan hasil karya asli dan kerjasama antara Pertamina Unit Pengolahan VI Balongan (pengolahan) dan UPMS III Jakarta (pemasaran), khususnya Depot Balongan atau Balongan Group yang mulai dipasarkan pada awal tahun 2003 yang lalu. Dimana kedua produk ini merupakan produk yang lebih ramah lingkungan dan tidak merusak mesin, terutama untuk kendaraan bermotor keluaran baru.

Ternyata, kedua produk baru yang ramah lingkungan ini, telah dijadikan sasaran oleh Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai objek untuk ditarik dari jalur subsidi BBM, dengan alasan harga minyak dunia tidak turun secara drastis tahun depan. Begitu juga mengenai produk elpiji yang merupakan alternatif dari minyak tanah. Pertamina memasukkan elpiji, Pertamax, dan Pertamax Plus kedalam bisnis non-BBM, dimana harganya tidak diatur oleh pemerintah sehingga Pertamina tidak boleh rugi. Padahal sebenarnya produk-produk ini seharusnya masuk kedalam kelompok minyak dan gas (migas).

Memang menurut UU No.22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas bumi, Pasal 28 ayat (2) Harga Bahan Bakar Minyak dan harga Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar. Dan menurut bunyi ayat (3) Pelaksanaan kebijaksanaan harga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak mengurangi tanggung jawab sosial Pemerintah terhadap golongan masyarakat tertentu.

Persoalannya sekarang adalah apakah pihak Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla telah menyadari bahwa "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat." (UUD 1945 Perubahan Keempat, BAB XIV PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL, Pasal 33, ayat (3))

Jadi itu alasan Pertamina menaikkan harga elpiji, Pertamax, dan Pertamax Plus adalah bukan untuk kemakmuran rakyat melainkan untuk keuntungan Pertamina dan memberikan kesempatan dan peluang kepada Pengusaha asing sejenis untuk berbisnis dan bersaing dengan Pertamina. Walaupun memang Pertamina adalah termasuk Perusahaan milik Negara, tetapi karena memang sebenarnya itu produk elpiji, Pertamax, dan Pertamax Plus adalah termasuk minyak dan gas, maka itu produk adalah untuk kemakmuran rakyat.

Bukan menjadi suatu alasan, bahwa pengguna elpiji hanya sebagian kecil ibu rumah tangga saja, atau yang memakai Pertamax dan Pertamax Plus adalah pemilik kendaraan bermotor baru saja, sehingga dengan alasan tersebut ditarik garis kesimpulan bahwa dengan memberikan subsidi kepada produk elpiji, Pertamax, dan Pertamax Plus adalah hanya memberikan subsidi kepada orang-orang kaya saja. Memang kalau dilihat dari subsidi yang dikeluarkan dalam APBN 2004 mencapai 26.638,10 miliar rupiah dibandingkan dengan yang akan dikeluarkan menurut RAPBN 2005 yang ditaksir mencapai 33.645,20 miliar rupiah. Tetapi, kalau dilihat dari akibat naiknya produk Pertamax dan Pertamax Plus yang merupakan bahan bakar kendaraan bermotor yang ramah lingkungan ini dipakai untuk mengangkut barang dan penumpang, maka jelas dengan naiknya harga bahan bakar Pertamax dan Pertamax Plus, menyebabkan ongkos angkutan barang dan penumpangpun akan naik pula. Sehingga pada akhirnya, rakyat lagi yang harus mengalami dan merasakannya akibat kenaikan harga produk Pertamax dan Pertamax Plus yang dianggap Susilo Bambang Yudhoyono, Jusuf Kalla dan Aburizal Bakrie sebagai produk untuk orang kaya.

Jadi sebenarnya, masuk akal dan wajar apabila rakyat, ibu rumah tangga, buruh, pegawai, mahasiswa bangkit menentang dan mengutuk kenaikan harga elpiji, Pertamax, dan Pertamax Plus yang telah dinaikkan Pertamina sejak tanggal 19 Desember 2004. Dimana harga elpiji dari Rp 3.000 per kilogram menjadi Rp 4.250. Pertamax dari Rp 2.450 per liter menjadi Rp 4.000 dan pertamax plus dari Rp 2.750 per liter menjadi Rp 4.200.

Dan tentu saja, lebih baik itu Susilo Bambang Yudhoyono, Jusuf Kalla dan Aburizal Bakrie turunkan kembali dan cabut kembali kenaikan harga elpiji, Pertamax, dan Pertamax Plus. Karena kenaikan harga produk yang sebenarnya masuk dalam golongan BBM ini akan mengakibatkan sengsaranya rakyat dan makin menderitanya rakyat.

Atau kalau tidak mau dikatakan bahwa Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla hanya menghamburkan janji-janji gombal saja ketika sebelum pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2004 yang lalu itu.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
www.ahmad-sudirman.com
ahmad@dataphone.se
----------