Stockholm, 31 Januari 2005

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

SELAMA PIHAK RI MAJUKAN PERUNDINGAN DENGAN KONSEP TERMINASI KONFLIK YANG KAKU TIDAK AKAN BERHASIL
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

JELAS ITU SUSILO BAMBANG YUDHOYONO, JUSUF KALLA DAN WIDODO ADI SUTJIPTO YANG MAJUKAN PERUNDINGAN DENGAN KONSEP TERMINASI KONFLIK YANG KAKU TIDAK AKAN BERHASIL

"In expressing its full support for the January 28 statement by the Secretary-General of the United Nations, Mr Kofi Annan, the ASNLF reconfirms the need to find a comprehensive political settlement to the conflict in Acheh in tandem with the international humanitarian relief effort. To this end, the ASNLF expresses its full and unstinting commitment to achieve peace in Acheh and to negotiate a formal ceasefire that is the basis of such a peace. The ASNLF requests that the international community (including the CMI, the United Nations and the governments of concerned nations) urge the GoI agree to a sustainable ceasefire to ensure the continued delivery of emergency aid to tsunami victims." (Bakhtiar Abdullah,
Information Officer, Stockholm, Sweden, 30 January 2005)

Memang sudah jelas, antara pihak RI dan ASNLF telah timbul perbedaan pandangan dan tempat berbijak.

Sebagaimana yang telah dijelaskan Ahmad Sudirman dalam tulisan-tulisan sebelum ini yang menyinggung perundingan Helsinki 28-29 Januari 2005 ini, adalah pihak Susilo Bambang Yudhoyono, Jusuf Kalla, Widodo Adi Sutjipto menekankan kepada prospek atau harapan atau kemungkinan penyelesaian konflik Acheh yang menekankan kepada Negeri Acheh adalah bagian dari wilayah RI dari sejak RI diproklamasikan 17 Agustus 1945 oleh Soekarno dan Moh. Hatta. Sehingga ketika tim juru rundingnya di Helsinki melambungkan kartunya hanya terfokus pada cara terminasi konflik, yang dijabarkan dalam bentuk teknis yang berisikan bahwa seluruh pimpinan ASNLF atau GAM kembali ke RI, dan seluruh pasukan TNA turun dari gunung dengan menyerahkan seluruh senjata kepada pihak RI, dengan janji diberi ampunan oleh Presiden dalam bentuk amnesti.

Adapun dari pihak ASNLF yang melambungkan prospek atau harapan atau kemungkinan penyelesaian konflik Acheh ini dengan mendasarkan kepada adanya ekspansi politik Soekarno melalui cara pendudukan dan penjajahan Negeri Acheh secara sepihak dengan melambungkan PP RIS No.21/1950 dan PERPPU No.5/1950, tanpa adanya persetujuan, tanpa kerelaan, dan tanpa keikhlasan dari seluruh rakyat Acheh dan pimpinan rakyat Acheh. Tetapi ketika melakukan perundingan Helsinki lebih banyak menekankan kepada masalah penyelesaian konflik Acheh dengan melihat subtansinya yang paling utama dan paling penting saat sekarang ini yaitu melakukan gencatan senjata guna memberikan kepada para relawan militer dan sipil asing dan dalam negeri agar bebas dan merasa aman untuk bisa memberikan bantuan dalam bentuk pemulihan, rehabilitasi korban gempa dan tsunami yang sangat membutuhkan bantuan dan pertolongan segera, dan untuk rekonstruksi dalam jangka panjang.

Jadi jelasnya, itu pihak RI ingin menyelesaikan konflik Acheh sekaligus, berakhir, seperti yang disebutnya dengan nama terminasi konflik, dimana Pimpinan ASNLF, TNA menyerah dan akan diberi amnesti. Kemudian seluruh senjata diserahkan kepada pihak RI.

Sedangkan pihak ASNLF, yang lebih penting untuk saat sekarang sampai 5 tahun mendatang adalah melakukan gencatan senjata untuk memberikan kesempatan kepada para relawan militer dan sipil asing dan dalam negeri agar bebas dan merasa aman untuk bisa memberikan bantuan dalam bentuk pemulihan, rehabilitasi korban gempa dan tsunami yang sangat membutuhkan bantuan dan pertolongan segera, dan untuk rekonstruksi dalam jangka panjang.

Jelas, dengan adanya perbedaan pandangan dan tempat berpijak dari pihak RI dan ASNLF dalam usaha penyelesaian damai di Acheh ini, akan menyulitkan untuk meneruskan perundingan.

Jelas, kalau memang perundingan akan menghasilkan hasil yang positif, seharusnya dari pihak RI, khususnya dari pihak TNI, merobah cara berpikir mereka, yaitu dari cara berpikir yang kaku kepada cara berpikir yang lebih luwes dan fleksibel, artinya mengesampingkan konsepsi usang NKRI final dan otonomi khusus dengan UU No.18/2001-nya, dan lebih memfokuskan kepada usaha pemulihan, rehabilitasi korban gempa dan tsunami yang sangat membutuhkan bantuan dan pertolongan segera, dan untuk rekonstruksi dalam jangka panjang, dalam bentuk gencatan senjata.

Kemudian itu masalah konsepsi NKRI final dan UU No.18/2001 diserahkan keputusannya kepada seluruh rakyat Acheh, bukan kepada pihak ASNLF.

Nah, inilah cara terbaik dari taktik dan strategi tentang penyelesaian konflik Acheh, kalau memang pihak RI ingin benar-benar menyelesaikan konflik Acheh secara aman dan damai.

Dan kalau memang itu pihak RI mengetahui, bagaimana caranya memancing ikan besar dilaut, sehingga ikan itu berhasil ditangkap dengan selamat. Tetapi kalau pihak RI memang budek dan gombal tidak tahu bagaimana memancing ikan besar di laut, maka itu pihak RI akan kembali dengan tangan kosong.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
www.ahmad-sudirman.com
ahmad@dataphone.se
----------

THE STATE OF ACHEH
MINISTRY OF INFORMATION
P.O. BOX 130, S-145 01 NOSBORG
SWEDEN
TEL : +46 8 531 83833 FAX: +46 8 531 91275

Statement by the Government in exile of Acheh

On the historic peace talks in Helsinki

At the conclusion of the first round of the historic Helsinki talks, the Government-in-Exile of Acheh (ASNLF) expresses its commitment to continuing the Crisis Management Institute (CMI) dialogue aimed at achieving a negotiated settlement to the conflict in Acheh.

The ASNLF appreciates the efforts of the CMI and its Chairman, Mr Martti Ahtisaari, in facilitating this dialogue, and looks forward to meeting again with representatives of the Indonesian government under CMI auspices.

In expressing its full support for the January 28 statement by the Secretary-General of the United Nations, Mr Kofi Annan, the ASNLF reconfirms the need to find a comprehensive political settlement to the conflict in Acheh in tandem with the international humanitarian relief effort.

To this end, the ASNLF expresses its full and unstinting commitment to achieve peace in Acheh and to negotiate a formal ceasefire that is the basis of such a peace. The ASNLF requests that the international community (including the CMI, the United Nations and the governments of concerned nations) urge the GoI agree to a sustainable ceasefire to ensure the continued delivery of emergency aid to tsunami victims.

The ASNLF expresses its great appreciation of the unprecedented efforts of the international community in helping to relieve the suffering of our people and for its program of reconstruction. It therefore also requests that the international community, including the UN, representatives of foreign militaries, aid organisations and other NGOs, remain in Acheh until the reconstruction process is complete and a comprehensive and sustainable peace is achieved.

The ASNLF re-states its commitment to a negotiated comprehensive political resolution of the Acheh conflict within a mutually agreed time-frame.

Stockholm, Sweden, 30 January 2005

Bakhtiar Abdullah
Information Officer
----------