Stockholm, 19 Januari 2005

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

ARDIANSYAH ITU TSUNAMI BUKAN ISU POLITIK UNTUK MENGHILANGKAN PENJAJAHAN RI DI ACHEH
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

JELAS PENYELAMATAN & PEMULIHAN KORBAN GEMPA DAN TSUNAMI ADALAH MASALAH KEMANUSIAAN TIDAK BISA DIJADIKAN ALASAN UNTUK MENGHILANGKAN PENJAJAHAN DI NEGERI ACHEH

"Menurut pendapat saya adalah hal yang di luar jangkauan angan - angan kalau Penjajahan RI akan berakhir begitu mudah di Negeri Acheh, selama mereka masih menganggap Acheh adalah bagian dari wilayah mereka yang merupakan warisan dari mbah Soekarno dengan sertifikat "Bhineka tunggal ika nya". Jalan terbaik adalah meneruskan perjuangan melalui Mahkamah Internasional dengan lebih dahulu menyatukan seluruh Rakyat Acheh ataupun simpatisan untuk menyampaikan amanat nya. Amat disayangkan apabila pemerintahan ASNLF yang telah terbentuk selama ini serta perjuangan yang tidak kenal lelah dari seluruh Rakyat Acheh menyia - nyiakan moment yang diturunkan Allah berupa Bencana Tsunami yang begitu Dahsyat. Jangan sia - siakan pengorbanan korban Tsunami dengan hanya membiarkan seolah - olah hanya penjajah RI yang memperhatikan nasib mereka, padahal kita tahu mereka mengincar bantuan dan pengakuan mutlak dari Luar Negri mengenai Acheh." (Muhammad Ardiansyah , Muhammad.Ardiansyah@hm.com , Wed, 19 Jan 2005 10:49:08 +0700)

Terimakasih saudara Ardiansyah di Indonesia.

Memang penjajahan yang dijalankan oleh pihak RI terhadap Negeri Acheh dan rakyat Acheh telah berlangsung sejak Negeri Acheh ditelan dan dicaplok Soekarno pada tanggal 14 Agustus 1950 oleh Soekarno dengan RIS-nya yang menjelma menjadi NKRI besok harinya, 15 Agustus 1950.

Jelas, pihak RI dari mulai Soekarno sampai sekarang Susilo Bambang Yudhoyono tidak mau mengakui dan tidak mau menerima kejahatan kemanusian dan pelanggaran dasar hukum internasioanl dan dasar hukum nasionalnya dalam bentuk pendudukan dan penjajahan Negeri Acheh.

Karena memang taktik dan strategi yang telah dijalankan Soekarno dengan penguasaan seluruh wilayah-wilayah yang ada diluar wilayah de-facto dan de-jure RI telah menjadi kebijaksaan politik ekspansi Soekarno Cs.

Memang usaha Soekarno Cs dari RI secara sepintas kelihatan berhasil dengan cara taktik menjerat dan melumpuhkan setiap Negara dan Daerah bagian RIS masuk kedalam perangkap RI. Tetapi, justru apa yang tidak terbayangkan oleh Soekarno Cs adalah ketika Soekarno secara sepihak melakukan tindakan penelanan dan pencaplokan wilayah daerah Acheh, wilayah daerah Maluku Selatan dan wilayah daerah Papua Barat. Tiga langkah itulah yang justru telah menjadi bumerang bagi kebijaksaan politik ekspansi Soekarno yang terasa sampai detik sekarang ini.

Pihak penerus Soekarno memang tidak ada alasan lain dan mereka tidak punya alternatif atau pilihan lain untuk keluar dari kemelut dan bumerang yang telah diakibatkan oleh kebijaksanaan politik ekspansi yang dilakukan oleh Soekarno ini.

Kecuali akan terus mempertahankan kebijaksanaan politik ekspansi dan pendudukan wilayah-wilayah yang ada diluar de-facto dan de-jure RI inilah para penerus Soekarno berusaha untuk mempergunakan dan memakai segala bentuk manipulasi dari mulai bentuk manipulasi pemalsuan sejarah sampai kepada bentuk kekerasan senjata dengan TNI/Polri-nya untuk terus dijadikan sebagai alat guna mengikat dan menjerat wilayah-wilayah yang telah dianggap menjadi milik dan bagiannya.

Disinilah menggambarkan bagaimana sebenarnya itu kebijaksanaan politik ekspansi dari kelompok suku mayoritas yaitu suku Jawa yang dari sejak awal telah menerapkan taktik dan strateginya untuk menguasai seluruh Nusantara. Dan itu Soekarno adalah contoh yang sangat tepat kalau ingin menggambarkan bangunan dan struktur pemerintahan pada masa sebelumnya di wilayah Nusantara ini. Dimana itu kekuasaan orang-orang Jawa yang ditampilkan dalam bentuk kekuasaan Kerajaan Hindu Majapahit yang telah menunjukkan dan menggambarkan watak dan tabiat para penguasa di RI sekarang ini.

Hanya ada satu langkah yaitu seperti yang dilakukan oleh Sultan Demak, yakni dengan cara menggempur Kerajaan Hindu Majapahit. Dan memang berhasil, dimana itu Kerajaan Hindu Majapahit hancur pada tahun 1525.

Sekarang kalau melihat kepada Negeri Acheh, memang itu pihak RI disamping mereka menganggap bahwa ekspansi wilayah RI telah hampir terlaksana sebagaimana yang pernah ditunjukkan oleh Patih Gajah Mada dari Kerajaan Hindu Majapahit, hanya tebentur ketika ingin menelan wilayah Kalimantan Utara, yaitu Serawak dan Sabah, yang sebenarnya merupakan bagian dari proses ekspansi wilayah yang dijalankan oleh Soekarno, tetapi gagal menghadapi benteng tangguh Teungku Abdurrahman dari Kerajaan Malaysia.

Dimana itu sebenarnya Kesultanan Acheh memang tidak pernah dikuasi oleh Kerajaan Hindu Majapahit. Adapun yang pernah ditundukkan oleh Kerajaan Hindu Majapahit adalah Samudra Pasai yang dibangun oleh Raja Merah Silu (1275-1297) yang berganti nama menjadi Sultan Malik al-Salih setelah memeluk Islam. Dan ketika Sultan Ahmad Malik Ad-Dhahir (1326-1371), penerus Sultan Muhammad Malik ad-Dhahir (1297-1326) berkuasa, itu Gajah Mada berhasil menundukkan Samudra Pasai pada tahun 1350. Tetapi ketika Sultan Ali Mughayat Syah (1514 - 1528) penerus Kesultanan Acheh yang dibangun oleh Sultan Johan Syah sekitar tahun 601 H / 1205 M, ternyata Kesultanan Samudra Pasai pada tahun 1524 dapat dikuasainya, setahun sebelum Kerajaan Hindu Majapahit dihancurkan oleh Kesultanan Demak pada tahun 1525.

Nah karena memang penguasaan wilayah-wilayah diluar wilayah de-facto dan de-jure RI adalah merupakan penjelmaan dari kebijaksanaan politik ekspansi ketika Penguasa dari Kerajaan Hindu Majapahit masih berkuasa, maka itu Soekarno dan para penerusnya dari RI akan tetap mempertahankan wilayah yang telah dikuasainya.

Memang benar ada beberapa alasan mengapa Acheh tidak akan dilepaskan oleh pihak RI seperti yang dikemukakan oleh saudara Ardiansyah yaitu karena "sumber daya Alam Acheh yang kaya raya. Letak Acheh yang strategis. Pemahaman yang diwariskan pendiri negara RI yaitu Acheh adalah juga Indonesia. Berbahaya membiarkan Acheh merdeka, dikhawatirkan akan banyak bagian dari negeri RI yang mengiginkan kemerdekaannya karena tidak puas denga kebijakan pusat dan sistem pemerintahannya yang diskriminatif. Dan RI telah mengeluarkan dana yang tidak sedikit selama pendudukan nya di Acheh."

Hanya tentu saja, sebenarnya kalau melihat dari alasan bahwa kalau Acheh bebas, maka Daerah Propinsi lainnya akan meminta merdeka. Jelas itu alasan yang sangat dibesar-besarkan. Mengapa ?

Karena, kalau melihat fakta, bukti, sejarah dan hukum yang benar dan kuat, justru hanya ketika Soekarno menguasai wilayah tiga Daerah yang memang Soekarno Cs tidak memiliki dasar fakta, bukti, sejarah dan dasar hukum yang kuat untuk menguasainya yaitu wilayah Acheh, Maluku Selatan dan Papua Barat.

Penguasaan wilayah di tiga daerah itulah yang memang merupakan langkah kebijaksanaan politik ekspansi Soekarno yang menyebabkan bumerang bagi Soekarno sendiri dan bagi para penerusnya yang mempertahankan kebijaksaan politik ekspansi Soekarno jelmaan Patih Gajah Mada dari Kerajaan Hindu Majapahit ini.

Nah sekarang, sebenarnya bencana gempa dan tsunami tidak bisa dijadikan sebagai alasan politik, karena itu timbulnya gempa dan tsunami merupakan bencana alam yang bukan manusia itu sendiri yang menciptakannya.

Hanya, akibat gempa dan tsunami, bisa saja dijadikan sebagai isu politik, tetapi isu politik akibat gempa dan tsunami, tidak bisa dikaitkan dengan isu penghilangan pendudukan dan penjajahan di Negeri Acheh oleh pihak RI.

Karena itu kita harus bedakan dan pisahkan dalam hal menangani dan memulihkan akibat korban gempa dan tsunami ini. Dimana kita golongkan penyelamatan, pemulihan dan rehabilitasi korban gempa dan tsunami adalah masalah kemanusiaan, bukan masalah politik.

Dari pihak ASNLF dan pihak RI sama-sama ada kesepakatan untuk menjaga dan menegakkan kemanusiaan demi untuk menyelamatkan, memulihkan, dan merehabilitasi korban gempa dan tsunami. Karena itu perlu adanya gencatan senjata. Dan hal itu telah dijalankan oleh pihak ASNLF secara konsekuen dengan waktu yang tidak dibatasi. Artinya selama bantuan kemanusiaan yang diperlukan untuk penyelamatan, pemulihan dan rehabilitasi korban gempa dan tsunami dianggap masih harus dijalankan.

Nah, apabila telah selesai mengenai masalah pemulihan dan rehabilitasi korban gempa dan tsunami, maka masalah akar utama penyebab konflik Acheh tetap harus dicarikan jalan keluarnya.

Jadi, tidak ada alasan dan tidak masuk akal, dengan adanya gempa dan tsunami kemudian itu masalah akar utama penyebab timbulnya konflik Acheh menjadi hilang. Jelas kalau ada anggapan yang demikian itu artinya orang gila, atau orang yang hanya membeo kepada pihak Susilo Bambang Yudhoyono dan TNI/Polri-nya.

Nah sekarang untuk penyelesaian akar utama penyebab timbulnya konflik Acheh, memang yang terjadi sampai detik sekarang ini adalah dengan menggunakan dasar hukum Darurat Militer dan Darurat Sipil dengan memakai kekerasan senjata, seperti yang dilakukan oleh pihak RI.

Justru sekarang yang perlu disadari dan dipahami oleh pihak RI adalah bahwa pemecahan konflik Acheh melalui dasar hukum Darurat Militer dan Darurat Sipil dengan memakai kekerasan senjata tidak memberikan hasil yang memuaskan bagi seluruh rakyat Acheh.

Justru yang perlu mendapat perhatian dari pihak RI dan TNI/Polri-nya adalah masalah Acheh yang harus diselesaikan oleh rakyat Acheh sendiri melalui cara memberikan kebebasan politik dalam rangka mengeluarkan sikap dan pendapatnya bagi dirinya dan bagi negerinya, yang diformulasikan dan diaplikasikan dalam bentuk plebisit yang diawasi oleh pihak dunia internasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Inilah cara yang paling adil dan bijaksana. Walaupun ada juga pemecahan dengan cara lain yang aman dan damai melalui jalur hukum, yaitu melalui jalur hukum di Mahkamah Internasional di Den Haag Belanda. Sebagaimana ketika masalah Sipadan dan Ligitan mencuat ke udara antara pihak Malaysia dan Indonesia. Mengenai pemecahan melalui Mahkamah Internasional ini memang pernah juga dikemukakan oleh Ahmad Sudirman di mimbar bebas ini. Dan juga sekarang diungkapkan kembali oleh saudara Ardiansyah dalam tanggapannya dibawah ini.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
www.ahmad-sudirman.com
ahmad@dataphone.se
----------

Date: Wed, 19 Jan 2005 10:49:08 +0700
From: <Muhammad.Ardiansyah@hm.com>
To: <ahmad@dataphone.se>
Subject: RE: SAGIR ALVA ITU PASUKAN NON-ORGANIK TNI/POLRI DI ACHEH ALAT UNTUK MENDUDUKI DAN MENJAJAH ACHEH

Assalamu'alaikum,

Menurut pendapat saya adalah hal yang di luar jangkauan angan - angan kalau Penjajahan RI akan berakhir begitu mudah di Negeri Acheh, selama mereka masih menganggap Acheh adalah bagian dari wilayah mereka yang merupakan warisan dari mbah Soekarno dengan sertifikat "Bhineka tunggal ika nya".

Jalan terbaik adalah meneruskan perjuangan melalui Mahkamah Internasional dengan lebih dahulu menyatukan seluruh Rakyat Acheh ataupun simpatisan untuk menyampaikan amanat nya.

Amat disayangkan apabila pemerintahan ASNLF yang telah terbentuk selama ini serta perjuangan yang tidak kenal lelah dari seluruh Rakyat Acheh menyia - nyiakan moment yang diturunkan Allah berupa Bencana Tsunami yang begitu Dahsyat.

Jangan sia - siakan pengorbanan korban Tsunami dengan hanya membiarkan seolah - olah hanya penjajah RI yang memperhatikan nasib mereka, padahal kita tahu mereka mengincar bantuan dan pengakuan mutlak dari Luar Negri mengenai Acheh.

Bantuan spontanitas kemanusiaan dari seluruh elemen rakyat Indonesia diklaim sebagai pengamin-an atas tindakan pemerintah terhadap rakyat Acheh selama ini.

Kalahkan mereka seperti Malaysia mengalahkannya dalam sengketa pulau Sipadan dan Ligitan. Otak mereka sudah bebal dengan tergiur dari sumber daya alam Acheh dan racun wawasan Nusantaranya, tidak lagi bisa melihat mana yang benar dan mana yang salah.

Ada beberapa hal yang menyebabkan mereka enggan mengakui hak dari bangsa Acheh:

1. Sumber daya Alam Acheh yang kaya raya.
2. Letak Acheh yang strategis.
3. Pemahaman yang diwariskan pendiri negara ini kalau Acheh adalah juga Indonesia.
4. Adalah amat berbahaya membiarkan Acheh merdeka, dikhawatirkan akan banyak bagian dari negeri ini yang mengiginkan kemerdekaannya karena tidak puas denga kebijakan pusat dan sistem pemerintahannya yang diskriminatif (coba lihat , mana ada negara diseluruh dunia yang memiliki status propinsi yang berbeda- beda ? , ada istilah daerah Istimewa, ada sultan Jawa, dll).
5. RI telah mengeluarkan dana yg tidak sedikit selama pendudukan nya di Acheh.

Dan banyak lagi alasan - alasan lain nya yang bersifat duniawiyah.

Wassalam

Ardiansyah

Muhammad.Ardiansyah@hm.com
Indonesia
----------